Disusun Oleh:
Aprilya CP / F3318017
Kharisma Sekar / F3318047
Li’ana Nurul / F3318049
Ratna Pamudyaningtas / F3318069
Perpanjangan penyanderaan
Izin perpanjangan pernyanderaan dapat sekaligus diberikan oleh Menteri keuanga
yang berwenang pada waktu memberikan izin penyanderaan. Apabila izin
penyanderaan sekaligus maka tidak perlu izin baru
Penangung Pajak melarikan diri
Apabila Penanggung Pajak yang disandera melarikan diri dan tertangkap, maka
yang bersangkutan dimasukkan ke Rutan kembali berdasarkan Surat Perintah
Penyanderaan yang diterbitkan pertama kali dengan memperhitungkan masa
penyanderaan yang telah dijalani sebelum Penanggung Pajak melarikan diri.
Ketentuan jangka waktu maksimum penyanderaan tidakberlaku dalam hal
sandera melarikan diri dan selama masa pelarian tidak dihitung sebagai masa
penyanderaan
Biaya Penyanderaan
1. Biaya hidup penyanderaan di rumah tahanan
2. Biaya penangkapan dalam hal penanggung pajak melarikan diri
Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang
melakukan kegiatan:
1. beribadah,
2. mengikuti siding resmi,
3. atau mengikuti PemilihanUmum
Tata tertib penyanderaan
Penanggung Pajak yang disandera di rumah tahanan negara berhak untuk:
1) Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing di dalam rumah tahanan negara;
2) Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
3) Mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman makanan dari
keluarga;
4) Memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya sendiri;
5) Menerima kunjungan rohaniwan dan dokter pribadi atas biaya sendiri
setelah mendapat izin dari Kepala Rumah Tahanan Negara;
6) Menerima kunjungan dari keluarga, pengacara, dan sahabat setelah
mendapat izin tertulis dari Kepala KPP paling banyak 3 (tiga) kali dalam
seminggu selama 30 (tiga puluh) menit untuk setiap kali kunjungan;
7) Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas kepada Kepala Rumah
Tahanan Negara atau Kepala KPP
Kewajiban penanggung pajak
1. wajib mematuhi tata tertib dan disiplin di rumah tahanan negara.
2. Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa telepon genggam,
pager, komputer, atau peralatan elektronik lain yang dapat digunakan
menghubungi seseorang di luar rumah tahanan negara.
3. Apabila terbukti melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin, Kepala
Rutan memberitahukan kepada Kepala Kantor atau kepada Kepolisian
terdekat.
Penghentian penyanderaan
Penanggung Pajak yang disandera akan dilepas, apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
2. jangka waktu telah dipenuhi;
3. berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur, yaitu:
1. Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari jumlah
utang pajak/sisa utang pajak, dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran;
2. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan
bank garansi;
3. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan
harta kekayaannya yang sama nilainya;
4. Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih;
5. Untuk kepentingan perekonomian negara dan kepentingan umum.
Pertimbangan Menkeu atau Gubernur tersebut disebabkan antara lain
Penanggung Pajak menyatakan akan melunasi utang pajak, tetapi berdasarkan
bukti yang disampaikan, tidak dapat melaksanakan pelunasan utang pajak
tersebut tanpa meninggalkan tempat penyanderaan, atau dalam hal Penanggung
Pajak menderita sakit berat sehingga memerlukan perawatan dalam jangka waktu
yang lama di luar tempat penyanderaan.
Gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan
Penanggung pajak yang dihina dapatmengajukan gugatan terhadap pelaksanaan
penyanderaan kepada pengadian negeri
Rehabilitasi dan penggantian ganti rugi
Dalam hal gugatan Penanggung Pajak tersebut dikabulkan oleh pengadilan dan
putusan pengadilan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diberikan
hak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi.
Permohonan rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPP sebagai Pejabat yang menerbitkan
Surat Perintah Penyanderaan, dengan dilengkapi dengan persyaratan sebagai
berikut:
1. Putusan Pengadilan;
2. Surat Perintah Penyanderaan;
3. Surat Pemberitahuan Pelepasan yang disandera.
Rehabilitasi nama baik dilaksanakan oleh Pejabat dalam bentuk 1 kali
pengumuman pada media cetak harian yang berskala nasional/regional/lokal
dengan ukuran yang memadai, yang dilakukan paling lambat 30 hari sejak
diterimanya permohonan Penanggung Pajak.
Ganti rugi diberikan paling lambat 30 hari sejak diterimanya permohonan
Penanggung Pajak. Besarnya ganti rugi yang diberikan kepada
penanggungpajak sebesar100,000 per hari masa penyanderaan
Sumber
http://ketentuan.pajak.go.id/index.php?r=aturan/rinci&idcrypt=oJamop0%3D
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/57227
http://www.wikiapbn.org/tindak-pidana-di-bidang-perpajakan/
Contoh kasus
Alasan Polisi Jadikan Bachtiar Nasir Tersangka TPPU Dipertanyakan
Reporter: Mohammad Bernie
08 Mei 2019
tirto.id - Ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Mudzakir mempertanyakan alasan penyidik Polri menetapkan Ketua Gerakan
Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir
sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Menurutnya,
penyidikan pasal TPPU baru bisa dilakukan jika uang yang digunakan sudah
terbukti merupakan hasil kejahatan. "Kalau dia sudah punya kepastian hukum
yang tetap bahwa itu adalah hasil tindak pidana barulah kemudian dia [penyidik]
melakukan penyidikan TPPU," kata Muzakir kepada reporter Tirto pada Rabu
(8/5/2019). Pernyataan Mudzakir itu didasarkan pada Pasal 3 UU TPPU yang
berbunyi: "Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan
dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah)." Adapun kejahatan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) antara
lain: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang
perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap,
terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan pemalsuan uang,
perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang
lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang
diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih. Di sisi lain, Mudzakir
meneruskan, sampai saat ini belum ada putusan yang menyatakan uang yang
digunakan oleh Bachtiar merupakan hasil kejahatan. Selain itu, menurut
Mudzakir, belum jelas juga apakah pemilik yayasan sudah melaporkan Bachtiar
atas dugaan kejahatan terhadap uang mereka. "Apakah pemilik yayasan itu lapor
sebagai tindak pidana atau tidak? Apakah sudah diproses sedemikian rupa kalau
itu tindak pidana?" kata Mudzakir. Selain itu, Mudzakir pun menilai perbuatan
Bachtiar Nasir bukanlah pencucian uang. Menurutnya, dalam pencucian uang
seharusnya uang itu kembali lagi ke tangan Bachtiar Nasir dalam keadaan yang
sudah tersamarkan asal usulnya. Baca juga: Kuasa Hukum: Bachtiar Nasir Belum
Pasti Datang Pemeriksaan TPPU Sementara berdasarkan keterangan pihak
kepolisian, Bachtiar menggunakan uang yayasan tersebut untuk mendanai
kegiatan tertentu. "Jadi [uang itu] kembali lagi kepada pemilik asalnya [Bachtiar].
Nah ini tidak kembali ke pemilik asalnya, bagaimana dia jadi pencucian uang?"
kata Mudzakir. Bareskrim Polri menetapkan mantan ketua Gerakan Nasional
Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir sebagai
tersangka kasus tindak pidana pencucian uang pada Selasa (7/5/2019). Uang yang
dicuci oleh Bachtiar diduga berasal dari Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
Atas perbuatannya, Bachtiar dijerat dengan pasal Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1)
UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 28/2004 atau Pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP atau Pasal 378
KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49
ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU
Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6
UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Baca selengkapnya di Tirto.id dengan judul "Alasan Polisi Jadikan Bachtiar Nasir
Tersangka TPPU Dipertanyakan", https://tirto.id/alasan-polisi-jadikan-bachtiar-
nasir-tersangka-tppu-dipertanyakan-dtjg.
Sumber:https://tirto.id/alasan-polisi-jadikan-bachtiar-nasir-tersangka-tppu-
dipertanyakan-dtjg