Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE

PRESSURE PRODUCT (RPP)

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

RIZKY MAYO HUTAMA


22010110130195

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
LEMBAR PENGESAHAN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KTI

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE


PRESSURE PRODUCT (RPP)

Disusun oleh:
Rizky Mayo Hutama
22010110130195

Telah disetujui
Semarang, 18 Juli 2014

Pembimbing

dr. Yulia Wahyu Villyastuti, SpAn


NIP. 1964070119910112001

Ketua Penguji Penguji

dr. Taufik Eko Nugroho, SpAn dr. Danu Soesilowati, SpAn, KIC
NIP.198306092010121008 NIP. 19611132000032005
PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE
PRESSURE PRODUCT (RPP)

Rizky Mayo Hutama1, Yulia Wahyu Villyastuti2

ABSTRAK

Latar belakang Intubasi endotrakea merupakan tindakan yang banyak dilakukan


pada anestesi umum. Tindakan ini dapat menimbulkan reflek simpatis dan
simpatoadrenal berupa peningkatan respon hemodinamik dan kardiovaskuler.
Respon tersebut antara lain peningkatan tekanan darah sistolik, laju jantung, dan
kebutuhan oksigen pada otot jantung (rate pressure product).
Tujuan Mengetahui pengaruh durasi tindakan intubasi terhadap rate pressure
product ( RPP ).
Metode Penelitian ini berjenis observasional retrospektif dengan desain cross-
sectional. Sampel diperoleh dari 38 data sekunder pasien yang menjalani operasi
elektif dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang dibagi dalam 2 kelompok
perlakuan. Kelompok 1 dilakukan tindakan intubasi dengan durasi 11-20 detik
sedangkan kelompok 2 dilakukan tindakan intubasi dengan durasi 21-30 detik.
Tekanan darah sistolik, laju jantung, dan RPP dicatat sebelum perlakuan (tindakan
intubasi), serta setelah perlakuan menit pertama, kedua, kelima, dan kesepuluh.
Analisis data menggunakan program analisis statistik untuk komputer.
Hasil Tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok meliputi umur, status fisik,
jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan. Terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik, laju jantung, dan RPP pada kedua kelompok setelah perlakuan.
Kelompok 1 terjadi peningkatan signifikan (p<0,05) pada TDS dan RPP hingga
menit kedua, sedangkan kelompok 2 terjadi peningkatan signifikan (p<0,05) pada
TDS dan RPP hingga menit kelima. LJ kedua kelompok mengalami peningkatan
signifikan (p<0,05) hingga menit kedua.
Kesimpulan Tidak terdapat perbedaan TDS, LJ, dan RPP yang signifikan pada
kedua kelompok perlakuan setelah tindakan intubasi. Durasi tindakan intubasi
yang lebih lama akan memberikan kenaikan nilai TDS dan RPP secara signifikan
lebih lama.

Kata kunci : Durasi Intubasi, RPP


1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
2
Staf Pengajar Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang
THE EFFECT OF DURATION OF INTUBATION AGAINST RATE PRESSURE
PRODUCT (RPP)

ABSTRACT

Background Endotracheal intubation are mostly done in general anesthesia.


This action often lead to sympathetic reflex and excessive simpatoadrenal the
hemodynamic and cardiovascular response, including the increase in systolic
blood pressure, heart rate, and oxigen demand on the heart muscle (rate pressure
product).
Aim To determine the effect of duration of intubation against rate pressure
product (RPP).
Methods This research was an observational retrospective cross-sectional
design. Samples were obtained from 38 patients undergoing secondary data
elective surgery with inclusion and exclusion criteria were divided into 2
treatment groups. Group 1 performed intubation with duration of 11-20 seconds
while the second group performed intubation with duration of 21-30 seconds.
Systolic blood pressure, heart rate, and RPP were recorded before treatment
(intubation), and after treatment the first minute, second, fifth, and tenth. Analysis
of the data using computer programs for statistic alanalysis.
Result No significant differences between groups including age, physical status,
gender, height, and weight. Both groups has significantly increase in systolic
blood pressure, heart rate and RPP after intubation. Group 1 increased
significantly (p<0.05) in the systolic blood pressure and RPP until the second
minute, while group 2 increased significantly (p<0.05) in the systolic blood
pressure and RPP until the fifth minute. Heart rate both groups experienced a
significant increase (p<0.05) until the second minute.
Conclusion There were no significant differences in systolic blood pressure,
heart rate, and RPP in both treatment groups after intubation. The longer
duration of intubation will give rise in systolic blood pressure and RPP
significantly longer.

Keywords: Duration of intubation, RPP


PENDAHULUAN
Dalam bidang anestesiologi, pengelolaan jalan nafas merupakan tindakan yang
penting. Terdapat berbagai alat yang digunakan dalam mengelola jalan nafas.
Pemasangan pipa endotrakea (ET) merupakan salah satu tindakan pengamanan
jalan nafas terbaik dan paling sesuai sebagai jalur ventilasi mekanik. Selain
digunakan untuk menjaga jalan nafas dan memberikan ventilasi mekanik,
tindakan ini juga dapat menghantarkan agen anestesi inhalasi pada anestesi
umum.1,2

Tindakan intubasi atau memasukkan pipa endotrakea (ET) ke dalam trakea


merupakan hal yang biasa dilakukan dalam anestesi umum. Data yang diperoleh
di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2004–2009
menunjukkan sebagian besar operasi atau tindakan bedah dilakukan dengan
anestesi umum. Dengan keterangan dari 24.550 tindakan bedah, sebanyak 16.542
(67,38%) dilakukan intubasi endotrakea dengan anestesi umum.3 Walaupun rutin
dilakukan, tindakan ini bukan tanpa risiko dan tidak semua pasien dengan anestesi
umum membutuhkan tindakan ini. Pada umumnya pemasangan pipa endotrakea
(ET) diindikasikan untuk pasien dengan risiko aspirasi dan pada pasien yang
sedang menjalani operasi.1

Laine Bosma dalam penelitiannya menyatakan sebanyak 15,4% dari angka


morbiditas di Instalation Care Unit (ICU) dan 29,4% di rumah sakit di Amerika
disebabkan oleh komplikasi pada proses intubasi endotrakea.3 Tindakan intubasi
endotrakea dapat menimbulkan berbagai komplikasi atau trauma seperti
komplikasi sistem respirasi (bronkospasme), juga menimbulkan komplikasi
kardiovaskuler berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan laju jantung, dan
disritmia. Komplikasi tersebut dapat terjadi secara cepat atau lambat. 2,4,5 Hal itu
disebabkan oleh rangsangan pipa endotrakea pada daerah laring, trakea, karina,
dan bronkus yang menimbulkan respon simpatis dan pelepasan katekolamin. 6,7
Respon stres yang terjadi terhadap intubasi trakea menyebabkan peningkatan
kadar katekolamin plasma.8 Hal ini akan berdampak negatif pada pasien dengan
penyakit jantung koroner, hipertensi, serta kelainan serebrovaskuler terutama pada
usia lanjut.9,10

Rate Pressure Product (RPP) adalah indikator yang digunakan untuk mengetahui
kebutuhan oksigen jantung. Penelitian dengan pencitraan radiologis menunjukkan
adanya keterkaitan RPP dengan perfusi miokardium. RPP merupakan perkalian
antara laju jantung dan tekanan darah sistolik. 11

Berbagai penelitian dilakukan untuk mencari metode pencegahan gejolak


hemodinamik saat laringoskopi dan intubasi. Diantaranya yaitu penambahan obat
sebelum intubasi, pemilihan peralatan jalan nafas, serta berbagai teknik intubasi.
Dari data penelitian di atas menyebabkan pemikiran untuk meneliti pengaruh
durasi tindakan intubasi terhadap rate pressure product (RPP).

METODE
Rancangan penelitian yang digunakan adalah observasional retrospektif dengan
desain crosssectional. Penelitian ini dilaksanakan di bagian rekam medik RSUP
Dr. Kariadi Semarang pada bulan Mei hingga Juni 2014. Sampel dipilih dengan
cara purposive sampling. Data diperoleh daridata sekunder hasil penelitian dr.
Drajad Bayu Atmawan, SpAn yang tercantum dalam rekam medik RSUP Dr.
Kariadi Semarang.

Pada penelitian ini didapatkan 38 sampel dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan.


Kelompok pertama dilakukan intubasi dengan durasi 11-20 detik, sedangkan pada
kelompok kedua 21-30 detik. Kriteria inklusinya adalah pasien dengan usia 16-59
tahun dengan status fisik ASA I atau II dan menjalani operasi elektif dengan
anestesi umum, sedangkan kriteria eksklusi yaitu jika terdapat kelainan jalan
nafas, puasa tidak cukup, dan ibu hamil. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah durasi tindakan intubasi dengan variabel terikat adalah tekanan darah
sistolik, laju jantung, dan rate pressure product. Analisis data dilakukan
menggunakan uji beda berpasangan (paired-t test dan wilcoxon-test) dan uji beda
tidak berpasangan (independent t-test dan mann-whitney test).

HASIL
Karakteristik sampel
Tabel 1. Karakteristik sampel
Karakteristik Sampel Kelompok 1 Kelompok 2 P
(11-20 detik) (21-30 detik)
n = 19 n = 19
Umur (tahun) 42,05±10,622 43,79±11,188 0,5491
Status Fisik (ASA) 0,7442
ASA I 11 (57,9%) 10 (52,6%)
ASA II 8 (42,1%) 9 (47,4%)
Jenis Kelamin 0,5012
Laki – laki 6 (31,6%) 8 (42,1%)
Perempuan 13 (68,4%) 11 (57,9%)
Tinggi badan (cm) 159,68±6,219 160,43±6,371 0,8941
Berat badan (kg) 58,11±8,704 59,79±11,703 0,6183
1. Mann-Whitney test
2. Chi-square test
3.Independent T-test
Data untuk umur, berat badan, dan tinggi badan disajikan dalam bentuk mean ± SD, sedangkan data untuk
status fisik ASA dan jenis kelamin disajikan dalam bentuk frekuensi dan prosentase.

Pada tabel 1 didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0.05) dari semua
variabel yaitu umur, status fisik, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan
antara kelompok 1 (durasi tindakan intubasi 11-20 detik) dan kelompok 2 (durasi
tindakan intubasi 21-30 detik).

Tekanan darah sistolik


Tabel 2. Uji beda berpasangan TDS
TDS post perlakuan
Kelompok
1 menit 2 menit 5 menit 10 menit
‡ ¥ ‡
11-20 detik 0,001* 0,008* 0,143 0,934‡
21-30 detik 0,000*‡ 0,000*‡ 0,007*‡ 0,497‡
Keterangan :

Paired t test
¥
Wilcoxon test
150

100

Rerata
50

0
TDS pre TDS post TDS post TDS post TDS post
1 2 5 10

11-20 detik 21-30 detik

Gambar 1. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Pre dan Post Perlakuan

Kelompok 1 (11-20 detik) memperlihatkan adanya kenaikan TDS yang bermakna


pada menit pertama (p=0,001 *) dan kedua (p=0,008 *), peningkatan yang tidak
bermakna pada menit kelima (p=0,143), dan penurunan yang tidak bermakna pada
menit kesepuluh (p=0,934). Sedangkan pada kelompok 2 intubasi (21-30 detik)
memperlihatkan adanya kenaikan TDS yang bermakna pada menit pertama
(p=0,000*), menit kedua (p=0,000*), dan menit kelima (p=0,007*), serta
peningkatan yang tidak bermakna pada menit kesepuluh (p=0,497).

Laju jantung
Tabel 3. Uji beda berpasangan LJ
HR post perlakuan
Kelompok
1 menit 2 menit 5 menit 10 menit
‡ ‡ ‡
11-20 detik 0,003* 0,015* 0,244 0,785‡
21-30 detik 0,000*‡ 0,003*‡ 0,199‡ 0,913¥
Keterangan :

Paired t test
¥
Wilcoxon test
88
86
84
82
Rerata

80
78
76
74
72
70
LJ pre LJ post 1 LJ post 2 LJ post 5 LJ post 10
11-20 detik 21-30 detik

Gambar 2. Perbandingan Laju Jantung Pre dan Post Perlakuan


Kelompok 1 (11-20 detik) memperlihatkan adanya kenaikan LJ yang bermakna
pada menit pertama (p=0,003 *) dan kedua (p=0,015*), sedangkan terlihat
peningkatan yang tidak bermakna pada menit kelima (p=0,244) dan penurunan
yang tidak bermakna pada menit kesepuluh (p=0,785). Kelompok 2 (21-30 detik)
memperlihatkan adanya kenaikan LJ yang bermakna pada menit pertama
(p=0,000*) dan kedua (p=0,003*), serta peningkatan yang tidak bermakna pada
menit kelima (p=0,199) dan penurunan yang tidak bermakna pada menit
kesepuluh (p=0,913).

Rate pressure product (RPP)


Tabel 4. Uji beda berpasangan RPP
RPP post perlakuan
Kelompok
1 menit 2 menit 5 menit 10 menit
‡ ‡ ‡
11-20 detik 0,000* 0,003* 0,077 0,840‡
21-30 detik 0,000*‡ 0,000*‡ 0,027*‡ 0,766‡
Keterangan :

Paired t test

15000

10000
Rerata

5000

0
RPP pre RPP post 1 RPP post 2 RPP post 5 RPP post
10

11-20 detik 21-30 detik

Gambar 3. Perbandingan RPP Pre dan Post Perlakuan

Kelompok 1 (11-20 detik) memperlihatkan adanya kenaikan RPP yang bermakna


pada menit pertama (p=0,000 *) dan kedua (p=0,003*), sedangkan terlihat
peningkatan yang tidak bermakna pada menit kelima (p=0,077) dan kesepuluh
(p=0,840). Kelompok 2 (21-30 detik) memperlihatkan adanya kenaikan RPP yang
bermakna pada menit pertama (p=0,000*), kedua (p=0,000*), dan kelima
(p=0,027*). Sedangkan penurunan yang tidak bermakna terlihat pada menit
kesepuluh (p=0,766).
Uji beda tidak berpasangan
Tabel 5.Perbandingan TDS, LJ, dan RPP kedua kelompok pasca perlakuan
Variabel Kelompok 1 Kelompok 2 P
(11-20 detik) (21-30 detik)
n = 19 n = 19
TDS (mmHg)
1 menit post intubasi 130,26 24,062 141,89 26,724 0,1671
2 menit post intubasi 120 (98-182)# 134,89 23,912 0,1742
5 menit post intubasi 120,11 20,415 126,68 18,547 0,3051
10 menit post intubasi 113,26 16,374 118,26 12,710 0,3001
LJ (x/menit)
1 menit post intubasi 85,32 14,637 86,21 12,925 0,8431
2 menit post intubasi 83,89 15,765 85,42 14,611 0,7591
5 menit post intubasi 80,32 14,530 82,11 13,042 0,3991
10 menit post intubasi 76,37 12,402 79 (46-93)# 0,2482
RPP
1 menit post intubasi 11208,2 3025,45 12323,1 327,73 0,2831
2 menit post intubasi 10592,9 3056,63 11689,2 3482,06 0,3091
5 menit post intubasi 9770,1 2903,93 10482,1 2608,64 0,4321
10 menit post intubasi 8718,3 2202,90 9301,0 1924,59 0,3911
Keterangan :
1.Independent t test
2. Mann Whitney test
*p<0,05 perbandingan nilai antar kelompok perlakuan
#Data tidak normal dalam bentuk median (minimum–maksimum). Data normal disajikan
dalam bentuk mean ± SD. TDS = Tekanan Darah Sistolik, RPP = Rate Pressure Product,
LJ = Laju Jantung

Dari tabel diatas terlihat perbedaan yang tidak bermakna antara kedua kelompok
setelah perlakuan (p>0,05).

PEMBAHASAN
Tindakan anestesi umum dapat menimbulkan berbagai efek samping terhadap
manusia. Salah satu efek samping yang sering terjadi yaitu efek hemodinamik
berupa peningkatan tekanan darah, laju jantung, dan perubahan irama jantung. 9,17
Hal tersebut mungkin kurang berarti pada pasien sehat namun pada pasien dengan
faktor resiko seperti hipertensi, aneurisma intracranial, coronary artery disease,
dan cerebrovascular disease akan berbahaya.39

Intubasi atau pemasangan pipa endotrakea diketahui dapat memberikan


penekanan pada saraf laryngeus superior dan saraf recurrenlaryngeus. Hal
tersebut dapat meningkatkan respon simpatis dan menimbulkan gejolak
hemodinamik pada manusia.12,13,14

Dari penelitian ini, perbandingan rerata peningkatan tekanan darah sistolik, laju
jantung, dan rate pressure product setelah tindakan intubasi pada kedua kelompok
penelitian tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Baik durasi
tindakan intubasi 11-20 detik maupun 21-30 detik, keduanya menunjukkan
gejolak hemodinamik tubuh berupa peningkatan tekanan darah sistolik, laju
jantung, dan rate pressure product walaupun pada grafik nampak peningkatan
yang lebih tinggi pada kelompok 2 (durasi tindakan intubasi 21-30 detik).

Perbedaan antar kelompok perlakuan baru terlihat dengan uji berpasangan (paired
t test dan wilcoxon test). Tekanan darah sistolik dan rate pressure product pada
kelompok 1 mengalami peningkatan yang bermakna (p<0,05) pada menit pertama
dan kedua setelah perlakuan, sedangkan pada kelompok 2 terlihat peningkatan
tekanan darah sistolik dan rate pressure product yang bermakna (p<0,05) pada
menit pertama, kedua, dan kelima. Sementara laju jantung pada kedua kelompok
menunjukkan kenaikan bermakna (p<0,05) pada menit pertama dan kedua. Dari
penelitian ini dapat dilihat jika kelompok 2 (durasi intubasi 21-30 detik) akan
menimbulkan peningkatan bermakna (p<0,05) pada rerata tekanan darah sistolik
dan rate pressure product lebih lama yaitu hingga menit kelima, sedangkan pada
kelompok 1 (durasi 11-20 detik) hanya menimbulkan peningkatan bermakna
(p<0,05) pada rerata tekanan darah sistolik dan rate pressure product hingga
menit kedua.

Seperti yang tertulis pada metode penelitian, jenis penelitian ini merupakan
penelitian observasional retrospektif dengan desain cross-sectional. Penelitian
observasional memiliki beberapa kekurangan dibandingkan penelitian
eksperimental yaitu subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel
subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut, sehingga dapat terjadi bias
dalam pengukuran dan pengumpulan data.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna (p>0,05) pada rerata tekanan darah sistolik, laju jantung, dan rate
pressure product setelah perlakuan antara dua kelompok. Kelompok 2 (durasi
tindakan intubasi 21-30 detik) menunjukkan peningkatan bermakna (p<0,05) pada
rerata tekanan darah sistolik dan rate pressure product yang lebih lama (hingga
menit kelima), sedangkan kelompok 1 (durasi tindakan intubasi 11-20 detik)
peningkatan bermakna terjadi hingga menit kedua.
Saran
Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh durasi tindakan intubasi
terhadap rate pressure product dengan menggunakan durasi yang berbeda.
Dengan durasi intubasi yang lebih singkat dapat mencegah kenaikan rate pressure
product yang semakin besar.

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Yulia Wahyu Villyastuti, SpAn
yang telah memberikan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Peneliti
juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Taufik Eko Nugroho, SpAn selaku
ketua penguji dan dr. Danu Soesilowati, SpAn, KIC selaku penguji, serta pihak-
pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan GE. Clinical Anesthesiology, 4th ed. New York: Mc Graw-Hill


Companies, Inc; 2006. pp. 91-116
2. Aitkenhead AR, Smith G. Textbook Of Anaesthesia. 2nd ed. Edinburgh:
Churchill Livingstone; 1990. p. 365
3. Ayu R. Perbedaan Pengaruh Premedikasi Berbagai dosis Klonidin
Terhadap Respon Kardiovaskuler pada Laringoskopi dan Intubasi
Endotrakhea [tesis]. Semarang: Bagian Anestesi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2013.
4. Hagberg, C, Georgi R, Krier C. Complications of managing the airway.
Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology; 2005;19(4): 641-59
5. Sener EB, Ustun E, Ustun B, Sarihasan B. Haemodynamic responses and
upper airway morbidity following tracheal intubation in patients with
hypertension: Conventional laryngoscopy versus an intubating laryngeal
mask airway. Clinics; 2012;67(1):49-54
6. Siddiqui, Khan FZH. Haemodynamic response to Tracheal Intubation via
intubating laryngeal mask airway versus Direct Laryngoscopic Tracheal
Intubation. J Pak Med Assoc;2007;57(1): 11-4.
7. Simpson GD, Ross MJ, Mckeown DW, Ray DC. Tracheal intubation in
the critically ill: a multi-centre national study of practice and
complications. Br J Anaesth; 2012;108(5): 792-9.
8. Montazari K, Naghibi K, Hashemi SJ. Comparison of hemodynamic
changes after insertion of laryngeal mask airway, face mask and
endotracheal intubation. Acta Medica Iranica; 2004;42(6): 437.
9. Flemming DC, Orkin Fk, Kirby RR. Hazards of tracheal intubation. In:
Nikolous G, Robert RK. Complication in anesthesiology. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincottraven; 1996. p. 229
10. Shribman AJ, Achola KJ. Cardiovascular and catecholamine responses to
laryngoscopy with and without tracheal intubation. Br J Anaesth;
1997;59(3): 295-9
11. Ansari M, Javadi H, Pourbehi M, Moqharrabi M, Rayzan M, Semnani S,
Et al. The Association of rate pressure product (RPP) and myocardial
perfusion imaging (MPI) findings: a preliminary study. Perfusion; 2012;
27(3):207-13
12. Stone DJ, Gal TJ. Airway management. In: Miller RD. Anesthesia 5th ed.
Philadelphia: Churchill livingstone; 2000. pp. 1414-48
13. Rosenbalt WH. Airway management.In: Barash PG, Cullen BF, Stoelting
RK.Clinical Anesthesia. 5th ed. Philadelphia: William & Wilkins; 2006.
pp. 1247-346
14. Lecanwasam H, Dunn PF. Airway evaluation and management. In: Huford
WE, Bailin MT, Davidson JK. Clinical anesthesia procedures of the
massachusets general hospital. 6th.ed. Philadelphia: William & Wilkins;
2002. pp. 568-621

Anda mungkin juga menyukai