Anda di halaman 1dari 2

Tugas Resume Buku Magang II

oleh:
Dimas Widiananto, S.H.
198612312017121001

Judul Buku : Dekonstruksi Putusan Bebas dan Putusan Lepas dari Segala Tuntutan
Hukum
Pengarang : Prof. DR. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum dan Wahyu Sudrajat,
S.H., M.H.Li
Impresum : Pustaka Pelajar; Juli 2018; Yogyakarta; Cetakan ke-1.
Kolase : 15.5 x 23.2 cm; 288 hlm; xi.
Isi/Resume buku:
Buku Dekonstruksi Putusan Bebas dan Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum karangan Prof.
DR. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum dan Wahyu Sudrajat, S.H., M.H.Li membedah putusan bukan
pemidanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 191 KUHAP. Dekonstruksi terhadap putusan bukan
pemidanaan dilakukan, karena pemaknaan putusan bebas dan lepas seringkali menjadi polemik
dikalangan praktisi hukum. Hal ini tak lain dikarenakan KUHAP sebagai aturan induk dari hukum acara
pidana, mengatur putusan bebas dan lepas secara membingungkan.
Putusan bebas diatur dalam pasal 191 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Jika pengadilan
berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang
didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa dakwa diputus bebas”.
Dalam penjelasan pasal 191 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang
didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut
penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan KUHAP.
Namun penjelasan tersebut menjadi kabur karena pasal 191 ayat (1) KUHAP menentukan putusan bebas
itu dijatuhkan bukan ketika perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan tetapi ketika kesalahan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Berkaitan dengan unsur kesalahan sebagai titik tolak yang menentukan suatu putusan diputus bebas
dan dikaitkan dengan ajaran dualistis (ajaran yang memisahkan antara tindak pidana dan
pertanggungjawaban pidana), maka dalam putusan bebas mengenal pada tiga kondisi, yaitu:
1. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti sehingga dengan sendirinya
kesalahan tidak ada pada diri terdakwa;
2. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
tindak pidana sehingga kesalahan terdakwa secara hukum pidana menjadi tidak ada;
3. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti dan perbuatannya tersebut merupakan
tindak pidana, namun tidak ada kesalahan terdakwa atas perbuatannya tersebut.
Kondisi kedua dan ketiga sebagaimana disebutkan diatas dapat bersinggungan dengan makna
putusan lepas yang berada dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang berbunyi “Jika pengadilan
berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.
Baik putusan lepas maupun putusan bebas memiliki singgungan makna yang sama jika kita lihat
dalam KUHAP. Bisa saja kemudian jika ada suatu perkara yang mana perbuatan yang didakwakan
terbukti, namun ia bukan merupakan tindak pidana (karena masuk wilayah hukum lain, atau karena tidak
memenuhi unsur-unsur pasal) dijatuhi putusan bebas atau juga putusan lepas, ini mengakibatkan
ketidakseragaman antar Hakim dalam menjatuhkan jenis putusan dan dapat berakibat pada munculnya
ketidakpastian hukum.
Untuk membuktikan hipotesis di atas, penulis menggunakan pisau uji ajaran dualistis dan ajaran
mengadili Prof. Sudikno Mertokusumo yang menjabarkan bahwa Hakim dalam mengadili suatu perkara
harus melakukan tiga tindakan secara bertahap, yaitu tahap konstatasi, tahap kualifikasi, dan tahap
konstitutif. Selanjutnya penulis menyajikan beberapa perkara di pengadilan yang putusannya dapat
menggambarkan persinggungan antara putusan bebas dan lepas, dan menjelaskan bagaimana kerancuan
dalam KUHAP terkadang dapat membuat (bahkan) seorang Hakim yang memutus perkara menemui
kerancuan dalam memutus perkara yang berkaitan dengan putusan bebas dan lepas.
Di akhir buku, penulis membuat suatu ius constituendum dalam Rancangan KUHAP yang baru
untuk mengakhiri polemik kerancuan pengaturan antara putusan bebas dan lepas, yaitu dengan
menjadikan unsur perbuatan sebagai titik tolak penentuan putusan bebas. Sedangkan pada putusan lepas
dijabarkan lebih lanjut mengenai kondisi/keadaan yang mendasari suatu perkara diputus dengan putusan
lepas, yaitu kondisi dimana perbuatan terdakwa tidak memenuhi unsur pasal yang didakwakan atau
kondisi perbuatan terdakwa yang didakwakan tidak memiliki sifat melawan hukum.

Dimas Widiananto, S.H., NIP.198612312017121001


Keyword: Putusan; Bebas; Lepas; Hakim; KUHAP; Ajaran Dualistis; Ajaran Mengadili.

Anda mungkin juga menyukai