5. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1) Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan
seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk
menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran
darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan
vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi
pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung
untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal
mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan
tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2) Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat
tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi
kematian sel. Dinding pembuluh darah melemah dan tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi
sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil
sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan
kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia
jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan
lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi
bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar
Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial
rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan
perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi
asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
3) Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem
kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea.
6. Pathway
Penurunan curah jantung Penurunan tekanan Penurunan aliran darah sistemik
arterial
Risiko syok
Dilatasi vaskuler Peningkatan
(hipovolemia)
permeabilitas kapiler
Pengumpulan darah
Cairan intravaskuler
Penurunan volume darah
vena
Plasma darah
Syok kardiogenik
Preload, stroke volume
dan hate rate, TD
Diaphoresis Dispnea
Ketidakefektifan perfusi
Berkurangnya suplai Metabolism tubuh
jaringan perifer
darah ke otak menjadi anaerob
Ansietas
Asam laktat merangsang Kematian seluler
mediator nyeri
Kegagalan organ
Nyeri dada
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur darah
2. Kimia serum, termasuk elektrolit, BUN dan kreatinin
3. DPL dan profil koagulasi
4. AGD dan oksimetri nadi
5. Pemeriksaan curah jantung penurunan indeks jantung, penurunan curah jantung,
penurunan preload, penurunan tekanan atrium kanan, kenaikan afterload dan
kenaikan resistensi vascular sistemik.
6. Laktat serum
7. Urinalisis dengan berat jenis, osmolaritas, dan elektrolit urine
8. EKG, foto thorax, ultrasonografi jantung
9. Tes fungsi ginjal dan hati
Pada prinsipnya semua shock ditentukan gas analisa elektrolit, kreatinin dan
glukosa. Bila shock tidak diketahui penyebabnya maka lakukan kultur darah, kultur
urine, dan kultur jaringan serebrospinal. Untuk membuktikan bahwa shock bukan
disebabkan oleh kardiogenik maka dilakukan ekokardiografi dan ECG serta katerisasi
jantung. Bila penyebabnya obat-obatan maka lakukan pemeriksaan darah, urine dan
cairan gastrik. Bila disebabkan oleh metabolic, periksa asam amino urine, organic dan
amoniak.
8. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan
suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Berikut ini penatalaksanaan syok menurut Mansjoer (2010) :
1. Airway dan Breathing
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Jaga dan pertahankan jalan nafas tetap bebas
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg
c. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi.
d. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
e. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa
sungkup (Ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan
darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin. Pemberian Cairan:
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada
perut serta kepala (otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam
paru.
b. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama
dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti
plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
c. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan
jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama
dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.
Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan
berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik.
d. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan
yang berlebihan.
e. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung.
f. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat
pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ
Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP,
"Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah Obat-obatan
inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa
menambah konsumsi oksigen miocard.
1) Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2) Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3) Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4) Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5) Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung,
menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
3. Letakkan pasien dalan “posisi syok” yaitu mengangkat kedua tungkai lebih tinggi
dari jantung
4. Bila pasien syok karena perdarahan, lakukan penghentian sumber perdarahan yang
tampak dari luar dengan melakukan penekanan, di atas sumber perdarahan
9. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia.
3. DIC (koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
DAFTAR PUSTAKA