Anda di halaman 1dari 51

PMK 171/PMK.

01/2016
14 NOVEMBER 2016

MANAJEMEN RISIKO
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

KMK 845/KMK.01/2016
22 NOVEMBER 2016

PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN RISIKO


DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR /PMK.01/2016
TENTANG
MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas


penerapan Manajemen Risiko di lingkungan
Kementerian Keuangan guna pencapaian sasaran
organisasi, perlu dilakukan penyesuaian terhadap
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.09/2016
tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan
Kementerian Keuangan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian
Keuangan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

DISTRIBUSI II
-2-

2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang


Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4890);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1926);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG


MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa
yang berdampak negatif terhadap pencapaian sasaran
organisasi.
2. Manajemen Risiko adalah budaya, proses, dan
struktur yang diarahkan untuk memberikan
keyakinan yang memadai dalam pencapaian sasaran
organisasi dengan mengelola Risiko pada tingkat yang
dapat diterima.
3. Proses Manajemen Risiko adalah penerapan kebijakan,
prosedur, dan praktik manajemen yang bersifat
sistematis atas aktivitas komunikasi dan konsultasi,
penetapan konteks, identifikasi Risiko, analisis Risiko,
evaluasi Risiko, penanganan Risiko, serta pemantauan
dan reviu.

DISTRIBUSI II
-3-

4. Kategori Risiko adalah pengelompokan Risiko


berdasarkan karateristik penyebab Risiko yang akan
menggambarkan seluruh jenis Risiko yang terdapat
pada organisasi.
5. Kriteria Risiko adalah parameter atau ukuran, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif, yang digunakan
untuk menentukan level kemungkinan terjadinya
Risiko dan level dampak atas suatu Risiko.
6. Kriteria Dampak adalah ukuran besar kecilnya
dampak yang dapat ditimbulkan dari akibat terjadinya
suatu Risiko.
7. Kriteria Kemungkinan adalah ukuran besarnya
peluang atau frekuensi suatu Risiko akan terjadi.
8. Level Risiko adalah tingkatan Risiko yang terdiri atas
lima tingkatan yang meliputi sangat tinggi, tinggi,
sedang, rendah, dan sangat rendah.
9. Matriks Analisis Risiko adalah matriks yang
menggambarkan kombinasi antara level dampak dan
level kemungkinan serta memuat nilai besaran Risiko
berdasarkan kombinasi unsur level dampak dan level
kemungkinan.
10. Selera Risiko adalah Level Risiko yang secara umum
dapat diterima oleh manajemen dalam rangka
mencapai sasaran organisasi.
11. Unit Pemilik Risiko yang selanjutnya disingkat UPR
adalah unit organisasi pemilik peta strategi yang
bertanggung jawab melaksanakan Manajemen Risiko.

BAB II
TUJUAN, MANFAAT, DAN PRINSIP MANAJEMEN RISIKO

Pasal 2
Tujuan Manajemen Risiko di lingkungan Kementerian
Keuangan untuk:
a. meningkatkan kemungkinan pencapaian sasaran
organisasi dan peningkatan kinerja;

DISTRIBUSI II
-4-

b. mendorong manajemen yang proaktif dan antisipatif;


c. memberikan dasar yang kuat dalam pengambilan
keputusan dan perencanaan;
d. meningkatkan efektivitas alokasi dan efisiensi
penggunaan sumber daya organisasi;
e. meningkatkan kepatuhan kepada regulasi;
f. meningkatkan kepercayaan para pemangku
kepentingan; dan
g. meningkatkan ketahanan organisasi.

Pasal 3
Manfaat Manajemen Risiko di lingkungan Kementerian
Keuangan untuk:
a. mengurangi kejutan (surprises);
b. meningkatnya kesempatan memanfaatkan peluang;
c. meningkatnya kualitas perencanaan dan
meningkatkan pencapaian kinerja;
d. meningkatnya hubungan yang baik dengan pemangku
kepentingan;
e. meningkatnya kualitas pengambilan keputusan;
f. meningkatnya reputasi organisasi;
g. meningkatnya rasa aman bagi pimpinan dan seluruh
pegawai; dan
h. meningkatnya akuntabilitas dan governance
organisasi.

Pasal 4
Prinsip penerapan Manajemen Risiko terdiri dari:
a. berorientasi pada perlindungan dan peningkatan nilai
tambah;
b. terintegrasi dengan proses organisasi secara
keseluruhan;
c. bagian dari pengambilan keputusan;
d. mempertimbangkan unsur ketidakpastian;
e. sistematis, terstruktur, dan tepat waktu;
f. didasarkan pada informasi terbaik yang tersedia;
g. disesuaikan dengan keadaan organisasi;

DISTRIBUSI II
-5-

h. memperhatikan faktor manusia dan budaya;


i. transparan dan inklusif;
j. dinamis, berulang, dan tanggap terhadap perubahan;
dan
k. perbaikan terus menerus.

BAB III
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

Bagian Kesatu
Wujud Penerapan Manajemen Risiko

Pasal 5
(1) Setiap pimpinan dan pegawai di lingkungan
Kementerian Keuangan harus menerapkan Manajemen
Risiko dalam setiap pelaksanaan kegiatan dalam
rangka pencapaian sasaran
(2) Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diwujudkan melalui:
a. pengembangan budaya sadar Risiko;
b. pembentukan struktur Manajemen Risiko; dan
c. penyelenggaraan Proses Manajemen Risiko.

Bagian Kedua
Budaya Sadar Risiko

Pasal 6
(1) Budaya sadar Risiko sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) huruf a harus dikembangkan sesuai
dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan dalam
pelaksanaan kegiatan untuk mencapai sasaran di
seluruh jajaran Kementerian Keuangan.
(2) Budaya sadar Risiko sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diwujudkan melalui pemahaman dan
pengelolaan Risiko sebagai bagian dari setiap proses
pengambilan keputusan di seluruh tingkatan
organisasi.

DISTRIBUSI II
-6-

(3) Bentuk pemahaman dan pengelolaan Risiko


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian
dari setiap proses pengambilan keputusan di seluruh
tingkatan organisaasi, berupa:
a. komitmen pimpinan untuk mempertimbangkan
Risiko dalam setiap pengambilan keputusan;
b. komunikasi yang berkelanjutan kepada seluruh
jajaran organisasi mengenai pentingnya
Manajemen Risiko;
c. penghargaan terhadap mereka yang dapat
mengelola Risiko dengan baik; dan
d. pengintegrasian Manajemen Risiko dalam proses
organisasi.

Bagian Ketiga
Struktur Manajemen Risiko

Pasal 7
Pelaksanaan Manajemen Risiko dilakukan oleh struktur
Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf b yang terdiri dari:
a. Komite Manajemen Risiko di tingkat Kementerian;
b. Komite Manajemen Risiko di tingkat Unit Eselon I;
c. UPR;
d. Unit kepatuhan Manajemen Risiko; dan
e. Inspektorat Jenderal.

Pasal 8
(1) Komite Manajemen Risiko di tingkat Kementerian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a
berwenang menetapkan petunjuk pelaksanaan dan
kebijakan penerapan Manajemen Risiko di tingkat
Kementerian.
(2) Komite Manajemen Risiko di tingkat Unit Eselon I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
berwenang menetapkan petunjuk pelaksanaan dan
kebijakan penerapan Manajemen Risiko di tingkat Unit

DISTRIBUSI II
-7-

Eselon I dengan mengacu pada kebijakan dan


petunjuk pelaksanaan yang ditetapkan oleh Komite
Manajemen Risiko di tingkat Kementerian.

Pasal 9
(1) Komite Manajemen Risiko di tingkat Kementerian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) terdiri
dari Komite Eksekutif, Komite Pelaksana dan
Sekretariat Komite.
(2) Komite Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari Menteri Keuangan selaku Ketua, Wakil
Menteri Keuangan selaku Wakil Ketua, Sekretaris
Jenderal selaku Ketua Pelaksana Harian Komite
Eksekutif, dan para Pejabat Eselon I selaku Anggota.
(3) Tugas dan tanggung jawab Komite Eksekutif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. menetapkan petunjuk pelaksanaan Manajemen
Risiko Kementerian; dan
b. menetapkan kebijakan penerapan Manajemen
Risiko Kementerian, antara lain: Kategori Risiko,
Kriteria Risiko, Matriks Analisis Risiko, Level
Risiko, dan Selera Risiko.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk
pelaksanaan dan kebijakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
(5) Komite Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari Staf Ahli Menteri Keuangan yang
membidangi organisasi selaku Ketua dan Ketua
Pelaksana harian koordinator Risiko Unit Eselon I
selaku Anggota.
(6) Tugas dan tanggung jawab Komite Pelaksana
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
a. menyusun petunjuk pelaksanaan Manajemen
Risiko Kementerian; dan
b. menyusun kebijakan penerapan Manajemen
Risiko Kementerian, antara lain: Kategori Risiko,

DISTRIBUSI II
-8-

Kriteria Risiko, Matriks Analisis Risiko, Level


Risiko, dan Selera Risiko.

(7) Sekretariat Komite Manajemen Risiko Kementerian


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di Unit
Eselon II Sekretariat Jenderal yang menangani
Manajemen Risiko Kementerian.
(8) Tugas dan tanggung jawab Sekretariat Komite
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi:
a. menyusun konsep petunjuk pelaksanaan
Manajemen Risiko Kementerian;
b. menyusun konsep kebijakan penerapan
Manajemen Risiko Kementerian, antara lain:
Kategori Risiko, Kriteria Risiko, Matriks Analisis
Risiko, Level Risiko, dan Selera Risiko; dan
c. memfasilitasi dan mengorganisasikan
pelaksanaan Proses Manajemen Risiko di tingkat
Kementerian.

Pasal 10
(1) Komite Manajemen Risiko di tingkat Unit Eselon I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) terdiri
dari Pimpinan Unit Eselon I selaku Ketua, Pimpinan
Unit Eselon II yang mengelola Risiko selaku Ketua
Pelaksana Harian Komite Manajemen Risiko di tingkat
Unit Eselon I, dan para Pejabat Eselon II pada Kantor
Pusat selaku Anggota.
(2) Tugas dan tanggung jawab Komite Manajemen Risiko
Unit Eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan Manajemen
Risiko Unit Eselon I dengan mengacu pada kebijakan
yang ditetapkan Komite Manajemen Risiko di tingkat
Kementerian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk
pelaksanaan dan kebijakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan
Unit Eselon I.

DISTRIBUSI II
-9-

(4) Dalam menjalankan tugasnya, Komite Manajemen


Risiko Unit Eselon I dibantu oleh Sekretariat Komite
Manajemen Risiko Unit Eselon I yang berada di Unit
Eselon III yang menangani Manajemen Risiko Unit
Eselon I.
(5) Tugas dan tanggung jawab Sekretariat Komite
Manajemen Risiko Unit Eselon I sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. menyusun petunjuk pelaksanaan Manajemen
Risiko Unit Eselon I dengan mengacu pada
kebijakan yang ditetapkan Komite Kementerian
Keuangan; dan
b. memfasilitasi dan mengorganisasikan
pelaksanaan Proses Manajemen Risiko di Unit
Eselon I.

Pasal 11
(1) UPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c
terdiri dari:
a. UPR di tingkat Kementerian;
b. UPR di tingkat Unit Eselon I;
c. UPR di tingkat Unit Eselon II; dan
d. UPR di tingkat Unit Eselon III;
(2) UPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
tingkatan struktur sebagai berikut:
a. pemilik Risiko, meliputi Menteri Keuangan untuk
tingkat kementerian atau pimpinan unit masing-
masing untuk tingkat UPR lainnya, yang
bertanggung jawab terhadap seluruh Manajemen
Risiko sesuai lingkup tugasnya;
b. koordinator Risiko, meliputi seluruh pejabat satu
level dibawah pemilik Risiko, yang bertanggung
jawab membantu pemilik Risiko dalam
melaksanakan Manajemen Risiko sesuai lingkup
tugasnya;
c. pelaksana harian koordinator Risiko,
dilaksanakan oleh seorang pejabat dibawah

DISTRIBUSI II
- 10 -

pemilik Risiko, yang bertanggung jawab


membantu pemilik Risiko dalam perencanaan,
pengelolaan dan pemantauan Manajemen Risiko
pada unit yang bersangkutan; dan
d. pengelola Risiko, dilaksanakan oleh pejabat yang
bertugas membantu pelaksana harian
koordinator Risiko dalam perencanaan,
pengelolaan, pemantauan dan
pengadministrasian Manajemen Risiko pada unit
yang bersangkutan.
(3) Tugas dan tanggung jawab pemilik Risiko
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. menetapkan profil Risiko unit dan rencana
penanganannya berdasarkan sasaran unit;
b. melaporkan pengelolaan Risiko secara berjenjang
kepada pimpinan di atasnya hingga level Menteri
Keuangan; dan
c. melakukan pemantauan dan evaluasi efektivitas
penerapan Manajemen Risiko unit.
(4) Tugas dan tanggung jawab koordinator sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. memberikan usulan atas profil Risiko unit dan
rencana penanganannya berdasarkan sasaran
unit;
b. melaksanakan dan melaporkan rencana
penanganannya Risiko kepada pemilik Risiko
yang telah ditetapkan sesuai lingkup tugasnya;
c. memberikan usulan kepada pemilik Risiko
tentang rencana kontinjensi apabila kondisi yang
tidak normal terjadi; dan
d. memberikan usulan/rekomendasi kepada pemilik
Risiko dalam pengambilan keputusan/kebijakan
berdasarkan analisis yang objektif.
(5) Tugas dan tanggung jawab pelaksana harian
koordinator Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c meliputi:

DISTRIBUSI II
- 11 -

a. menyusun konsep profil dan rencana


penanganannya berdasarkan sasaran unit;
b. menyusun laporan pengelolaan Risiko dan
menyampaikannya kepada pemilik Risiko;
c. membantu penyelarasan Manajemen Risiko
antara unit pada level yang lebih tinggi dan unit
pada level yang lebih rendah; dan
d. menyusun dan menyampaikan rencana
kontinjensi apabila kondisi yang tidak normal
terjadi kepada pemilik Risiko.
(6) Tugas dan tanggung jawab pengelola Risiko
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
a. mendukung penyusunan konsep profil dan
rencana penanganannya berdasarkan sasaran
unit;
b. mendukung penyusunan laporan pengelolaan
Risiko dan menyampaikannya kepada pemilik
Risiko;
c. mendukung penyelarasan Manajemen Risiko
antara unit pada level yang lebih tinggi dan unit
pada level yang lebih rendah;
d. menyusun konsep rencana kontinjensi apabila
kondisi yang tidak normal terjadi kepada pemilik
Risiko;
e. memfasilitasi dan mengorganisasikan
pelaksanaan Proses Manajemen Risiko di unit
tersebut;
f. menatausahakan dokumen Proses Manajemen
Risiko unit; dan
g. memberikan edukasi dan sosialisasi untuk
meningkatkan pemahaman dan kesadaran
pegawai dalam pengelolaan Risiko.
(7) Penyebutan pengelola Risiko sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d pada tiap tingkat UPR meliputi:
a. Pengelola Risiko Kementerian disebut Manajer
Risiko Pusat yang dijalankan oleh pejabat Eselon

DISTRIBUSI II
- 12 -

II yang memiliki tugas dan fungsi mengenai


Manajemen Risiko;
b. Pengelola Risiko Unit Eselon I disebut Manajer
Risiko Unit yang dijalankan oleh pejabat Eselon
III yang memiliki tugas dan fungsi mengenai
Manajemen Risiko;
c. Pengelola Risiko Unit Eselon II disebut Sub
Manajer Risiko yang dijalankan oleh pejabat
Eselon III yang memiliki tugas dan fungsi
mengenai Manajemen Risiko; dan
d. Pengelola Risiko Unit Eselon III disebut Mitra
Manajer Risiko yang dijalankan oleh pejabat
Eselon IV yang memiliki tugas dan fungsi
mengenai Manajemen Risiko.
(8) Dalam hal tidak terdapat jabatan yang memiliki tugas
dan fungsi mengenai Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), pemilik Risiko menetapkan
pejabat yang ditugaskan sebagai pengelola Risiko.

Pasal 12
(1) Unit kepatuhan Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf e dilaksanakan oleh
Unit Kepatuhan Internal pada masing-masing unit
eselon I.
(2) Unit Kepatuhan Internal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) atau unit yang ditetapkan sebagai Unit
Kepatuhan Internal bertanggung jawab memantau
pelaksanaan Manajemen Risiko pada unit terkait.
(3) Tugas dan tanggung jawab Unit Kepatuhan Internal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memantau penyusunan profil Risiko dan rencana
penanganan Risiko unit;
b. memantau pelaksanaan rencana penanganan
Risiko unit; dan
c. memantau tindak lanjut hasil reviu dan/atau
audit Manajemen Risiko.

DISTRIBUSI II
- 13 -

Pasal 13
(1) Inspektorat Jenderal sebagaimana dimaksud pasal 7
huruf e bertanggung jawab memberikan pegawasan
dan konsultasi atas penerapan Manajemen Risiko
sebagai auditor internal Kementerian Keuangan.
(2) Tugas dan tanggung jawab Inspektorat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. audit, reviu, pemantauan, dan evaluasi
Penerapan Manajemen Risiko pada seluruh UPR
berdasarkan pedoman Penerapan Manajemen
Risiko yang ditetapkan di Kementerian Keuangan.
b. melakukan penilaian atas tingkat kematangan
penerapan Manajemen Risiko di seluruh level
UPR berdasarkan pedoman penerapan
Manajemen Risiko yang ditetapkan di
Kementerian Keuangan.

Bagian Keempat
Proses Manajemen Risiko

Pasal 14
(1) Proses Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas tahapan sebagai
berikut:
a. komunikasi dan konsultasi;
b. penetapan konteks;
c. penilaian Risiko yang meliputi identifikasi Risiko,
analisis Risiko, dan evaluasi Risiko;
d. penanganan Risiko; dan
e. pemantauan dan reviu.
(2) Proses Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh setiap UPR.
(3) Proses Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterapkan dalam suatu siklus
berkelanjutan dan mempunyai periode penerapan
selama 1 (satu) tahun.

DISTRIBUSI II
- 14 -

(4) Proses Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus menjadi bagian yang terpadu
dengan proses manajemen secara keseluruhan,
khususnya manajemen kinerja dan sistem
pengendalian internal; menyatu dalam budaya
organisasi; dan disesuaikan dengan proses bisnis
organisasi.

Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk pelaksanaan
Manajemen Risiko di lingkungan Kementerian Keuangan
untuk digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan
Proses Manajemen Risiko di lingkungan Kementerian
Keuangan ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16
Manajemen Risiko pada tahun 2016 dilaksanakan dalam
periode semesteran dengan ketentuan:
a. pelaporan penerapan Manajemen Risiko untuk periode
semester I tahun 2016 mengacu pada Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Di Lingkungan
Departemen Keuangan;
b. penerapan Manajemen Risiko mulai tanggal 1 Juli
2016 sampai dengan Peraturan Menteri ini berlaku
mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
12/PMK.09/2016 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Di Lingkungan Kementerian Keuangan;
c. penerapan Manajemen Risiko, sesuai Peraturan
Menteri ini, berlaku mulai 1 Januari 2017 bagi UPR
Unit Eselon III dan UPR Unit Eselon II selain yang
ditunjuk sebagai pilot project oleh setiap Pimpinan Unit
Eselon I.

DISTRIBUSI II
- 15 -

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.09/2016
tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan
Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 146); dan
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
208/KMK.01/2016 tentang Pembentukan Komite
Manajemen Risiko Kementerian Keuangan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 18
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 1
(satu) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.

DISTRIBUSI II
- 16 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

DISTRIBUSI II
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR /KMK.01/2016

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN RISIKO


DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.01/2016
tentang Manajemen Risiko Di Lingkungan Kementerian
Keuangan perlu disusun petunjuk pelaksanaan Manajemen
Risiko di lingkungan Kementerian Keuangan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri
Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko
Di Lingkungan Kementerian Keuangan;
Mengingat : 1. Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2016;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
1926);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.01/2016
tentang Manajemen Risiko Di Lingkungan Kementerian
Keuangan

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK


PELAKSANAAN MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN.
PERTAMA : Menetapkan petunjuk pelaksanaan Manajemen Risiko di
lingkungan Kementerian Keuangan yang selanjutnya disebut
Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko untuk digunakan
sebagai acuan dalam melaksanakan Proses Manajemen Risiko
di lingkungan Kementerian Keuangan sebagaimana tercantum
dalam huruf A Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
KEDUA : Proses Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam
Diktum PERTAMA dilaksanakan melalui tahapan berikut:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-2-

a. komunikasi dan konsultasi, bertujuan untuk mendapatkan


dan menyebarkan informasi terkait penerapan Manajemen
Risiko sehingga terdapat kesamaan persepsi pada seluruh
pihak dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya;
b. penetapan konteks, bertujuan untuk memahami dan
menetapkan lingkungan dan batasan dalam pelaksanaan
Manajemen Risiko pada masing-masing UPR;
c. penilaian Risiko yang terdiri dari:
1. identifikasi Risiko, bertujuan untuk menentukan dan
menetapkan semua Risiko yang berpotensi
menyebabkan tidak tercapainya sasaran organisasi;
2. analisis Risiko, bertujuan untuk menentukan Level
Risiko;
3. evaluasi Risiko, bertujuan untuk mengambil keputusan
mengenai perlu tidaknya dilakukan upaya penanganan
Risiko lebih lanjut serta penentuan prioritas
penanganannya;
d. penanganan Risiko, bertujuan untuk menurunkan Level
Risiko;
e. pemantauan dan reviu, bertujuan untuk memastikan
bahwa implementasi Manajemen Risiko berjalan secara
efektif sesuai dengan rencana dan memberikan umpan
balik bagi organisasi dalam mencapai sasarannya serta
penyempurnaan sistem Manajemen Risiko;
KETIGA : Komunikasi dan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KEDUA huruf a dilaksanakan sepanjang periode
penerapan Manajemen Risiko pada seluruh tahapan Proses
Manajemen Risiko lainnya, sesuai ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf B Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini;
KEEMPAT : Penetapan konteks sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KEDUA huruf b dilaksanakan dengan cara menjabarkan
sasaran serta mendefinisikan parameter internal dan eksternal
yang akan dipertimbangkan dalam mengelola Risiko, sesuai
ketentuan sebagaimana tercantum dalam huruf C Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini;
KELIMA : Identifikasi Risiko sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KEDUA huruf c angka 1 dilaksanakan dengan cara
mengidentifikasi kejadian, penyebab, dan konsekuensi dari
peristiwa Risiko yang dapat menghalangi, menurunkan, atau
menunda pencapaian sasaran organisasi, sesuai ketentuan
sebagaimana tercantum dalam huruf D angka 1 Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri
ini;
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-3-

KEENAM : Analisis Risiko sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA


huruf c angka 2 dilaksanakan dengan cara menentukan
tingkat kemungkinan dan tingkat dampak terjadinya Risiko
berdasarkan Kriteria Risiko, setelah mempertimbangkan
keandalan sistem pengendalian yang ada, sesuai ketentuan
sebagaimana tercantum dalam huruf D angka 2 Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri
ini;
KETUJUH : Evaluasi Risiko sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA
huruf c angka 3 dilaksanakan dengan cara menetapkan Risiko
Utama dan Indikator Risiko Utama yang selanjutnya disingkat
IRU, sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam huruf D
angka 3 Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Keputusan Menteri ini;
KEDELAPAN : Penanganan Risiko sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KEDUA huruf d dilaksanakan dengan cara mengidentifikasi
dan memilih opsi penanganan Risiko yang terbaik, menyusun
rencana penanganan Risiko, dan melaksanakan rencana
penanganan tersebut, sesuai ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf E Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini;
KESEMBILAN : Pemantauan dan reviu sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KEDUA huruf e dilaksanakan terhadap seluruh tahapan dari
Proses Manajemen Risiko sesuai ketentuan sebagaimana
tercantum dalam huruf F Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini;
KESEPULUH : Pelaksanaan proses Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud
dalam Diktum KEDUA dituangkan dalam Piagam Manajemen
Risiko sebagaimana tercantum pada huruf F angka 2 Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.
KESEBELAS : Piagam Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KESEPULUH ditetapkan oleh Pemilik Risiko paling
lambat tanggal 31 Januari tahun berjalan.
KEDUABELAS : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Salinan Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:


1. Wakil Menteri Keuangan;
2. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur
Jenderal/Kepala Badan di Lingkungan Kementerian
Keuangan;
3. Staf Ahli dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Kementerian
Keuangan;
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-4-

4. Kepala Biro Hukum, Kementerian Keuangan;


5. Kepala Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Kementerian
Keuangan;
6. Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Kementerian
Keuangan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


LAMPIRAN
MENTERI
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGANKEUANGAN
NOMOR /KMK.01/2016
/KMK.01/2016 TENTANG
TENTANG
K P
PETUNJUK ELAKSANAAN MANAJEMEN
PELAKSANAAN MANAJEMEN
RISIKO DI LINGKUNGAN
LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEMENTERIAN
KEUANGAN

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

A. Proses Manajemen Risiko


Proses Manajemen Risiko dilakukan oleh seluruh jajaran manajemen dan
segenap pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Keterkaitan antar
tahapan Proses Manajemen Risiko dapat digambarkan sebagai berikut:

B. Komunikasi dan Konsultasi


Bentuk komunikasi dan konsultasi antara lain:
1. rapat berkala;
2. rapat insidental;
3. focused group discussion; dan
4. forum pengelola Risiko.
Pelaksanaan komunikasi dan konsultasi merupakan tanggung jawab pelaksana
harian koordinator Risiko pada masing-masing UPR.

C. Penetapan Konteks
1. Tahapan penetapan konteks meliputi:
a. Menentukan ruang lingkup dan periode penerapan Manajemen Risiko
1) Ruang lingkup penerapan Manajemen Risiko yang berisi tugas dan
fungsi unit terkait.
2) Periode penerapan Manajemen Risiko berisi tahun penerapan
Manajemen Risiko tersebut.
b. Menetapkan sasaran organisasi
Penetapan sasaran organisasi dilakukan berdasarkan sasaran strategis
yang tertuang dalam peta strategi unit organisasi. Selain dokumen peta
strategi, sasaran juga dapat mengacu pada sasaran sebagaimana tertuang
pada Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK) Tahun 2014-
2024, Rencana Strategis, dan Rencana Kerja serta dokumen perencanaan
strategis lainnya, termasuk inisiatif strategis.
c. Menetapkan struktur Unit Pemilik Risiko (UPR)
Struktur UPR mengacu pada struktur UPR yang berlaku di Kementerian
Keuangan.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-2-

d. Mengidentifikasi stakeholder
Identifikasi stakeholder diperlukan untuk memahami pihak-pihak yang
berinteraksi dengan organisasi dalam pencapaian sasaran. Hal yang
perlu dituangkan dalam identifikasi stakeholder meliputi siapa saja
stakeholder unit dan hubungan organisasi dengan stakeholder
tersebut.
e. Mengidentifikasi peraturan perundang-undangan yang terkait
Identifikasi peraturan perundang-undangan diperlukan untuk
memahami kewenangan, tanggung jawab, tugas dan fungsi, kewajiban
hukum yang harus dilaksanakan oleh organisasi beserta
konsekuensinya.
f. Menetapkan Kategori Risiko
Kategori Risiko diperlukan untuk menjamin agar proses identifikasi,
analisis, dan evaluasi Risiko dilakukan secara komprehensif.
Penentuan Kategori Risiko didasarkan pada penyebab Risiko. Kategori
Risiko di Kementerian Keuangan meliputi:

Kategori Risiko Definisi

Risiko fiskal Risiko yang disebabkan oleh segala sesuatu yang dapat
menimbulkan tekanan fiskal terhadap APBN, baik yang
berasal dari deviasi APBN maupun kewajiban kontinjensi
pemerintah pusat atau sumber risiko fiskal sebagaimana
dinyatakan dalam Nota Keuangan.
Risiko kebijakan Risiko yang disebabkan oleh adanya penetapan kebijakan
organisasi atau kebijakan dari internal maupun eksternal
organisasi yang yang berdampak langsung terhadap
organisasi.
Risiko Risiko yang disebabkan organisasi atau pihak eksternal
kepatuhan tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
Risiko legal Risiko yang disebabkan oleh adanya tuntutan hukum
kepada organisasi.
Risiko fraud Risiko yang disebabkan oleh kecurangan yang disengaja
oleh pihak internal yang merugikan keuangan negara.
Risiko reputasi Risiko yang disebabkan oleh menurunnya tingkat
kepercayaan pemangku kepentingan eksternal yang
bersumber dari persepsi negatif terhadap organisasi.
Risiko Risiko yang disebabkan oleh:
operasional 1) ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses
internal, kesalahan manusia, dan kegagalan sistem.
2) adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi
operasional organisasi.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-3-

g. Menetapkan Kriteria Risiko


Kriteria Risiko disusun pada awal penerapan Proses Manajemen Risiko
dan harus ditinjau ulang secara berkala, serta disesuaikan dengan
perubahan kondisi organisasi. Kriteria Risiko mencakup Kriteria
Kemungkinan terjadinya Risiko dan Kriteria Dampak, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Kriteria Kemungkinan terjadinya Risiko (likelihood)
(a) Kriteria Kemungkinan dapat menggunakan pendekatan statistik
(probability), frekuensi kejadian per satuan waktu (hari, minggu,
bulan, tahun), atau dengan expert judgement.
(b) Penentuan peluang terjadinya Risiko di Kementerian Keuangan
menggunakan pendekatan kejadian per satuan waktu, yakni
dalam periode 1 tahun. Ada dua kriteria penentuan
kemungkinan yaitu berdasarkan persentase atas
kegiatan/transaksi/unit yang dilayani dalam 1 tahun dan jumlah
frekuensi kemungkinan terjadinya dalam 1 tahun.
(c) Level Kriteria Kemungkinan terjadinya Risiko di Kementerian
Keuangan meliputi:
Kriteria Kemungkinan
Persentase Jumlah frekuensi
Level Kemungkinan kemungkinan kemungkinan terjadinya
terjadinya dalam 1 dalam 1 periode
periode
Hampir tidak terjadi x ≤ 5% sangat jarang: < 2 kali
(1) dalam 1 tahun
Jarang terjadi 5% < x ≤ 10% Jarang: 2 kali s.d. 5
(2) kali dalam 1 tahun
Kadang terjadi 10% < x ≤ 20% cukup sering: 6 s.d. 9
(3) kali dalam 1 tahun
Sering terjadi 20% < x ≤ 50% Sering: 10 kali s.d. 12
(4) kali dalam 1 tahun
Hampir pasti terjadi x > 50% sangat sering: > 12
(5) kali dalam 1 tahun

(d) Penggunaan Kriteria Kemungkinan ditentukan oleh pemilik


Risiko dengan pertimbangan sebagai berikut:
(1) Persentase digunakan apabila terdapat populasi yang jelas
atas kegiatan tersebut.
(2) Jumlah digunakan apabila populasi tidak dapat ditentukan.
2) Kriteria Dampak (consequences)
Kriteria Dampak Risiko dapat diklasifikasi dalam beberapa area
dampak sesuai dengan jenis kejadian Risiko yang mungkin terjadi.
(a) Area dampak yang terdapat di Kementerian Keuangan,
berdasarkan area dampak yang memiliki bobot tertinggi hingga
terendah, meliputi:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-4-

(1) Beban keuangan negara


Dampak Risiko berupa jumlah tambahan pengeluaran
negara baik dalam bentuk uang dan setara uang, surat
berharga, kewajiban, dan barang. Dampak Risiko beban
keuangan negara disebabkan oleh fraud dan non fraud yang
diukur dengan:
i. fraud
Pengukuran dampak berdasarkan angka mutlak
sebagaimana dalam tabel Kriteria Dampak.
ii. non fraud.
Pengukuran dampak berdasarkan persentase dari
dana/aset yang dikelola oleh unit tersebut, misalnya
Direktorat Jenderal Pajak terhadap target pajak,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap target
penerimaan bea masuk, cukai dan bea keluar, Direktorat
Jenderal Perbendaharaan terhadap Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran Kementerian/Lembaga yang
dikelola, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara terhadap
kekayaan negara/lelang/piutang yang dikelola.
(2) Penurunan reputasi
Dampak Risiko berupa rusaknya citra/nama baik/wibawa
Kementerian Keuangan yang menyebabkan tingkat
kepercayaan masyarakat menurun.
(3) Sanksi pidana, perdata, dan/atau administratif
Dampak Risiko berupa hukuman yang dijatuhkan atas
perkara di pengadilan baik menyangkut pegawai atau
organisasi.
(4) Kecelakaan Kerja
Dampak Risiko berupa gangguan fisik dan mental yang
dialami pegawai dalam pelaksanaan tugas kedinasan.
(5) Gangguan terhadap layanan organisasi
Dampak Risiko berupa simpangan dari standar layanan yang
ditetapkan Kementerian Keuangan.
(6) Penurunan kinerja
Dampak Risiko berupa tidak tercapainya target kinerja yang
ditetapkan dalam kontrak kinerja ataupun kinerja lainnya.
(b) Level Kriteria Dampak bagi setiap UPR ditetapkan sebagai
berikut:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-5-

Level Kriteria Dampak


Level Dampak
Area Dampak Level Sangat Signifikan
Tidak Signifikan (1) Minor (2) Moderat (3) Signifikan (4)
(5)
KK - - - Rp 100 juta ≤ x < Rp 1M x ≥ Rp 1M

Fra- Rp 10 juta ≤ x < Rp 100


Es. I - - - x ≥ Rp 100 juta
Beban ud juta
Keuangan Es. II - - - Rp 1 juta ≤ x < Rp 10 juta x ≥ Rp 10 juta
Negara Es.III - - - x < Rp 1 juta x ≥ Rp 1 juta
Non KK, Es. I,
0,01 permil < x ≤ 0,1
fra- Es. II, Es. 0,01permil ≥ x 0,1 permil < x ≤ 1 permil 1 permil < x ≤ 10 permil > 10 permil
permil
ud III
▪ Jumlah keluhan secara ▪ Jumlah keluhan secara ▪ Pemberitaan negatif di ▪ Pemberitaan negatif di ▪ Tingkat
langsung lisan (dapat langsung lisan (dapat media sosial media massa nasional kepercayaan
didokumentasikan)/ didokumentasikan)/ ▪ Pemberitaan negatif di dan internasional stakeholder/
tertulis ke organisasi tertulis ke organisasi media massa lokal ▪ Tingkat kepercayaan investor sangat
≤10 >10 ▪ Tingkat kepercayaan stakeholder/investor rendah
Penurunan
KK & ▪ Tingkat kepercayaan ▪ Tingkat kepercayaan stakeholder/investor rendah ▪ Tingkat kepuasan
Reputasi
Es. I stakeholder/ investor stakeholder/ investor sedang ▪ Tingkat kepuasan pengguna
sangat baik baik ▪ Tingkat kepuasan pengguna layanan layanan ≤ 3,5
▪ Tingkat kepuasan ▪ Tingkat kepuasan pengguna layanan sebesar 3,5 < x ≤ 4 (skala 5)
pengguna layanan pengguna layanan sebesar 4 < x ≤ 4,25 (skala 5)
sebesar 4,5 < x ≤ 5 sebesar 4,25 < x ≤ 4,5 (skala 5)
(skala 5) (skala 5)
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-6-

Level Dampak
Area Dampak Level Sangat Signifikan
Tidak Signifikan (1) Minor (2) Moderat (3) Signifikan (4)
(5)
▪ Jumlah keluhan secara ▪ Jumlah keluhan secara ▪ Jumlah keluhan secara ▪ Pemberitaan negatif di ▪ Pemberitaan
langsung lisan (dapat langsung lisan (dapat langsung lisan (dapat media massa lokal negatif di media
didokumentasikan)/ didokumentasikan)/ didokumentasikan)/ ▪ Tingkat kepuasan massa nasional
tertulis ke organisasi ≤ tertulis ke organisasi tertulis ke organisasi >5 pengguna layanan dan internasional
3 sebanyak 3 s.d. 5 ▪ Pemberitaan negatif di sebesar 3,5 < x ≤ 4 ▪ Tingkat kepuasan
Es. II &
▪ Tingkat kepuasan ▪ Tingkat kepuasan media sosial yang (skala 5) pengguna
III
pengguna layanan pengguna layanan sesuai fakta layanan ≤ 3,5
sebesar 4,5 < x ≤ 5 sebesar 4,25 < x ≤ 4,5 ▪ Tingkat kepuasan (skala 5)
(skala 5) (skala 5) pengguna layanan
sebesar 4,25 < x ≤ 4
(skala 5)
Pidana: 4 <x ≤ 5 th
Administratif: tergugat
Perdata:75M < x ≤
adalah Pimpinan Eselon Pidana > 5 th
KK - - 100M
I , II, atau pejabat yang Perdata > 100 M
Administratif: tergugat
setara
adalah Menteri
Sanksi Pidana: 3<x ≤ 4
Administratif: tergugat
pidana, Perdata: 50M < x ≤ 75M
adalah Pimpinan Eselon Pidana > 4 th
perdata, Es. I - - Administratif: tergugat
II, Pejabat Eselon III, Perdata > 75 M
dan/atau adalah Pimpinan
atau pejabat yang setara
administratif Eselon I
Pidana: 2< x ≤ 3 th
Administratif: tergugat
Perdata: 25M < x ≤ 50M
adalah Pejabat Eselon Pidana > 3 th
Es. II - - Administratif: tergugat
III, IV atau pejabat yang Perdata > 50 M
adalah Pimpinan
setara
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-7-

Level Dampak
Area Dampak Level Sangat Signifikan
Tidak Signifikan (1) Minor (2) Moderat (3) Signifikan (4)
(5)
Eselon II

Pidana: x ≤ 2 th
Administratif: tergugat
Perdata: 5M < x ≤ 25M
adalah Pejabat Eselon Pidana > 2 th
Es.III - - Administratif: tergugat
IV, pelaksana, atau Perdata > 25 M
adalah Pimpinan
pejabat yang setara
Eselon II
Kecelakaan KK, Es. Ancaman psikis Cedera fisik dan Cedera fisik dan mental Cedera fisik dan mental Kematian
Kerja I, Es.II, mental ringan sedang berat
Es.III
x < 25% dari jam 25% ≤ x < 50% dari 50% ≤ x < 75% dari jam 75 % ≤ x < 90% dari x ≥ 90 % dari jam
KK operasional layanan jam operasional operasional layanan jam operasional operasional
harian layanan harian harian layanan harian layanan harian
Gangguan
Terhadap x < 15% dari jam 15% ≤ x < 40% dari 40% ≤ x < 65% dari jam 65% ≤ x < 80% dari x ≥ 80 % dari jam
Layanan Es. I operasional layanan jam operasional operasional layanan jam operasional operasional
Organisasi harian layanan harian harian layanan harian layanan harian
x < 10% dari jam 10% ≤ x < 25% dari 25% ≤ x < 50% dari jam 50 % ≤ x < 65% dari x ≥ 65 % dari jam
Es. II operasional layanan jam operasional operasional layanan jam operasional operasional
harian layanan harian harian layanan harian layanan harian
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

-8-

Level Dampak
Area Dampak Level Sangat Signifikan
Tidak Signifikan (1) Minor (2) Moderat (3) Signifikan (4)
(5)

x < 5% dari jam 5% ≤ x < 15% dari jam 15% ≤ x < 35% dari jam 35% ≤ x < 50% dari x ≥ 50 % dari jam
Es. III operasional layanan operasional layanan operasional layanan jam operasional operasional
harian harian harian layanan harian layanan harian
KK, Es.
Penurunan
I, Es.II, X ≥ 95% 90% ≤ x < 95% 80% ≤ x < 90% 75% ≤ x < 80% x < 75%
Kinerja
Es.III
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
-9-

h. Menetapkan Matriks Analisis Risiko dan Level Risiko


1) Kombinasi antara level dampak dan level kemungkinan menunjukkan
besaran Risiko.
2) Penuangan besaran Risiko dilakukan dalam Matriks Analisis Risiko
untuk menentukan Level Risiko.
3) Level kemungkinan terjadinya Risiko, level dampak, dan Level Risiko
masing-masing menggunakan 5 (lima) skala tingkatan (level).
4) Matriks Analisis Risiko dan Level Risiko di Kementerian Keuangan
sebagaimana tabel berikut:

Matriks Analisis Risiko

Level Risiko

i. Menetapkan Selera Risiko


1) Selera Risiko menjadi dasar dalam penentuan toleransi Risiko, yakni
batasan besaran kuantitatif level kemungkinan terjadinya dan dampak
Risiko yang dapat diterima, sebagaimana dituangkan pada Kriteria
Risiko.
2) Penetapan Selera Risiko untuk setiap Kategori Risiko berlaku
ketentuan sebagai berikut:
(a) Risiko pada level rendah dan sangat rendah dapat diterima dan
tidak perlu dilakukan proses mitigasi risiko;
(b) Risiko dengan level sedang hingga sangat tinggi harus ditangani
untuk menurunkan Level Risikonya;
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -

(c) Selera Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan (b)
digambarkan sebagai berikut:

2. Tahapan penetapan konteks Manajemen Risiko dituangkan dalam Formulir


Konteks Manajemen Risiko, sebagai berikut:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -

D. Penilaian Risiko
1. Identifikasi Risiko
a. Tahapan identifikasi risiko meliputi:
1) Identifikasi Risiko dan rencana penanganan Risiko dari UPR di atasnya
yang relevan dengan tugas dan fungsi UPR yang bersangkutan (top-
down). Profil Risiko pada Unit Eselon I, Unit Eselon II, dan Unit Eselon
III mencakup Risiko yang diturunkan dari level di atasnya.
2) Identifikasi Risiko berdasarkan sasaran UPR yang bersangkutan
dengan melalui tahapan sebagai berikut:
a) Memahami sasaran organisasi
Sasaran organisasi meliputi sasaran strategis dalam peta strategi
UPR dan sasaran lainnya yang mengacu pada dokumen
perencanaan strategis Kementerian Keuangan, diantaranya
Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KSKK), Rencana
Strategis (Renstra), Renja dan inisiatif strategis.
b) Mengidentifikasi kejadian Risiko (risk event)
Kejadian Risiko dapat berupa kesalahan atau kegagalan yang
mungkin terjadi pada tiap proses bisnis, pelaksanaan inisiatif
strategis, atau faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
sasaran organisasi. Kejadian Risiko ini selanjutnya disebut Risiko.
Identifikasi Risiko dilakukan dengan memperhatikan Risiko yang
terjadi pada tahun sebelumnya sebagaimana tercatat dalam loss
event database (LED). Format LED sebagaimana tercantum dalam
huruf F angka 2 huruf b angka 2 huruf c).
c) Mencari penyebab
Berdasarkan Risiko yang telah diidentifikasi, dilakukan identifikasi
akar masalah yang menyebabkannya. Pemahaman mengenai akar
masalah akan membantu menemukan tindakan yang dapat
dilakukan untuk menangani Risiko. Metode yang dapat digunakan
misalnya fishbone diagram.
d) Menentukan dampak
Berdasarkan Risiko, dilakukan identifikasi dampak negatif yang
mungkin terjadi. Dampak merupakan akibat langsung yang timbul
dan dirasakan setelah Risiko terjadi. Apabila terdapat beberapa
dampak langsung, ditetapkan satu dampak yang paling besar
pengaruhnya terhadap pencapaian sasaran. Penentuan area
dampak mengacu pada Kriteria Dampak.
e) Menentukan Kategori Risiko
Berdasarkan Risiko yang telah diidentifikasi, ditetapkan Kategori
Risiko. Setiap UPR wajib memiliki Kategori Risiko.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -

3) Identifikasi Risiko berdasarkan input dari konsep profil Risiko UPR di


level di bawahnya (bottom-up).
UPR dapat mengusulkan agar suatu Risiko dinaikkan menjadi Risiko
pada UPR yang lebih tinggi apabila:
a. Risiko tersebut memerlukan koordinasi antar UPR selevel; dan/atau
b. Risiko tersebut tidak dapat ditangani oleh UPR tersebut.
b. Tahapan identifikasi Risiko dituangkan pada Formulir Profil dan Peta
Risiko, sebagai berikut:

2. Analisis Risiko
a. Tahapan analisis Risiko meliputi:
1) Menginventarisasi sistem pengendalian internal yang telah
dilaksanakan
a) Sistem pengendalian internal mencakup perangkat manajemen yang
dapat menurunkan tingkat kerawanan atau Level Risiko dalam
rangka pencapaian sasaran organisasi. Sistem pengendalian
internal yang efektif bertujuan mengurangi level kemungkinan
terjadinya Risiko atau level dampak.
b) Sistem pengendalian internal dapat berupa Standard Operating
Procedure (SOP), pengawasan melekat, reviu berjenjang, regulasi,
dan pemantauan rutin yang dilaksanakan terkait Risiko tersebut.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -

2) Mengestimasi level kemungkinan Risiko.


a) Estimasi level kemungkinan Risiko dilakukan dengan mengukur
peluang terjadinya Risiko dalam satu tahun setelah
mempertimbangkan sistem pengendalian internal yang
dilaksanakan dan berbagai faktor atau isu terkait Risiko tersebut.
Estimasi juga dapat dilakukan berdasarkan analisis atas data Risiko
yang terjadi pada tahun sebelumnya sebagaimana dituangkan
dalam LED.
b) Level kemungkinan Risiko ditentukan dengan membandingkan nilai
estimasi kemungkinan Risiko dengan Kriteria Kemungkinan Risiko.
3) Mengestimasi level dampak Risiko
a) Berdasarkan dampak Risiko yang telah diidentifikasi pada tahap
identifikasi Risiko, ditentukan area dampak yang relevan dengan
dampak Risiko tersebut. Estimasi level dampak Risiko dilakukan
dengan mengukur dampak yang disebabkan apabila Risiko terjadi
dalam satu tahun setelah mempertimbangkan sistem pengendalian
internal yang dilaksanakan dan berbagai faktor atau isu terkait
Risiko tersebut. Estimasi juga dapat dilakukan berdasarkan analisis
atas data Risiko yang terjadi pada tahun sebelumnya sebagaimana
dituangkan dalam LED.
b) Level dampak Risiko ditentukan dengan membandingkan nilai
estimasi dampak Risiko dengan Kriteria Dampak Risiko.
4) Menentukan besaran Risiko dan Level Risiko
a) Besaran Risiko dan Level Risiko ditentukan dengan
mengombinasikan level kemungkinan dan level dampak Risiko
dengan menggunakan rumusan dalam Matriks Analisis Risiko.
b) Berdasarkan pemetaan Risiko tersebut, diperoleh Level Risiko yang
meliputi sangat tinggi (5), tinggi (4), sedang (3), rendah (2), atau
sangat rendah (1).
5) Menyusun peta Risiko
Peta Risiko merupakan gambaran kondisi Risiko yang mendeskripsikan
posisi seluruh Risiko dalam sebuah chart berupa suatu diagram
kartesius. Peta Risiko dapat disusun per Risiko atau per Kategori
Risiko.
b. Tahapan analisis Risiko dituangkan pada Formulir Profil dan Peta Risiko.
3. Evaluasi Risiko
a. Tahapan evaluasi Risiko meliputi:.
1) Menyusun prioritas Risiko berdasarkan besaran Risiko dengan
ketentuan:
a) Besaran Risiko tertinggi mendapat prioritas paling tinggi.
b) Apabila terdapat lebih dari satu Risiko yang memiliki besaran Risiko
yang sama maka prioritas Risiko ditentukan berdasarkan urutan
area dampak dari yang tertinggi hingga terendah sesuai Kriteria
Dampak.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -

c) Apabila masih terdapat lebih dari satu Risiko yang memiliki besaran
dan area dampak yang sama maka prioritas Risiko ditentukan
berdasarkan urutan Kategori Risiko yang tertinggi hingga terendah
sesuai Kategori Risiko.
d) Apabila masih terdapat lebih dari satu Risiko yang memiliki besaran,
area dampak, dan kategori yang sama maka prioritas
Risiko ditentukan berdasarkan judgement pemilik Risiko.
2) Menentukan Risiko utama
a) Risiko yang berada di luar area penerimaan Risiko dan perlu
ditangani, baik risiko yang merupakan hasil penurunan dari UPR di
atasnya maupun risiko lainnya, disebut dengan Risiko utama. Jika
Level Risiko berada pada area penerimaan Risiko, maka Risiko
tersebut tidak perlu ditangani.
b) Setiap Risiko utama memiliki suatu ukuran yang dapat memberikan
informasi sebagai sinyal awal tentang adanya peningkatan besaran
Risiko yang disebut Indikator Risiko Utama (IRU).
3) Menetapkan IRU
Penyusunan IRU dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a) Analisis penyebab antara dan akar masalah Risiko
(1) Untuk memprediksi munculnya suatu kejadian Risiko, perlu
diidentifikasi berbagai penyebab yang berpotensi menimbulkan
kejadian Risiko. Berdasarkan penyebab Risiko yang telah
diidentifikasi, dilakukan analisis untuk mendapatkan urutan
kejadian yang menyebabkan Risiko terjadi (chain of events).
(2) Urutan kejadian penyebab Risiko dimulai dari kejadian
penyebab antara sampai dengan akar masalah. Penyebab antara
merupakan kejadian yang berpotensi menimbulkan suatu
penyebab Risiko yang bermula dari munculnya suatu akar
masalah. Urutan kejadian penyebab risiko dapat dilihat pada
gambar berikut:

b) Memilih IRU
(1) IRU dapat ditetapkan dari penyebab antara atau akar masalah.
Setiap penyebab antara atau akar masalah memiliki 1 (satu)
IRU. Apabila setiap penyebab antara atau akar masalah
memiliki lebih dari 1 (satu) opsi IRU, maka dilakukan pemilihan
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -

IRU berdasarkan indikator yang paling dini memberikan


informasi kemungkinan terjadinya Risiko.
(2) Pemilihan IRU mempertimbangkan hal sebagai berikut:
(a) Indikator dapat memberikan informasi yang signifikan
terhadap kejadian Risiko secara dini.
(b) Indikator dapat diukur dan tersedia data/informasi yang
relevan.
(c) Manfaat informasi yang diperoleh lebih tinggi dari biaya
pengukurannya.
c) Menentukan batasan nilai IRU
(1) Setiap IRU mempunyai batasan nilai sesuai karakteristiknya.
Batasan ini digunakan untuk menentukan status kemungkinan
terjadinya Risiko sesuai nilai aktual IRU. Batasan IRU terdiri
dari:
(a) Batas aman
Merupakan nilai yang diharapkan dan menunjukkan bahwa
indikator tersebut masih dalam kondisi normal. Seluruh IRU
harus memiliki batas aman.
(b) Batas atas
Merupakan nilai maksimal yang dapat diterima atas indikator
tersebut.
(c) Batas bawah
Merupakan nilai minimal yang dapat diterima atas
indikator tersebut.
Penetapan batasan IRU berdasarkan karakteristik IRU dan
Risikonya dengan mempertimbangkan Level Risiko yang dapat
ditoleransi. Batasan tersebut bersifat kuantitatif yang
dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan pertimbangan
profesional oleh pemilik Risiko.
(2) Berdasarkan batasan yang ada, IRU dapat dibedakan atas:
(a) IRU yang hanya memiliki batas atas
i. IRU tersebut diharapkan memiliki nilai aktual yang
semakin rendah.
ii. Penentuan status IRU digambarkan sebagai berikut:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -

IRU yang hanya memiliki batas atas

Status merah: nilai aktual IRU berada di atas batas


atas
Batas atas
Status kuning: nilai aktual IRU berada di antara
batas aman dan batas atas
Batas aman
Status hijau: nilai aktual IRU masih berada di bawah
batas aman

(b) IRU yang hanya memiliki batas bawah


i. IRU tersebut diharapkan memiliki nilai aktual yang
semakin tinggi.
ii. Penentuan status IRU digambarkan sebagai berikut:

IRU yang hanya memiliki batas bawah

Status hijau: nilai aktual IRU masih berada di atas


batas aman
Batas aman
Status kuning: nilai aktual IRU berada di antara
batas aman dan batas bawah
Batas bawah
Status merah: nilai aktual IRU berada di bawah
batas bawah

(c) IRU yang memiliki batas atas dan batas bawah


i. IRU tersebut diharapkan memiliki nilai aktual yang
berada pada rentang nilai tertentu dalam batas aman.
ii. Penentuan status IRU digambarkan sebagai berikut:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -

IRU yang memiliki batas atas dan bawah

Status merah: nilai aktual IRU berada di atas batas


atas atau di bawah batas bawah
Batas atas
Status kuning: nilai aktual IRU berada di antara
batas aman dan batas atas atau batas bawah
Batas aman
Status hijau: nilai aktual IRU masih berada pada
batas aman / rentang batas aman
Batas aman
Status kuning: nilai aktual IRU berada di antara
batas aman dan batas atas atau batas bawah
Batas bawah
Status merah: nilai aktual IRU berada di atas batas
atas atau di bawah batas bawah

(3) Status IRU memberikan informasi kemungkinan terjadinya Risiko


sebagai berikut:
(a) Status hijau menunjukan kemungkinan terjadinya Risiko
rendah.
(b) Status kuning menunjukan kemungkinan terjadinya Risiko
sedang.
(c) Status merah menunjukan kemungkinan terjadinya Risiko
tinggi.
d) Menyusun manual IRU
Manual IRU mendeskripsikan tentang IRU, definisi IRU, batasan
nilai, formula, satuan pengukuran, penanggung jawab, penyedia
data, sumber data dan data aktual IRU didokumentasikan dalam
manual IRU. Manual tersebut menjadi acuan dalam menyusun dan
melaporkan aktual IRU serta interpretasinya. Manual IRU
dituangkan dalam format sebagai berikut:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -

Manual Indikator Risiko Utama (IRU)


Nama Risiko :
Nama IRU :
Deskripsi IRU :
Batasan Nilai IRU : Batas aman:
Batas atas:
Batas bawah:
Formula :
Satuan Pengukuran :
Unit Penanggung Jawab :
Unit Penyedia Data :
Sumber Data :
Periode Pelaporan : ( ) Triwulanan ( ) Semesteran ( ) Tahunan
Tabel Data :
Y-3 Y-2 Y-1
Periode Akt- Akt- Akt-
BM BA BB BM BA BB BM BA BB
ual ual ual
Triwulan I
Triwulan II
Triwulan III
Triwulan IV
Keterangan: Batas Aman: BM; Batas Atas: BA; Batas Bawah: BB

b. Tahapan evaluasi Risiko dituangkan pada Formulir Profil dan Peta Risiko.
E. Penanganan Risiko
1. Tahapan penanganan risiko meliputi:
a. Memilih opsi penanganan Risiko yang akan dijalankan
Opsi penanganan Risiko dapat berupa:
1) mengurangi kemungkinan terjadinya Risiko, yaitu penanganan
terhadap penyebab Risiko agar peluang terjadinya Risiko semakin
kecil. Opsi ini dapat diambil dalam hal penyebab Risiko tersebut
berada dalam kontrol internal UPR.
2) menurunkan dampak terjadinya Risiko, yaitu penanganan terhadap
dampak Risiko apabila Risiko terjadi agar dampaknya semakin kecil.
Opsi ini dapat diambil dalam hal UPR mampu mengurangi dampak
ketika Risiko itu terjadi.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -

3) mengalihkan Risiko, yaitu penangan Risiko dengan memindahkan


sebagian atau seluruh Risiko, baik penyebab dan/atau dampaknya,
ke instansi/entitas lainnya. Opsi ini diambil dalam hal:
a) pihak lain tersebut memiliki kompetensi terkait hal tersebut dan
memahami Level Risiko atas kegiatan tersebut;
b) proses mengalihkan Risiko tersebut sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
c) penggunaan opsi ini disetujui oleh atasan pemilik Risiko.
4) menghindari Risiko, yaitu penanganan Risiko dengan
mengubah/menghilangkan sasaran dan/atau kegiatan untuk
menghilangkan Risiko tersebut. Opsi ini diambil apabila:
a) upaya penurunan Level Risiko di luar kemampuan organisasi;
b) sasaran atau kegiatan yang terkait Risiko tersebut bukan
merupakan tugas dan fungsi utama dalam pelaksanaan visi dan
misi organisasi; dan
c) penggunaan opsi ini disetujui oleh atasan pemilik Risiko.
5) menerima Risiko, yaitu penanganan Risiko dengan tidak melakukan
tindakan apapun terhadap Risiko tersebut. Opsi ini diambil apabila:
a) upaya penurunan Level Risiko di luar kemampuan organisasi;
b) sasaran atau kegiatan yang terkait Risiko tersebut merupakan
tugas dan fungsi utama dalam pelaksanaan visi dan misi
organisasi; dan
c) penggunaan opsi ini disetujui oleh atasan pemilik Risiko.
Opsi penanganan Risiko dapat merupakan kombinasi beberapa opsi
tersebut dan sedapat mungkin diarahkan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya Risiko. Prioritas opsi penanganan Risiko yang
dipilih ditentukan berdasarkan urutan opsi penanganan sebagaimana
tersebut di atas.
b. Menyusun rencana aksi penanganan Risiko
1) Berdasarkan opsi penanganan Risiko yang telah dipilih, disusun
rencana aksi penanganan Risiko. Rencana aksi penanganan Risiko
terdiri atas rencana aksi penanganan Risiko yang diturunkan dari
unit organisasi yang lebih tinggi dan yang ditetapkan pada unit
organisasi tersebut.
2) Rencana aksi penanganan Risiko bukan merupakan pengendalian
internal yang sudah dilaksanakan. Dalam hal penanganan Risiko yang
telah dilaksanakan tidak dapat menurunkan Level Risiko maka
diperlukan penetapan rencana aksi penanganan Risiko yang baru.
Pemilihan rencana aksi penanganan Risiko mempertimbangkan biaya
dan manfaat atau nilai tambah yang diberikan bagi organisasi.
3) Rencana aksi tersebut harus memuat informasi berikut:
a) kegiatan dan tahapan kegiatan berdasarkan opsi penanganan yang
dipilih;
b) output yang diharapkan atas kegiatan tersebut;
c) target kuantitatif sesuai output yang telah ditetapkan;
d) jadwal implementasi kegiatan penanganan Risiko; dan
e) penanggung jawab yang berisi unit yang bertanggung jawab dan
unit pendukung atas setiap tahapan kegiatan penanganan Risiko.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -

4) Penanganan yang berhasil menurunkan kemungkinan dan/atau


dampak dimasukkan sebagai aktivitas pengendalian pada periode
berikutnya, kecuali rencana penanganan Risiko yang sifatnya proyek.
5) Selain rencana penanganan Risiko, suatu organisasi perlu
merumuskan rencana kontinjensi. Hal ini berupa langkah kegiatan
atau proses dalam mengatasi keadaan darurat yang mempunyai
dampak luar biasa dan mengakibatkan keadaan kritis bagi organisasi.
6) Rencana kontinjensi secara umum terdiri atas 3 langkah yakni:
a) langkah dalam menangani krisis setelah bencana terjadi (tanggap
darurat);
b) kegiatan atau proses pemulihan keadaan organisasi dalam kondisi
darurat;
c) langkah atau proses pemulihan keadaan organisasi akibat krisis
atau bencana yang terjadi ke tingkat normal.
7) Penetapan rencana kontinjensi dilakukan secara tahunan yang
dituangkan dalam format sebegai berikut:

Format Rencana Kontinjensi


Rencana Kontinjensi

Jenis Bencana :

Uraian Kegiatan Tanggap Darurat Penanggung Jawab


(penanganan krisis setelah Risiko terjadi)

Uraian kegiatan pemulihan keadaan Penanggung Jawab


organisasi dalam kondisi darurat

Uraian kegiatan pemulihan keadaan Penanggung Jawab


organisasi ke tingkat normal

c. Menetapkan Level Risiko residual harapan


Level Risiko residual harapan merupakan target Level Risiko apabila
penanganan Risiko telah dijalankan. Penetapan Level Risiko residual
mempertimbangkan perubahan level kemungkinan dan level dampak.
d. Menjalankan rencana aksi penanganan Risiko
Pelaksanaan rencana penanganan Risiko dituangkan serta capaian target
output kegiatan tersebut.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -

e. Memantau Risiko tersisa


Setelah kegiatan penanganan Risiko dilaksanakan secara optimal, masih
terdapat Risiko yang tersisa. Risiko ini harus diketahui dan dipantau
perkembangannya.

2. Tahapan proses penanganan Risiko dituangkan pada Formulir Penanganan


Risiko sebagai berikut:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 22 -

Formulir Penanganan Risiko

Unit Organisasi : <isi dengan nama unit pemilik Risiko>


Periode Penerapan : <isi dengan tahun penerapan Profil Risiko>

Rencana Penanganan Risiko Residual Harapan


Prioritas Opsi
Risiko Rencana Aksi Jadwal Penanggung
Penangana Output Target LK LD LR
Penanganan Risiko Implementasi Jawab
n Risiko
<diisi dengan <diisi dengan <diisi dengan nama <diisi <diisi dengan <diisi dengan <diisi dengan <diisi dengan <diisi dengan <diisi dengan
prioritas opsi kegiatan dan tahapan dengan target sesuai jadwal unit yang level level dampak Level Risiko,
Risiko yang penanganan kegiatan penanganan output yang output yang pelaksanaan bertanggung kemungkinan Risiko apabila terdiri atas
perlu Risiko yang Risiko> diharapkan telah setiap jawab dan unit Risiko apabila rencana sangat tinggi
ditangani dipilih> atas ditetapkan> kegiatan> pendukung atas rencana penanganan hingga sangat
/Risiko kegiatan setiap tahapan penanganan telah rendah apabila
utama sesuai tersebut> kegiatan telah dilaksanakan> rencana
formulir profil penanganan dilaksanakan> penanganan telah
dan peta Risiko> dilaksanakan>
risiko>

Keterangan: LK : Level kemungkinan; LD: Level dampak; LR: Level Risiko


MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 23 -
F. Pemantauan dan Reviu
1. Bentuk pemantauan dan reviu terdiri atas:
a. Pemantauan berkelanjutan (on-going monitoring)
1) Unit pemilik Risiko secara terus menerus melakukan pemantauan
atas seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi Risiko dan kondisi
lingkungan organisasi. Apabila terdapat perubahan organisasi yang
direncanakan atau lingkungan eksternal yang berubah, maka
dimungkinkan terjadi perubahan dalam:
a) Konteks organisasi;
b) Risiko yang terjadi atau tingkat prioritas Risiko;
c) Sistem pengendalian intern dan penanganan Risiko.
Dalam hal terjadi perubahan yang signifikan, dimungkinkan
dilakukan penilaian ulang atas profil Risiko. Pemantauan dilakukan
secara harian dan menjadi bagian dalam proses bisnis organisasi.
2) Perubahanan besaran Risiko atau Level Risiko dipantau melalui tren
Risiko. Tren Risiko dilihat berdasarkan perubahan status IRU dari
periode sebelumnya yang terdiri dari tiga kategori, yaitu:
a) Tetap, status IRU sama dengan periode sebelumnya.
b) Naik, status IRU meningkat dari periode sebelumnya (dari hijau
ke kuning, dari kuning ke merah, dan dari hijau ke merah).
c) Turun, status IRU menurun dari periode sebelumnya (dari kuning
ke hijau, dari merah ke kuning, dan merah ke hijau).
Jika status IRU kuning atau merah, maka perlu dievaluasi kembali
efektivitas penanganan Risiko yang telah dilaksanakan.

b. Pemantauan berkala
1) Pemantauan berkala dilakukan secara triwulanan yaitu pada bulan
April, Juli, Oktober, dan Januari pada tahun berikutnya.
Pemantauan triwulanan dilakukan untuk memantau pelaksanaan
rencana aksi penanganan Risiko, analisis status Indikator Risiko
Utama serta tren perubahan besaran/Level Risiko.
2) Laporan pemantauan triwulan dan tahunan dituangkan pada format
sebagai berikut:
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 24 –

Formulir Laporan Pemantauan Triwulan ...... <diisi dengan triwulan I, II, III atau IV >

Unit Organisasi : <isi dengan nama unit pemilik Risiko>


Periode Penerapan : <isi dengan tahun penerapan Profil Risiko>
Penanganan Risiko Indikator Risiko Utama (IRU) Status Risiko

Prioritas Nama Batasan Aktual Status Tren Outlook


Aksi/
Risiko Waktu Penanggung Nilai Besaran
Pengendali Output Target Realisasi
Implementasi Jawab /Level
an Risiko

<diisi <diisi <diisi <diisi <diisi <diisi dengan <diisi <diisi <diisi <diisi <diisi dengan <diisi <diisi
dengan dengan dengan dengan dengan waktu dengan unit dengan dengan dengan warna status dengan dengan
prioritas nama output yang rencana realisasi pelaksanaan yang nama batas aman, nilai IRU sesuai tren perkiraan
Risiko kegiatan diharapkan jumlah pelaksanaan setiap kegiatan> bertanggung IRU batas bawah aktual dengan nilai Risiko> nilai
yang perlu berdasarkan atas pelaksana rencana jawab atas sesuai dan batas IRU> aktual IRU> besaran
penangana opsi kegiatan an penanganan pelaksanaan formulir atas IRU Risiko dan
n sesuai penanganan tersebut> kegiatan Risiko> rencana profil tersebut> Level
formulir yang tersebut> penanganan dan peta Risiko>
profil dan terpilih> > risiko>
peta
risiko>
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 25 -

Formulir Laporan Pemantauan Tahunan


Unit Organisasi : <isi dengan nama unit pemilik Risiko>
Periode Penerapan : <isi dengan tahun penerapan Profil Risiko>
A. Penilaian Efektivitas Penanganan
Level Risiko Sebelumnya Risiko Residual Harapan Level Risiko Aktual Tren Deviasi/
Rekomendasi
Risiko Kesenjangan

<diisi berdasarkan <diisi berdasarkan <diisi dengan


apakah terdapat apakah terdapat rekomendasi
penurunan atau penurunan atau penanganan
peningkatan Level peningkatan Level periode
Risiko dari sebelumnya Risiko dari harapan berikutnya>
dengan aktual> dengan aktual>

Keterangan: LK : Level kemungkinan; LD: Level dampak; LR: Level Risiko

B. Peta Hasil Penanganan


MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 26 -
3) Periode dan penanggung jawab pelaksanaan pemantauan di
Kementerian Keuangan sebagaimana tabel berikut:

Periode Pelaksanaan Pemantauan


Peserta Rapat Penanggung
No Tingkat Periode
Pemantauan Jawab
1. Kementerian Triwulanan Menteri Keuangan dan Pelaksana harian
(Kuartalan) Pejabat Eselon I koordinator
Risiko
Kementerian
2. Eselon I Triwulanan Masing-masing Pelaksana harian
(Kuartalan) Pimpinan Unit Eselon I koordinator
dan Pejabat Eselon II Risiko Unit
Eselon I
3. Eselon II Triwulanan Masing-masing Pelaksana harian
(Kuartalan) Pimpinan Unit Eselon II koordinator
dan Pejabat Eselon III Risiko Unit
Eselon II
4. Eselon III Triwulanan Masing-masing Pelaksana harian
(Kuartalan) Pimpinan Unit Eselon koordinator
III dengan Pejabat Risiko Unit
Eselon IV Eselon III

4) Jumlah koordinator Risiko yang wajib hadir pada setiap rapat


pemantauan Risiko minimal 50% dari seluruh koordinator Risiko.
c. Reviu
Pelaksanaan reviu terdiri dari dua jenis, yaitu:
1) Reviu implementasi Manajemen Risiko
Reviu ini bertujuan melihat kesesuaian pelaksanaan dan output
seluruh Proses Manajemen Risiko dengan ketentuan yang berlaku.
Reviu ini dilaksanakan oleh UKI dan/atau pengelola Risiko sesuai
kewenangannya.
2) Reviu Tingkat Kematangan Penerapan Manajemen Risiko (TKPMR)
Reviu TKPMR bertujuan menilai kualitas penerapan Manajemen
Risiko. Reviu dapat dilakukan pada seluruh tingkatan unit
penerapan Manajemen Risiko, yaitu Kementerian, Unit Eselon I, Unit
Eselon II, dan unit Eselon III. Reviu ini dilaksanakan oleh Inspektorat
Jenderal.

d. Audit Manajemen Risiko


Audit Manajemen Risiko dilakukan oleh Inspektorat Jenderal sebagai
auditor internal Kementerian Keuangan. Audit meliputi kepatuhan
terhadap ketentuan Manajemen Risiko di lingkungan Kementerian
Keuangan dan meninjau efektivitas serta kesesuaian perlakuan Risiko
yang ada.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 27 -

2. Dokumen Manajemen Risiko


a. Piagam Manajemen Risiko
1) Dokumen ini merupakan pernyataan pemilik Risiko dalam
melaksanakan Manajemen Risiko yang dilampiri dengan Formulir
konteks Manajemen Risiko, Formulir profil dan peta Risiko, dan
Formulir penanganan Risiko.
2) Format piagam Manajemen Risiko sebagai berikut:

Format Piagam Manajemen Risiko

PIAGAM MANAJEMEN RISIKO


... <isi dengan nama unit pemilik Risiko>
KEMENTERIAN KEUANGAN
TAHUN ... <diisi dengan tahun penerapan profil Risiko>

Dalam rangka pencapaian sasaran pada unit ... <diisi dengan nama UPR>
..., saya menyatakan:
1. Piagam Manajemen Risiko ini merupakan hasil penuangan pelaksanaan
Proses Manajemen Risiko yang meliputi konteks Manajemen Risiko, profil
dan peta Risiko, serta rencana penanganan Risiko.
2. Pelaksanaan proses tersebut telah dilakukan dengan melibatkan seluruh
koordinator Risiko dan sesuai dengan ketentuan terkait penerapan
Manajemen Risiko yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan.
3. Rencana penanganan Risiko yang dituangkan dalam piagam ini akan
dilaksanakan oleh seluruh jajaran dalam unit organisasi yang saya pimpin.
4. Untuk mengingatkan efektivitas penerapan Manajemen Risiko, akan
dilakukan pemantauan dan reviu secara berkala dengan melibatkan seluruh
jajaran dalam unit organisasi yang saya pimpin.

< … tempat …, … tanggal penetapan…>

Ditetapkan oleh:

<ttd pemilik Risiko>

<Jabatan pemilik Risiko>

b. Laporan Manajemen Risiko


1) Laporan Manajemen Risiko merupakan dokumen yang menyajikan
informasi terkait pengelolaan Risiko kepada pemangku kepentingan.
Informasi tersebut berguna sebagai bahan pertimbangan dan data
dukung dalam pengambilan keputusan serta umpan balik terhadap
pelaksanaan Manajemen Risiko.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 28 -

2) Bentuk-bentuk laporan Manajemen Risiko meliputi:


a) Laporan pemantauan
Laporan ini terdiri atas laporan pemantauan triwulanan (Formulir
laporan pemantauan triwulanan) dan laporan pemantauan
tahunan (Formulir laporan pemantauan tahunan).
b) Laporan Manajemen Risiko insidentil
(1) Laporan ini disusun apabila:
(a) terdapat kondisi abnormal yang perlu dilaporkan segera
kepada pimpinan untuk memberikan masukan mengenai
rencana kontinjensi;
(b) terdapat permintaan dari pimpinan untuk memberikan
masukan berdasarkan analisis dalam pengambilan suatu
keputusan atau kebijakan tertentu.
(2) Bentuk dan isi laporan Manajemen Risiko insidental
disesuaikan dengan karakteristik, sifat, dan kondisi yang
melatarbelakanginya
c) Loss Event Database (LED)
(1) LED merupakan dokumen yang berisi catatan Risiko yang
terjadi pada tahun berjalan baik yang telah diidentifikasi dalam
profil Risiko maupun tidak.
(2) Informasi yang dimuat meliputi Risiko yang terjadi, dampak
yang ditimbulkan dan upaya yang telah dilakukan. LED
diperbaharui setiap munculnya kejadian dan dituangkan dalam
format sebagai berikut:

Uraian Kondisi
Tanggal Waktu Lokasi Analisis Deskripsi Rincian Setelah
Peristiwa/
Pencatatan Terjadinya Kejadian Penyebab Dampak Penanganan Penanganan
Events

<diisi <diisi <diisi <diisi <diisi <diisi <diisi <diisi


dengan dengan dengan dengan dengan dengan kegiatan dengan
tanggal uraian waktu lokasi penyebab dampak penanganan kondisi
pencatatan peristiwa terjadinya terjadinya terjadinya terjadinya yang setelah
event> Risiko Risiko> Risiko> Risiko Risiko dilakukan> dilakukan
yang tersebut> tersebut> penanganan
terjadi> tersebut>
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

- 29 -

c. Mekanisme penyampaian dokumen Manajemen Risiko sebagaimana tabel


berikut:

Periode
Tingkat Keterangan
Penyampaian
Kementerian ▪ Laporan Laporan disampaikan oleh Pelaksana harian
Piagam koordinator Risiko Kementerian kepada
Manajemen Inspektorat Jenderal
Eselon I Risiko: 31 Laporan disampaikan oleh Pelaksana harian
Januari koordinator Risiko Unit Eselon I kepada
Menteri Keuangan dengan tembusan
▪ Laporan Inspektorat Jenderal
Eselon II pemantauan: Laporan disampaikan oleh Pelaksana harian
triwulanan koordinator Risiko Unit Eselon II dan
dan tahunan Pimpinan Unit Eselon I
Eselon III Laporan disampaikan oleh Pelaksana harian
koordinator Risiko Unit Eselon III kepada
Pimpinan Unit Eselon II

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Anda mungkin juga menyukai