Anda di halaman 1dari 91

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kehamilan

2.1.1 Pengertian Kehamilan

Kehamilan diartikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari sprematozoa

dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari

saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung 40

minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional.

Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung

dalam waktu 12 minggu, trimester kedua 15 minggu dan trimester ketiga 13

minggu (Prawirohardjo, 2014).

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya

hamil normal adalah 280 hari (40minggu 9 bulan 7 hari) dihitung dari haid

pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi menjadi 3 triwulan pertama dimulai

sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan ke- 4 sampai ke- 6, triwulan ketiga

dari bulan ke- 7 sampai 9 (Pudiastuti, 2012).

Proses kehamilan merupakan matarantai yang berkesinambungan dan

terdiri dari : ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan

pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta

dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010).


2.1.2 Proses Kehamilan

1. Ovulasi

Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh sistem

hormonal yang kompleks. Selama masa subur yang berlangsung 20 sampai

35 tahun, hanya 420 buah ovum yang dapat mengikuti proses pematangan

dan terjaid ovulasi. Dengan pengaruh FSH, folikel primer mengalami

perubahan menjadi folikel de graf yang menuju ke permukaan ovarium

disertai pembentukan cairan folikel. Selama pertumbuhan menjadi folikle de

graf, ovarium mengeluarkan hormone estrogen yang dapat mempengaruhi

gerak tuba yang makin mendekati ovarium, gerak sel rambut lumen tuba

makin tinggi, sehingga peristaltik makin aktif , yang mengalir menuju uterus.

Dengan pengaruh LH yang semakin besar dan fluktasi yang mendadak,

karena terjadi proses pelepasan ovum yang disebut ovulasi. Ovum yang

dilepaskan akan ditangkap oleh fimbrae (Manuaba, 2010).

2. Spermatozoa

Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses yang kompleks.

Spermatogonium berasal dari sel primitif tubulus, menjadi spermatosit

pertama, menjadi spermatosit kedua, menjadi spermatid, akhirnya

spermatozoa. Pertumbuhan spermatozoa dipengaruhi matarantai hormonal

yang kompleks dari pancaindra, hipotalamus, hipofisis dan sel interstitial

leydig sehingga spermatogonium dapat mengalami proses mitosis. Pada

setiap sampai 60 juta sprematozoa setiap cc. Bentuk spermatozoa seperti

cebong yang terdiri atas kepala (lonjong sedikit gepeng yang mengandung

inti), leher (penghubung antara kepala dan ekor), ekor (panjang sekitar 10 kali
kelapa, mengandung energi sehingga dapat bergerak). Sebagian besar

spermatozoa mengalami kematian dan hanya beberapa ratus yang dapat

mencapai tuba fallopi. Spermatozoa yang masuk ke dalam alat genetalia

wanita dapat hidup selama tiga hari, sehingga cukup waktu untuk

mengadakan konsepsi (Manuaba, 2010).

3. Konsepsi

Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi atau

fertilisasi dan membentuk zigot. Keseluruhan proses tersebut merupakan

matarantai fertilisasi atau konsepsi.

a. Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh korona radiataz

yang mengandung persediaan nutrisi.

b. Pada ovum, dijumpai inti dalam bentuk metafase ditengah sitoplasma yang

disebut vitelus.

c. Dalam perjalanan, korona radiata makin berkurang pada zona pelusida.

Nutrisi dialirkan ke dalam vitelus, melalui saluran pada zona pelusida.

d. Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang paling luas

dindingnya penuh jonjot dan tertutup sel yang mempunyai silia. Ovum

mempunyai waktu hidup terlama di dalam ampula tuba,

e. Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam. Spermatozoa

menyebar, masuk melalui kanalis servikalis dengan kekuatan sendiri. Pada

kavum uteri, terjadi proses kapasitasi, yaitu pelepasan lipoprotein dari

sperma sehingga mampu mengadakan fertilisasi. Spermatozoa

melanjutkan perjalanan menuju tuba falopi. Spermatozoa hidup selama

tiga hari didalam genetalia interna. Spermatozoa akan mengelilingi ovum


yang telah siap dibuahi serta mengkikis korona radiata dan zona pelusida

dengan prses ezimatik : hialuronidase. Melalui ”stomata”, spermatozoa

memasuki ovum. Setelah kepala spermatozoa masuk kedalam ovum,

ekornya lepas dan tertinggal diluar. Kedua inti ovum dan inti spermatoza

bertemu dengan membentuk zigot (Manuaba, 2010).

4. Proses Nidasi atau Implantasi

Dengan masuknya inti spermatozoa ke dalam sitoplasma, “vitelus”

membangkitkan kembali pembelahan dalam inti ovum yang dalam keadaan

“metafase”. Proses pemecahan dan pematangan mengikuti bentuk anafase dan

telofase sehingga pronukleusnya menjadi haploid. Pronukleus spermatozoa

dalam keadaan haploid saling mendekati dengan inti ovum yang kini haploid

dan bertemu dalam pasangan pembawa tanda dari pihak pria maupun wanita.

Pada manusia, terdapat 46 kromosom dengan rincian 44 dalam bentuk

“autosom” sedangkan 2 kromosom sisanya sebagai pembawa tanda seks.

Wanita selalu resesif dengan kromosom sisanya X. Laki – laki dua bentuk

kromosom seks yaitu kromosom X dan Y. Bila spermatozoa kromosomX

bertemu sel ovum, terjadi jenis kelamin wanita sedangkan bila kromosom

seks Y bertemu sel ovum, terjadi jenis kelamin laki laki. Oleh karena itu,

pihak wanita tidak dapat disalahkan dengan jenis kelamin bayinya yang lahir

karena menentukan jenis kelamin adalah pihak suami.

Setelah pertemuan kedua inti ovum dan spermatozoa, terbentuk zigot

yang dalam beberapa jam telah mampu membelah dirinya menjadi dua dan

seterusnya. Bebarengan dengan pembelahan inti, hasil konsepsi terus berjalan

menuju uterus. Hasil pembelahan sel memenuhi seluruh ruangan dalam ovum
yang besarnya 100 MU atau 0,1 mm dan disebut stadium morula. Selama

pembelahan sel di bagian dalam, terjadi pembentukan sel di bagian luar

morula yang kemungkinan berasal dari korona radiata yang menjadi srl

trofoblas. Sel trofoblas dalam pertumbuhannya, mampu mengeluarkan

hormon korionik gonadotropin, yang mempertahankan korpus luteum

gravidarum. Pembelahan berjalan terus dan didalam morula terbentuk

ruangan yang mengandung cairan yang disebut blastula. Perkembangan dan

pertumbuhan berlangsung, blastula dengan villi korealisnya yang dilapisi sel

trofoblas telah siap untuk mengadakan nidasi. Sementara itu, pada fase

sekresi, endometrium telah makin tebal dan makin banyak mengandung

glikogen yang disebut desidua. Sel trofoblas yang meliputi “primer vili

korealis” melakukan destruksi enzimatik – proteolitik, sehingga dapat

menanamkan atau implantasi terjadi pada hari ke – 6 sampai 7 setelah

konsepsi. Pada saat tertanamnya blastula ke dalam endometrium, mungkin

terjadi perdarahan yang disebut tanda hartman (Manuaba, 2010).

5. Pembentukan Plasenta

Setelah implantasi, endometrium disebut desidua. Desidua terbagi

menjadi atas :

a. Desidua basalis adalah bagian yang langsung berada dibawah blastosis

tempat villi korion mengetuk pembuluh darah ataupun disebut juga

sebagai tempat plasentasi atau terletak antara hasil konsepsi dan dinding

rahim.
b. Desidua kapsularis adalah bagian yang menutupi blastosis atau meliputi

hasil konsepsi ke arah rongga rahim, lama – kelamaan bersatu dengan

desidua vera.

c. Desidua vera meliput lapisan dalam dinding rahim lainnya atau bagian

yang melapisi sisa uterus (Jannah. 2012).

2.1.2 Tanda – Tanda Kehamilan

1. Pengertian Tanda – Tanda Kehamilan

Tanda – tanda kehamilan adalah sekumpulan tanda atau gejala yang

timbul pada wanita hamil dan terjadi akibat adanya perubahan fisiologi dan

psikologi pada masa kehamilan (Jannah, 2012).

2. Macam – macam Tanda Kehamilan

Tanda – tanda kehamilan ada 3 sebagai berikut :

a. Tanda presumtif atau tidak pasti

Tanda presumtif atau tanda tidak pasti adalah perubahan – perubahan yang

dirasakan oleh ibu (subyektif) yang timbul selama kehamilan (Jannah,

2012). Yang termasuk tanda presumtif atau tanda tidak pasti sebagai

berikut :

1) Amenorhoe (Tidak Dapat Haid)

Pada wnaita sehat dengan haid yang teratur, amenorhoe

menandakan kemungkinan kehamilam. Gejala ini sangat penting karena

umumnya wanita hamil tidak dapat haid lagi. Penting diketahui tanggal

hari pertama haid terakhir, supaya dapat ditentukan tuaya kehamilan

dan tafsiran tanggal persalinan memakai rumus dari naegele. Kadang –

kadang amenorhoe disebabkan oleh hal – hal lain diantaranya penyakit


berat seperti TBC, anemia atau karena pengaruh psikis misalnya karena

perubahan lingkungan (Jannah, 2012).

2) Nausea (Enek) dan Emesis (Muntah)

Enek terjadi umunya pada bulan bulan pertama kehamilan sampai

akhir triwulan pertama disertai kadang – kadang oleh muntah. Sering

terjadi pada pagi hari, tetapi tidak terlalu. Keadaan ini lazim disebut

morning sickness. Dalam batas tertentu keadaan ini masih fisiologis,

namun bila terlampau sering dapat mengakibatkan gangguan kesehatan

dan disebut dengan hiperemesis gravidarum (Jannah, 2012).

3) Mengidam (Menginginkan Makanan atau Minuman Tertentu)

Sering terjadi pada bulan – bulan pertama dan menghilangkan

dengan makin tuanya kehamilan (Jannah, 2012).

4) Mamae Menjadi Tegang dan Membesar

Keaadan ini disebabkan oleh pengaruh estrogen dan progesteron

yang merangsang duktus dan alveoli pada mamae, sehingga glandula

montglomery tampak lebih jelas (Jannah, 2012).

5) Anoreksia ( Tidak Ada Nafsu Makan)

Terjadi pada bulan – bulan pertama tetapi setelah itu nafsu makan

akan timbul lagi. Hendaknya dijaga jangan sampai salah pengertian

makan untuk “dua orang” sehingga kenaikan berat badan ridak sesuai

dengan tuanya kehamilan (Jannah, 2012).

6) Sering kencing

Terjadi karena kandung kencing bulan bulan pertama kehamilan

tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Pada triwulan kedua


umumnya keluhan ini hilang oleh karena uterus yang membesar keluar

dari rongga panggul. Pada akhir triwulan kedua umumnya gejala bisa

timbul kembali karena janin mulai masuk ke rongga panggul dan

menekan kembali kandung kencing (Jannah, 2012).

7) Obstipasi

Terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh

hormon steroid (Jannah, 2012).

8) Pigmentasi Kulit

Terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi, hidung dan

dahi kadang – kadang tempat deposit pigmen yang berlebihan, dikenal

sebagai cloasma gravidarum (topeng kehamilan). Aerola mamae juga

menjadi lebih hitam karena didapatkan deposit pigmen yang berlebihan

terjadi karena pengaruh hormon kortikosteroid plasenta yang

merangsang melanofot dan kulit (Jannah, 2012).

9) Epulis

Suatu hipertrofi papila ginggivae. Sering terjadi pada triwulan

pertama (Jannah, 2012).

10) Varises (Penekanan vena – vena)

Sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah

genetalia eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis. Pada multigravida

kadang – kadang varises ditemukan pada kehamilan yang terdahulu,

kemudian timbul kembali pada triwulan pertama. Kadang – kadang

timbulnya varices merupakan gejala pertama kehamilan muda (Jannah,

2012)
a. Tanda Kemungkinan Hamil

Tanda kemungkinan hamil adalah perubahan – perubahan yang diobservasi

oleh pemeriksa (bersifat obyektif), namun berupa dugaan kehamilan saja.

Makin besar kemungkinan kehamilan. Yang termasuk tanda kemungkinan

hamil yaitu :

1) Uterus Membesar

Terjadi perubahan bentuk, besar dan konsistensi rahim. Pemeriksaan

dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan makin lama makin bundar

bentuknya (Jannah, 2012).

2) Tanda Hegar

Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama

daerah ismus. Pada minggu – minggu pertama ismus uteri mengalami

hipertrofil seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama

mengakibatkan ismus menjadi panjang dan lebih lunak. Sehingga kalau

kita letakkan 2 jari dalam fornix posterior dan tangan satunya pada dinding

perut di atas simpisis maka ismus ini tidak teraba seolah – olah korpus

uteri sama sekali terpisah dari uterus (Jannah, 2012).

3) Tanda Chandwick

Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak

lebih merah, agak kebiru – biruan (livide). Warna porsio pun tampak

liivide. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen (Jannah, 2012).

4) Tanda Braxton Hicks

Bila uterus dirangsang akan mudah berkontraksi. Waktu palpasi atau

pemeriksaan dalam uterus yang tadinya lunak akan menjadi keras karena
berkontraksi. Tanda ini khas untuk uterus dalam masa kehamilan (Jannah,

2012).

5) Tanda Piscaeseck

Uterus mengalami pembesaran. Kadang – kadang pembesaran

tidak rata tetapi di daerah telur bernidasi lebih cepat tumbunya. Hal ini

menyebabkan uterus membesar ke salah satu jurusan pembesaran tersebut

(Jannah, 2012).

6) Tanda Goodell Sign

Di luar kehamilan konsistensi serviks keras, kerasnya seperti kita

merasa ujung hidung, dalam kehamilan serviks menjadi lunak pada

perabaan selunak bibir atau ujung bawah daun telinga (Jannah, 2012).

7) Reaksi Kehamilan Positif

Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human

chorionic gonadotropin pada kehamilan muda adalah air kencing pertama

pada pagi hari. Dengan tes ini dapat membantu menentukan diagnosa

kehamilan sedini mungkin (Jannah, 2012).

b. Tanda Pasti

Tanda pasti adalah tanda – tanda obyektif yang didapatkan oleh pemeriksa

yang dapat di gunakan untuk menegakkan diagnosa pada kehamilan (Jannah,

2012).

1) Terasa Gerakan Janin

Gerakan janin pada primigravida dapat dirasakan oleh ibunya pada

kehamilan 18 minggu. Sedangkan pada multigravida pada kehamilan 16

minggu karena tekah berpengalaman dari kehamilan terdahulu. Pada bulan


IV dan V janin itu kecil jika dibandingkan banyaknya air ketuban, maka

kalau rahim di dorong atau digoyangkan, maka anak melenting di dalam

rahim. Ballotement ini dapat di tentukan dengan pemeriksaan luar maupun

dengan jari yang melakukan pemeriksaan dalam. Ballotement di luar rahim

dapat ditimbulkan oleh tumor – tumor bertangkai dalam acties seperti

fibroma ovari. Karena seluruh badan janin yang melenting makan

ballotement semacam ini di sebut ballotement in toto untuk membedakan

dengan ballotement yang ditimbulkan oleh kepala saja pada kehamilan

yang lebih tua (Jannah, 2012).

2) Teraba Bagian – Bagian Janin

Bagian – bagian janin secara obyektif dapat diketahui oleh pemeriksa

dengan cara palpasi menurut leopold pada akhirtrimester kedua (Jannah,

2012).

3) Denyut Jantung Janin

Denyut jantung janin secara obyektif dapat diketahui oleh pemeriksa

dengan menggunakan; Fetal elektrocardiograph pada kehamilan 12

minggu (Jannah, 2012).

4) Terlihat kerangka janin pada pemeriksaan sinar rotgen (Jannah, 2012).

5) Dengan menggunakan USG dapat terlihat gambaran janin berupa ukuran

kantong janin, panjangnya janin dan diameter biparetalis hingga dapat

diperkirakan tuanya kehamilan (Jannah, 2012).


2.1.4 Pemeriksaan Diagnosa Kebidanan

1. Test HCG (Test Urin Kehamilan)

a. Dilakukan segera mungkin begitu diketahui ada amenore (satu

minggu setelah koitus).

b. Urin yang digunakan saat tes diupayakan urin pagi hari (Jannah,

2012).

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

1) Dilaksanakan sebagai salah satu diagnosis pasti kehamilan.

2) Gambaran yang terlihat yaitu adanya rangka janin kantong

kehamilan (Janin, 2012).

3. Palpasi Abdomen

Pemeriksaan Leopold

a. Leopold I

Bertujuan untuk mengetahui TFU dan bagian janin yang ada di

fundus.

Cara pemeriksaannya :

1) Pemeriksan menghadap ke arah muka ibu hamil.

2) Kedua tangan meraba bagian fundus dan mengukur berapa

tinggi fundus uteri.

3) Meraba bagian apa yang ada di fundus (kepala ataukan bokong

janin) (jannah, 2012).


b. Leopold II

Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada disebelah kanan

atau kiri ibu.

Cara pemeriksaannya :

1) Kedua tangan pemeriksa berada di sebelah kanan dan kiri perut

ibu.

2) Ketika memeriksa sebelah kanan, maka tangan kanan menahan

perut sebelah kiri ke arah kanan, begitu pula sebaliknya.

3) Jika teraba rata, ada tahanan maka itu adalah punggung bayi,

jika teraba bagian kecil menonjol, itu adalah bagian kecil janin

(Jannah, 2012).

c. Leopold III

Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada di

bawah uterus.

Cara pemeriksaanya :

1) Tangan kiri menahan fundus.

2) Tangan kanan meraba bagian yang ada dibawah uterus. Jika

teraba bulat, melenting, keras dan dapat di goyangkan, maka itu

adalah kepala. Jika bagian bawah tidak ditemukan kedua

bagian tersebut maka di pertimbangkan janin dalam letak

melintang.

3) Pada letak sungsang atau lintang tangan pemeriksa dapat

merasakan ballotement (pantulan dari kepala janin, terutama

ditemukan pada usia kehamilan 20-28 minggu) (jannah , 2012).


d. Leopold IV

Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada di bagian

bawah dan untuk mengetahui apakah kepala sudah masuk panggul

atau belum.

Cara pemeriksaanya :

1) Pemeriksa menghadap kiri pasien

2) Kedua tangan meraba bagian janin yang ada dibawah. Jika

teraba kepala tempatkan kedua tangan di arah yang berlawanan

di bagian bawah.

3) Jika kedua tangan divergen (tidak saling bertemu) berarti

kepala sudah masuk panggul (Jannah, 2012).

2.1.5 Kebutuhan Kesehatan pada Ibu Hamil

1. Kebutuhan nutrisi

Calon ibu sebaiknya makan diet yang seimbang, menyediakan

perawatan yang mencukupi, memeriksakan kandungan hemoglobin

dalam darah dan memperoleh resep tablet mengandung asam besi.

Karena mengandung bayinya yang sama – sama memerlukan

makanan yang cukup namun perlu di waspadai adanya kenaikan berat

badan yang berlebihan (Jannah, 2012).

2. Kebutuhan Oksigen

Perubahan pernafasan mayor dala kehamilan diakibatkan oleh tiga

faktor yaitu efek mekanik dari pembesaran rahim. Peningkatan

keselurahn konsumsi oksigen tubuh dan efek perangsang pernafasan

dari progesteron. Sementara kehamilan berkembang, pembesaran


rahim menaiki posisi istirahat diagfragma, ini mengakibatkan tekanan

intratoraks yang tidak begitu negatif dan penurunan volume paru

istirahat yaitu suatu penurunan kapasitas sisa fungsional (FRC).

Konsumsi keseluruhan tubuh meningkat sekitar 15-20% dalam

kehamilan. Sekitar setengah dari peningkatan ini di sebabkan oleh

rahim dan isinya. Sisanya disebabkan terutama oleh peningkatan kerja

ginjal dan jantung ibu, penambahan yang lebih kecil adalah akibat

kerja otot pernafasan dan payudara (Jannah, 2012).

3. Kebutuhan Personal Hygiene

Perawatan kebersihan selama kehamilan sebenarnya tidak berbeda

dari saat – saat yang lain. Akan tetapi, saat kehamilan ibu hamil sangat

rentan mengalami infeksi akibat penularan bakteri atau jamur. Tubuh

ibu hamil sangatlah perlu dijaga sebersihannya secara keseluruhan

mulai ujung kaki sampai ujung rambut termasuk halnya pakaian ibu

hamil senantiasa jaga kebersihanya. Mengganti pakaian dalam

sesering mungkin sangatlah dianjurkan karena selama kehamilan

keputihan pada vagina meningkat dan jumlahnya bertambah

disebabkan kelenjar leher rahim bertambah jumlahnya (Jannah, 2012).

4. Kebutuhan Istirahat

Banyak wanita menjadi mudah letih atau tertidur lebih lama dalam

separuh masa kehamilannya. Rasa letih meningkat ketika mendekati

akhir kehamilan. Setiap wanita hamil menemukan cara yang berbeda

utnuk mengatasi keletihanya. Salah satunya dalah dengan cara

beristirahat atau tidur sebentar di siang hari.


Untuk memperoleh relaksasi sempurna, ada beberapa syarat yang

harus dilakukan selama berada dalam posisi relaksasi, yaitu :

a. Tekuk semua persendian dan pejamkan mata

b. Lemaskan seluruh otot – otot tubuh, termasuk otot – otot wajah.

c. Pusatkan pikiran pada irama pernafasan atau hal hal yang

menyenangkan.

d. Apabila saat itu menyilaukan atau gaduh, tutuplah mata dengan

sapu tangan dan tutuplah telingan dengan bantal (Jannah, 2012).

2.1.6 Perubahan dan Adaptasi Fisiologis Masa Kehamilan

1. Sistem Reproduksi

a. Uterus

1) Ukuran

a) Pada kehamilan cukup bulan, ukuran uterus adalah 30 x 25

x 20 cm dengan kapasitas lebih dari 4.000 cc (Jannah,

2012).

b) Hal ini rahim membesar akibat hepertropi dan hiperplasi

otot polos rahim, serabut – serabut kolagennya menjadi

higgroskopik dan endometrium menjadi desidua (Jannah,

2012).
Tabel 2.1 TFU Menurut Penambahan Per Tiga Jari

Usia Tinggi Fundus Uteri (TFU)


Kehamilan
(minggu)
12 3 jari diatas simpisis

16 Pertengahan pusat - simpisis

20 3 jari dibawah simpisis

24 Setinggi pusat

28 3 jari diatas pusat


32 Pertengahan pusat – proseus xiphoideus (PX)
36 3 jari dibawah proseus Xiphoideus (PX)
40 Pertengahan pusat - Proseus Xiphoideus (PX)

Sumber : Jannah, 2012

2) Posisi Rahim Dalam Kehamilan

a) Pada permulaan kehamilan, dalam posisi antefleksi atau

retrofleksi

b) Pada bulan kehamilan, rahim tetap berada dalam rongga

pelvis

c) Setelah itu, mulai memasuki rongga perut yang dalam

pembesaranya dapat mencapai batas hati.

d) Pada ibu hamil, rahim biasanya mobile, lebih mengisi

rongga abdomen kanan atau kiri (Jannah, 2012).

3) Berat

Adapun bentuk dan konsistensi uterus berdasarkan usia

kehamilan sebagai berikut :


Tabel 2.2 bentuk uterus berdasarkan usia kehamilan

USIA BENTUK DAN KONSISTESI UTERUS

KEHAMILAN

Bulan pertama Seperti buah alpukat. Ismust rahim menjadi

hipertropi dan bertambah panjang sehingga

bila diraba terasa lebih lunak (tanda hegar)

2 bulan Sebesar telur bebek

3 bulan Sebesar telur angsa

4 bulan Berbentuk bulat

5 bulan Rahim teraba seperti berisi cairan ketuban,

rahim terasa tipis. Itulah sebabnya mengapa

bagian – bagian dari janin ini dapat

dirasakan melalui perabaan dinding perut.

Sumber : Jannah, 2012

4) Vaskularisasi

Arteri uterine dan ovarika bertambah dalam diameter,

panjang dan anak – anaknya cabangnya, pembuluh dara vena

mengembang dan bertambah (Jannah, 2012).

5) Serivuks Uteri

Bertambah vaskularisasinya dan menjadi lunak, kondisi ini

yang disebut Tanda Goodell. Kelenjar endoservikal membesar

dan (mengeluarkan banyak cairan mucus. Oleh karena


pertambahan dan pelebaran pembuluh darah, warnanya

menjadi livid dan ini disebut Tanda Chadwick (Jannah, 2012).

b. Ovarium

Ovulasi berhenti namun masih terdapat korpus luteum

graviditas sampai terbentuknya plasenta yang akan mengambil alih

pengeluaran estrogen dan progesterone (Jannah, 2012).

c. Vagina dan Vulva

Oleh karena pengaruh estrogen, terjadi hipervaskularisasi

pada vagina dan vulva sehingga pada bagian tersebut terlihat

lebih merah atau kebiruan, kondisi ini disebut tanda chadwick

(Jannah, 2012).

2. Payudara

Karena adanya peningkatan suplai darah dibawah pengaruh

aktivitas hormon, jaringan glandular dari payudara membesar dan puting

menjadi lebih efektif walaupun perubahan payudara dalam bentuk yang

membesar terjadi pada waktu menjelang persalinan. Estrogen

menyebabkan pertumbuhan tubulus lactiferous dan ductus juga

menyebabkan penyimpanan lemak. Progesterone menyebabkan

tumbuhnya lobus, alveoli lebih tervaskularisasi dan mampu bersekresi.

Hormon pertumbuhan dan glukokortiroid juga mempunyai peranan

penting dalam perkembangan ini. Prolaktin merangsang produksi

kolostrum dan air susu ibu (Jannah, 2012).


3. Sistem Neurologi

Perubahan fisiologis spesifik akibat kehamilan dapat menyebabkan

timbulnya gejala neurologis dan neuromuskular.

a. Kompresi saraf panggul atau statis vaskular akibat pembesaran uterus

dapat menyebabkan perubahan sensoris di tungkai bawah.

b. Lordosis dorsolumbal dapat menyebabkan nyeri akibat tarikan pada

saraf atau kompresi akar saraf

c. Edema yang melibatkan saraf prefier dapat menyebabkan carpal tunned

syndrome selama trimester akhir kehamilan. Edema menekan saraf

median dibawah legamentum karpalis pergelangan tangan. Sindrom ini

ditandai oleh parastesia dan nyeri pada tangan yang menjalar ke siku.

Tangan yang dominan biasanya paling banyak terkena.

d. Akroestesia (rasa baal dan gatal di tangan) yang timbul akibat posisi

bahu yang membungkuk dirasakan oleh beberapa wanita selama hamil.

Keadaan ini berkaitan dengan tarikan pada segmen pleksus brakhialis.

e. Nyeri kepala akibat ketegangan umum timbul saat ibu merasa cemas.

Nyeri kepala ringan, rasa ingin pingsan (sinkop) sering terjadipada awal

kehamilan. Ketidakstabilan vosomotor, hipotensi postural atau

hipoglikemia mungkin merupakan keadaan yang bertanggungjawab

atas gelaja ini.

f. Hipokalsemia dapat menyebabkan timbulnya masalah neuromuskular

seperti kram otot atau tetani (Kamariyah, dkk , 2014).


4. Sistem Metabolisme

a. Rongga Mulut

Saliva mungkin akan meningkat sehubungan dengan kesukaran

menelan akibat nausea. Gusi dapat menjadi hiperemesis dan melunak

kadang berdarah kalau terkena cidera ringan saja. Pembengkakan gusi

sangat vaskuler yang disebut epulis kehamilan kadang kala timbul

tetapi secara khas mengecil spontan setelah kelahiran. Keadaan

tersebut disebabkan oleh pengaruh hormone estrogen yang meningkat

(Jannah, 2012).

b. Motalitas Saluran Gastrointestinal

Biasanya ada penurunan tonis dan motalitas saluran gastrointestinal

yang menimbulkan pemanjangan waktu pengosongan lambung dan

transit usus. Karena pengaruh hormon estrogen, pengeluaran asam

lambung meningkat yang dapat menyebabkan pengeluaran air liur

yang berlebihan (hypersalivasi), daerah lambung terasa panas, terjadi

mual dan sakit atau pusing kepala terutama pagi hari yang disebut

morning sickness, muntah yang terjadi disebut emesis gravidarum.

Bila muntah berlebihan sehingga mengganggu kehidupan sehari – hari

disebut hiperemesis gravidarum (Jannah, 2012).

c. Lambung dan Esophagus

Pirosis umum pada kehamilan, paling mungkin disebabkan oleh

refluks sekret – sekret asam ke esofagus bagian bawah, poisisi lambung

yang berubah mungkin ikut menyumbang pada seringnya terjadi


peristiwa ini. Perubahan – perubahan tersebut menyokong terjadinya

reluks gastroesofageal yang menimbulkan heart burn (Jannah, 2012).

d. Usus kecil, besar dan Appendik

Karena kehamilannya berkembang terus lambung dan usus digeser

oleh uterus yang membesar ke arah atas dan ke arah lateral. Sebagai

akibatnya apendiks sebagai contih biasanya bergeser ke arah lateral dan

seringkali mencapai pinggang kanan. Hal ini mungkin baik untuk

reabsorbsi akan tetapi menimbulkan pula konstipasi yang merupakan

keluhan bagi ibu hamil. Kontspasi bisa juga terjadi karena kurangnya

aktivitas atau senam dan penurunan intake cairan (Jannah, 2012).

e. Hati

Perubahan terjadi secara fungsional yaitu dengan menurunya

albumin plasma dan globulin plasma dalam ratio tertentu merupakan

hal yang normal pada wanita hamil. Pada wanita yang tidak hamil

kondisi tersebut dapat menunjukan adanya penyakit pada hati (Jannah,

2012).

f. Kandung Empedu

Fungsi kansung empedu berubah selama kehamilan

karenapengaruh hipotoni dari otot – otot halus. Seorang ahli (Potter,

1936), selama melakukan sectiocaesarea cukup sering empedu

teregang namun hipotonik, aspirat empedu cukup kental. Umum

diterima bahwa kehamilan menjadi predisposisi pembentukan batu

empedu. perubahan sistem pencernaan yang dirasakan ibu hamil :


1) Trimester I

Rasa mual baik yang sedang maupun berat dengan atau

tanpa terjadinya muntah setiap saat siang ataupun malam. Apabila

terjadi pada pagi hari sering disebut “morning sickness”. Kondisi

lainya “pica” (mengidam) yang sering dikaitkan dengan anemia

akibat defisensi zat besi ataupun adanya suatu tradisi (Jannah,

2012).

2) Trimester II dan III

Biasanya terjadi konstipasi karena pengaruh hormon

progesterone yang mengingatkan. Selain itu, perut kembung juga

terjadi karena adanya tekanan uterus yang membesar dalam

rongga perut yang mendesak organ – organ dalam perut

khususnya saluran pencernaan, usus besar, ke arah atas dan

lateral. Wasir (Hemoroid) cukup sering pada kehamilan sebagian

besar akibat konstipasi dan naiknya tekanan vena – vena dibawah

uterus termasuk vena hemoroid. Panas perut (heart burn) terjadi

karena aliran balik asam gastrik ke dalam eshophagus bagian

bawah (Jannah, 2012).

5. Sistem Muskuloskeletal

Bersamaan dengan membesarnya ukuran uterus menyebabkan

perubahan yang drastis pada kurva tulang belakang yang biasanya menjadi

salah satu ciri pada seorang ibu hamil. Perubahan – perubahan tersebut

dapat meningkatkan ketidaknyamanan dan rasa sakit pada bagian belakang

yang bertambah seiring dengan bertambahnya umur kehamilan. Postur


tubuh wanta secara bertahap mengalami perubahan karena janun

membesar dalam abdomen sehingga untuk mengkompensasi penambahan

berat ini. Bahu lebih tertarik ke belakang dan tulang lebih melengkung,

sendi tulang belakang lebih lentur dan dapat menyebabkan nyeri punggung

pada beberapa wanita (Jannah, 2012).

6. Sistem Kardiovaskuler

Yang khas denyut nadi istirahat meningkat sekitar 10 sampai 15

denyut per menit pada kehamilan.Karena diagfragma semakin naik terus

selama kehamilan, jantung digeser ke kiri dan ke atas. Sementara pada

waktu yang sama, organ ini agak berputar pada sumbu panjangnya.

Akibatnya apeks jantung di gerakkan agak ke lateral dari posisinya pada

keadaan tidak hamil normal dan membesarnya ukuran bayangan jantung

ditemukan pada radiografi. Luasnya perubahan – perubahan ini di

pengaruhi ukuran dan posisi uterus, kekuatan otot – otot abdomen dan

konfigurasi abdomen dan thorax.Besar dari jantung bertambah sekitar

12% dan meningkatkan kapasitas jantung sebesar 70 – 80 ml.

a. Trimester I

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya

sirkulasi ke plasenta. Uterus yang membesar dengan pembuluh –

pembuluh darah yang membesar pula, mammae dan alat lain - ;ain

yang memang berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Suplai darah

ke dalam Rahim harus meningkat seiring dengan perkembangan

Rahim dan memenuhi kebutuhan plasenta yang mulai

berfungsi.Hormone estrogen menyebabkan perkembangan pembuluh


– pembuluh darah baru ini membentuk jaringan berliku – liku

melalui dinding Rahim (Jannah, 2012).

b. Trimester II

Ukuran jantung membesar karena ada peningkatan beban kerja

yang disebabkan oleh meningkatnya cardiac output.Jantung juga

dapat bergeser ke kanan dan ke kiri serta berputar di muka karena

tekanan uterus meningkat yang disebabkan oleh perkembangan

uterus.Cardiac output jantung yang meningkat mengakibatkan

menurunya sedikit daya tahan tubuh.Dinding – dinding pembuluh

darah mengalami relaksasi dan membesar akibat pengaruh hormone

progesterone. Kapasitas pembuluh darah dan kapiler juga bertambah,

curah jantung akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya

hemodilusi darah mulai tampak sekitar umur kehamilan 16 minggu.

Volume darah meningkat tetapi tekanan darah cenderung akan

menurun (Jannah, 2012).

c. Trimester III

Volume darah semakin meningkat dimana jumlah serum darah

lebih besar dari pertumbuhan sel darah sehingga terjadi semacam

pengenceran darah.Hemodilusi mencapai puncaknya pada umur

kehamilan 32 minggu, serum darah volume darah berttambah

sebesar 25 sampai 30%. Selama kehamilan dengan adanya

peningkatan volume darah pada hamper semua organ dalam tubuh,

terlihat adanya perubahan yang signifikan pada sistem

kardiovaskuler (Jannah, 2012).


7. Sistem Integumen

Sehubungan dengan tingginya kadar hormonal, terjadi peningkatan

pigmentasi selama kehamilan. Linea alba, garis putih tipis yang

membentang dari simphisis pubis sampai umbilicus, dapat menjadi gelap

yang biasa disebut linea nigra. Peningkatan pigmentasi ini akan

berkurang sedikit demi sedikit setelah masa kehamilan. Tigginya kadar

hormone yang tersirkulasi dalam darah dan peningkatan regangan pada

kulit abdomen, paha dan payudara bertangung jawab pada timbulnya

garis – garis yang berwarna merah muda atau kecoklatan pada daerah

tersebut. Tanda tersebut biasa dikenal dengan namastriae gravidarum dan

bisa menjadi lebih gelap atau hitam. Pada kulit terdapat deposit pigmen

dan hiperpigentasi alat – alat tertentu. Pigmentasi ini disebabkan oleh

pengaruh melanophore stimulating hormone (MSH) yang

meningkat.MSH ini adalah salah satu hormong yang juga dikeluarkan

oleh lobus anterior hipofisis. Kadang – kadang terdapat deposit pigmen

pada dahi, pipi, hidung yang disebut cloasma gravidarum (Jannah, 2012).

8. Sistem Gastrointestinal

Rahim yang semakin membesar akan menekan rectum dan usus

bagian bawah, sehingga terjadi sembelit atau konstipasi. Sembelit

semakin berat karena gerakan otot di dalam usus diperlambat oleh

tingginya kadar progesterone. Wanita hamil sering mengalami rasa

padas di dada (heartburn) dan sendawa, yang kemungkinan terjadi

karena makanan lebih lama berada di dalam lambung dank arena

relaksasi spinter di kerongkongan dibagian bawah yang memungkinkan


isi lambung mengalir kembali ke kerongkongan. Ulkus dastrikum jarang

ditemukan pada wanita hamil dan jika sebelumnya menderita ulkus

gastrikum biasanya akan membaik karena asam lambung yang

dihasilkan lebih sedikit (Jannah, 2012).

9. Sistem Urinaria

Pada trimester kedua aliran darah ginjal meningkat dan tetap

terjadi sehingga usia kehamilan 30 minggu, setelah itu menurun secara

perlahan. Ginjal mengalami pembesaran dan filtrasi

glomerular.Perubahan dan filtrasi glomerulus adalah penyebab

peningkatan klirens kreatinin, urea dan asam urat yang sangat di

reabsorbsi pada awal kehamilan.Protein dan asam amino dan vitamin

ditemukan dalam jumlah yang banyak di dalam urin wanita hamil hanya

protein yang tidak biasa ditemukan pada urine wanita hamil.

Ekskresi glukosa meningkat sebagai hasil peningkatan filtrasi

glomerulus terhadap glukosa dibandingkan dengan pengurangan

reabsorbsi. Glikosuria merupakan hal yang umum dalam kehamilan dan

biasanya berhubungan dengan kadar gula yang tinggi dalam darah.

Dalam hal ini, keadaan wanita hamil harus dipantau untuk menghindari

diabetes mellitus.Glukosuria dapat menyebabkan infeksi saluran

kemih.Walaupun ada 100 liter cairan ekstra yang dapat melalui tubuler

ginjal setiap harinya, saluran urin mengalami pengurangan karena

peningkatan reabsorbsi (Jannah, 2012).

10. Sistem Endokrin

a. Hormone Plasenta
Sekresi hormone plasenta dan HCG dari plasenta janin mengubah

organ endokrin secara lansgung. Peningkatan kadar estrogen

menyebabkan produksi globulin meningkat dan menekan produksi

tiroksin, kortikosteroid dan steroid. Akibat plasma yang mengandung

hormon – hormone bebas tidak mengalami peningkatan yang besar

(Jannah, 2012).

b. Kelenjar Hipofisis

Berat kelenjar hipofisis anterior meningkat sampai 30 – 50% yang

menyebabkan wanita hamil menderita pusing.Sekresi hormone

prolaktin, adrenokortikotropik, tirotropik dan melanocyt stimulating

hormone meningkat.Produksi hormon perangsang folikel dan LH

dihambat oleh estrogen dan progesterone plasenta.Efek meningkatnya

sekresi prolaktin adalah ditekananya produksi estrogen dan

progesterone pada masa kehamilan (Jannah, 2012).

c. Kelenjar Tiroid

Dalam kehamilan, normal ukuran kelenjar tiroid akan mengalami

pembesaran kira – kira 13% karena adanya hyperplasia dari jaringan

glandula dan peningkatan vaskularisasi. Secara fisiologi akan terjadi

peningkatan ambilan iodine yang meningkatkan laju filtrasi

glomerulus. Walaupun kadang – kadang kehamilan dapat

menunjukkan hipertiroid, fungsi tiroid biasanya normal.Namun,

peningkatan kosentrasi T4 (Tiroksin) dan T3 (Triodotironin) juga

dapat merangang peningkatan laju basal. Hal ini disebabkan oleh


produksi estrogen stimulated hepatic dari tiroksin yang menekan

glubolin (Jannah, 2012).

d. Kelenjar Adrenal

Karena dirangsang oleh hormone estrogen, kelenjar adrenal

memproduksi lebih banyak kortisol plasma bebas dan juga

kortokosteroid, termasuk ACTH dan hal ini terjadi usia kehamilan 12

minggu sampai dengan aterm. Peningkatan konsentrasi kortisol bebas

pada saat masa kehamilan juga menyebabkan hiperglikemia pada saat

setelah makan peningkatan plasma kortikol bebas juga dapat

menyebabkan ibu hamil mengalami kegemukan di bagian – bagian

tertentu karena adanya penyimpangan lemak dan juga dapat

merangsang adanya striae gravidarum (Jannah, 2012).

11. Sistem Pernafasan

Ruang abdomen yang membesar oleh karena meningkatnya ruang

Rahim dan pembentukan hormone progesterone menyebabkan paru –

paru berfungsi sedikit berbeda dari biasanya.Wanita hamil bernafas lebih

cepat dan lebih dalam karena emerlukan lebih banyak oksigen untuk janin

dan untuk dirinya.Lingkar dada wanita hamil agak membesar.Lapisan

saluran pernafasan menerima lebih banyak darah dan menjadi agak

tersumbat oleh penumpukan darah (kongesti).Kadang hidung dan

tenggorokan mengalami penyumbatan parsial akibat kongesti ini.Tekanan

dan kualitas suara wanita hamil agak berubah (Jannah, 2012).


12. Berat Badan dan Indeks Masa Tubuh (IMT)

Berat badan wanita hamil akan mengalami kenaikan sekitar 6,5 –

16,5 kg. Kenaikan berat badan terlalu banyak ditemukan pada kasus pre –

eklamsia dan eklamsia. Kenaikan berat badan wanita hamil disebabkan

oleh janin, uri, air ketuban, uterus, payudara, kenaikan volume darah,

lemak, protein dan retensi air.

Faktor yang mempengaruhi besarnya kebutuhan berat bdan

ditentukan oleh tinggi badan dan berat badan, apakah wanita tersebut

memiliki berat badan normal, kurang atau lebih sebelum

kehamilan.Metode yang biasa digunakan dalam menentukan kondisi berat

badan dan tinggi badan adalah body mass index (BMI). Formula ini

digunakan untuk menghitung BMI adalah BMI = Berat/Tinggi².

Kenaikan berat badan ibu dianjurkan sekitar 1 – 2,5 kg pada

trimester pertama dan selanjutnya rata – rata 0,5 kg setiap minggu. Sampai

akhir kehamilan, kenaikan berat badan yang dianjurkan tergantung status

gizi awal ibu (ibu BB kurang 14 – 20 kg, ibu BB normal 12,5 – 17,5 kg

dan ibu BB lebih/obesitas 7,5 – 12,5 kg).

Berat badan ibu hamil bisa ditentukan normalitasnya dengan

melakukan penghitungan karena faktor yang mempengaruhi besarnya

kebutuhan berat badan ditentukan oleh tinggi badan dan kebutuhan

peningkatan berat badan selama hamil juga ditentukan berat badan ibu

sebelum hamil, penghitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut

:
Berat badan ideal ibu hamil (BBIH) = BBI + (UH x 0,35)

BBI = TB – 110 (TB > 160 cm)

BBI = TB – 100 (TB < 150 cm)

Ket : BBIH = Berat Badan Ibu Hamil

BBI = Berat Badan Ibu; TB = Tinggi Badan

UH = Usia Kehamilan (Rukiyah dan yulianti, 2014).

2.1.7 Perubahan dan Adaptasi Psikologis Masa Kehamilan

1. Pada Masa Kehamilan Trimester I ( Periode Penyesuaian)

Setelah konsepsi kadar hormone progesterone dan estrogen dalam

tubuh akan meningkat dan ini menyebabkan timbulnya mual dan

muntah, lemah, lelah dan pembesaran payudara. Akibatnya ibu merasa

tidak sehat dan seringkali membenci kehamilannya.Pada trimester I

banyak ibu yang merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan dan

kesedihan.

Pada trimester I seorang ibu mencari tanda – tanda untuk

meyakinkan bahwa dirinya hamil. Setiap perubahan yang terjadi pada

tubuhnya akan selalu diperhatikan dengan seksama. Wanita mulai

khawatir terhadap perubahan fisik dan psikologisnya. Multigravida,

kecemasan terhadap pengalaman yang lalu, sedangkan primipara

ketakutan terhadap cerita - cerita pengalaman orang lain (Jannah,

2012).

2. Pada Kehamilan Trimester II (Periode Kesehatan yang Baik)


Pada masa ini wanita mulai merasa sehat dan mengharapkan

bayinya. Ibu sudah menerima kehamilanya dan mulai dapat

menggunakan energi dan pikiranya secara lebih kontruktif. Pada

trimester ini ibu mulai merasakan kehadiran bayinya sebagai

seseorang di luar dari dirinya sendiri. Pengenalan pada pergerakan

fetus, pertumbuhan dan pembesaran abdomen, serta gerakan bayi saat

di USG, membuat gambaran tersebut nyata. Semua wanita gelisah dan

cemas terhadap pembesaran dan pertumbuhan yang kurang,

perkembangan janin yang normal dan berusaha mendapatkan

informasi yang profesional dari proses tersebut (Jannah, 2012).

3. Pada Kehamilan Trimester III (Periode Penantian Dengan Penuh

Kewaspadaan)

Trimester III sering disebut periode menunggu dan waspada sebab

ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya. Ibu khawatir

bayinya akan lahir sewaktu – waktu. Ini menyebabkan ibu

meningkatkan kewaspadaan akan timbulnya tanda dan gejala

persalinan serta ketidaknormalan bayinya. Rasa tidak nyaman akibat

kehamilan timbul kembali, merasa diri aneh dan jelek, serta gangguan

body image. Pada trimester ini ibu memerlukan keterangan dan

dukungan dari suami, keluarga dan bidan. Trimester III adalah saat

persiapan aktif untuk kelahiran bayi dan menjadi orang tua (Jannah,

2012).
2.1.8 Tanda Bahaya Kehamilam

1. Perdarahan Vagina

Perdarahan vagina dalam kehamilan adalah jarang yang normal.

Pada masa kehamilan, ibu mungkin akan mengalami perdarahan sedikit

atau spotting disekitar waktu pertama terlambat haid. Hal ini karena

terjadinya implantasi. Pada waktu lain dalam kehamilan, perdarahan

ringan mungkin pertanda dari seviks yang rapuh (erosi), mungkin

normal atau disebabkan oleh infeksi.

Perdarahan pada vagina yang terjadi pada wanita hamil dapat

dibedakan menjadi 2 bagian :

a. Pada awal kehamilan : abortus, mola hidatidosa dan kehamilan

ektopik terganggu

b. Pada akhir kehamilan :solutio plasenta dan plasenta previa (Jannah,

2012).

2. Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak hilang

Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan dan seringkali

ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan yang biasa disebabkan

oleh pengaruh hormon dan keletihan. Sakit kepala yang menunjukan suatu

masalah yang serius adalah sakit kepala hebat yang menetap dan tidak

hilang dengan beristirahat adalah salah satu gejala pre – eklamsia. Pre –

eklamsia biasanya juga disertai dengan penglihatan tiba – tiba hilang atau

kabur, bengkak atau oedema pada kaki dan muka serta nyeri pada

epigastrium (Jannah, 2012).


3. Nyeri Abdomen Yang Hebat

Nyeri abdomen yang dimaksud adalah yang tidak berhubungan

dengan persalinan normal. Merupakan nyeri perut yang hebat, menetap

dan tidak hilang setelah beristirahat bisa berarti appendicitis, abortus,

penyakit radang panggul, persalinan preterm, gastritis dan infeksi kandung

kemih. Nyeri abdomen bagian bawah dapat bersifat :

a. Nyeri kuat, terus – menerus dalam 3 bulan pertama. Mungkin dalam

tuba fallopi (saluran sel telur) yang dikenal dengan istilah kehamilan

ektopik terganggu.

b. Nyeri kuat yang berdenyut – denyut (seperti kram) pada 6 bulan

pertama kehamilan bisa berarti abortus atau keguguran.

c. Nyeri kuat, terus – menerus di akhir kehamilan. Bisa berarti terjadi

robekan plasenta dari dinding rahim. Ini sangar berbahaya dan

mengancam jiwa ibu.

d. Nyeri yang berdenyut – denyut disekitar nbulan ke 7 dan 8 bisa berarti

akan mengalami persalinan yang lebih cepat (Jannah, 2012).

4. Bayi Kurang Bergerak Seperti Biasa

Ibu mulai merasakan gerakan bayinya selama bulan ke – 5 atau ke

– 6. Beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi

tidur, gerakanya akan melemah. Bayi harus bergerak paling sedikit 3 kali

dalam periode 3 jam. Biasanya diukur dalam waktu selama 12 jam yaitu

sebanyak 10 kali (Jannah, 2012).


5. Keluar Air Ketuban Sebelum Waktunya

Dapat diidentifikasi dengan keluarnya cairan mendadak disertai

bau yang khas.adanya kemungkinan infeksi dalam rahim dan persalinan

prematuritas yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan

bayi. Ketuban pecah dini yang disertai kelainan letak akan mempersulit

persalinan yang dilakukan di tempat dengan fasilitas belum memadai

(Jannah, 2012).

6. Muntah Terus – Menerus (Hiperemesis Gravidarum)\

Terdapat muntah yang terus – menerus yang menimbulkan

gangguan kehidupan sehari – hari dan dehidrasi. Gejala hiperemesis lainya

: nafsu makan menurun, berat badan menurun, nyeri daerah epigastrium,

tekanan darah menurun dan nadi meningkat, lidah kering, mata nampak

cekung (Jannah, 2012).

7. Demam

Demam tinggi, terutama yang diikuti dengan tubuh menggigil rasa

sakit seluruh tubuh, sangat pusing biasanya disebabkan oleh malaria.

Pengaruh mamalia terhadap kehamilan : memecahkan butir darah merah

sehingga menimbulkan anemia, infeksi plasenta dapat menghalangi

pertukaran dan menyalurkan nutrisi ke janin dan panas badan tinggi

merangsang terjadi kontraksi rahim. Akibat ganggusn tersebut dapat

terjadi keguguran, persalinan prematuritas, dismaturitas, kematian

neonatus tinggi, kala II memanjang dan retensio plasenta (Jannah, 2012).


8. Anemia

Pembagian anemia :

a. Anemia Ringan : 9 – 10 gr%


b. Anemia Sedang : 7 – 8 gr%
c. Anemia Berat : <7 gr%
Pengaruh anemia pada kehamilan dapat terjadi abortus, partus
prematurus, IUGR, infeksi, hiperemesis gravidarum dan lain – lain.
Anemia ditandai dengan : bagian dalam kelopak mata, lidah dan kuku
pucat, lemah dan merasa cepat lelah, kunang – kunang, nafas pendek,
nadi meningkat dan pingsan (Jannah, 2012).
9. Kejang
Kejang pada ibu hamil merupakan gejala lanjut dari pre – eklamsia
(Jannah, 2012).

2.1.9 Standar Asuhan Kehamilan

1. Standar 1 : Memberikan penyuluhan kesehatan yang tepat untuk

mempersiapkan kehamilan yang sehat dan terencana serta menjadi orang

tua yang bertanggung jawab.

2. Standar 2 : Mengumpulkan, mempelajari dan menggunakan data untuk

pelaksanaan penyuluhan, kesinambungan pelayanan dan penilaian kinerja

3. Standar 3 : Identifikasi ibu hamil. Melakukan kunjungan rumah dan

berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk penyuluhan dan

motivasi untuk pemeriksaan dini dan teratur.

4. Standar 4 : Pemeriksaan dan pemantauan antenatal care setidaknya 4

kali pelayanan kehamilan :

a. Satu kali pada TM I usia kehamilan 0-13 minggu)

b. Satu kali pada TM II (usia kehamilan 14 – 27 minggu)

c. Satu kali pada TM III (usia kehamilan 28-40 minggu).


Pemeriksaan meliputi :

Anamnesis dan pemantauan ibu dan janin, mengenal kehamilan

resiko tinggi, imunisasi, nasihat dan penyuluhan, mencatat data yang

tepat setiap kunjungan, tindakan tepat untuk merujuk.

Tabel 2.3 Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu


N Keha Persal Ana Nif
O milan inan k as
Anak U Temp Penol Jenis Penyu J BB/ H/ AS Peny
ke k at ong persali lit K TB M I ulit
Persal persali nan Persal
inan nan inan

Sumber : Norma dan Dwi, 2013


5. Standar 5 : Palpasi abdominal

6. Standar 6 : Pengelolaan anemia pada kehamilan

7. Standart 7 : Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan

8. Standar 8 : Persiapan persalinan; Memberi saran pada ibu hamil, suami

dan keluarga untuk memastikanpersiapan persalinan bersih dan aman,

persiapan transportasi, serta biaya. Bidan sebaiknya melakukan kunjungan

rumah (Jannahm 2012).

Untuk memberikan asuhan atau pelayanan kesehatan ibu hamil,

harus memenuhi elemen pelayanan sebagai berikut :

a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan

b. Pengukuran tekanan darah

c. Pengukuran lingkar lengan atas (Lila)

d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).


e. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus

toksoid sesuai status imunisasi.

Tabel 2.4 imunisasi TT


Imunisasi TT Interval Masa
Minimal Perlindungan
T1 - Awal pembentukan kekebalan
tubuh terhadap penyakit tetanus.
T2 4 minggu setelah TT 1 3 Tahun
T3 6 bulan 5 Tahun
T4 1 tahun 10 Tahun
T5 1 tahun 25 Tahun
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, 2016
f. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan

g. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

h. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan

konseling, termasuk keluarga berencana).

i. Pelayanan test laboratorium sederhana, minimal test hemoglobin darah

(Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila

belum pernah dilakukan sebelumnya).

j. Tatalaksana kasus (Profil Kesehatan Indonesia, 2016).


2.1.10 Tipe Pelayanan Asuhan Kebidanan

Menurut Nurul Jannah (2012), tipe pelayanan dalam asuhan kebidanan

meliputi : pelayanan kebidanan primer, pelayanan kolaborasi dan

pelayanan kebidanan rujukan.

1. Pelayanan kebidanan primer merupakan pelayanan bidan yang

sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.

2. Pelayanan kebidanan kolaborasi merupakan layanan bidan sebagai

anggota tim yang kegiatanya dilakukan secara bersama atau sebagai

anggota tim yang kegiatanya dilakukan seara bersama atau sebagai

salah satu urutan proses kegiatan layanan.

3. Pelayanan kebidanan rujukan adalah layanan bidan dalam rangka

rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya bidan

menerima rujukan dari dukun juga layanan horizontal meupun vertikal

ke profesi lain.
2.1.11 Kartu Deteksi Kehamilan Resiko Tinggi

1. Kartu Skor Poedji Rochyati

Gambar 2.1 Kartu Skor Poedji Rochyati

Sumber : Loli, 2015

Kartu skor poedji rochyati atau yang biasanya disingkat dengan

KSPR biasanya digunakan untuk menentukan tingkat resiko pada ibu

hamil. KSPR telah disusun dengan format yang sederhana agar

mempermudah kerja tenaga kesehatan untuk melakukan skrining

terhadap ibu hamil dan mengelompokkan ibu dalam keadaan kategori

sesuai ketetapan sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat

terhadap ibu hamil berdasarkan kartu ini (Loli, 2015).


2. Kartu Prakiraan Persalinan Soedarto

Gambar 2.2 Kartu Prakiraan Persalinan Soedarto

Sumber : Loli, 2015.

Bentuk dan ukuran panggul saat menentukan kelancaran

persalinan. Ada berbagai cara untuk memprediksi apakah sesorang

wanita berpanggul sempit atau tidak, salah satunya adalah lewat cara

sederhana seperti yang dikemukakan oleh soedarto dalam Kartu

Prakiraan Persalinan Soedarto (KPPS), lewat pengukuran panjang

telapak kaki kanan ibu hamil dan tinggi fundus uteri (Purwandari dkk,

2010).
2.2 Konsep Dasar Pre – Eklampsia

2.2.1 Pengertisn Pre – Eklampsia

Pre – Eklampsia adalah penyakit dengan tanda – tanda hipertensi,

proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan, penyakit ini

umumnya terjadi dalam trimester ketiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi

sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Maryunani, 2016).

Pre – Eklampsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan

yang ditandai dengan terjadinya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi

tidak menunjukan tanda – tanda kelainan vaskuler atau hipertensi

sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan

berumur 20 minggu (Aspiani, 2017).

Pre – eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria atau

edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit

trofoblas.

2.2.2 Etiologi

1. Pengantar

a. Pre – Eklampsia merupakan suatu kesatuan penyakit yang

disebabkan oleh kehamilan dan sebab pastinya belum jelas.

b. Dalam hal ini penyebab timbulnya pre – eklampsia pada ibu hamil

belum diketahui secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh

vasospasme arteriola.
c. Teori yang banyak dikemukakan sebagai penyebabnya adalah

iskemia plasenta atau kurangnya oksigen ke plasenta.

d. Pre – eklampsia dan eklampsia dapat menyebabkan kematian.

e. Oleh karena itu, wanita yang mempunyai penyakit pre – eklampsia

harus diusahakan agar tidak berlanjut pada eklampsia (Maryunani,

2016).

2. Sampai saat ini penyebab pre – eklampsia belum diketahui dengan pasti

akan tetapi ada beberapa faktor resiko atau faktor predisposisi terjadinya

pre – eklampsia antara lain :

a. Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua (usia < 18 atau >

35 tahun). Pada wanita usia tua makin berkurang kemampuanya

dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik dan stress

regangan hemodinamik.

b. Obesitas, gizi buruk dan anemia.

c. Adanya proses penyakit kronis atau yang mendasari :

1) Diabetes Mellitus

2) Hipertensi

3) Penyakit ginjal

4) Penyakit pembuluh darah kolagen (lupus eritematosus sistemik).

5) Faktor eksogen : merokok, stress, tekanan psikososial yang

berhubungan dengan pekerjaan, latihan fisik, infeksi saluran

kemih.

d. Kehamilan molahidatidosa.

e. Kehamilan ganda.
f. Komplikasi kehamilan ;

1) Janin besar

2) Kehamilan multiple

3) Hidrops janin / fetalis

4) Polihidramnion

g. Riwayat pre – eklampsia pada kehamilan sebelumnya

Riwayat pre – eklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan

resiko sebesar 13,1% untuk terjadinya pre – eklampsia pada

kehamilan kedua dengan partner yang sama .

h. Riwayat pre –eklampsia pada kehamilan yang lalu dalam keluarga

Pre – eklampsia dan eklampsia memiliki kecenderungan untuk

diturunkan secara familial (Aspani, 2017) dan (Maryunani, 2016).

2.2.3 Patofisiologi

Patofisiologi pre – eklampsia setidaknya berkaitan dengan

perubahan fisiologi kehamilan. Adaptasi fisiologi normal pada kehamilan

meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan

resistensi vaskuler sistemik / Systemic Vascular Resistence (SVR).

Peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada

pre – eklampsia, volume olasma yang beredar menurun, sehingga terjadi

hemokonsentrasi dan peningkatan hematoksit maternal. Perubahan ini

membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin.

Uteroplasenta vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ

dengan menghancurkan sel –sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen


maternal menurun. Gangguan plasenta menimbulkan degenerasi pada

plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus.

Vasopasme merupakan sebagian mekanisma dasar tanda dan gejala

yang menyertai pre – eklampsia. Vasopasme merupakan akibat

peningkatan sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti

angiostensin II dan kemungkinan selain ketidakseimbangan antara

prostasiklin, prostaglandin dan tromboksan. Selain kerusakan endoterial,

vasopasme arterial turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler.

Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume

intravaskuler, mempredisposisi pasien yang mengalami pre – eklampsia

mudah menderita edema paru. Patologi yang smaa menimbulkan edema

serebral dan pusat hemoragik serta peningkatan iritabilitas susunan saraf

pusat 9. Sakit kepala, hiperfleksia, klonus pergelangan kaki dan kejang

serta perubahan efek). Vasopasme anteriola dan penurunan aliran darah ke

retina menimbulkan simptom visual seperti skomata (blind spot) dan

pandangan kabur.

Adanya peningkatan sensitivitas terhadap angiosten II

menyebabkan penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati,

edema dan hepar dan hemoragik sub – kapsular menyebabkan ibu hamil

mengalami nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran atas. Ruptur hepar

jarang terjadi, tetapi merupakan komplikasi yang hebat dari PIH, enzim –

enzim hati seperti SGOT dan SGPT meningkat. Pre – eklampsia

merupakan suatu keadaan hiperdinamik dimana temuan khusus khas

hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hiperfungsi ginjal. Untuk


mengendalikan sejauh mana besar darah yang berfungsi di ginjal, timbul

reaksi vasospasme ginjal sebagai suatum mekanisme protektif, tetapi hal

ini akhirnya akan mengakibatkan proteinuria dan hipertensi yang khas

untuk pre – eklampsia. Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan

menimbulkan perubahan glomerulus protein keluar melalui urine, asam

urat menurun, garam dan air ditahan, tekanan osmotik plasma menurun,

cairan keluar dari intravaskuler, menyebabkan hemokosetrasi, peningkatan

hematokrit, peningkatan viskositas darah dan edemea jaringan berat

(Maryunani, 2016) dan (Aspiani, 2017).


2.2.4 Pathway Pre – Eklampsia

Sumber : Aspiani(2017) dan Maryunani (2016)

2.1 Pathway Pre-Eklamsia


Pre – Eklampsia dibagi dalam dua golongan yaitu ringan dan berat,

menurut Norma dan Dwi (2013), (Aspiani, 2017) dan Maryunani (2016) :

1. Pre – Eklampsia Ringan

a. Pengantar

1) Pre – Eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai

proteinuria dan edema setelah kehamilan 20 minggu atau segera

setelah kehamilan

2) Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada

penyakit trofoblas.

3) Penyebab pre – eklampsia ringan belum diketahui secara jelas.

b. Pre – Eklampsia dikatakan ringan apabila ditemukan tanda – tanda

dibawah ini :

1) Kenaikan tekanan darah sistole ≥ 30 mmHg atau diastole ≥ 15

mmHg (dari tekanan darah sebelum hamil). Pada kehamilan 20

minggu atau lebih dari atau sistole ≥ 140 (< 160 mmHg) diastole

≥ 90 mmHg (≤ 110 mmHg) dengan interval pemeriksaan 6 jam.

2) Edema umum, kaki, jari, tangan, bengkak dimata dan wajah atau

kenaikan BB 1 kg atau lebih per minggu, bunyi pulmoner tidak

terdengar.

3) Proteinuria kuantitatif 0,3 gram atau lebih per liter, kualitatif 1+

atau 2+ pada urine kateter atau midstream.

4) Hiperfleksi +3, tidak ada klonus di pergelangan kaki.

5) Pengeluaran urine sama dengan masukan ≥ 30ml/jam.


6) Nyeri kepala sementara, tidak ada gangguan penglihatan, tidak

ada nyeri ulu hati.

2. Pre – Eklampsia Berat

a. Pre – Eklampsia berat adalah suatu komplikasi yang ditandai

dengan timbulnya hipertensi 160 / 110 mmHg atau lebih disertai

proteinuria dan edema pada kehamilan 20 mingu atau lebih.

b. Pre – Eklampsia dikatakan berat apabila ditemukan suatu atau

lebih tanda – tanda dibawah ini :

a) Tekanan darah 160 / 110 mmHg atau lebih, diukur minimal 2

kali dengan jara waktu 6 jam pada keadaan istirahat

b) Proteinuria 5 gram atau lebih per liter dalam 24 jam atau

kualitatif 3+ (+++) sampai 4+ (++++).

c) Oliguria jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam atau ¸20 cc

per jam yang disertai kenaikan kreatin darah

d) Proteinuria lebih dari 3 gr/liter

e) Keluhan subyektif nyeri epigastrium, gangguan penglihatan,

nyeri kepala, edema paru dan sianosis, gangguan kesadaran.

f) Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus,

perdarahan pada retina, tromosit kurang dari 100.000/mm.

g) Pertumbuhan janin intrauterine terlambat

h) Adanya HELLP syndrome (H = Hemolysis, ELL = Elevated

Liver Enzym, P = Low Platelet Count).


2.2.6 Tanda dan Gejala

Diagnosis pre – eklampsia ditegakan berdarakan adanya gejala – gejala

menurut Aspiani (2017) dan Maryunani (2016) sebagai berikut :

1. Menentukan edema

1) Kriteria menentukan adanya edema adalah : nilai positif (+) jika

pitting edema di daerah tibia, lumbosakral, wajah (kelopak mata)

dan tangan, terutama setelah malam tirah baring.

2) Bila sulit menentukan tingkat edema, maka metode yang digunakan

adalah sebagau berikut :

+ = Sedikit edema pada derah kaki pretibia.

++ = Edema ditentukan pada ekstremitas bawah.

+++ = Edema pada muka, tangan, abdomen bagian bawah.

++++ = Anasarka disertai asites.

2. Protein

protein positif artinya jumlah protein lebih dari 0,3 gram per liter

urine 24 jam atau lebih dari 2 gram per liter sewaktu. Urine

diambil dengan penyadapan atau kateter.

+ = 0,3 gram protein/liter.

++ = 1 gram protein/liter

+++ = 3 gram protein/liter.

++++ = > 10 gram protein/liter.

3. Penambahan Berat Badan yang Berlebihan

peningkatan berat badan yang tiba – tiba mendahului serangan

pre – eklampsia dan bahkan kenaikan berat badan berlebih dika


naik 1 kg seminggu beberapa kali. Peningkatan berat badan

terutama disebabkan karena retensi cairan dan selalu ditemukan

sebelum timbul gejala edema yang terlihat jelas, seperti kelopak

mata yang bengkak atau jaringan tangan yang membesar.

4. Hipertensi

Tekanan darah ≥ 140/ 90 mmHg atau yekanan sistolik

meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang

diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan

diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg.

2.2.7 Perubahan Organ – Organ pada Pre – Eklampsia

1. Perubahan hati

Perdarahan yang tidak teratur, terjadi nekrosis, thrombosis pada

lobus hati.

2. Rasa Nyeri di Epigastrium

Nyeri epigastrium merupakan keluhan yang paling sering

ditemukan pada pre – eklampsia. Keluhan ini disebabkan karena

tekanan pada kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.

3. Retina

Penyakit yang biasa menyerang adalah edema retina mata dan

spasme pembuluh darah. Spasme arteriol, edema sekitar diskus optikus,

ablaso retina (lepasnya retina), menyebabkan penglihatan kabur. Untuk

itu, ibu hamil harus berhati – hati apabila mengalami gejala yang aneh

pada matanya.
4. Otak

Otak meruapakan sistem yang paling vital. Pada pre – eklampsia

aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas – batas normal.

Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia jaringan

otak, perdarahan dan nekrosis, menimbulkan nyeri kepala yang berat.

5. Paru – paru

Apabila terjadi edema paru, harus sangat waspasa. Edema paru –

paru ini bisa menimbulkan gagal jantung (dekompensasi kordis) yang

dapat menyebabkan kematian tinggi. Berbagai tingkat edema,

bronkopneumonia sampai abses, menimbulkan sesak nafas sampai

sianosis.

6. Jantung

Perubahan degenerasi lemak dan edema, perdarahan sub

endokardial, menimbulkan dekompensasi kordis sampai terhentinya

fungsi jantung.

7. Aliran darah ke plasenta

Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat

sampai kematian janin. Spasme yang berlangsung lama, menganggu

pertubumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen maka terjadi

gawat janin. Pada pre – eklampsia dan eklampsia sering terjadi

peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsang sehingga

terjadi kelahiran premature.


8. Perubahan ginjal

Spasme arteriol menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun

sehingga filtrasi glomerulus berkurang penyerapan air dan garam

tubulus tetap, terjadi retensi air dan garam, edema pada tungkai dan

tangan, paru dan organ lain sehingga terjadi oliguria dan anuria.

9. Perubahan pembuluh darah

Permeabilitasnya terhadap protein makin tinggi sehingga terjadi

vasasi protein ke jaringan, protein ekstra vaskuler menarik air dan

garam menimbulkan edema, hemotokosentrasi darah yang

menyebabkan gangguan fungsi metabolisme tubuh dan thrombosis

(Norma dan Dwi, 2013) dan (Maryuni, 2016).

2.2.8 Penatalaksanaan Pre – Eklampsia

1. Prinsip penatalaksanaan pre – eklampsia

a. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah.

b. Mencegah progesifitas penyakit menjadi eklampsia.

c. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,

pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin).

d. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera

mungkin setelah matur atau imatur jika diketahui bahwa risiko

janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama

(Maryunani, 2016).

2. Penatalaksanaan pre – eklampsia ringan (TD ≥ 140 / 90 mmHg)

a. Banyak istirahat (berbaring / tidur miring) minimal 4 jam pada

siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari.


b. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubhh menyebabkan pengaliran

darah ke plasenta meningkat. Aliran darah ke ginjal juga lebih

banyak, tekanan vena pada ekstremitas bawah turun dan reabsorbsi

cairan dari daerah tersebut bertambah. Selain itu juga mengurangi

kebutuhan volume darah yang beredar. Oleh sebab itu dengan

istirahat biasanya tekanan darah turun dan edema berkurang.

c. Tidak perlu segera diberi obat anti hipertensi dan tidak perlu

dirawat, kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman : 140 –

150 / 90 – 100 mmHg).

d. Diet rendah garam, cukup protein.

e. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap

1 minggu.

f. Indiaksi dirawat, jika ada peruburukan, tekanan darah tidak turun

setelah 2 minggu rawat jalan.

g. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre

– eklampsia berat (Maryunani, 2016) dan (Aspiani, 2017).

3. Penatalaksanaan pre – eklampsia berat (TD ≥ 160/90 mmHg).

Dapat ditangani secara konservatif atau aktif :

a. Konservatif berarti kehamilan tetap di pertahankan bersamaan

dengan pemberian pengobatan medisinal (untuk kehamilan <35

minggu tanpa disertai tanda –tanda impending eklampsia

dengan keadaan janin baik).


b. Penanganan aktif :

Apabila ibu memiliki 1 tanda atau lebih kriteria berikut :

1) Ada tanda – tanda impending eklampsia.

2) Ada HELLP syndorme.

3) Ada kegagalan penanganan konservatif.

4) Ada tanda – tanda pertumbuhan janin terhambat.

5) Usia kehamilan > 35 minggu.

6) Maka itu harus dirawat di rumah sakit, khususnya

kamar bersalin.

7) Pemberiam pengobatan medisinal : Anti kejang.

8) Terminasi kehamilan : Bila pasien belum inpartu

dilakukan induksi persalinan.

9) Persalinan SC dilakukan apabila syarat induksi

persalinan tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi

persalinan pervaginam (Maryunani, 2016)

4. Pemberian Magnesium Sulfat

a. Dosis awal 4 gram MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang

atau kejang berulang. Cara pemberian dengan mengambil 4 gr

larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan alrutkan dengan

10 ml aquades. Berikan larutan secara perlahan IV selama 20 menit

(Kemenkes RI, 2013) dan (JNPK – KR Depkes RI, 20018).

b. Dosis rumatan 6 gr MgSO4 dalam 6 jam dengan mengambil 6 gr

MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml

larutan Ringer Laktat / Ringer Asetat, lalu berikan secara IV


dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang hingga

24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia)

(Kemenkes RI, 2013) dan (JNPK – KR Depkes RI, 2008).

c. Selama ibu dengan pre – eklampsia dirujuk, pantau dan nilai

adanya perburukan pre – eklampsia. Apabila terjadi

eklampsia,lakukan penilaian awal dan tatalaksama

kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2gr IV perlahan (15-

20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat

kejang, dapat dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mgIV

selama 2 menit (Kemenkes RI, 2013) dan (JNPK – KR Depkes RI,

2008).

d. Syarat – syarat pemberian MgSO4

1) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium glukonas 10%, 1

gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.

2) Refleks patella positif kuat.

3) Frekuensi pernapasan lebih dari 16 kali per menit.

4) Produksi urin minimal 0,5 cc/kgBB/jam (Pudiastuti, 2012).

e. MgSO4 dihentikan bila :

1) Ada tanda – tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipertensi,

refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi

SSIP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan

kematian karena kelumpuhan otot – otot pernapasan karena ada

serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4 – 7

mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8 – 10


mEq/liter. Kadar 12 – 15 mEq/liter terjadi kelumpuhan otot –

otot pernafasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung

(Pudiastuti, 2012).

2) Bila timbul tanda – tanda keracunan magnesium uslfat

a) Hentikan pemberian magnesium sulfat

b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc

secara iv dalam waktu 10 menit).

c) Berikan oksigen.

d) Lakukan pernafasan bantuan (Pudiastuti, 2012).

3) Magnesium sulfat dihentikan jga bila setelah 4 jam pasca

persalinan sudah perbaikan (normotensif) (Pudiastuti, 2012).

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan datah lengkap dengan hapusan darah

1) Penurunan haemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal

hemoglobin untuk wanita hamil 12 – 14 gr%).

2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol%).

3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000 – 450.000/mm3)

(Aspiani, 2017)

b. Urinalis

Ditemukan protein dalam urin (Aspiani, 2017)

c. Pemeriksaan fungsi hati

1) Bilirubin meningkat (normal = < 1mg/dl)

2) Laktat Dehidrogenase (LDH) meningkat.


3) Aspartate aminomtransferase (AST) > 60 ul

4) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat

(normal = 15 – 45 u/ml)

5) Serum Glutamat Oxaloacotic Transaminase (SGOT) meningkat

(normal = < 31 u/ml)

6) Total protein serum menurun (normal = 6,7 – 8,7 gr/dl)

(Aspiani, 2017).

d. Tes Kimia Darah

Asam urat meningkat (N = 2,4 – 2,7 mg/dl) (Aspiani, 2017).

2. Radiologi

a. Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterum. Pernafasan

intrauterus lambat, aktifitas janin lambat dan volume cairan ketuban

sedikit (Aspirani, 2017).

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi pada ibu hamil dengan pre – eklampsia menurut Aspirani

(2017), sebagai berikut :

1. Solutio Plasenta

Solutio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim. Pada

penderita pre – eklampsia ini terjadi karena adanya vasopasme pada

pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke plasenta

tertanggu. Sehingga nutrisi menuju ke janin atau plasenta berkurang

kemudian terjadi sianosis yang menyebabkan plasenta lepas dari

dinding rahim.
2. Hemolisis

Gejala kliniknya beruba ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal

hati pada penderita pre –eklampsia.

3. Perdarahan Otak

Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklampsia.

4. Kelainan Mata

Kehilangan penglihatan semnetara dapat terjadi. Perdarahan

pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang

menunjukan adanya apopleksia serebri.

5. Edema Paru

Paru – paru menunjukan berbagai tingkat edema dan perubahan

karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang

ditemukan abses paru – paru.

6. Nekrosis Hati

Terjadi pada daerah periportal akibat vasopasme arteriol umum.

Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.

7. Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated Liver Enzymes and Low

Platelet)

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan

fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT, SGOT],

gejala subyektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeriepigastrium]),

hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas


asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (< 150.000/cc),

agrregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerudakan

tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.

8. Kelainan Ginjal

Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakakn

sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur

lainya. Bisa, juga terjadi anuria atau gagal ginjal.

9. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme

pembekuan darah dalam tubuh. Pada penderita pre – eklampsia

terjadi proteinuria yaitu protein yang keluar bersama urin akibat

kerusakan ginjal. Sedangkan dalam mekanisme pembekuan darah

diperlukan ibrinogen yang merupakan protein. Sehingga pada

penderita pre – eklampsia karena terjadi kekurangan protein dalam

darah menyebabkan mekanisme pembekuan darah terganggu

kemudian terjadi DIC

10. Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya

insufiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat

dan prematuritas.

Sedangkan menurut Maryunani (2016), komplikasi pada ibu hamil

dengan pre – eklampsia atau PIH : Cerebral vascular accident,

kardiopulmonari edema, insufisiensi renal shutdown, retardasi

pertumbuhan, kematian janin intrauterine yang disebabkan hipoksia dan


prematur. PIH dapat berkembang secara progresif menjadi eklamsia

yaitu pre – eklamsia ditambah dengan kejang dan koma.

2.2.11 Pencegahan

Pencegahan timbulnya pre – eklampsia berat dapat dilaukan, antara lain

dengan :

1. Diet makan :

a. Nutrisi penting untuk diperhatikan selama hamil, terutama protein.

b. Diet protein yang adekuat bermanfaat untuk pertumbhan dan

perbaikan sel dan transformasi lipid.

c. Makanan tinggi protein, cukup vitamin dan rendah lemak sangat

berguna untuk menunjang kesehatan ibu yang sedang mengalami

pre – eklamsia.

d. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema.

e. Makanan berorientasi pada emapat sehat lima sempurna.

f. Untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir

telur setiap hari (Maryunani, 2016).

2. Cukup Istirahat :

a. Penyuluhan tentang manfaat istirahat akan banyak berguna

dalam pencegahan.

b. Istirahat tidak selalu berarti tirah baring di tempat tidur, tetapi

ibu masih dapat melakukan aktivitas sehari – hari, hanya

dikurangi. Diantara kegiatan tersebut, ibu dianjurkan duduk atau

berbaring.
c. Istirahat yang cukup pada ibu hamil semakin tua dalam arti

bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan lebih

banyak duduk dan berbaring ke arah punggung janin, sehingga

aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan

(Maryunani, 2016).

3. Pemeriksaan antenatal care secara teratur

a. Uji kemungkinan pre – eklampsia

1) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikanya

2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri

3) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema

4) Pemeriksaan protein dalam urine

5) Apabila diperlukan, lakukan pemeriksaan fungsi ginjal,

fungsi hati, gambaran darah umum dan pemeriksaan retina.

b. Penilaian kondisi janin dan rahim

1) Pemantauan tinggi fundus uteri

2) Pemeriksaan janin dalam rahim, denyut jantung janin,

pemantauan air ketuban

3) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi

(Maryunani, 2016).
2.3 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Kehamilan Dengan Pre

– Eklamsia

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan

sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan

berdasarkan teori ilmiah, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang

logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien (Jannah,

2012).

Asuhan kebidanan Antenatal Care

Pada ibu hamil G...PAPIAH Usia Kehamilan.... Minggu

Janin Hidup Tunggal / Ganda Letak Kepala / bokong / Lintang Intrauterine /

Ekstrauterine Jalan Lahir Normal Keadaan Umum Ibu dan Janin Baik dengan Pre

– Eklampsia

1. Langkah 1 : Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk pengumpulan data,

mengelompokkan data dan menganalisa data sehingga dapat diketahui

masalah dan keadaan klien. Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua

informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi

klien (Norma dan Dwi, 2013).

Tanggal : untuk mengetahui kapan dilakukan pengkajian

Jam : untuk mengetahui waktu dilakukan pengkajian

Tempat : untuk ibu melakukan pemeriksaan (Norma dan Dwi, 2013).


A. Data Subyektif

Data yang didapatkan dari hasil wawancara (anamnesa) langsung

kepada klien dan keluarga dan tim kesehatan lainnya. Data subyektif

ini mencakup semua. Semua keluhan ini dari klien terhadap masalah

kesehatan yang lain (Norma dan Dwi, 2013).

Dalam hasil ini anamnesa terhadap klien tentang masalah yang

dialami meliputi hal – hal sebagai berikut :

1. Identitas

a. Nama Istri dan : nama yang ditanyakan untuk

Suami mengenal atau memanggil dan

untuk mencegah terjadinya

kekeliruan dengan pasien lain

(Norma dan Dwi, 2013).

b. Umur : untuk mengetahui ibu tergolong

primi para atau primi muda,

juga untuk mengetahui < 18

tahun dan > 35 tahun adalah

resiko tinggi kehamilan dengan

pre – eklampsia, biasanya pada

ibu Pre Eklampsia < 18 tahun

dan > 35 tahun (Aspiani, 2017).

c. Agama : untuk mengetahui kemungkinan

pengaruhnya terhadap kebiasaan

kesehatan pasien sehingga


memudahkan bidan melakukan

pendekatan dalam

melaksanakan asuhan kebidanan

(Norma dan Dwi, 2013).

d. Suku / Bangsa : dengan mengetahui suku bangsa

maka, petugas kesehatan dapat

mendukung dan memelihara

keyakinan yang meningkatkan

adaptasi fisik dan emosinya

terhadap kehamilan (Norma dan

Dwi, 2013).

e. Pendidikan : untuk mengetahui tingkat

intelektuanya, karena tingkat

pendidikan memengaruhi sikap

perilaku seseorang. Semakin

rendah pendidikan, akan

memengaruhi tingkat

pengetahuan ibu untuk lebih

peduli dengan kehamilannya.

Sebaliknya semakin tinggi

pendidikan, pengetahuan ibu

tentang komplikasi yang

mungkin terjadi selama

kehamilan akan meningkat


(Norma dan Dwi, 2013

f. Pekerjaan : untuk mengetahui taraf hidup

dan sosial ekonomi penderita

agar nasehat yang diberikan

sesuai, untuk mematuhi

pekerjaan ibu menganggu

kehamilan atau tidak (Norma

dan Dwi, 2013).

g. Penghasilan : untuk mengetahui bagaimana

taraf hidup dan sosial ekonomi

agar nasehat yang diberikan

sesuai dan tingkat ekonomi

dapat berpengaruh terhadap

pemenuhan nutrisi selama

kehamilan yang mendukung

terjadinya pre – eklampsia

(Norma dan Dwi, 2013).

h. Alamat : untuk mengetahui dimana ibu

menetap, mencegah kekeliruan

bila ada nama yang sama,

memudahkan menghubungi

keluarga, petunjuk saat

kunjungan rumah. Selain itu,

untuk mengetahui jarak rumah


ibu dengan tenaga kesehatan

sehingga jika terjadi komplikasi

dapat diperkirakan dalam

penatalaksanaan rujukan

sehingga menghindari kejadian

4T dalam hal terlambat datang

ke fasilitas kesehatan dan

terlambat mendapat penanganan

(Norma dan Dwi, 2013).

i. Riwayat Pernikahan :

Lama menikah :

mengetahui kesuburan ibu atau

status kesehatan reproduksi

pasien.

Usia pertama menikah : umur

dibawah 20 tahun dan diatas 35

tahun adalah resiko tinggi untuk

mengalami kehamilan dengan

pre – eklmapsia (Maryunani,

2016).

1. Alasan Datang
Alasan datang ibu hamil dengan pre – eklampsia adalah

kaki bengkak, pusing kepala, pandangan kabur, nyeri perut, sesak

(Maryunani, 2016).

2. Keluhan Utama

Keluhan yang biasanya dirasakan oleh ibu dengan pre –

eklampsia adalah kaki bengkak, pusing kepala, pandangan kabur,

nyeri perut, sesak (Maryunani, 2016).

3. Riwayat Kebidanan

a. Riwayat Haid

1). Menarche : pertama kali normalnya pada

usia 12 – 16 tahun (Norma

dan Dwi, 2013).

2). Siklus : terhitung dari pertama kali

haid hingga hari selanjutnya

haid. Siklus haid perlu

ditanyakan untuk mengetahui

adakah kelainan haid.

Normalnya 21 - 35 hari

(Norma dan Dwi, 2013).

3). Lamanya : mengetahui ada atau tidaknya

kemungkinan gangguan atau

penyulit pada masa haid.

Normalnya 5 – 7 hari, adapun

terjadi 2 – 7 hari (Norma dan


Dwi, 2013).

4). Banyaknya : normalnya hari ke 1 – 3 ganti

pembalut 3x/hari. Hari ke 4 –

7 ganti pembalut 2x/hari

(Norma dan Dwi, 2013).

5). Warna / Bau : untuk mengetahui warna darah

haid normal atau tidak. Hari

ke 1 dan 3, warna merah

segar, bau khas anyir. Hari ke

4 dan 7, warna kecoklatan

sampai kuning, bau khas anyir

(Norma dan Dwi, 2013).

6). Dysminorhea : nyeri haid juga menjadi tanda

bahwa kontraksi uterus begitu

hebat sehingga menimbulkan

nyeri saat haid (Norma dan

Dwi, 2013).

7). Flour Albus : untuk mengetahui apakah

pasien sedang keputihan atau

tidak, normalnya tidak

berwarna (putih, bening),

tidak berbau dan tidak


menimbulkan gatal – gatal

kemaluan. Biasanya terjadi

pada masa subur yaitu 3 hari

sebelum dan 3 hari setelah

haid (Norma dan Dwi, 2013).

8). HPHT : mengetahui usia kehamilan

untuk membedakan pre –

eklampsia dan jenis HDK

lainya (Norma dan Dwi,

2013).

9). HPL : untuk mengetahui tanggal

tafsiran persalinan. Berikut

rumus Neagle yang dignakan

untuk menentukan tanggal

tafsiran persalinan :

TP : Hari pertama haid

ditambah Bulan saat haid

ditambah 9 Tahun HPHT

ditambahkan 0 ( Bulan,1,2,3)

TP : Hari pertama haid

ditambahkan 7 Bulan saat haid

dikurangi 3

Tahun HPHT ditambahkan 1

(Bulan 4,5,6,7,8,9,10,11,12)
(Jannah, 2012).

b. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Tabel 2.5 Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu


NO Kehamilan Persalinan Anak Nifas

Anak Uk Tempat Penolong Jenis Penyulit JK BB/TB H/M ASI Penyulit


Ke persalinan persalinan persalinan Persalinan

Sumber : Norma dan Dwi, 2013


1) Kehamilan

Untuk mengetahui apakah ibu sebelumnya pernah hamil,

mengetahui usia kehamilan, apakah pasien pernah mengalami pre –

eklampsia sebelumnya, apakah pernah mengalami kehamilan gemeli

pada kehamilan sebelumnya dan apakah pernah mengalami

Kehamilan molahidatidosa, kegagalan dalam kehamilan seperti

abortus dan gawat janin (Aspiani, 2017).

2) Persalinan

Meliputi jenis persalinan, ditolong oleh siapa, dimana dan saat

lahir ada atau tidkanya penyulit (Norma dan Dwi, 2013).

3) Anak

Untuk mengetahui jenis kelamin anak pada persalinan

sebelumnya, berat badan dan panjang badan saat lahir, keterangan

hidup atau meninggal, usia berapa anak sebelumnya untuk saat ini

atau jarak berapa lama meninggalnya anak sebelumnya (Norma dan

Dwi, 2013).
4) Nifas

Meliputi ada atau tidaknya penyakit seperti riwayat pre –

eklampsia atau perdarahan selama masa nifas, pemberian ASI

selama berapa lama (Norma dan Dwi, 2013).

c. Riwayat Kehamilan Sekarang

Mengetahui ini kehamilan yang keberapa dan usia kehamilan.

Idelanya tiap ibu hamil mau memeriksakan diri ketika haidnya terlambat

sekurang – kurangnya satu bulan. ANC dimulai dari kunjungan awal

kehamilan KI – K4 (mulai TM I, TM II dan TM III) keluhan yang

dirasakan dan kebutuhan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali (TM I

1x, TM II 1x, TM III 2x). Gerakan janin, bila usia kehamilan kurang dari

6 bulan maka yang ditanyakan berapa bulan yang lalu mulai merasa

pergerakan anaknya, tetapi bila usia kehamilan lebih dari 28 minggu

maka ditanyakan apakah setiap harinya ibu pernah melakukan

pengamatan pergerakan janinnya (Norma dan Dwi, 2013).

1) Keluhan pada TM I yaitu mula muntah, lelah dan pusing. Keluhan

pada TM II yaitu kaki bengkak dan pada TM III ibu sering

mengeluhkan BAK, tengkuk terasa berat, nyeri ulu hati, kaki bengkak,

pandangan kabur. Pada kehamilan dengan pre – eklamsia, pada janin

akan mengalami gangguan pertumbuhan (IUGR), prematuritas, gawat


janin hingga IUFD, gerak janin berkurang dalam 24 jam terakhir

(Maryunani, 2016).

2) Imunisasi TT (Tetanus Toxoid)

Imunisasi TT pada wanita usia subur (WUS) ibu hamil dan tidak

hamil, diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu, dimulai

sebelum atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup.

Tabel 2.6 Imunisasi TT


Imunisasi TT Interval Minimal Masa perlindungan
T1 - Awal pembentukan
kekebalan tubuh
terhadap penyakit
tetanus
T2 4 Minggu setelah TT 1 3 tahun

T3 6 bulan 5 tahun

T4 1 tahun 10 tahun

T5 1 tahun 25 tahun

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia, 2016

d. Riwayat KB

Untuk mengetahui jenis KB apa yang dipakai ibu sebelum hamil, sudah

berapa lama ibu menggunakan KB tersebut, apa yang ibu keluhkan selama

menggunakan KB tersebut. Misalnya pada pil KB kombinasi, hormon

estrogen dan progestin lebih cenderung menyebabkan perubahan dalam

tekanan darah, sehingga pada ibu pre – eklampsia tidak boleh

menggunakan karena akan menyebabkan semakin tingginya tekanan darah

ibu (Norma dan Dwi, 2013).

4. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


Mengindentifikasi apa yang dikeluhkan ibu saat ini. Biasanya pada

ibu pre - eklampsia mengeluh pembengkakan pada kaki disertai

peningkatan tekanan darah, mual muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu

hati, nyeri kepala dan penglihatan kabur. Pada pemeriksaan didapatkan

adanya protein dalam urin sedikit, peningkatan berat badan 1 kg

seminggu (Aspiani, 2017).

b. Riwayat Kesehatan yang Lalu

Mengidentifikasi apakah ibu pernah menderita penyakit diabetes

melitus, kehamilan molahidatdosa, penyakit ginjal, Kehamilan

ganda.Komplikasi kehamilan, memiliki riwayat pre – eklampsia pada

kehamilan sebelumnya, ibu dengan obesitas, ibu yang pernah menderita

penyakit ginjal kronis. Pernah dirawat dirumah sakit karena riwayat

abortus karena pre – eklampsia, riwayat mola hidatidosa, hidramnion

(Aspiani, 2017).

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kemungkinan ada keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi

dan adakah riwayat kembar (Norma dan Dwi, 2013).

5. Pola Kebiasaan Sehari – hari

a. Nutrisi

Pemenuhan kebutuhan nutrisi biasanya mengalami penurunan

karena mual muntah, nyeri ulu hati. Berapa kali ibu makan, menu

makanan dan minuman, jumlah porsi yang dikonsumsi. Ibu hamil dengan

pre – eklampsia makanan diet biasanya (rendah garam, cukup protein)

(Aspiani, 2017).
b. Pola Aktivitas

Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik secara teratur

jangan sampai lelah atau berlebihan karena akan membuat perfusi darah

ke rahim berkurng sehingga penyaluran O2 ke plasenta juga menurun. Ibu

dengan pre – eklampsia sering jantung berdebar – debar jika melakukan

aktifitas. Sehingga hanya melakukan aktifitas ringan (Norma dan Dwi,

2013).

c. Istirahat

Ibu dengan pre – eklamsia biasanya akan mengalami gangguan

dalam istirahat atau tidurnya disebabkan karena mual muntah disertai

nyeri ulu hati serta pusing atau nyeri kepala. Banyak istirahat minimal 4

jam pada siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari (Aspiani, 2017).

d. Pola Eliminasi

Tonus - tonus otot saluran cerna melemah akibatnya motilitas dan

reabsorbsi makanan menjadi kurang baik dan akan menimbulkan

obstipasi. Dalam syarat pemberian MgSO4, produksi urin minimal 0,5

cc/kgBB/jam (Pudiastuti, 2012).

e. Pola Hygiene

Kebersihan pada ibu hamil tidak berbeda dengan wanita yang tidak

hamil. Namun saat kehamilan ibu hamil sangat rentan mengalami infeksi

dan penularan jamur. Dianjurkan mengganti pakaian dalam karena

selama kehamilan biasanya terjadi keputihan pada vagina (Jannah, 2012).

f. Pola Seksualitas
Aktifitas seksual tidak dilarang sampai akhir kehamilan. Umunya

pada ibu TM I mengalami penuruan libido. Pada TM II libido kembali

normal tapi harus hati – hati karena dapat menyebabkan keguguran. Pada

TM III akan menurun kembali karena kekhawatiran daei ibu untuk

mempersiapkan persalinan (Norma dan Dwi, 2013).

6. Riwayat Psikososial, Sosial dan Spiritual

a. Keadaan Psikologi

Ibu dengan pre – eklampsia berada dalam kondisi yang labil, ibu

merasa khawatir akan diri dan bayinya (Norma dan Dwi, 2013).

b. Keadaan Sosial

Hubungan dengan suami, hubungan dengan anggota keluarga,

hubungan dengan tenaga kesehatan, rencana melahirkan, dukungan dari

suami, pengambilan keputusan dalam keluarga (Norma dan Dwi, 2013).

c. Spiritual

Pola peribadatan (sholat, berdoa, keagamaan yang lain) (Norma

dan Dwi, 2013).

7. Latar Belakang Sosial dan Budaya

Kebiasaan yang dilingkungan klien dan keluarga baik bersifat

menunjang maupun yang menghambat berhubungan dengan masa

kehamilan : pantang makanan, minuman, jamu, kebiasaan pijat orang orang,

tujuh bulanan (budaya setempat yang menunjang atau menghambat) (Norma

dan Dwi, 2013).


B. Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum

1). Tekanan darah : diukur untuk mengetahui kemungkinan

adanya pre – eklampsia bila tekanan

darah > 140 / 90 mmHg, yaitu kenaikan

sistolik 30 mmHg atau lebih dan

kenaikan diastolik 15 mmHg

(Maryunani, 2016).

2). Nadi : untuk mengetahui fungsi jatung dan

apakah terjadi syok yakni nadi

bertambah cepat atau sebaliknya.

Normalnya 80 – 100x/menit (Norma

dan Dwi, 2013).

3). Pernafasan : pada ibu pre – eklampsia akan

mengalami pernafasan cepat. Untuk

mengetahui sistem pernafasan,

normalnya 16 – 24 x/menit (syarat

pemberian MgSO4 frekuensi

pernafasan minimal 16 x/menit)

(Aspiani, 2017).

4).Berat Badan (BB) : untuk mengetahui BB ibu sebelum

sebelum hamil hamil (Norma dan Dwi, 2013).


5). BB sekarang : untuk mengetahui BB ibu sekarang.

Klien dengan pre – eklamsia biasanya

mengalami peningkat berat badan

karena adanya edema, Pada ibu dengan

pre – eklampsia BB mengalami

kenailan > 1 kg/minggu (Aspiani,

2017).

6). Kenaikan BB : untuk mengetahui kenaikan BB ibu

normal atau tidak. Pada ibu dengan pre

– eklampsia BB mengalami kenailan >

1 kg/minggu (Norma dan Dwi, 2013).

7). Tinggi Badan (TB) : untuk mengetahui kemungkinan

terjadinya CPD bila < 145 cm (Norma

dan Dwi, 2013).

8). Lila : untuk mengetahui status gizi ibu,

normalnya 23,5 cm (Norma dan Dwi,

2013).

9). Cara Berjalan : untuk mengetahui adanya kemungkinan

CPD atau tidak. Bila ibu berjalan

pincang kemungkinan CPD (Norma dan

Dwi, 2013).

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala
1). Inspeksi : kulit bersih atau tidak, rambut rontok

atau tidak, warna rambut

2). Palpasi : tidak tampak benjolan abnormal (Norma

dan Dwi, 2013).

b. Muka

1). Inspeksi : ibu hamil dengan pre – eklampsia

wajah tampak oedema (Pudiastuti,

2012).

c. Mata

1). Inspeksi : konjungtiva sedikit anemis, sklera

putih, palpebra tampak oedema (Norma

dan Dwi, 2013).

2). Palpasi : oedema pada palpebra (Norma dan

Dwi, 2013).

d. Hidung

1). Inspeksi : bersih atau tidak, ada atau tidaknya polip,

ada atau tidaknya pernafasan cuping

hidung (Norma dan Dwi, 2013).

e. Mulut / Gigi

1). Inspeksi : mukosa bibir lembab / kering, warna bibir

pucat / tidak, stomatitis, caries gigi,


tonsil, mukosa, lidah kotor / bersih,

adakah gigi palsu, epulis (Norma dan

Dwi, 2013).

f. Telinga

1). Inspeksi : kesimetrisan, serumen, purulen ada /

tidak, kelainan ada / tidak (Norma dan

Dwi, 2013).

g. Leher

1). Inspeksi : terlihat pembesaran kelenjar tyroid atau

ridak, terlihat pelebaran pembuluh vena

jugularis atau tidak (Norma dan Dwi,

2013).

2). Palpasi : teraba ada atau tidaknya pelebaran

pembuluh vena jugularis, teraba ada

atau tidaknya pembesaran kelenjar

tyroid (Norma dan Dwi, 2013).

h. Dada

1). Inspeksi : simetris, ada atau tidaknya tarikan

intercoste (Norma dan Dwi, 2013).

2). Auskultasi : ada atau tidaknya wheezing maupun

ronchie (Norma dan Dwi, 2013).


i. Payudara

1). Inspeksi : bersih atau tidak, normalnya puting

menonjol, hiperpigmentasi aerola

mammae (Norma dan Dwi, 2013).

2). Palpasi : sudah atau belum colostrum keluar

(Norma dan Dwi, 2013).

j. Abdomen

1). Inspeksi : tampak atau tidak bekas luka operasi.

Pada ibu multigravida jika ibu pernah

melakukan operasi sectio caesarea,

maka akan terlihat jaringan perut secara

vertikal atau horizontal pada abdomen

ibu. Biasanya terdapat linea alba atau

nigra akibat perubahan sistem

integumendari peregangan kulit di

daerah perut (Jannah, 2012).

2). Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan pada

epigastrium (Maryunani, 2016)

1). Leopold I s/d IV


1). L1 : untuk mengetahui tinggi fundus uteri

dihitung jari dan bagian apa yang di

fundus

Tabel 2.6 Tinggi Fundus Uteri


USIA Tinggi Fundus Uteri (TFU)
KEHAMIL
AN
(Minggu)
20 3 jari diawah simfisis

24 Setinggi pusat

28 3 jari di atas pusat

32 Pertengahan pusat – prosesus xiphoideus (PX)


36 3 Jri dibawah prosesus xiphoideus
40 Pertengahan pusat - prosesus xiphoideus

(Jannah, 2012).

2). .L11 : untuk mengetahui bagian apa

yang berada di samping kiri dan

kanan (Jannah, 2012).

3). L III : untuk mengetahui bagian terendah

janin dan sudah masuk PAP atau

belum (Jannah, 2012).

4). L IV : seberapa jauh bagian terendah

masuk PAP (convergent /

divergent, metode perlimaan)

(Jannah, 2012).

5). Mc. Donald : TFU diukur dengan pita ukuran


sentimeter, yaitu jarak antara

fundus uteri dengan tepi atas

simpisis os pubis (Maryunani,

2016).

6).Menentukan : Jika belum masuk panggul (TFU

Tafsiran Berat Janin (dalam cm) – 12) x 155 gram. Jika

(TBJ) sudah masuk panggul (TFU

(dalam cm) – 11) x 155 gram

(Jannah, 2012).

4). Auskultasi : Denyut jantung janin (DJJ) dihitung satu

menit penuh, frekuensi, keteraturan.

Dilakukan dengan funandoscope atau

doppler terletak di bagian punctum

maksimum. Diketahui denyut jantung

janin bayi lemah pada ibu pre –

eklampsia (Aspiani, 2017).

k. Genetalia

1), Inspeksi : pada TM III ibu akan sering mengalami

keputihan akibat lembab pada derah

vagina karena produksi keringat yang

berlebihan. Pada ibu dengan pre –

eklampsia ada atau tidak varises pada


vulva dan vagina.

2). Palpasi : vulva dan perineum oedema atau tidak

(Aspiani, 2017).

j. Anus

1). Inspeksi : ada atau tidaknya hemoroid (Norma dan

Dwi, 2013).

l. Ekstremitas atas dan bawah

1). Inspeksi : ibu pre – eklampsia terdapat gangguan

gerak, terlihat oedema pada ekstermitas

bawah dan atas, terdapat varises pada

kaki yang terjadi karena peningkatan

aliran darah dan volume darah selama

kehamilan akan menekan daerah

panggul dan vena di kaki, yang

mengakibatkan vena menonjol

(Maryunani, 2016).

2).Palpasi : adanya oedema pada ekstremitas bawah

atau atas (Maryunani, 2016).

3).Perkusi reflek patella ada atau tidak gangguan

gerak, pada syarat pemberian MgSO4

reflek Patella positif (Maryunanim


2016).

n. Pemeriksaan Panggul Luar

1) Distansia spinarum (± 24 cm – 26 cm)

2) Distansia kristarum (± 28 cm – 30 cm)

3) Konjugata eskterna (Boudeloque) ± 18 cm

4) Distansia tuberum (± 10,5 cm)

3) Lingkar panggul (80 – 90 cm) (Prawirohardjo, 2014) dan (Maryunani,

2016).

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap : penurunan hemoglobin, hematokrit

meningkat, trombosit menurun (Aspiani, 2017).

2) Urinalisis, ditemukan protein dalam urin dengan pre – eklampsia ringan

(1+, 2+) dan pre – eklampsia berat (3+, 4+).

3) Pemeriksaan fungsi hati : Billirubin meningkat, Laktat

Dehidrogenase (LDH) meningkat. Aspartate aminomtransferase (AST),

Serum Glutamat Pirufat Transminase (SGPT) meningkat, Serum

Glutamat Oxaloacotic Transaminase (SGOT) meningkat, Total protein

serum menurun (Aspiani, 2017).

4) Test Kimia Darah

Asam urat meningkat (Aspiani, 2017).


b. Radiologi

1) Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus, pernafasan

intrauterus lambat, aktifitas janin lambat dan volume cairan ketuban

sedikit (Aspiani, 2017).

2) Kardiotografi

Diketahui denyut jantung janin lemah (Aspiani, 2017).

II. Langkah II : Interpretasi Data Dasar

Data dasar yang telah dikumpulkan diintrepretasikan sehingga dapat

merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.

1. Diagnosa : Ny.....G....PAPIAH UK...Minggu, Janin Hidup Tunggal /

Ganda, Letak Kepala / bokong / lintang, intrauterine / ekstrauterine, jalan

lahir normal atau tidak, Keadaan Ibu dan Janin Baik dengan Pre –

Eklampsia (Norma dan Dwi, 2013).

2. Data Subyektif

Data yang didapatkan dari hasil wawancara (anamnesa) langsung

kepada klien dan keluarga dan tim kesehatan lainya. Data subyektif ini

mencakup semua. Semua keluhan ini dari klien terhadap masalah

kesehatan yang lain. Pada ibu hamil dengan pre – eklamsia dapat diperoleh

data subyektif yang menunjang diagnosa antara lain : Ibu datang

memeriksakan kehamilanya berapa bulan. Sebelumnya ibu pernah atau

tidak mengalami kegagalan pada kehamilan. Ibu mengeluh kaki bengkak,


sakit kepala. Pada ibu dengan kehamilan kedua atau lebih memiliki

riwayat hipertensi. Adakah riwayat pre – eklamsia pada kehamilan

sebelumnya ataupun pada keluarganya (Norma dan Dwi, 2013).

3. Data Obyektif

Data yang diperoleh dari pemeriksaan secara langsung pada pasien.

Pada ibu hamil dengan pre – eklamsia dapat diperoleh data yang

menunjang antara lain : keadaan umum ibu lemah, kesadaran

composmentis, pemeriksaan TTV pada tekanan darah mengalami kenaikan

sistole 30 mmHg dan diastole 15 mmHg. Pada pemeriksaan fisik mata

terlihat oedema palpebra, abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium,

ekstremitas bawah dan atas oedema dan terdapat varises. Pada data

penunjang ditemukan protein dalam urin dengan pre – eklampsia ringan

(1+, 2+) dan pre – eklampsia berat (3+, 4+) (Maryunani, 2016).

III. Langkah III : Identifikasi Diagnosa Masalah Potensial

Mengidentifikasi diagnosa atau masalah yang mungkin akan muncul

berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang di identifikasi. Diagnosa

potensial yang terjadi pada ibu hamil dengan pre – eklamsia apabila tidak

segera mendapatkan penanganan yang tepat berlangsung akan menjadi pre –

eklamsia berat sampai eklampsia dan kejang. Pada janin akan terjadi

prematuritas, gawat janin, IUGR dan IUFD (Maryunani, 2016).


IV. Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan Segera

Tindakan segera oleh tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya

masalah potensial. Pada kasus pre – eklampsia¸ tenaga keseharan

menetapkan tindakan segera dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

berdasarkan kondisi klien (Norma dan Dwi, 2013).

V. Langkah V : Intervensi

Diagnosa : Ny.....G....PAPIAH UK...Minggu, Janin Hidup Tunggal /

Ganda, Letak Kepala / bokong / lintang, intrauterine / ekstrauterine, jalan

lahir normal atau tidak, Keadaan Ibu dan Janin Baik dengan Pre –

Eklampsia (Norma dan Dwi, 2013).

Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1 jam, diharapkan klien

mengerti tentang keadaanya.

Kriteria Hasil :

a. Klien mengerti tentang keadaannya

b. Memahami informasi atau konseling yang telah

diberikan oleh tenaga kesehatan

Intervensi Diagnosa :

1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu

Rasional : Dengan mengetahui keadaan kehamilannya, ibu dapat menjaga

dan mau melakukan nasehat dari tenaga kesehatan.

2. Anjurkan ibu untuk istirahat


Rasional : menurunkan laju metabolisme dan memungkinkan nutrisi serta

oksigen digunakan untuk proses pemulihan dari pada untuk kebutuhan

energi. Istirahat yang cukup dengan berbaring ke arah punggung janin,

aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan (Maryunani, 2016).

3. Anjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

Rasional : ibu harus mengonsumsi makanan rendah garam, tinggi

protein, cukup vitamin dan rendah lemak untuk menunjang kesehatan ibu

(Maryunani, 2016).

4. Pantau tekanan darah dan protein urin ibu

Rasional : Ibu harus dipantau terus keadaannya agar mencegah

komplikasi lebih dini

5. Kolaborasi dengan dr. SpoG untuk melakukan penanganan konservatif dan

aktif pada ibu dengan pre – eklampsia. konservatif berarti kehamilan tetap

di pertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal (untuk

kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda – tanda impending eklampsia

dengan keadaan janin baik). Sedangkan aktif apabila salah satu kriteria

adalah kegagalan penanganan konservatif sehingga kehamilan segera di

akhiri atau di terminasi ditambah pengobatan medicinal.

Rasional : dengan perawatan konservatif dan aktif pada ibu degan

pre – eklampsia dapat menekan terjadinya diagnosa potensial (Maryunani,

2016).

6. Anjurkan ibu untuk memeriksakan kehamilannya 1 minggu lagi.

Rasional : pemeriksaan kondisi ibu dan janin dapat terpantau (Norma

dan Dwi, 2013).


VI. Langkah VI : Implementasi

Pada langkah ke enam ini terencana asuhan menyeluruh seperti

yang diuraikan pada langkah kelima (intervensi) dilaksanakan secara efisien

dan aman. Perencanaan ini bisa dilaukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian

lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainya. Walau bidan tidak

melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan

pelaksanaanya (Norma dan Dwi, 2013). Asuhan ibu dengan pre –

eklampsiamemerlukan perhatian yang benar karena memungkinkan besar

kejang dan kadang – kadang dalam keadaan koma (Maryunani, 2016).

VII. Langkah VII : Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar –

benar tetap terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah di identifikasi

di dalam diagnosa dan masalah.

1. subyektif : pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui

anamnesa.

2. Objektif : pendokumentaasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil

laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk

mendukung anamnesa.

3. Assesment : Pendokumentasioa hasil analisa dan interpretasi data subyektif

dan obyektif dalam suatau identifikasi diagnosa atau masalah, antisipasi


diagnosa atau masalah, perlunya tindakan segera oleh tenaga kesehatan dan

konsultasi kolaborasi.

4. Planning : pendokumentasiian dan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

berdasarkan assesment (Norma dan Dwi, 2013).

Evaluasi tindakan hanyak dilakukan di Ruang Poli Kandungan RSUD

Blambangan Banyuwangi. Tetapi evaluasi kasus dengan pre – eklampsia

dilakukan selama 2 minggu dengan melihat usia kehamilan, TTV, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan menunjang lainya.

Anda mungkin juga menyukai