Anda di halaman 1dari 17

MODEL KONSEP PENGEMBANGAN KURIKULUM

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Model–model pengembangan kurikulum memegang peranan penting


dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Sungguh sangat naif bagi para pelaku
pendidikan di lapangan terutama guru, kepala sekolah, pengawas bahkan anggota
komite sekolah jika tidak memahami dengan baik keberadaan, kegunaan dan
urgensi setiap model–model pengembangan kurikulum.
Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah
menyiapkan peserta didik untuk kehidupan di kemudian hari. Pemahaman tentang
kurikulum sendiri merupakan salah satu unsur kompetensi paedagogik yang harus
dimiliki seorang guru. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan guru
dalam pengelolaan pembelajaran pada peserta didik yang salah satunya
kemampuan pengembangan kurikulum.
Dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju
cepat, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga
berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber
daya manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka
dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar agar
pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah
1. Apa pengertian model konsep kurikulum dan model pengembangan
kurikulum?
2. Bagaimana model konsep kurikulum?
3. Bagaimana model pengembangan kurikulum?
II. PEMBAHASAN

A. Model Konsep Kurikulum dan Model Pengembangan Kurikulum

Model adalah konstruksi yang bersifat teoritis dari konsep.1 Kurikulum


merupakan seperangkat susunan rencana kegiatan pendidikan mengenai tujuan,
pokok, isi, bahan, metode, dan strategi pembelajaran sebagai acuan
penyelenggaraan kegiatan proses pembelajaran.2 Jadi, model konsep kurikulum
merupakan dasar untuk pengembangan kurikulum. atau dengan kata lain,
pendekatan pengembangan kurikulum didasarkan atas konsep-konsep kurikulum
yang ada.
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang
mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, kegamaaan,
politik, budaya, dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik,
kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut
akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan
kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur
dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (implementation), dan
mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model
pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem
perencanaan pembelajaran yang memenuhi berbagai kebutuhan dan standar
keberhasilan dalam pendidikan.
Dalam praktik pengembangan kurikulum sering terjadi cenderung hanya
menekankan pada pemenuhan mata pelajaran. Artinya, isi atau materi yang harus
dipelajari peserta didik hanya berpusat pada disiplin ilmu yang terstruktur,
sistematis, dan logis, sehingga mengabaikan pengetahuan dan kemampuan aktual
yang dibutuhkan sejalan perkembangan masyarakat.
Agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembangan
kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan

1
Dakir, Perencanan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.95
2
Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2013), cet. ke-1, h.149
kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum dalam
tulisan ini yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyusunan suatu
kurikulum. Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan
sejumlah alternatif model pengembangan, para pengembang kurikulum
diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal.
Sehingga harapan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan
berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan.3

B. Model Konsep Kurikulum

1. Kurikulum Subjek Akademis

Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme


dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu, semua ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan
memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini
lebih mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu
sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang
menguasai seluruh atau sebagian besar isi pendidikan yang diberikan atau
disiapkan oleh guru.
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang
disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur memperhatiakan proses
belajar yang dilakukan siswa.

a. Ciri-ciri kurikulum subjek akademis

Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan


tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis
adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan

3
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta:
Rajawali Press, 2011), Ed. 3, h.78
ide-ide dan proses “penelitian”. Dengan berpengetahuan dalam berbagai disiplin
ilmu, para siswa diharapkan memilik konsep-konsep dan cara-cara yang dapat
terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas. Para siswa harus belajar
menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya. Sekolah
harus memberikan kesempatan kepada para siswa untuk merealisasikan
kemampuan mereka menguasai warisan budaya dan jika mungkin
memperkayanya.
Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademis
adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian
dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun
secara sistematis, dengan ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dalam
materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian
dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan
berpikir dan mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam
matematika, bentuk dan perasaan digunakan dalam seni dan koherensi dalam
sejarah. Mereka mempelajari buku-buku standar untuk memperkaya pengetahuan,
dan untuk memahami budaya masa lalu dan mengeti keadaan masa kini.

b. Penyesuaian mata pelajaran dengan perkembangan anak

Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan


penyusunan bahan secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan
bahan dengan kemampuan berpikir anak. Mereka umumnya kurang
memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi,
yaitu apa yang akan diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama
pentingnya sama dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi.
Para ahli kurikulum subjek akademik juga memandang materi yang akan
diajarkan bersifat universal, mereka mengabaikan karakteristik siswa dan
kebutuhan masyarakat setempat.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan
selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan.

1) untuk mengimbangi penekanannya pada proses berpikir, mereka mulai


mendorong penggunaan intuisi dan tebak-tebakan.
2) adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan
individu dan kebutuhan setempat.
3) pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.

2. Kurikulum Humanistik

a. Konsep dasar

Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik.


Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized
education) yaitu John Dewey (progressive Education) dan J.J. Rousseau
(Romantic Education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa.
Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan
utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan
pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya
kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga
berpegang pada konsep Getsalt, bahwa individu atau anak merupakan satu
kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang
utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial dan efektif (emosi,
sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang
lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang oleh guru.
Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu
upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks, akrab. Berkat situasi
tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa
(mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu.
Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi
kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Ada beberapa aliran yang
termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan Konfluen, Kritikisme
Radikal, dan Mitikisme modern.
Pendidikan konfluen menekankan kebutuhan pribadi, individu harus
merespons secara utuh (baik segi pikiran, perasaan, maupun tindakan), terhadap
kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan.
Kritikisme Radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme
Rousseau. Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak
menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya.
Pendidikan merupakan upaya untuk menciptakan situasi yang memungkinkan
anak berkembang optimal. Pendidik adalah ibarat petani yang berusaha
menciptakan tanah yang gembur, air dan dan udara yang cukup, terhindar dari
berbagai hama, untuk tumbuhnya tanaman yang penuh dengan berbagai potensi.
Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan
rangsangan untuk berkembang.
Mitikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan
pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity
training, yoga, meditasi, dan sebagainya.

b. Kurikulum konfluen

Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para pendidikan konfluen, yang ingin


menyatukan segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif
(kemampuan intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan
yang mengandung segi afektif). Menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan
pendidikan tentang sikap, perasaan, dan nilai yang harus dimiliki murid-murid.
Kurikulum hendaknya mempersiapkan berbagai alternatif yang dapat dipilih
murid-murid dalam proses bersikap, berperasaan dan member pertimbangan nilai.
Murid-murid hendaknya diajak untuk menyatakan pilihan dan
mempertanggungjawabkan sikap-sikap, perasaan-perasaan, dan pertimbangan-
pertimbangan nilai yang telah dipilihnya.

c. Beberapa ciri kurikulum konfluen

Kurikulum konfluen mempunyai beberapa cirri utama yaitu :

1) Partisipasi
2) Integrasi
3) Relevansi,
4) Pribadi anak
5) Tujuan

d. Metode-metode belajar konfluen

Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk


berbagai bidang pengajaran. Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topik-topik
yang akan dipelajari, alat-alat pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga
telah tersusun dalam bentuk rencana-rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang
telah diujicobakan. Kebanyakan bahan tersebut diajarkan dengan teknik afektif.
George Issac Brown telah memberikan sekitar 40 macam teknik pengajaran
konfluen, diantaranya dyads yang merupakan latihan komunikasi afektif antara
dua orang, fantasy body trips merupakan pemahaman tentang badan dan diri
individu, rituals yaitu suatu kegiatan untuk menciptakan kebiasaan, kegiatan atau
ritual baru.

3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Kurikulum rekontruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum


lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema
yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran
pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri,
melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerja sama atau interaksi
bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan
siswa, siswadengan orang-orang dilingkungannya, dan dengan sumber belajar
lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahakan
problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan
masyarakat yang lebih baik.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-
an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama
ini terjadi keseimbangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan
para siswa dengan pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat
mengidentifikasikan dan memecahkan masalah-masalah sosial. Setelah
diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil.

a. Desain kurikulum rekontruksi social

Ada beberapa ciri dari desan kurikulum ini.


1) Asumsi
2) Masalah-masalah sosial yang mendesak
3) Pola-pola organisasi
4) Komponen-komponen kurikulum
5) Tujuan dan isi kurikulum
6) Metode
7) Evaluasi

b. Pelaksanaan pengajaran rekontruksi social

Pengajaran rekontruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang


tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan
pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai
dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi
tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintahan sekolah berusaha
mengembangkan potensi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya sekolah
mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industri
mengembangkan bidang-bidang industri.

4. Kurikulum Teknologi

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang pendidikan


berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan
pendidikan klasik, yaitu menekan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada
pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi.
Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih
sempit/khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau
diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah
dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras
(hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal
sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi
perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).

a. Beberapa ciri kurikulum teknologis

Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki


beberapa ciri khusus, yaitu:

1) Tujuan. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan


dalam bentuk perilaku.
2) Metode. Metode yang merupakan kegiaatn pembelajaran sering dipandang
sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan
dan apabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut
diperkuat.
3) Organisasi bahan ajar
4) Evaluasi
Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
a) Penegasan tujuan
b) Pelaksanaan pengajaran
c) Pengetahuan tentang hasil

b. Pengembangan kurikulum
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada
kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan
hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan
pada penguasaan kompetensi tertentu.4

C. Model-Model Pengembangan Kurikulum

Berbagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar diutarakan


sebagai berikut:

1. Model Administratif
Model administratif diistilahkan juga garis staf atau top down, dari atas
kebawah.5 Artinya pengembangan kurikulum ini ide awal dan pelaksanaanya
dimulai dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan
dengan pengembangan kurikulum. Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dalam
pengembangan kurikulum.6
Dengan wewenang administrasinya membentuk suatu komisi atau tim
pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya terdiri dari pejabat di bawahnya,
para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dan para tokoh dari dunia
kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar,
landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan
kurikulum.

4
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), cet. ke-7, h.81-99
5
Dakir, Op.Cit., h.95
6
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Op.Cit., h.81
Selanjutnya administrator membentuk tim kerja terdiri dari para ahli
pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-
guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih
operasional menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah
digariskan oleh Tim pengarah seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional, memilih sekuen materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi,
serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikiulum bagi guru. Setelah
Tim kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim
Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik,
administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena
datangnya dari atas, maka model ini disebut juga Model top-down. Dalam
pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah
berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.7 Model model pengembangan
kurikulum ini sering mendapat kritikan, karena dipandang tidak demokratis, dan
kurang memperhatikan inisiatif para guru. Di Indonesia model ini digunakan alam
penerapan kurikulum 1968 dan kurikulum 1975.8

2. Model dari Bawah (Grass-Roats)


Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem
pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi sedangkan model
grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat
desentralisasi.9
Langkah-langkahnya:
a. Inisiatif pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar).
b. Tim pengajar dan beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang
tua peserta didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan.

7
Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri, Hendro Ari Setyono dan Tatik Elisa, Strategi Pembelajaran
Berorientasi KTSP, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), h.187
8
E. Mulyasa, Kurikulum yang Disempurnakan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h.100
9
Dakir, Op.Cit., h.96
d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan
lokakarya untuk mencari input yang diperlukan.10

3. Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah (grass roots).
Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang
selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering
mendapat tantangan atau ketidak setujuan dari pihak-pihak tertentu. Menurut
Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini.

a. Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang


diorganisasi dan ditunjuk untuk melaksanakan suatu uji coba atau
eksperimen suatu kurikulum. Unit-unit ini melakukan suatu proyek
melalui kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan suatu
model kurikulum. Hasil dari kegiatan penelitian dan pengembangan ini
diharapkan dapat digunakan pada lingkungan sekolah yang lebih luas.
Pengembangan model ini biasanya diprakarsai oleh pihak Departemen
Pendidikan dan dilaksanakan oleh kelompok guru dalam rangka inovasi
dan perbaikan suatu kurikulum.
b. Dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum
yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba, dan
mengadakan pengembangan secara mandiri. Pada dasarnya guru-guru
tersebut mencobakan yang dianggap belum ada, dan merupakan suatu
inovasi terhadap kurikulum, sehingga berbeda dengan pengembangan
kurikulum yang berlaku, dengan harapan akan ditemukan pengembangan
kurikulum yang lebih baik dari yang ada.
Hal penting dari model demontrasi adalah adanya keterbukaan komunikasi
antara percobaan yang dilakukan guru dengan percobaan-percobaan yang
dilakukan secara lembaga. Di samping itu model demontrasi dapat dikembangkan

10
Dakir, Loc.Cit.
oleh setiap guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas (classroom action
research).11

4. Model Beaucham
Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964). Langkah-langkahnya
sebagai berikut:
a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas,
diperluas disekolah, disebarkan disekolah-sekolah didaerah tertentu baik
berskala regional maupun nasional yang disebut arena.
b. Menunjuk tim pengembangan yang terdiri atas ahli kurikulum, para
ekspert, staf pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumer lain.
c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar
mengajar.
d. Melaksanakan kurikulum di sekolah.
e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.12

5. Model Terbalik Hilda Taba


Model terbalik ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif
yang disebut model terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului
oleh konsep-konsep yang datangnya dari atas secara deduktif. Sebelum
melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut,terlebih dahulu mencari data dari
lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar
hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi,
menemukan Penilaian, memperhatikan antara luas dan dalamnya bahan,
kemudian disusunlah suatu unit kurikulum.
b. Mengadakan try out.
c. Mengadakan revisi atas dasar try out.

11
E. Mulyasa, Op.Cit., h.102
12
Dakir, Op.Cit., h.97
d. Menyusun kerangka kerja teori.
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.13

6. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers


Menurut Roger’s manusia berada dalam proses perubahan (becoming,
developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia
membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat
perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu
memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya
bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah
pendorong dan pemelancar perkembangan anak.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:


a. Diadakannya kelompok untuk dapatnya hubungan interpersonal di tempat
yang tidak sibuk
b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar
pengalaman, dibawah pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi
dalam satu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih
sempurna.
d. Selanjutnya penemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang
lebih luas lagi, yaitu dengan mengikutsertakan para pegawai administrasi
dan orang tua peserta didik. Dalam situasi yang demikian diharapkan
masing-masing person akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga
memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah yang dihadapi.

13
Dakir, Loc.Cit.
7. Model penelitian tindakan

Model ini dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores, berdasarkan asumsi
bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, yaitu proses yang
melibatkan berbagai kepribadian orang tua, peserta didik, guru, struktur sistem
sekolah, dan hubungan individu serta kelompok, baik di sekolah maupun di
masyarakat.
Kurikulum muncul dalam konteks pengharapan dari masyarakat. Setiap orang
berharap bahwa setiap perilaku haruslah sesuai dengan profesinya, apa itu dokter,
pengusaha, ibu, wiraswastawan, maupun seorang guru. Dalam hal terakhir, setiap
orang mempunyai sesuatu ide tentang apa dan bagaimana seharusnya anak didik,
serta peran apa yang harus dijadikan kurikulum. Jadi program pengembangan
kurikulum yang efektif berusaha memperhatikan berbagai perasaan, pengharapan,
dan ide yang dimiliki orang terhadap kurikulum serta selalu dikaitkan dengan
kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

Langkah-langkah yang perlu diambil dalam model ini ialah:


a. Penelaahan berbagai masalah kurikulum, dengan cara: menemukan fakta-
fakta secara luas untuk dijadikan sesuatu masalah, mengidentifikasi
berbagai faktor, kekuatan serta syarat yang harus diambil jika masalah
tersebut perlu dipecahkan.
b. Penerapan berbagai keputusan yang berhubungan dengan masalah
pertama. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mencari data atau fakta. Untuk
itu, perlu menyediakan data untuk penilaian, memberi pandangan baru
untuk suatu perencanaan kurikulum, menemukan data tambahan untuk
perubahan
III. PENUTUP

KESIMPULAN

Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur


dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan
mengevaluasi (evaliation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model
pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem
perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar
keberhasilan dalam pendidikan. Yang dimaksud dengan model pengembangan
kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyususnan suatu
kurikulum.
Model konsep kurikulum dikembangkan oleh para ahli dikaji empat
macam model konsep kurikulum berdasrakan pada urutan kajian paling tradisional
sampai dengan kajian yang dianggap cukup modern yaitu kurikulum subjek
akademis, humanistik, rekonstruksi sosial dan teknologis.
Model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan meliputi model
administrasi, model grass root, model demonstrasi, model Beauchamp, model
hubungan Interpersonal dari Roger, model Tyler, serta model Inverted dari Taba.
Model administrasi rencananya berasal dari pejabat, model grass root serta
demonstrasi memiliki kemiripan dengan rencana yang berasal dari pendidik,
model Beauchamp menelaah erdasarkan langkah-langkah tertentu, model
hubungan Interpersonal dari Roger menitikberatkan pada kegiatan kelompok
campuran, model Tyler berdasar pada empat pertanyaan pendidikan, dan model
Inverted dari Taba menekankan pada kesederhanaan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Iif Khoiru, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP.


Jakarta. Prestasi Pustaka.
Dakir. 2004. Perencanan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta. Rineka
Cipta.
Hamid, Hamdani, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung. Pustaka Setia.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Nurgiyanto, Burhan. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum
Sekolah: Sebuah Pengantar Teoretis dan Pelaksanaan. Yogyakarta. BPFE
Yogyakarta. cet. ke-2.
Sukmadinata, Nana Syaodih . 2005. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik. Bandung. Remaja Rosdakarya. cet. ke-7.
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum
dan Pembelajaran . Jakarta. Rajawali Press. Ed. 3.

Anda mungkin juga menyukai