Anda di halaman 1dari 13

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan Mahkamah Agung RI

PPC
Program Pendidikan dan
Modul Diklat Tahap 3

“HAK GUGAT PUBLIK


(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI
LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW SUIT).”
Pelatihan Calon Hakim

TERPADU
PERADILAN UMUM

1
“HAK GUGAT PUBLIK e-learning.mahkamahagung.go.id
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI © LINGKUNGAN
2019 DAN CITIZEN LAW SUIT).”
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN
CITIZEN LAW SUIT).”

TujuanHasil Belajar.

Pada akhir pembelajaran materi ini, peserta mampu:


 Menjelaskan tentang pengertian, pengaturan dan praktek pelaksanaan gugatan
perwakilan kelompok atau Class Action, gugatan organisasi/Legal Standing dan
Citizen Law Suit agar peserta memahami hal tersebut.
 Mengetahui dan bisa menjelaskan jenis jenis gugatan Class Action, Legal
Standing dan Citizen Law Suit.
 Menganalisa dan menilai gugatan Class Action, Legal Standing dan Citizen Law
Suit.

II. Uraian Materi

PENGERTIAN
1. Gugatan Class Action
a. Pengertian:
Gugatan class action adalah gugatan yang diajukan oleh banyak orang, dan orang
banyak tersebut mewakilkan kepada seorang atau beberapa orang dikenal dengan istilah
gugatan perwakilan atau gugatan kelompok, yang popular dengan istilah class action.
Menurut Black Law Dictionary:
“A class action provides a means by which here a large group of persons are interested in
a matter, one or more may sue or as representatives of the class without needing to joint
every member of the class”.

Gugatan perwakilan atau class action berasal dari sistem hukum Anglo Saxon
(Amerika Serikat), diatur dalam US Federal Rule of Civil Procedure (1938) kemudian
pada tahun 1966 pasal 23 dari Federal Rule,
Prasyarat untuk mengajukan gugatan class action menurut Rule 23 tersebut
seseorang atau beberapa orang anggota kelompok dapat menggugat atau digugat
sebagai pihak yang mendapat kuasa atas nama semua anggota kelompok dengan syarat
sebagai berikut:
1. Numerosity.
Orang yang mengajukan gugatan harus sedemikian banyak. Persyaratan ini
menentukan bahwa kelas yang diwakili (class members) harus sedemikian banyak
jumlahnya sehingga apabila gugatan biasa (joinder) yang diajukan secara satu demi
satu sangat tidak praktis dan tidak efisien.
2. Commonality (kesamaan fakta).

2
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
Artinya harus ada question of law atau question of fact antara pihak yang mewakili
dan pihak yang diwakili.
3. Typicality.
Artinya tuntutan dari seluruh anggota yang diwakili haruslah sejenis (typical);
4. Adequacy of Refresentation (kelayakan perwakilan).
Pernyataan ini mewajibkan perwakilan kelas (class refresentatives) untuk menjamin
secara jujur dan adil serta mampu melindungi kepentingan orang yang diwakilinya.

Di Amerika Serikat untuk menentukan apakah suatu gugatan dapat


dilangsungkan berdasarkan class action, harus lebih dahulu melewati prosedur yang
dinamakan sertifikasi (preliminary certification test) di awal persidangan. Melalui
prosedur sertifikasi-sertifikasi Hakim dapat memeriksa dan memutuskan apakah
memang dalam gugatan yang diajukan terdapat anggota kelas yang banyak
(numerousity), ada masalah hukum, fakta dan tuntutan yang sama.1
Di Australia, ketentuan tentang class action tidak mewajibkan seorang
penggugat yang mengajukan class action untuk menyebutkan nama-nama orang
yang diwakilinya di awal persidangan, tetapi cukup menyebutkan secara umum
siapa-siapa anggota klasnya, misalnya penduduk yang tinggal di sepanjang sungai X,
atau penduduk yang tinggal di sekeliling danau Y, atau mereka yang suka berenang
di danau Y. Namun, Hakim mempunyai kewenangan untuk menentukan apakah
sebuah kasus dapat digugat atas dasar class action. Dalam menentukan apakah
penggugat berhak atau memenuhi syarat untuk mengajukan class action, Hakim
berwenang memerintahkan penggugat untuk menjelaskan bahwa dalam kasus itu
mengandung persamaan permasalahan hukum, fakta dan tuntutan. Setelah Hakim
menentukan bahwa gugatan itu dapat diajukan atas dasar class action, Hakim
kemudian memerintahkan penggugat atau wakil kelas untuk membuat
pengumuman terbuka (public notice) selama waktu tertentu melalui mass media
cetak, elektronik atau sarana sarana lain kepada mereka yang dinyatakan sebagai
anggota kelas. Tujuan dari pengumuman melalui mass media adalah untuk memberi
kesempatan kepada setiap orang atau anggota kelas untuk menyampaikan
pernyataan tertulis kepada pengadilan bahwa ia tidak ikut serta (opt out) menjadi
anggota klas dalam gugatan itu. Jika seseorang menyatakan tidak ikut serta (opt out)
dalam pengajuan gugatan itu, maka putusan Hakim dalam perkara itu tidak
mengikat dirinya. Bagi siapa yang tidak menyampaikan pernyataan tertulis tidak
ikut, maka mereka menjadi anggota-anggota kelas dan terikat dengan putusan
pengadilan dalam perkara itu.
Setelah proses pengumuman terbuka dan pernyataan tidak ikut serta (opt
out) dalam pengajuan gugatan dipenuhi, maka barulah Hakim memeriksa pokok
perkara. Apabila dalam pemeriksaan pokok perkara, Hakim memutuskan, bahwa
tergugat harus bertanggung jawab (liable) atas kerugian yang timbul, kemudian
Hakim memanggil para anggota kelas. Hakim kemudian memeriksa apakah orang-
orang yang menghadap ke pengadilan dan mengaku sebagai anggota kelas adalah
memang orang yang memenuhi persyaratan sebagai anggota kelas. Setelah Hakim
memastikan bahwa orang yang menghadap adalah memang anggota kelas, maka
orang itu layak untuk menerima ganti kerugian.2

1 Santosa, Cornwall, Sembiring, Wijardjo, Gugatan Perwakilan Kelompok, Jakarta: ICEL, 1994, hlm. 17
2 Santosa, et.al., Op.Cit., hlm. 21-23
3
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
Menurut Mas Achmad Santosa3, class action pada intinya adalah :

“Gugatan perdata (biasanya berkaitan dengan permintaan injuction atau ganti


kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak terlalu banyak,
misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class representatives)
mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan
orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili
tersebut diistilahkan dengan class members”.

Dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup pada pasal 91 ayat (1) ataupun peraturan sebelumnya yaitu UU
No.23 Tahun 1997 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup, pada pasal 37 ayat (1),
telah mencantumkan gugatan perwakilan kelompok, sebagai berikut : Masyarakat
berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri
dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Dalam UU lama yaitu UU No 23 Tahun 1997 tentang Perlindungan Lingkungan
Hidup memuat pengertian dari gugatan perwakilan, sebagaimana dirumuskan dalam
penjelasan pasal 37 ayat (1) yaitu: hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak
mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan
permasalahan fakta, hukum dan tuntutan.
Namun demikian tata acara pengajuan gugatan perwakilan tersebut tidak
diatur dalam HIR atau RBg maka untuk melaksanakan gugatan perwakilan tersebut
Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1
Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Gugatan Perwakilan Kelompok selain dikenal dalam UU Perlindungan
Lingkungan Hidup juga dikenal dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dimana sekelompok konsumen dapat mewakili konsumen lainnya.

b. Prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok/Class Action


Prosedur gugatan perwakilan kelompok berdasarkan Perma No. 1 Tahun
2002 adalah mengadopsi aturan-aturan yang dikenal di Australia dan Amerika
Serikat. Menurut Perma No. 1 Tahun 2002 agar sebuah gugatan dapat dilakukan
melalui acara gugatan perwakilan kelompok harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Jumlah anggota kelompok atau orang yang merasa mengalami kerugian begitu
banyak sehingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara
sendiri-sendiri atau secara bersama dalam suatu gugatan menurut prosedur
biasa.

2. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang
digunakan bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara
wakil kelompok dengan anggota kelompok.

PERMA tidak mengatur berapa jumlah orang untuk dapat melakukan gugat class
action, hanya disebutkan begitu banyak.

3 Mas Achmad Santoso, Konsep Penerapan Gugatan Perwakilan (Class Action), ICEL, Jakarta, 1997, hlm. 10.
4
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
Menurut Mas Achmad Santosa4, yang juga dikutip oleh Koesnadi Hardjasoemantri5
menyebutkan ada beberapa manfaat dari gugatan perwakilan ini :
1. Proses berperkara yang bersifat ekonomis (judiciale conomy).
Dengan gugatan CA berarti mencegah pengulangan (repetition) gugatan-gugatan
serupa secara individual. Tidak ekonomis bagi Pengadilan apabila harus melayani
gugatan-gugatan sejenis secara individual (satu persatu). Manfaat ekonomis ada
juga pada diri penggugat, sebab dengan CA tersebut hanya satu kali mengeluarkan
biaya untuk melayani masyarakat korban.

2. Akses pada keadilan (acces to justice).


Apabila gugatan diajukan secara individual, maka hal tersebut mengakibatkan
beban bagi calon penggugat, seringkali beban semacam itu menjadi hambatan bagi
seseorang untuk memperjuangkan haknya di Pengadilan. Terlebih lagi apabila
biaya gugatan yang kelak akan dikeluarkan tidak sebanding dengan tuntutan yang
akan diajukan. Melalui prosedur CA, kendala yang bersifat ekonomis ini dapat
teratasi dengan cara para korban menggabungkan diri bersama dengan class
members lainnya dalam satu gugatan.

3. Perubahan sikap perilaku pelanggaran (behavior modification).


Dengan ditetapkannya prosedur CA berarti memberikan akses yang lebih luas
pada pencari keadilan untuk mengajukan gugatan dengan cara cost efficiency.
Akses CA ini dengan demikian berpeluang mendorong perubahan sikap dari
mereka yang berpotensi merugikan kepentingan masyarakat luas. Peluang
semacam ini yang kita sebut peluang menumbuhkan detterent (efek penjera).

Berdasarkan pemikiran tersebut, Mas Achmad Santosa menyatakan bahwa


apabila melihat berbagai peluang diatas, maka penerapan prosedur CA sesungguhnya
sejalan dengan prinsip pengadilan sederhana, cepat dan biaya ringan, sebagai suatu
prinsip peradilan yang dijamin oleh Pasal 4 UU No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman6.
Untuk bertindak sebagai wakil kelompok, wakil kelompok tidak
dipersyaratkan untuk memperoleh surat kuasa dari anggota-anggota kelompok.7
Hakim sebelum memutuskan untuk menerima sebuah gugatan perwakilan
kelompok haruslah menguji atau menentukan apakah wakil kelompok memenuhi
persyaratan.
Tahapan pengajuan gugatan perwakilan kelompok berdasarkan Perma No.
1 Tahun 2002 adalah sebagai berikut :
1. Majelis Hakim harus memastikan bahwa wakil kelompok memenuhi kualifikasi
atau syarat untuk bertindak sebagai wakil kelompok.
Ada 2 (dua) syarat untuk dapat menjadi wakil kelompok yaitu8 :
a. Wakil kelompok harus sebagai pihak yang juga mengalami kerugian.
b. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok.

4 Mas Achmad Santosa, Op.Cit, hlm. 13-14.


5 Kusnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjahmada University Press, Yogyakarta, 2000 ,hlm. 403
6 Mas Achmad Santosa, Op.Cit, hlm. 14
7 Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2002.
8 Pasal 1 huruf b Perma No. 1 Tahun 2002.

5
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
2. Setelah wakil kelompok lulus uji persyaratan sebagai wakil kelompok, majelis
Hakim harus memeriksa persyaratan formal surat gugatan selain sesuai dengan
hukum acara perdata, juga harus memenuhi persyaratan menurut Perma, yaitu :

1. Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok, misalkan nama, tempat tinggal,
pekerjaan dan umur.
2. Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walau tanpa menyebutkan nama-
nama dari para anggota kelompok, tetapi cukup dengan, misalkan dalam surat
gugatan menyatakan "semua penduduk yang tinggal di sepanjang sungai x
yang menderita akibat pencemaran air yang terjadi pada tanggal atau bulan
dan tahun tertentu akibat dari kegiatan pt z", atau "semua penduduk yang
tinggal di provinsi x, dan y menderita akibat kabut asap yang terjadi pada
tanggal, bulan dan tahun yang diakibatkan oleh kegiatan pt z".
3. Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan
kewajiban melakukan pemberitahuan.
4. Posisi dari seluruh kelompok baik wakil maupun anggota kelompok yang
teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas
dan rinci.
5. Dalam satu surat gugatan kelompok, anggota kelompok dapat dikelompokkan
ke dalam dua atau lebih sub kelompok, misalkan kelompok yang sawahnya
tercemar, kelompok yang kesehatannya saja terganggu, kelompok yang
rumahnya saja tercemar, kelompok yang rumah dan kesehatannya tercemar.
6. Tuntutan dan petitum tentang ganti kerugian harus dikemukakan secara jelas
dan rinci, memuat usulan tentang: mekanisme atau tata cara pembagian ganti
kerugian kepada seluruh anggota kelompok, misalkan usulan pembentukan
panel ahli untuk memperlancar pembagian ganti kerugian secara adil.Perma
No. 1 Tahun 20029, memberikan kewenangan aktif bagi Hakim untuk
memberikan nasihat kepada para pihak mengenai persyaratan gugatan
kelompok. Majelis Hakim dapat memberi nasehat agar Penggugat dapat
memenuhi persyaratan diatas.

3. Selanjutnya jika segala persyaratan telah dipenuhi, Majelis Hakim menerbitkan


penetapan bahwa perkara yang bersangkutan dapat diajukan melalui gugatan
kelompok.

4.Majelis Hakim memerintahkan wakil kelompok untuk mengajukan usulan


pemberitahuan (public notification) kepada anggota kelompok. Pemberitahuan
dapat dilakukan melalui media cetak atau elektronik, radio, kantor-kantor
pemerintah, seperti Kelurahan / Desa, Kecamatan, dll10.

Pemberitahun ini (public notice) harus memuat hal-hal berikut :

1. Nomor gugatan dari dentitas para penggugat sebagai wakil kelompok, serta
pihak tergugat.
2. Penjelasan singkat tentang kasus.
9 Pasal 5 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2002.
10 Pasal 7 ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2002.
6
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
3. Penjelasan tentang pendefinisian kelompok.
4. Penjelasan dari implikasi keikutsertaan sebagai anggota kelompok, yaitu,
antara lain, jika gugatan ditolak, maka hak untuk menggugat secara
perseorangan para anggota kelompok tidak lagi ada, tetapi jika gugatan
dikabulkan berhak untuk memperoleh ganti kerugian secara proporsional
sesuai dengan besar ganti kerugian berbanding jumlah ganti kerugian yang
dikabulkan.
5. Penjelasan bagi orang-orang yang termasuk ke dalam definisi kelompok
bahwa mereka memiliki hak untuk keluar (opt out) dari keanggotaan
kelompok.
6. Penjelasan tentang batas waktu, yaitu berkaitan dengan bulan, tanggal, jam
dari pernyataan keluar sudah harus diterima oleh Pengadilan Negeri yang
mengadili.
7. Penjelasan tentang alamat (Pengadilan Negeri) untuk penyampaian
pernyataan keluar.
8. Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang
tersedia bagi informasi tambahan.
9. Formulir isian tentang pernyataan keluar dari anggota
kelompok.
10. Penjelasan tentang jumlah ganti kerugian yang diajukan.

5. Setelah proses public notice selesai, dilajutkan dengan proses persidangan biasa
sesuai dengan prosedur HIR maupun Rbg.

2. Gugatan Organisasi Lingkungan Hidup/Legal Standing.


a. Pengertian.
Gugatan organisasi lingkungan hidup atau istilah lain adalah hak gugat
lembaga swadaya masyarakat adalah hak gugat organisasi yang bertindak untuk
dan mewakili kepentingan publik maupun kepentingan lingkungan hidup ke
Pengadilan sebagai Penggugat.
Penerimaan legal standing dan class action sebagai pihak dalam peradilan
Indonesia telah melalui proses yang cukup panjang. Pada awalnya gugatan yang
diajukan dalam bentuk legal standing dan class action, ditolak oleh Hakim dengan
alasan tidak diatur dalam hukum acara, seperti gugatan yang diajukan oleh RO.
Tambunan pada kasus gugatan “Bentoel Remaja”, dia mengajukan gugatan kepada
PT Bentoel atas nama para remaja yang menjadi korban rokok Bentoel, demikian
pula gugatan yang diajukan oleh Mukatar Pakpahan dalam kasus “Demam
Berdarah”, dia mengatas namakan kepentingan umum.
Sejak tahun 1988 terjadi perubahan paradigma Hakim tentang peran LSM
sebagai perwakilan Penggugat dan Hakim kemudian dapat menerima LSM sebagai
pihak dalam gugatan karena kebutuhan praktek peradilan dan perkembangan
zaman, yaitu dalam kasus Yayasan Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) menggugat 5
instansi pemerintah dan PT. Inti Indorayon Utama (PT IIU) secara legal standing.
Dan untuk mengajukan gugatan tersebut Yayasan Walhi memberi kuasa kepada
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Itulah pertama kali hak gugat
organisasi lingkungan menjadi isu hukum.
Pertimbangan Hakim (Paulus Lotulung) dalam menerima kehadiran
Yayasan Walhi sebagai pihak dalam perkara tersebut didasarkan pada:
7
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
(a) pasal 5 dari UU No 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup, hak setiap orang
atas lingkungan hidup yang sehat dan baik, serta kewajiban setiap orang untuk
memelihara lingkungan dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan
pencemaran serta
(b) Pasal 6 UU No 4 Tahun 1982 yang menyatakan, bahwa hak dan kewajban setiap
orang untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan.
Selain itu mengapa LSM diakui keberadaannya menurut pertimbangan Hakim
karena:
 Tujuan organisasi tersebut (WALHI) adalah benar-benar melindungi lingkungan
hidup atau menjaga kelestarian alam, sebagaimana tercantum dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya.
 Organisasi dimaksud berbentuk Yayasan atau badan hukum.
 Organisasi tersebut secara berkesinambungan menunjukkan adanya
kepedulian terhadap perlindungan lingkungan hidup yang nyata dalam
masyarakat.
 Bahwa organisasi tersebut harus cukup representatif.

b. Pengaturan Gugatan Organisasi Lingkungan/Legal Standing


Gugatan oganisasi lingkungan hidup dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur pada Paragraf 6 Pasal 92
dengan judul Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup sebagai berikut :
1. Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan
untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
2. Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan
tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
3. Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi
persyaratan :
a. berbentuk badan hukum;
b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan
untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling
singkat 2 (dua) tahun.
Pasal 73 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juga
mengatur gugatan oleh organisasi lingkungan (organisasi yang bergerak di bidang
kehutanan). Menurut ketentuan pasal ini:
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan hutan, organisasi di
bidang kehutanan berhak mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan
pelestarian fungsi hutan.
(2) Organisasi bidang kehutanan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. Berbentuk badan hukum;
b. Organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan jelas menyebutkan
tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan;
dan
c. Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Kemudian penjelasan undang-undang tersebut menyatakan bahwa Lembaga
Swadaya Masyarakat mencakup antara lain:
8
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
a. Kelompok profesi, yang berdasarkan profesinya bergerak menangani masalah
lingkungan;
b. Kelompok hobi, yang mencintai kehidupan alam dan terdorong untuk
melestarikannya;
c. Kelompok minat, yang berminat untuk berbuat sesuatu bagi pengembangan
lingkungan hidup.

Tuntutan ganti rugi pada gugatan organisasi lingkungan/legal standing hanya terbatas
pada :
a. Memohon kepada Pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk melakukan
tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi
lingkungan hidup, menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar
hukum karena mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;
b. Menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena
mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;
c. Memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan atau kegiatan untuk
membuat atau memperbaiki unit pengolah limbah.

Hal yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya yang
nyata-nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi lingkungan hidup.
Penjelasan Pasal 38 ayat (3) menyatakan tidak setiap organisasi lingkungan hidup
dapat mengatasnamakan lingkungan hidup, melainkan harus memenuhi
persyaratan tertentu.

3. Gugatan Citizen Law Suit (CLS)


a. Pengertian.
Gugatan secara citizen law suit pada intinya adalah mekanisme bagi warga negara
untuk menggugat tanggung jawab penyelenggara negara atas kelalaian dalam
memenuhi hak-hak warga negara. Kelalaian tersebut didalilkan sebagai perbuatan
melawan hukum, sehingga CLS diajukan pada lingkup peradilan umum dalam hal ini
perkara perdata. Oleh karena itu atas kelalaiannya, dalam petitum gugatan, negara
dihukum untuk mengeluarkan suatu kebijakan yang bersifat mengatur umum
(regeling) agar kelalaian tersebut tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Citizen law suit (CLS) atau gugatan warga negara terhadap penyelenggara
negara sebenarnya tidak dikenal dalam sistem hukum Civil Law sebagaimana yang
diterapkan di Indonesia. Citizen law suit sendiri lahir di negara-negara yang
menganut sistem hukum common law, dan dalam sejarahnya citizen law suit
pertama kali diajukan terhadap permasalahan lingkungan. Namun pada
perkembangannya, citizen law suit tidak lagi hanya diajukan dalam perkara
lingkungan hidup, tetapi pada semua bidang dimana negara dianggap melakukan
kelalaian dalam memenuhi hak warga negaranya. Beberapa kasus citizen law suit
yang cukup dikenal adalah sebagai berikut :

1. Di Amerika Serikat

Gugatan seorang Warga Negara Amerika atas kelalaian Pemerintah dalam


melakukan pelestarian terhadap Spesies kelelawar langka di Amerika. Gugatan

9
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
tersebut dikabulkan dan hasilnya adalah pemerintah Amerika mengeluarkan Act
tentang Konservasi kelelawar langka tersebut.

2. Di India

Gugatan seorang Warga Negara India atas kelalaian Pemerintah India dalam
melestarikan sungai gangga yang merupakan sungai suci bagi umat hindu.
Hasilnya adalah Larangan pemerintah India kepada pabrik-pabrik di sekitar
sungai Gangga melakukan pencemaran terhadap sungai.
2. Dasar hukum Citizen Lawsuit :
Dalam buku Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup dicantumkan
dasar hukum Citizen Law Suit sebagai berikut:
a) Di Indonesia belum ada pengaturannya.
b) Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan dengan alasan belum ada
hukumnya (Pasal 16 ayat (1) UU RI Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman).
c) Hakim wajib menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. (Pasal 27 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
d) Pasal 28 UUD Tahun 1945 jo Pasal 65 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
e) Pasal 5 UU RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
bahwa hakim menggali hukumnya dalam masyarakat.
f) Ratifikasi berbagai Covenant International bidang HAM baik Covenant on Civil
and Covenant Rights melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 serta
Covenant on Economical, Social and Cultural Right 1966 melalui UU RI Nomor 11
Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and
Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak- Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya).
g) Putusan Mahkamah Agung tentang perkara-perkara yang diajukan
berdasarkan gugatan warga negara.
Beberapa perkara CLS yang pernah diajukan di Indonesia, adalah sebagai
berikut :
1. Tergugat dalam CLS adalah Penyelenggara Negara, Mulai dari Presiden dan
Wakil Presiden sebagai pimpinan teratas, Menteri dan terus sampai kepada
pejabat negara di bidang yang dianggap telah melakukan kelalaian dalam
memenuhi hak warga negaranya. Dalam hal ini pihak selain penyelenggara
negara tidak boleh dimasukkan sebagai pihak baik sebagai Tergugat maupun
turut tergugat, karena inilah bedanya antara CLS dengan gugatan warga
negara.

2. Jika ada pihak lain (individu atau badan hukum) yang ditarik sebagai
Tergugat/Turut Tergugat maka Gugatan tersebut menjadi bukan Citizen
Lawsuit lagi, karena ada unsur warga negara melawan warga negara. Gugatan
tersebut menjadi gugatan biasa yang tidak bisa diperiksa dengan mekanisme
Citizen Lawsuit.
10
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
3. Perbuatan Melawan Hukum yang didalilkan dalam Gugatan adalah kelalaian
Penyelenggara Negara dalam pemenuhan hak-hak warga negara. Dalam hal ini
harus diuraikan bentuk kelalaian apa yang telah dilakukan oleh negara dan
hak warga negara apa yang gagal dipenuhi oleh Negara. Penggugat harus
membuktikan bahwa Negara telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
tersebut, sebagaimana gugatan perdata biasa.

4. Penggugat adalah Warga Negara, yang bertindak mengatasnamakan warga


negara. Penggugat dalam hal ini cukup membuktikan bahwa dirinya adalah
warga negara Indonesia. Berbeda dengan class action, Penggugat tidak harus
merupakan kelompok warga negara yang dirugikan secara langsung oleh
negara, oleh karena itu Penggugat tidak harus membuktikan kerugian materiel
apa yang telah dideritanya sebagai dasar gugatan, berbeda dengan gugatan
perdata biasa.

Selain itu Penggugat secara keseluruhan adalah mewakili Warga Negara


Indonesia, tidak perlu dipisah-pisah menurut kelompok kesamaan fakta dan
kerugian sebagaimana dalam Gugatan Class Action.

5. Gugatan Citizen Lawsuit tidak memerlukan adanya suatu notifikasi Option Out
setelah gugatan didaftarkan sebagaimana diatur dalam PERMA tentang Class
Action. Dalam prakteknya di Indonesia yg didasarkan pada pengaturan di
beberapa negara common law, Citizen Lawsuit cukup hanya dengan
memberikan notifikasi berupa somasi kepada penyelenggara Negara.

Isi somasi adalah bahwa akan diajukan suatu Gugatan Citizen Lawsuit
terhadap penyelenggara Negara atas kelalaian negara dalam pemenuhan hak-
hak Warga Negaranya dan memberikan kesempatan bagi negara untuk
melakukan pemenuhan jika tidak ingin gugatan diajukan. Pada prakteknya
somasi ini harus diajukan selambat-lambatnya 2 bulan sebelum gugatan
didaftarkan, namun karena belum ada satupun peraturan formal yang
mengatur hal tersebut, maka ketentuan ini tidak berlaku mengikat.

6. Petitum dalam gugatan tidak boleh meminta adanya ganti rugi materiel,
karena kelompok warga negara yang menggugat bukan kelompok yang
dirugikan secara materiel dan memiliki kesamaan kerugian dan kesamaan
fakta hukum sebagaimana gugatan Class Action.

7. Petitum gugatan Citizen Lawsuit harus berisi permohonan agar negara


mengeluarkan suatu kebijakan yang mengatur umum (Regeling) agar
perbuatan melawan hukum berupa kelalaian dalam pemenuhan hak warga
negara tersebut di masa yang akan datang tidak terjadi lagi.

8. Petitum Gugatan Citizen Lawsuit tidak boleh berisi pembatalan atas suatu
Keputusan Penyelenggara Negara (Keputusan Tata Usaha Negara) yang
bersifat konkrit individual dan final karena hal tersebut merupakan
kewenangan dari peradilan TUN.
11
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
9. Petitum Gugatan Citizen Lawsuit juga tidak boleh memohon pembatalan atas
suatu Undang-undang (UU) karena itu merupakan kewenangan dari
Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu Citizen Lawsuit juga tidak boleh
meminta pembatalan atas Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-
undang (UU) karena hal tersebut merupakan kewenangan Mahkamah Agung
(MA) sebagaimana kini telah diatur dalam PERMA tentang Judicial Review
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

Beberapa kasus gugatan citizen law suit yg pernah didaftarkan di Indonesia :

1. Gugatan CLS atas nama Munir Cs atas Penelantaran Negara terhadap TKI Migran
yg dideportasi di Nunukan dikabulkan Majelis Hakim Jakarta Pusat dengan Ketua
Majelis Andi Samsan Nganro. Hasilnya adalah UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Ini merupakan Gugatan
CLS pertama yang muncul di Indonesia.

2. Gugatan CLS atas kenaikan BBM oleh LBH APIK ditolak, bentuk CLS tidak diterima
Majelis Hakim PN Jakpus.

3. Gugatan CLS atas Operasi Yustisi oleh LBH Jakarta ditolak, bentuk CLS tidak
diterima Majelis Hakim PN Jakarta Pusat.

12
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW
SUIT).”
13
“HAK GUGAT PUBLIK
(GUGATAN CLASS ACTION, GUGATAN ORGANISASI LINGKUNGAN DAN CITIZEN LAW SUIT).”

Anda mungkin juga menyukai