Anda di halaman 1dari 7

Analisis Kasus Great Depression

 Kasus Great Depression


Great Depression, atau kondisi jatuhnya perekonomian yang terburuk dalam sejarah
amerika serikat. Hal ini terjadi karena stock market atau pasar saham mengalami keruntuhan
saat itu, sehingga membuat banyak orang menjual sahamnya. Namun, karena kondisi pasar
saham yang saaat itu sedang mengalami resessi, bahkan menjadi depresi karena keadaan
yang tidak kunjung membaik, para pelaku saham yang menjual sahamnya menjadi sia-sia
karena hanya sedikit yang mau membeli, sehingga saat itu harga saham sangat jatuh dan
membuat pasar menjadi hancur. Peristiwa itu terjadi pada 29 oktober 1929 dan di kenal
dengan peristiwa selasa kelam ( black Tuesday ). Depresi besar yang dialami amerika ini
berdampak kepada seluruh perekonomian amerika, seperti banyak bank-bank yang pailit
sehingga banyak orang di amerika kehilangan uangnya. Di tahun 1933 lebih dari US$140 M
tabungan hilang, GNP turun hingga 40% dan pengangguran meningkat, mencapat 25%.
Banyaknya pengangguran membuat mereka tidak mampu untuk membeli makan, karena
banyak yang tidak bisa membeli makan saat itu, menyebabkan harga makanan jatuh dan
membuat banyak petani mennjadi menderita karena tidak mendapatkan penghasilan dan tidak
mampu membayar pinjaman. Pada saat itu, amerika merupakan sumber utama untuk modal
di amerika latin, sehingga depresi besar ekonomi yang terjadi di amerika saat itu
menyebabkan hal yang sama terjadi pula di amerika latin.
Ekonomi amerika latin saat itu mengikuti model pembangunan ekspor yang sangat
bergantung pada perdagangan. Hampir semua pendapatan yang diperoleh amerika latin
didapat dari ekspor produk primer dan sekitar 70% dari perdagangan luar negeri yang
dilakukan oleh 4 negara yaitu, USA, UK, France, dan Germany. Sebelumnya, amerika latin
telah medapat ramalan ekonomi bahwa akan terjadi depresi besar yang akan menimpa, hal itu
didasari dengan jumlah produksi yang melebihi permintaan sehingga membuat harga dan
pendapatan menjadi turun. Banyak permintaan dari produk primer yang di ekspor dari
amerika latin berkurang karena ledakan depresi di pasar saham amerika ( wall street ) yang
di selingi oleh kelebihan permitaan kredit, kenaikan suku bunga dunia, dan peningkatan
biaya tabungan. Antara tahun 1928 dan 1932 nilai satuan ekspor turun lebih dari 50% di
sebagian besar negara di amerika latin.
Respon awal amerika latin tentang runtuhnya pasar saham pada 1929 adalah reaksi
ortodoks di bawah standar sistem emas. Permintaan barang di amerika latin yang berkurang
menyebabkan emas mengalir keluar dengan cepat, deflasi internal menambah dampak
runtuhnya ekspor yang menyebabkan terjadi pertambahan pengangguran. Berasal dari
periode aturan standar emas yang ketat, telah memberi efek kuat pada krisis utang luar negeri
amerika latin. Ketika amerika latin mulai mencoba meninggalkan aturan standar sistem emas
tersebut malah menyebabkan serangkaian kredit macet di seluruh wilayah di amerika latin.
Depresi nilai tukar membuat beban utang pada anggaran tidak tertahankan. Pada tahun 1934,
hanya argentina, honduras, haiti, venezuela, dan republik dominika yang berhasil mengatasi
keadaan ini.
Kembali fokus ke amerika serikat, runtuhnya lantai bursa yang menyabakan banyak
bank gulung tikar ini telah memberi efek domino pada kebangkrutan banyak perusahaan.
Pemerintah amerika saat itu kemudian mengeluarkan kebijakan proteksionis, the smooth-
hawley tariff act pada bulan juli 1930, yakni dengan menaikan tarif hingga 50% dengan
tujuan kebijakan ini mampu untuk meningkatkan permintaan terhadap produk domesti dan
mningkatkan pendapatan dan tarif. Namun, apa yang di harapkan saat itu di luar ekspektasi.
Kebijakan tersebut justru memperparah keadaan, membuat jumlah impor turun derastis
sehingga menciptakan pengangguran di negara-negara eksportir. Respon yang sama juga di
berikan oleh negara-negara lain yang saat itu menerapkan kebijakan proteksionis, sehingga
membuat ekspor amerika terganggu. Perdagangan internasional pun turun menjadi 33% pada
tahun 1933 dan melambungkan jumlah pengangguran menjadi lebih tinggi saat itu.
Masuk kembali ke dalam pasar saham amerika serikat, pada saat terjadi kehancuran
tersebut kota new york sedang bertumbuh menjadi ibukota finansial yang utama dan
metroplis. New york stock exchange ( NYSE ) yang saat itu menjadi bursa afek terbesar di
dunia, dengan keuntungan besar dan pasar yang bergairah ( bullish ) saat itu berakhir
seketika pada hari itu ( kamis 24 oktober 1929 ) atau yang di kenal dengan kamis kelam,
harga-harga saham pada saat itu di NYSE menjadi nilai terendah yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Setelah keruntuhan tersebut, Dow jones industrial average ( DJIA ) pulih lebih
awal pada tahun 1930 dan lalu kembali jatuh pada 1932. Hingga pada tahun 1954, pasar
bursa tidak pernah kembali seperti pada saat sebelum tahun 1929.
 Pandangan Teori Klasik, Keyness, dan Monetaris terhadap Great Depression
1. Menurut Pandangan Ekonomi Klasik
Penyebab Great Depression menurut klasik yaitu perekonomian pada umumnya
berada dalam tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Analisis mengenai pandangan ahli
tentang Great Depession adalah meminimalisasi peran pemerintah dalam aktivitas
ekonomi karena gagalnya pemerintah dalam menjelaskan fenomena-fenomena depresi
yang terjadi. Great Depression atau depresi besar merupakan suatu peristiwa yang
ditandai dengan semakin menurunnya tingkat perekonomian secara drastis atau bahkan
menghentikan roda perekonomian tiap negara yang ada. Seperti yang diketahui bersama,
depresi besar yang terjadi saat itu awalnya terjadi di Amerika Serikat yang kemudian
meluas hingga ke kawasan Eropa dan seluruh dunia secara lebih lanjut. Rothbar(1963)
menjelaskan bahwa terjadinya depresi besar disebabkan oleh kebijakan diskonto yang
diambil oleh The Fed. Terjadinya depresi besar yang dialami oleh Amerika Serikat
sehingga menyebar luas keseluruh dunia menyebabkan gagalnya teori –teori klasik dalam
mempertahankan argumentasinya seperti yang dijelaskan oleh Rohlf(1999) bahwa teori
klasik cenderung menekankan pada aktivitas ekonomi.

2. Menurut Pandangan Ekonomi Keynesian


Penyebab Great Depression menurut Keynesian yaitu kolaps pertumbuhan
ditahun 1930-an terjadi akibat hilangnya peluang investasi dan turunnya permintaan
investasi. Kebijakan fiscal yang lemah, yang direfleksikan dalam perilaku buruk dari
surplus full employment dari tahun 1931 hingga 1933, saling menyalahkan, yang secara
khusus membuat depresi semakin buruk. Pengalaman depresi tersebut menunjukkan
bahwa perekonomian swasta secara inheren tidak stabil bahwa resesi dapat terjadi secara
spontan sebagai akibat dari ramalan seenaknya. Pengalaman tahun 1930-an, secara
implicit atau eksplisit, merupakan landasan untuk meyakini bahwa kebijakan stabilisasi
yang aktif diperlukan untuk menjaga kinerja perekonomian. Teori Keynes ini
mengeluarkan banyak intervensi kebijakan ekonomi pada era terjadinya Great Depression.
Pada teori Keynes, konsumsi yang dilakukan oleh satu orang perekonomian akan menjadi
pendapatan untuk orang lain pada perekonomian yang sama. Sehingga apabila seseorang
membelanjakan uangnya, ia membantu meningkatkan pendapatan orang lain. Siklus ini
terus berlanjut dan membuat perekonomian dapat berjalan secara normal. Ketika Great
Depression melanda, masyarakat secara alami bereaksi dengan menahan belanja dan
cenderung menimbun uangnya. Hal ini berdasarkan Teori Keynes akan mengakibatkan
berhentinya siklus perputaran uang dan selanjutnya membuat perekonomian runtuh.

3. Menurut Pandangan Ekonomi Monetaris


Penyebab Great Depession menurut Monetaris yaitu Milton Friedman dan Mitra
kerjanya selama tahun 1950-an mereka mengutamakan peran kebijakan moneter dalam
menentukan perilaku output maupun harga. Pandangan bahwa kebijakan Moneter ditahun
1930-an mengalami ketidakberdayaan disanggah pada tahun 1963 oleh Friedman dan
Schwartz dalam buku mereka Monetary History. Mereka beragumen bahwa Depresi itu,
jauh dari pernyataan bahwa uang tidaklah penting, “merupakan kesaksian tragis terhadap
pentingnya faktor-faktor moneter.” Mereka berpendapat bahwa keahlian dan gaya, bahwa
kegagalan the fed mencegah ambruknya bank dan penurunan persediaan uang dari tahun
1930 hingga 1933 merupakan tanggung jawab yang luas, seserius kejadian resensinya.
Pandangan moneter ini, pada gilirannya, hampir diterima sebagai penjelasan ortodoks
mengenai depresi.

 Pandangan Menurut Cycle Bussiness Theory


Dalam dunia nyata perekonomian umumnya mengalami kondisi yang naik turun,
setidak-tidaknya dilihat dari perkembangan tingkat output dan harga. Naik turunnya aktivitas
ekonomi tersebut relatif terjadi dan terjadi berulang-ulang dengan rentang waktu yang
bervariasi. Dalam ilmu ekonomi, gerak naik turun tersebut dikenal sebagai siklus bisnis (The
Business cycle).
Siklus dapat terjadi dalam jangka pendek, jangka menengah, atau jangka panjang,
tergantung sistem ekonomi yang dianut dan penyebab siklus dalam suatu negara. Terdapat
sejarah terjadinya resesi tahun 1936 telah menyadarkan ekonom klasik tentang adanya siklus
bisnis dalam perekonomian. Keseimbangan pasar yang diatur oleh mekanisme pasar
terkadang tidak selamanya terjadi karena adanya potensi over supply (kelebihan penawaran)
dalam perekonomian. Kenyataannya, full employment (penggunaan tenaga kerja penuh)
tidak akan pernah dapat dicapai, perekonomian akan selalu dihadapkan pada masalah inflasi
dan pengangguran. Pada satu sisi perekonomian berusaha untuk memaksimalkan output
(maksimisasi penggunaan resourses), sedang pada sisi yang lain akan ada ancaman stabilitas
harga. Adanya keterbatasan resources (faktor-faktor produksi, termasuk didalamnya tenaga
kerja) menyebabkan pada satu titik kenaikan harga akan melampaui kenaikan barang yang
diproduksi, akibatnya akan ada penurunan pendapatan riil masyarakat sehingga akan terjadi
penurunan permintaan (kelebihan supply). Kelebihan supply ini akan menyebabkan
berlakunya pengangguran faktor-faktor produksi (termasuk tenaga kerja) dalam
perekonomian.
Siklus bisnis dapat digambarkan sebagai gelombang naik-turun aktivitas ekonomi.
Siklus ini terdiri atas empat elemen, yaitu:
a. Gerakan menaik (Recovery)
b. Titik puncak (Peak)
c. Gerakan Menurun (Recession)
d. Titik terendah (Trough)
Pada saat fase gerakan menaik, biasanya pertumbuhan ekonomi meningkat dan
menyebabkan daya beli masyarakat meningkat. Pada fase ini inflasi bergerak naik sampai
pada titik puncak dan inflasi mencapai titik optimum pada satu siklus tersebut kemudian akan
kembali menurun seiring penurunan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
Gerakan menurun berimplikasi pada meningkatnya angka pengangguran dan deflasi atau
penurunan harga-harga barang dan jasa. Kadang kala karena berbagai faktor, terjadi
pertumbuhan ekonomi yang begitu baik, sehingga titik kulminasinya jauh di atas biasanya
atau disebut kondisi boom. Namun sebaliknya dapat juga terjadi penurunan pertumbuhan
ekonomi jauh dibawah titik nadir yang biasanya. Hal ini disebut depresi (depression).
Sebagai contoh, depresi besar (great depression) yang dialami negara-negara kapitalis selama
1929-1933, di mana output ekonomi berkurang drastis sementara tingkat pengangguran
tercatat sangat tinggi. Demikian juga dengan krisis ekonomi yang pernah dialami Indonesia
yaitu krisis moneter tahun 1997/1998 di mana pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi
(pertumbuhan ekonomi negatif) sebesar 15 % pertahun di tahun 1998.
Pengaruh siklus bisnis terhadap inflasi dan pengangguran pada siklus yang tergolong
ringan bisa dikatakan tidak membahayakan perekonomian. Hanya saja pada siklus menurun
dengan rentang waktu cukup lama dan menyebabkan meningkatnya pengangguran atau
siklus menaik yang menyebabkan inflasi tercatat cukup tinggi (misalnya di atas 10 persen
dan terus bergerak naik) maka kebijakan ekonomi sangat berperan penting di sini. Beberapa
penelitian menemukan bahwa kebijakan moneter dan kebijakan fiskal sangat berperan
penting dalam stabilitas siklus bisnis terutama dalam pengendalian inflasi dan pengangguran.
Stimulus kebijakan fiskal dengan menambah anggaran pada saat siklus menurun (resesi)
beberapa kalangan menilai lebih efektif untuk menggerakkan perekonomian sektor riil
sehingga pada akhirnya pengangguran akan mengalami penurunan. Untuk mengendalikan
permintaan masyarakat, kebijakan moneter di nilai juga efektif dalam mempengaruhi
fluktuasi inflasi yang berlebihan. Efektivitas kebijakan ini tergantung jangka waktu (jangka
panjang atau jangka pendek) dan tergantung bagaimana sensitivitas respons perekonomian
terhadap dua kebijakan tersebut.

 Kesimpulan
Depresi besar, adalah sebuah peristiwa di mana menurunnya tingkat perekonomian
secara derastis di seluruh dunia yang terjadi mulai tahun 1929. Kejadian itu dikenal dengan
sebutan black Tuesday atau selasa kelam yaitu jatuhnya pasar saham di amerika serikat saat
itu. Keadaan yang dialami amerika saat itu berdampak negatif ke negara-negara lain. Volume
perdagangan internasional berkurang drastis, begitu juga dengan pendapatan perorangan,
pendapatan pajak, harga, dan keuntungan.
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa depresi yang dialami oleh Amerika Serikat
pertama kali dan menyebar ke seluruh dunia memberikan implikasi yang cukup signifikan.
Implikasi tersebut tidak lain adalah gagalnya teori-teori klasik yang telah memiliki eksistensi
dalam hal ekonomi internasional yang berupaya untuk meminimalkan peran pemerintah
dalam kegiatan ekonomi nasional suatu negara. Teori klasik beranggapan bahwa pasar akan
mencapai titik kestabilan tanpa harus ada intervensi dari pemerintah. Hingga kemudian
terjadi peristiwa depresi besar yang menyudutkan eksistensi teori klasik tersebut. Semakin
tersudutnya teori klasik kemudian memunculkan tokoh-tokoh baru seperti John Maynard
Keynes dan Henry Ford.
Keynes kemudian memberikan gagasan mengenai pemberlakuan kebijakan fiskal
oleh pemerintah untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak negara dan mengatur anggaran
belanja sehingga angka pengangguran akan menurun. Menurunnya angka pengangguran
suatu negara tentunya akan berdampak positif terhadap perekonomian global. Gagasan
Keynes tersebut kemudian dikenal dengan keynesianisme. Henry Ford dengan fordisme yang
digagasnya kemudian menciptakan sebuah sistem kerja yang efisien dalam menghasilkan
sebuah produk. Sistem kerja tersebut berkaitan dengan adanya pembagian kerja yang
kemudian terbagi dalam unit-unit produksi yang kecil dan cukup spesifik sehingga tiap
pekerja mampu menghasilkan produknya secara cepat dan maksimal. Hal tersebut tentunya
akan mempengaruhi produksi massal dari sebuah perusahaan. Ford juga memberikan upah
yang tinggi bagi pekerjanya agar mereka mampu membeli produk-produknya sendiri
sehingga mampu menjadi pasar baru bagi perusahaan Ford saat itu. Dapat terlihat bahwa
depresi besar yang terjadi kemudian menjadi titik balik bagi eksistensi teori klasik dan
memunculkan pandangan-pandangan baru yang membuka peluang bagi pemerintah untuk
dapat melakukan intervensi terhadap perekonomian nasional.

Anda mungkin juga menyukai