Anda di halaman 1dari 2

Agama dan kaidah budaya

Mengenai agama dan budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa agama bersumber
dari Allah, sedangkan budaya bersumber dari manusia. Dengan demikian, agama bukanlah
bagian dari budaya dan budaya pun bukan bagian dari agama. Bukan berarti keduanya
terpisah sama sekali, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Melalui agama yang
dibawa oleh para nabi dan rasul, Allah Sang Pencipta menyampaikan ajaran-ajaranNya
mengenai hakekat Allah, manusia, alam semesta, dan hakekat kehidupan yang harus dijalani
oleh manusia. Ajaran-ajaran Allah atau agama, mewarnai corak budaya yang dihasilkan oleh
manusia-manusia pemeluknya.

Secara teoritis perbedaan antara agama dan budaya dapat dijelaskan, tapi dalam
praktek kehidupan kedua hal ini seringkali rancu dan tidak dapat dibedakan. Kita ambil
contoh acara tahlilan, tidak sedikit kalangan umat islam yang beranggapan bahwa acara
tahlilan adalah kewajiban agama yang harus diadakan meskipun harus berhutang. Mereka
merasa berdosa jika tidak melaksanakan acara tahlilan tersebut. Padahal yang diperintahkan
agama pada saat ada orang yang meninggal adalah memandikan, mengkafani, menyalatkan,
dan menguburnya. Sangat simpel dan tidak memerlukan banyak biaya. Ini berarti acara
tahlilan pada dasarnya adalah tradisi, bagian dari budaya bangsa yang mungkin telah ada
sebelum islam muncul, yaitu kumpul-kumpul di rumah duka dan kemudian diislamkan atau
diberi corak islam. Ini dikarenakan saat islam pertama kali masuk ke Indonesia dengan penuh
kedamaian dan diterima dengan tangan terbuka, tanpa prasangka sedikitpun. Bersama agama
Hindu dan Budha, Islam memperkenalkan yang namanya civic culture atau budaya bernegara
kepada masyarakat di negeri ini. Misal para wali menyebarkan dan memperkenalkan Islam
melalui pendekatan budaya, bukan dengan Al Quran di tangan kiri dan pedang di tangan
kanan. Misalnya melalui alunan gamelan di depan masjid Demak, Sunan Kalijaga mengajar
masyarakat kalimat syahadat. Seusai membaca syahadat, para mualaf dipersilahkan
memasuki halaman masjid dan menikmati indahnya alunan gamelan. Sehingga terjadi
pencampuran antara agama dengan budaya.

Pada prinsipnya, islam datang ke suatu daerah tidak untuk menghapuskan semua
produk budaya termasuk tradisi yang sudah hidup di tengah masyarakat. Ada tradisi arab
(masa jahiliyah) yang dilarang, ada yang dibiarkan, ada yang dikembangkan, dan ada pula
yang diislamkan dan dijadikan bagian dari ajaran islam. Agama dapat memengaruhi sistem
kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat
mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama diinteprestasikan atau
bagaimana ritual-ritual harus dipraktikkan. Agama yang digerakkan budaya timbul dari
proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu
agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya,
beberapa kondisi yang objektif.

Agama diposisikan sebagai pusat budaya (center of culture). Dengan demikian lahir
produk budaya religius yang membawa umat manusia pada kehidupan lebih berkah; baik;
benar; dan penuh kasih sayang. Itulah sosok manusia beragama. Manusia yang progresif
karena memiliki akhlak dan adab kasih sayang yang menjadikan dirinya memiliki kearifan-
kearifan. Yang mana dengan kearifan tersebut kehidupannya lebih baik lagi.

Sebaliknya, jika agama tidak mampu melahirkan produk budaya. Maka, agama menjadi
kering dari sentuhan religius. Akibatnya, budaya berdiri sendiri dengan menafikan agama
dari proses perjalanannya. Ini sangat membahayakan sebab budaya tersebut pasti melahirkan
peradaban umat manusia yang menyimpang. Sehingga manusia menjadi terasing dengan
dirinya sendiri. Manusia menjadi lupa terhadap dirinya sendiri. Puncaknya umat manusia
lupa dari mengingat Allah. Dimana manusia tenggelam dengan kehendak hawa nafsunya.
Manusia mencintai dunia dan segala isinya. Diantara manusia hidup dengan saling berkhianat
dan adu domba. Maka, dunia berisi dengan manusia tamak dan para pecintanya. Inilah awal
dari kehidupan dunia yang rusak dan porak-poranda.

Ketika dunia menjadi rusak akibat polah tingkah umat manusia yang mengikuti hawa
nafsunya. Tidak ada cara untuk menetralisir kecuali dengan memaksimalkan peran agama
dan budaya dalam kehidupan ini. Di sinilah pentingnya agama dan budaya. Yaitu, agama
yang melahirkan produk budaya yang berupa: Teologis; Humanis; dan Ekologis. Artinya,
agama menjadi dasar yang kokoh di dalam lahirnya masyarakat yang: berbudaya tauhid
(telogis); berbudaya saling menyayangi (humanis); dan berbudaya melestarikan alam
(ekologis).

https://www.caknun.com/2016/antara-agama-dan-budaya-dalam-perspektif-islam/

https://www.slideshare.net/BabyHenry/peran-agama-dalam-perkembangan-budaya

Prijono, Prasaran Mengenai Kebudayaan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Anda mungkin juga menyukai