Anda di halaman 1dari 12

TINDAKAN PIDANA PERPAJAKAN

Disusun Oleh:
Aprilya CP / F3318017
Kharisma Sekar / F3318047
Li’ana Nurul / F3318049
Ratna Pamudyaningtas / F3318069

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Tahun 2018/2019
Aprilya Candra P / F3318017
Tindakan Pidana Perpajakan
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atau Tindak Pidana Perpajakan adalah
informasi yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan
pemungutan pajak dengan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), tetapi yang
isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian negara dan kejahatan lain yang
diatur dalam undang-undang perpajakan
PENCEGAHAN
Dasar Hukum :
1. Pasal 1 angka 20, Pasal 29 – Pasal 32 UU Nomor 19 tahun 2000 UU PPSP
2. Pasal 11-Pasal 14 UU No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
3. PP No. 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan
Penangkalan
4. Pasal 1 angka 13, Pasal 117 – Pasal 134 KMK No. 300/KMK.01/2002
tanggal 13 Juni 2002 tentang Pengurusan Piutang Negara
5. S-158/PJ.75/2006 tanggal 30 Agustus 2006 perihal Permintaan Usulan
Pencegahan Wajib Pajak/Penanggung Pajak Bepergian ke Luar Negeri
Larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu
untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(Pasal 1 angka 20 UU PPSP)
Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang
pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak
Pencegahan dilakukan sangat selektif dan hati-hati. Tidak boleh sewenang-
wenang, maka pelaksanaan pencegahan diberikan syarat-syarat
yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif
1. Syarat Kuantitatif Utang pajak minimal Rp 100.000.000,00
2. Syarat Kualitatif Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak
Tindakan pencegahan ini dapat dilakukan terhadap beberapa orang sebagai
Penanggung Pajak Wajib Pajak Badan atau ahli waris
Tatacara permintaan pencegahan
Dilakukan berdasarkan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri dari
Kepala KPP di tempat WP terdaftar ke Menkeu melalui Direktur Jenderal Pajak
c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menyampaikan data-data:
1. Data Penanggung Pajak:
Nama WP, NPWP, Alamat, Nama PP, NPWP, Alamat, Jabatan,
Umur/Tanggal
Lahir, Jenis Kelamin, Kewarganegaraan, Nomor Identitas (Passport/KTP)
2. Pertimbangan/ alasan dilakukannya pencegahan
3. Data pendukung:
Daftar kelengkapan data pencegahan, Ikhtisar pencegahan ke luar negeri,
Fotokopi Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak (print out data tunggakan
pajak), Akte pendirian badan usaha dan perubahannya (khusus WP Badan),
Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi terakhir, Fotokopi
permohonan NPWP WP/Penanggung Pajak yang akan dicegah
Pencegahan dilaksanakan menurut perundang-undangan yang berlaku, dalam
hal ini adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian

Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya: Identitas Penanggung


Pajak yang dikenakan pencegahan:
1) Nama
2) Umur
3) Pekerjaan
4) Alamat
5) Jenis kelamin;
6) Kewarganegaraan.
7) Alasan untuk melakukan pencegahan
8) Jangka waktu pencegahan
Pelaksanaan pencegahan :
1. Pelaksanaan atas keputusan pencegahan tersebut dilakukan oleh
Menkumham atau Pejabat Imigrasi .
2. Berdasarkan keputusan pencegahan yang diterimanya dari Menkeu,
Menkumham memerintahkan Dirjen Imigrasi agar nama orang yang
terkena pencegahan dimasukkan ke dalam Daftar Pencegahan dan
melaksanakan pencegahan.
3. Dirjen Imigrasi dalam waktu paling lama 7 hari sejak tanggal menerima
perintah tersebut langsung memasukkan nama orang yang dikenai
pencegahan ke dalam Daftar Pencegahan dan mengirimkannya kepada
Kepala Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Negara RI untuk
melaksanakan pencegahan.
4. Berdasarkan keputusan pencegahan tersebut, Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu ke luar wilayah
Indonesia.
5. Keputusan pencegahan disampaikan dengan surat tercatat kepada orang
atau orang- orang sebagai Penanggung Pajak selambat-lambatnya 7 hari
terhitung sejak tanggal penetapan.
Kharisma Sekar K W/F3318047
Jangka Waktu Pencegahan
1. Jangka waktu pencegahan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang
untuk selama-lamanya 6 bulan.
2. Apabila tidak ada keputusan perpanjangan, pencegahan yang sudah
ditetapkan berakhir demi hukum.
3. Keputusan pencegahan dinyatakan berakhir karena:
a. Telah habis masa berlakunya
b. Dicabut oleh pejabat yang berwenang menetapkan; atau
c. Dicabut berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
4. Apabila keputusan pencegahan dinyatakan berakhir sebelum habis masa
berlaku sebagaimana tercantum dalam surat keputusan pencegahan, maka
pencabutan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk keputusan pencabutan.
KEPUTUSAN PENCABUTAN PENCEGAHAN
Keputusan pencabutan pencegahan tersebut disampaikan kepada:
1. Penanggung Pajak yang dikenai pencegahan;
2. Menkumham
Berdasarkan keputusan pencabutan pencegahan tersebut, Penanggung Pajak yang
dikenai pencegahan dicoret dari Daftar Pencegahan.
1. Dirjen Imigrasi dalam waktu paling lama 7 hari sejak tanggal menerima
keputusan pencabutan tersebut mencoret nama Penanggung Pajak yang
dikenai pencegahan dari Daftar Pencegahan, dan mengirimkannya kepada
Kepala Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
TATA CARA PERMINTAAN PERPANJANGAN PENCEGAHAN
Perpanjangan dilakukan berdasarkan permintaan perpanjangan pencegahan
bepergian ke luar negeri dari Kepala KPP di tempat WP terdaftar kepada Dirjen
Pajak c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum pencegahan berakhir, dengan menyampaikan data- data pendukung
sebagai berikut:
1. ikhtisar pencegahan ke luar negeri
2. Fotokopi Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak (print out data tunggakan
pajak)
TATA CARA PERMINTAAN PENCABUTAN PENCEGAHAN
Pencabutan dilakukan berdasarkan permintaan pencabutan pencegahan bepergian
ke luar negeri dari Kepala KPP di tempat WP terdaftar kepada Dirjen Pajak c.q.
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
Apabila terdapat pembayaran oleh WP, maka segera dilakukan konfirmasi atas
SSP lembar ke-3 yang diterima KPP kepada Kantor Penerima Pembayaran (Bank
Persepsi atau Kantor Pos). Hasil konfirmasi tersebut langsung diinformasikan ke
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
Surat permintaan pencabutan pencegahan dibuat dengan menyertakan data-data
pendukung sebagai berikut:
1. Fotokopi Keputusan Menteri Keuangan Pencegahannya
2. Fotokopi SSP/Bukti Pbk/Putusan Keberatan dan/atau Banding
3. Fotokopi MPN/MP3
4. Fotokopi Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak (print out
tunggakan pajak)
PENYANDERAAN
Dasar Hukum
1. Pasal II , Pasal 33 - Pasal 36 UU No. 19 tahun 2000 UU PPSP;
2. PP No. 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata
Cara
Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti
Rugi dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
1. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia Nomor: M-02.UM.09.01 dan Nomor: 294/KMK.03/2003
tanggal 25 Juni 2003 tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang
Disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa;
2. Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-218/PJ/2003 tanggal 30 Juli 2003 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama
Baik Penanggung Pajak yang Disandera.
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak
dengan menempatkannya di tempat tertentu
1. Merupakan upaya terakhir penagihan pajak
2. Penyanderaan tidak mengakibatkan hapusnya dan terhentinya
pelaksanaan penagihan pajak.
3. Penyanderaan tetap dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak
yang telah dilakukan pencegahan
Dasar Pelaksanaan Penyanderaan:
Penyanderaan hanya dapat dilakukan setelah mendapat Surat Perintah
Penyanderaan dari pejabat ;
setelah memperoleh izin tertulis dari:
1. Menkeu, untuk penagihan pajak pusat
2. Gubernur, untuk penagihan pajak daerah
3. Persyaratan izin penyanderaan dari Menkeu atau Gubernur dimaksudkan
agar penyanderaan dilakukan secara sangat selektif dan hati-hati.
Li’ana Nurul Rahmah / F3318049
Kriteria Penanggung Pajak yang Akan Disandera
1. Syarat Kuantitatif : Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
2. Syarat kualitatif : Diragukan itikad baiknya;
3. lewat jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal Surat paksa
diberitahukan;
4. Telah mendapat izin tertulis dari Menkeu RI
Diragukan itikad baiknya apabila
1. Penanggung Pajak diduga menyembunyikan harta kekayaannya;
2. Terdapat dugaan yang kuat bahwa Penanggung Pajak akan melarikan diri;
3. Terdapat data dan informasi yang akurat sebagai pertimbanan pelaksanaan
penyanderaan
JANGKA WAKTU PENYANDERAAN
Paling lama 6 bulan terhitung sejak Penanggung Pajak ditempatkan dalam tempat
penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 bulan
Penentuan lamanya penyanderaan didasarkan pada:
1. perhitungan besarnya utang pajak
2. besarnya jumlah harta yang disembunyikan
3. hubungan harta yang disembunyikan tersebut dengan itikad tidak baik
Penanggung
4. Pajak untuk melunasi utang pajaknya
Penanggung Pajak diragukan itikad baiknya dalam pelunasan utang pajak,
meliputi Penanggung Pajak:
1. tidak merespon himbauan untuk melunasi utang pajak;
2. tidak menjelaskan/tidak bersedia melunasi utang pajak baik sekaligus
maupun angsuran;
3. tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk melunasi utang pajak;
4. akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
5. memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia;
6. akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau
memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki
atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
Surat Perintah Penyanderaan sekurang-kurangnya:
1. identitas Penanggung Pajak;
2. alasan penyanderaan;
3. izin penyanderaan;
4. lama penyanderaan; 5.tempat penyanderaan.
Penyampaian surat perintah penyanderaan
1. Jurusita Pajak harus menyampaikan langsung kepada Penanggung Pajak
dan salinannya kepada Kepala Rumah Tahanan Negara sebagai kepala
tempat penyanderaan, dengan disaksikan oleh 2 orang penduduk Indonesia
yang telah dewasa dan dikenal jurusita pajak
2. Apaila penanggung pajak yang akan disandera tidak dapat ditemui,
melarikan diri, bersembunyiJurusita Pajak dan pejabat dapat meminta
bantuan Kepolisian dan Kejaksaan
3. Termasuk menghadirkan peanggung pajak adalah mencari,menagkap dan
membawa penanggung pajak untuk selanjutnya diserahkan kepada kepala
tempat penyanderaan
Tempat Penyanderaan
Rumah tahanan negara yang dijadikan tempat pengekangan sementara waktu
kebebasan Penanggung Pajak yang terpisah dari tahanan lain
Tempat penyanderaan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. tertutup dan terasing dari masyarakat;
2. mempunyai fasilitas terbatas;
3. mempunyai sistem pengamanan dan pengawasan yang memadai.
Sebelum tempat penyanderaan yang sesuai persyaratan tersebut dibentuk,
Penanggung Pajak yang disandera dititipkan di rumah tahanan negara dan
terpisah dari tahanan yang lain
Berita Acara Penyanderaan
Jurusita Pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak
ditempatkan di Rumah Tahanan Negara sebagai tempat penyanderaan, dan Berita
Acara Penyanderaan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Kepala Rutan, dan saksi-
saksi.
Berita Acara Penyanderaan merupakan syarat formal sahnya penyanderaan dan
berfungsi sebagai Berita Acara serah terima Penanggung Pajak yang disandera
dari Jurusita Pajak kepada kepala tempat penyanderaan.
Berita Acara Penyanderaan
Berita Acara Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat:
1. nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan
2. izin tertulis Menteri Keuangan atau Gubernur
3. identitas Jurusita Pajak
4. Identitas Penanggung Pajak yang disandera
5. tempat penyanderaan
6. lama penyanderaan
7. Identitas saksi penyanderaan.
Salinan Berita Acara Penyanderaan tersebut disampaikan kepada:
1. Kepala Rumah Tahanan Negara, sebagai kepala tempat penyanderaan
2. Penanggung Pajak yang disandera
3. Bupati atau Walikota Kepala Daerah di mana Penanggung Pajak yang
disandera bertempat tinggal (sesuai KTP/Paspor)
Ratna Pramudyaningtyas N / F3318069

Perpanjangan penyanderaan
Izin perpanjangan pernyanderaan dapat sekaligus diberikan oleh Menteri keuanga
yang berwenang pada waktu memberikan izin penyanderaan. Apabila izin
penyanderaan sekaligus maka tidak perlu izin baru
Penangung Pajak melarikan diri
Apabila Penanggung Pajak yang disandera melarikan diri dan tertangkap, maka
yang bersangkutan dimasukkan ke Rutan kembali berdasarkan Surat Perintah
Penyanderaan yang diterbitkan pertama kali dengan memperhitungkan masa
penyanderaan yang telah dijalani sebelum Penanggung Pajak melarikan diri.
Ketentuan jangka waktu maksimum penyanderaan tidakberlaku dalam hal
sandera melarikan diri dan selama masa pelarian tidak dihitung sebagai masa
penyanderaan
Biaya Penyanderaan
1. Biaya hidup penyanderaan di rumah tahanan
2. Biaya penangkapan dalam hal penanggung pajak melarikan diri
Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang
melakukan kegiatan:
1. beribadah,
2. mengikuti siding resmi,
3. atau mengikuti PemilihanUmum
Tata tertib penyanderaan
Penanggung Pajak yang disandera di rumah tahanan negara berhak untuk:
1) Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing di dalam rumah tahanan negara;
2) Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
3) Mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman makanan dari
keluarga;
4) Memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya sendiri;
5) Menerima kunjungan rohaniwan dan dokter pribadi atas biaya sendiri
setelah mendapat izin dari Kepala Rumah Tahanan Negara;
6) Menerima kunjungan dari keluarga, pengacara, dan sahabat setelah
mendapat izin tertulis dari Kepala KPP paling banyak 3 (tiga) kali dalam
seminggu selama 30 (tiga puluh) menit untuk setiap kali kunjungan;
7) Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas kepada Kepala Rumah
Tahanan Negara atau Kepala KPP
Kewajiban penanggung pajak
1. wajib mematuhi tata tertib dan disiplin di rumah tahanan negara.
2. Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa telepon genggam,
pager, komputer, atau peralatan elektronik lain yang dapat digunakan
menghubungi seseorang di luar rumah tahanan negara.
3. Apabila terbukti melakukan pelanggaran tata tertib dan disiplin, Kepala
Rutan memberitahukan kepada Kepala Kantor atau kepada Kepolisian
terdekat.
Penghentian penyanderaan
Penanggung Pajak yang disandera akan dilepas, apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
2. jangka waktu telah dipenuhi;
3. berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur, yaitu:
1. Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari jumlah
utang pajak/sisa utang pajak, dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran;
2. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan
bank garansi;
3. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan
harta kekayaannya yang sama nilainya;
4. Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih;
5. Untuk kepentingan perekonomian negara dan kepentingan umum.
Pertimbangan Menkeu atau Gubernur tersebut disebabkan antara lain
Penanggung Pajak menyatakan akan melunasi utang pajak, tetapi berdasarkan
bukti yang disampaikan, tidak dapat melaksanakan pelunasan utang pajak
tersebut tanpa meninggalkan tempat penyanderaan, atau dalam hal Penanggung
Pajak menderita sakit berat sehingga memerlukan perawatan dalam jangka waktu
yang lama di luar tempat penyanderaan.
Gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan
Penanggung pajak yang dihina dapatmengajukan gugatan terhadap pelaksanaan
penyanderaan kepada pengadian negeri
Rehabilitasi dan penggantian ganti rugi
Dalam hal gugatan Penanggung Pajak tersebut dikabulkan oleh pengadilan dan
putusan pengadilan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diberikan
hak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi.
Permohonan rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPP sebagai Pejabat yang menerbitkan
Surat Perintah Penyanderaan, dengan dilengkapi dengan persyaratan sebagai
berikut:
1. Putusan Pengadilan;
2. Surat Perintah Penyanderaan;
3. Surat Pemberitahuan Pelepasan yang disandera.
Rehabilitasi nama baik dilaksanakan oleh Pejabat dalam bentuk 1 kali
pengumuman pada media cetak harian yang berskala nasional/regional/lokal
dengan ukuran yang memadai, yang dilakukan paling lambat 30 hari sejak
diterimanya permohonan Penanggung Pajak.
Ganti rugi diberikan paling lambat 30 hari sejak diterimanya permohonan
Penanggung Pajak. Besarnya ganti rugi yang diberikan kepada
penanggungpajak sebesar100,000 per hari masa penyanderaan

Sumber
http://ketentuan.pajak.go.id/index.php?r=aturan/rinci&idcrypt=oJamop0%3D
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/57227
http://www.wikiapbn.org/tindak-pidana-di-bidang-perpajakan/
Contoh kasus
Alasan Polisi Jadikan Bachtiar Nasir Tersangka TPPU Dipertanyakan
Reporter: Mohammad Bernie
08 Mei 2019
tirto.id - Ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Mudzakir mempertanyakan alasan penyidik Polri menetapkan Ketua Gerakan
Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir
sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Menurutnya,
penyidikan pasal TPPU baru bisa dilakukan jika uang yang digunakan sudah
terbukti merupakan hasil kejahatan. "Kalau dia sudah punya kepastian hukum
yang tetap bahwa itu adalah hasil tindak pidana barulah kemudian dia [penyidik]
melakukan penyidikan TPPU," kata Muzakir kepada reporter Tirto pada Rabu
(8/5/2019). Pernyataan Mudzakir itu didasarkan pada Pasal 3 UU TPPU yang
berbunyi: "Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan
dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah)." Adapun kejahatan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) antara
lain: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang
perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap,
terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan pemalsuan uang,
perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang
lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang
diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih. Di sisi lain, Mudzakir
meneruskan, sampai saat ini belum ada putusan yang menyatakan uang yang
digunakan oleh Bachtiar merupakan hasil kejahatan. Selain itu, menurut
Mudzakir, belum jelas juga apakah pemilik yayasan sudah melaporkan Bachtiar
atas dugaan kejahatan terhadap uang mereka. "Apakah pemilik yayasan itu lapor
sebagai tindak pidana atau tidak? Apakah sudah diproses sedemikian rupa kalau
itu tindak pidana?" kata Mudzakir. Selain itu, Mudzakir pun menilai perbuatan
Bachtiar Nasir bukanlah pencucian uang. Menurutnya, dalam pencucian uang
seharusnya uang itu kembali lagi ke tangan Bachtiar Nasir dalam keadaan yang
sudah tersamarkan asal usulnya. Baca juga: Kuasa Hukum: Bachtiar Nasir Belum
Pasti Datang Pemeriksaan TPPU Sementara berdasarkan keterangan pihak
kepolisian, Bachtiar menggunakan uang yayasan tersebut untuk mendanai
kegiatan tertentu. "Jadi [uang itu] kembali lagi kepada pemilik asalnya [Bachtiar].
Nah ini tidak kembali ke pemilik asalnya, bagaimana dia jadi pencucian uang?"
kata Mudzakir. Bareskrim Polri menetapkan mantan ketua Gerakan Nasional
Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir sebagai
tersangka kasus tindak pidana pencucian uang pada Selasa (7/5/2019). Uang yang
dicuci oleh Bachtiar diduga berasal dari Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
Atas perbuatannya, Bachtiar dijerat dengan pasal Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1)
UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 28/2004 atau Pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP atau Pasal 378
KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49
ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) UU
Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6
UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Baca selengkapnya di Tirto.id dengan judul "Alasan Polisi Jadikan Bachtiar Nasir
Tersangka TPPU Dipertanyakan", https://tirto.id/alasan-polisi-jadikan-bachtiar-
nasir-tersangka-tppu-dipertanyakan-dtjg.

Follow kami di Instagram: tirtoid | Twitter: tirto.id

Sumber:https://tirto.id/alasan-polisi-jadikan-bachtiar-nasir-tersangka-tppu-
dipertanyakan-dtjg

Anda mungkin juga menyukai