Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengambilan Keputusan
1. Pengertian Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral
dalam praktik suatu profesi dan keberadaanya sangat penting karena akan
menentukan tindakan selanjutnya. Menurut George R.Terry, pengambilan
keputusan adalah memilih alternatif yang ada.
Empat strategi membantu klien dalam mengambil keputusan :
a) Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya.beri kesempatan
klien untuk melihat lagi beberapa alternative pilihannya, agar tidak
menyesal atau kecewa terhadap pilihannya.
b) Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan
melihat kembali keuntungan atau konsekuensi positif dan kerugiannya
atau konsekuensi negative.
c) Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan
pilihan, bantu klien mencermati pilihannya.
d) Membantu klien menyusun rencana kerja, untuk menyelesaikan
masalahnya.

2. Teori Dalam Pengambilan Keputusan


Pola dasar berpikir dalam konteks organisasi meliputi:
a) Penilaian situasi (Situational Approach): untuk menghadapi pertanyaan
“apa yg terjadi?”.
b) Analisis persoalan (Problem Analysis): dari pola pikir sebab-akibat.
c) Analisis keputusan (Decision Analysis): didasarkan pada pola berpikir
mengambil pilihan.
d) Analisis persoalan potensial (Potential Problem Analysis): didasarkan
pada perhatian peristiwa masa depan, yang mungkin & dapat terjadi.

B. Dasar-dasar Pengambilan Keputusan.


George R. Terry menjelaskan dasar-dasar dari pengambilan keputusan yang
berlaku :
1. Intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih
bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor
kejiwaan lain.
Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan,
yaitu :
a) Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk
memutuskan.
b) Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat
kemanusiaan.
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang
singkat. Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya
pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan.
Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena
kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan
pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga
hal-hal yang lain sering diabaikan.
2. Pengalaman
Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman
dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman
sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan
untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan
bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan
pemecaha masalah.
3. Fakta
Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang
cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk
mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.
4. Wewenang
Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan
menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial.
Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering
melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau
kurang jelas.
5. Rasional
Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna.
Masalah – masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan
pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan
rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional
dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam
batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu.

C. Faktor yang mempengaruhi klien dalam pengambilan keputusan

1. Fisik
Didasarkan pada rasa yang alami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman,
atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang
menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang
memberikan kesenangan.
2. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu
situasi secara subjective.
3. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi,
memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.
4. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan.
Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui
kemampuanya dalam bertindak.
5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu
orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6. Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan
mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu
tingkah laku tertentu.

D. Tipe pengambilan keputusan

1. Pengambilan keputusan untuk tidak berbuat apa-apa karena


ketidaksanggupan atau merasa tidak sanggup.

2. Pengambilan keputusan intuitif, sifatnya segera, langsung diputuskan,


karena keputusan tersebut dirasakan paling tepat.

3. Pengambilan keputusan yang terpaksa, karena segera dilaksanakan.

4. Pengambilan keputusan yang reaktif. Sering kali dilakukan dalam situasi


marah dan tergesa-gesa.
5. Pengambilan keputusan yang ditangguhkan, dialihkan pada orang lain yang
bertanggung jawab.

6. Pengambilan keputusan secara berhati-hati, dipikirkan baik-baik,


mempertimbangkan berbagai pilihan

E. Jenis- jenis pengambilan keputusan

(1) Pengambilan keputusan karena ketidak sanggupan: memberikan kajian berlalu,


tanpa berbuat apa-apa.

(2) Pengambilan keputusan intuitif bersifat segera, terasa sebagai keputusan yang
paling tepat dalam langsung diputuskan.

(3) Pengambilan keputusan yang terpaksa, karena sudah kritis: sesuatu yang harus
segera dilaksanakan.

(4) Pengambilan keputusan yang reaktif: ”kamu telah melakukan hal itu untuk
saya, karenanya saya akan melakukan itu untukmu” sering kali dilakukan
dalam situasi marah atau tergesa-gesa.

(5) Pengambilan keputusan yang ditangguhkan: dialihkan pada orang lain,


memberikan orang lain yang bertanggung jawab.

(6) Pengambilan keputusan secara berhati-hati: dipikirkan baik-baik,


mempertimbangkan berbagai pilihan.

F. Elemen-Elemen Dasar Pengambilan Keputusan

1. Menetapkan tujuan

pengambilan keputusan harus memiliki tujuan yang akan mengarahkan tujuannya,


apakah spesifik dapat diukur hasilnya ataupun sasaran bersifat umum. Tanpa
penetapan tujuan, pengambil keputusan tidak bisa menilai alternatif atau memilih
suatu tindakan. Keputusan pada tingkat individu, tujuan ditentukan oleh masing-
masing orang sesuai dengan sistem nilai seseorang. Pada tingkat kelompok dan
organisasi, tujuan ditentukan oleh pusat kekuasaan melalui diskusi kelompok,
konsensus bersama, pembentukan kualisi dan berbagai macam proses yang
mempengaruhi. Ditambahkan oleh Wijono, bahwa tujuan harus dibagi menurut
pentingnya, ada tujuan yang bersifat harus atau tidak bisa ditawar, dan ada tujuan
yang bersifat keinginan, yang mana masih bisa ditawar.

2. Mengidentifikasi permasalahan
Proses pengambilan keputusan umumnya dimulai setelah permasalahan
diidentifikasi. Permasalahan merupakan kondisi dimana adanya ketidaksamaan
antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Permasalahan dalam
organisasi dapat berupa rendahnya produktivitas, adanya konflik disfungsional,
biaya operasional yang terlalu tinggi, pelayanan tidak memuaskan klien, dan lain-
lain. Pengambilan keputusan yang efektif memerlukan adanya identifikasi yang
tepat atas penyebab permasalahan. Jika penyebab timbulnya permasalahan tidak
dapat diidentifikasi dengan tepat, maka permasalahannya yang ada tidak dapat
diselesaikan dengan baik. Ada tiga kesalahan yang sering terjadi dalam
mengidentifikasi permasalahan, yaitu mengabaikan permasalahan yang ada,
pemusatan perhatian pada gejala dan bukan pada penybab permasalahan yang
sebenarnya, serta melindungi diri karena informasi dianggap mengancan harga
diri.

3. Mengembangkan sejumlah alternatif


Setelah permasalahan diidentifikasi, kemudian dikembangkan serangkaian alternatif
untuk menyelesaikan permasalahan. Organisasi harus mengkaji berbagai informasi
baik intern maupun ekstern untuk mengembangkan serangkaian alternatif yang
diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang terjadi. Pengembangan sejumlah
alternatif memungkinkan seseorang menolak untuk membuat keputusan yang terlalu
cepat dan membuat lebih mungkin pencapaian keputusan yang efektif. Proses
pengambilan keputusan yang rasional mengharuskan pengambil keputusan untuk
mengkaji semua alternatif pemecahan masalah yang potensial. Akan tetapi dalam
kenyataannya seringkali terjadi bahwa proses pencarian alternatif pemecahan
masalah seringkali terbatas.

4. Penilaian dan pemilihan alternatif


Setelah berbagai alternatif diidentifikasi, kemudian dilakukan evaluasi terhadap
masing-masing alternatif yang telah dikembangkan dan dipilih sebuah alternatif
yang terbaik. Alternatif-alternatif tindakan dipertimbangkan berkaitan dengan tujuan
yang ditentukan, apakah dapat memenuhi keharusan atau keinginan. Alternatif yang
terbaik adalah dalam hubungannya dengan sasaran atau tujuan yang hendak dicapai.
Bidang ilmu statistik dan riset operasi merupakan model yang baik untuk menilai
berbagai alternatif yang telah dikembangkan.

5. Melaksanakan keputusan
Jika salah satu dari alternatif yang terbaik telah dipilih, maka keputusan tersebut
kemudian harus diterapkan. Sekalipun langkah ini sudah jelas, akan tetapi sering kali
keputusan yang baik sekalipun mengalami kegagalan karena tidak diterapkan dengan
benar. Keberhasilan penerapan keputusan yang diambil oleh pimpinan bukan
semata-mata tanggung jawab dari pimpinan akan tetapi komitmen dari bawahan
untuk melaksanakannya juga memegang peranan yang penting (Gillies, 1996;
Gitosudarmo, 1997). Dalam mengevaluasi dan memilih alternatif suatu keputusan
seharusnya juga mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari keputusan
tersebut. Betapapun baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit
diterapkan maka keputusan itu tidak ada artinya. Pengambil keputusan membuat
keputusan berkaitan dengan tujuan yang ideal dan hanya sedikit mempertimbangkan
penerapan operasionalnya (Gitosudarmo, 1997).
6. Evaluasi dan pengendalian
Setelah keputusan diterapkan, pengambil keputusan tidak dapat begitu saja
menganggap bahwa hasil yang diinginkan akan tercapai. Mekanisme sistem
pengendalian dan evaluasi perlu dilakukan agar apa yang diharapkan dari keputusan
tersebut dapat terealisir. Penilaian didasarkan atas sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan yang bersifat khusus dan mudah diukur dapat mempercepat
pimpinan untuk menilai keberhasilan keputusan tersebut. Jika keputusan tersebut
kurang berhasil, dimana permasalahan masih ada, maka pengambil keputusan perlu
untuk mengambil keputusan kembali atau melakukan tindakan koreksi. Masing-
masing tahap dari proses pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan dengan
hati-hati, termasuk dalam penetapan sasaran tujuan (Wijono, 1999; Gitosudarmo,
1997).

G. Saat-saat Sulit Dalam Penerapan KIP/K

1. Diam

Makna “diam” (tidak bersuara) antara lain :


Penolakan atau kebingungan klien.
Klien dan konselor telah mencapai akhir suatu ide dan semata-mata ragu
mengatakan apa selanjutnya.
Kebingungan karena kecemasan atau kebencian.
Klien mengalami sakit dan tidak siap untuk bicara.
Klien mengharapkan sesuatu dari konselor.
Klien sedang memikirkan apa yang dikatakan.
Klien baru menyadari ucapannya dan merupakan ekspresi emosional
sebelumnya.
Hal yang harus dipahami saat klien diam :
Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu klien merasa cemas atau
marah.
Bila terjadi di awal pertemuan setelah beberapa saat, konselor bisa
mengatakan : “saya mengerti hal ini sulit untuk dibicarakan, biasanya pada
pertemuan pertama klien-klien saya juga merasa begitu. Apakah ibu merasa
cemas?”
Bila klien diam karena marah konselor dapat berkata : “bagaimana perasaan
ibu sekarang?”, diikuti hening beberapa saat, pandang klien dan perlihatkan
sikap tubuh yang menunjukkan perhatian.
Bila diam di tengah pertemuan konselor harus memperhatikan konteks
pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi. Lebih baik menunggu
beberapa saat, beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan
atau pikirannya, meskipun tidak nyaman.
Bila klien diam karena berfikir tidak perlu berusaha memecah kesunyian atau
menunjukkan sikap tidak menerima.

2. Klien Menangis

Tenangkan klien dengan menyentuh badan (menepuk-nepuk bahu


atau memegang tangan klien) secara hati-hati.

3. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah klien

Biasa terjadi jika konselor tidak dapat memecahkan atau membantu


menyelesaikan masalah seperti harapan klien.
Misalnya pada kasus remaja putri yang ingin aborsi.
Konselor dapat mengatakan pada klien bahwa dia akan selalu menyediakan
waktu untuk klien menghadapi saat-saat sulit meskipun konselor tidak dapat
mengubah keadaan.

4. Konselor melakukan kesalahan


Hal terpenting untuk menciptakan hubungan baik adalah jujur.
Mengakui bahwa konselor salah dan minta maaf adalah cara untuk
menghargai klien.

5. Konselor tidak tahu jawaban dari pertanyaan klien

Konselor dapat mengatakan bahwa ia tidak dapat menjawab


pertanyaan klien, tetapi akan berusaha mencari informasi tersebut untuk klien.

6. Klien menolak bantuan konselor

Ditunjukkan dengan klien enggan bicara. Tekankan hal positif, paling tidak
klien telah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin klien mau
mempertimbangkan kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan lanjutan.
7. Klien merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin konselor

Konselor sebaiknya mengatasi dengan mengatakan : “ orang kadang


awalnya merasa lebih nyaman berbicara dengan seseorang yang sama jenis
kelaminnya, menurut pengalaman saya semakin lama hal itu semakin tidak
penting apabila kita semakin mengenal. Bagaimana kalau kita coba lanjutkan
dan lihat bagaimana nantinya.”. biasanya klien menerima, dan masalah ini
hilang dengan sendirinya bila konselor bersikap penuh perhatian, menghargai
klien dan tidak menilai klien.
8. Waktu yang dimiliki konselor terbatas.

Konselor memberikan informasi beberapa saat sebelum pertemuan,


meminta maaf, menjelaskan sebab keterbatasan waktunya, dan menunjukkan
konselor berharap bertemu klien pada pertemuan selanjutnya.
9. Konselor tidak menciptakan hubungan yang baik
Konselor meminta pendapat kepada teman sesame petugas klinik
untuk mengamati pertemuan dan melihat dimana letak kesulitannya, apakah
ada sikap klien yang membuat konselor merasa ditolak klien.

10. Klien dan konselor sudah saling mengenal

Konselor melayani seperti pada umumnya, tekankan bahwa


kerahasiaan akan tetap terjaga, jelaskan bahwa konselor akan bersikap sedikit
berbeda dengan sikap diluar konseling terhadap klien sebagai temannya.
11. Klien berbicara terus dan yg dibicarakan tidak sesuai topic

Potong pembicaraannya setelah beberapa saat bila klien terus menerus


mengulang pembicaraannya.
12. Klien bertanya tentang hal-hal pribadi konselor.

Nyatakan pada klien bahwa cerita konselor tentang dirinya tidak akan
membantu klien, oleh karena itu lebih baik tidak bercerita.
13. Konselor merasa dipermalukan dengan suatu topik pembicaraan.

Sebaiknya jujur kepada klien, terutama bila konselor bereaksi secara


emosional pada klien, karena klien akan mengamati hal itu.
14. Keadaan kritis

Komunikasikan dengan tegas tapi sopan keadaan darurat kepada


keluarga. Berikan penjelasan dengan singkat tapi jelas langkah-langkah yang
harus dilakukan bersama untuk mengatasi keadaan.

H. Kesulitan Saat Konseling

Beberapa kesulitan tersembunyi yang disadari oleh konselor, terutama


konselor pemula. Antara lain :
1. Berusaha terlalu banyak dan terlalu dini
2. Lebih banyak mengajar daripada membina hubungan
3. Penerimaan yang berlebihan
4. Menampilkan masalah konseling pada orang yang tidak berpengalaman.
5. Kecenderungan untuk menampilkan kepribadian konseling.
6. Merenungkan setelah sesi yang sulit.

I. Upaya untuk mengatasi kesulitan

1. Tiap individu memahami dirinya, dengan memahami diri sendiri maka akan bisa
mengatasi kesulitan-kesulitan bidan sendiri.
2. Untuk memperlancar komunikasi siapkan materi, bahan, alat untuk mempermudah
penerimaan klien.
3. Menguasai ilmu komunikasi, sehingga dapat melakukan konseling pada semua
klien dengan bermacam karakter dan keterbatasan mereka.
4. Meletakkan kearifan sebagai dasar kepribadian konselor aktif.
Kearifan merupakan satu perangkat cirri kognitif dan afektif tertentu yg secara
langsung pada ketrampilan d dakan dan pilihan yang bertanggungjawab).
b) Aspek kognitif meliputi penalaran dialetik (mengenal konteks, situasi, berorientasi
pada perubahan yang bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai