Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRATIKUM

ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER II

Kelas D
Kelompok 16

Gregorius Agung Satria Wicaksana (061611133158)


Nur Melisa Wulansari (061611133265)
Qurais Syihab. (061611133266)
Putri Kismawardani (061611133267)
Vania Ayu Prastika (061611133268)
Nailatul Muizah. (061611133269)
Ahmad Ilmul Muhashona (061611133271)
Anugrah Aditya Putra Susilo (061611133272)
Muhammad Andika Aulia Rakhman. (061611133273)
Nadiatul Khasanah (061611133274)
Ezra Julian Sumomba (061611133275)
Muchammad Manhum Mawarid (061611133276)
M Nana Yudha Wijaya (061611133284)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Penyakit Kulit Kucing
Kulit adalah organ terbesar dalam tubuh kucing, terdiri dari ¼ dari berat tubuhnya.
Organ yang luar biasa ini memberikan penghalang pelindung bagi lingkungan dan mengatur
suhu tubuh, di antara fungsi-fungsi penting lainnya. Kulit terdiri dari epidermis (lapisan atas
yang memberikan perlindungan), dermis (lapisan pendukung di bawah dermis yang
menyediakan makanan bagi epidermis), subkutis (lapisan paling dalam yang berisi otot dan
lemak pelindung dan isolasi), dan berbagai pelengkap. Pelengkap termasuk cakar, kelenjar
sebaceous yang melumasi kulit dan rambut, dan otot-otot kecil yang disebut arrector pili
yang dapat membuat rambut berdiri tegak. Sejumlah kondisi, mulai dari parasit hingga
alergi, dapat menyebabkan penyakit kulit pada kucing, prevalensi setiap kondisi berbeda-
beda sesuai dengan lokasi geografis, gaya hidup, jenis kelamin, dan jenis kucing juga dapat
memengaruhi risiko berbagai kondisi kulit. Dibandingkan dengan kucing dalam ruangan,
kucing yang diizinkan keluar rumah memiliki peluang lebih besar untuk diinfestasi oleh
parasit eksternal seperti kutu, dan risiko lebih tinggi cedera dan abses karena berkelahi
dengan kucing atau hewan lain. Selain itu, kucing jantan lebih mungkin daripada kucing
betina untuk melakukan perilaku agresif yang dapat menyebabkan abses yang disebabkan
oleh luka. Akhirnya, ras tertentu, seperti Himalaya, mungkin lebih rentan terhadap penyakit
kulit daripada ras kucing lainnya.

1.2 Signalmen Scabies


Kucing Pengpeng merupakan kucing mix jantan yang berumur 3 tahun, dengan
pakan yang biasanya diberikan pemilik adalah pindang kukus dan tulangnya. Saat Pengpeng
datang ke RSH, masih dalam masa kontrol dan sudah mengalami pemulihan yang baik. Saat
pemeriksaan Pengpeng mengalami dehidrasi dengan tanda mukosa pucat dan pemeriksaan
yang lain normal yaitu suhu 36,9ºc, berat badan 5,4kg (tidak ada penurunan dari
sebelumnya), pulsus 126/menit, nafsu makan baik, tidak muntah dan tidak diare.
Karena sebelumnya Pengpeng telah di diagnosa terkena jamur dan positif scabies
maka efek pencukuran yang dilakukan untuk terapi salep masih terlihat. Lesi yang terlihat
karena efek parasit dan jamur menyebabkan bopeng-bopeng dan berwarna kemerahan.
1.3 Diagnosa Scabies

Penegakan diagnosis scabies dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorik. Umumnya, gejala klinis skabies berupa rasa
gatal yang hebat terasa pada malam hari atau setelah mandi. Kegatalan tersebut
mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah, papula dan vesikula . Jarak antara papula
berdekatan dan terlihat seperti gambaran alur yang menghubungkan kedua papula tersebut.
Lokasi kemerahan, papula dan vesikula sebagai akibat aktivitas tungau yang terdapat pada
tempat-tempat predileksinya. Menurut Sungkar (1991)an WALTON et al . (2004), cara
diagnosis didasarkan pada gejala klinis dalam prakteknya sulit ditegakkan karena berbagai
penyakit kulit lainnya memberikan gambaran klinis yang mirip dengan skabies .
Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang baru
. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian
ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop . Diagnosis skabies positif
jika ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S. scabiei.
Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok papula
menggunakan ujung pena yang berisi tinta . Papula yang telah tertutup dengan tinta
didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/ dihapus
dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam
terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig-zag. Visualisasi terowongan
yang dibuat tungau juga dapat dilihat menggunakan mineral oil atau flourescence
tetracycline test.
Kedua metode diagnosis di atas memiliki kekurangan, khususnya pada kasus yang
baru terinfestasi S. scabiei . Tungau akan sulit untuk diisolasi dari kerokan kulit dan gejala
klinis yang ditunjukkan mempunyai persamaan dengan penyakit kulit lainnya. Oleh karena
itu, para peneliti mengembangkan teknik diagnosis berdasarkan produksi antibody
Gambaran Klinis Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah
ini :
• Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih tinggi
pada suhu yang lembab dan panas.
• Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung
terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada
infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung leukosit).
• Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada malam. Adanya tanda
: papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan).
1.4 Diagnosa Banding
Menurut Soulsby (1982) penyakit scabies dapat dikelirukan dengan beberapa
penyakit kulit yang lain yaitu penyakit Ringworm dan penyakit kulit yang disebabkan oleh
kutu. Pada penyakit Ringworm tidak menimbulkan ketebalan pada kulit dan ditemukan
adanya spora jamur pada tangkai rambut. Pada penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu .
terlihat adanya kerak pada kulit , rambutnya kusut tetapi kulit tidak menjadi tebal. Kedua
penyakit tersebut umumnya menyerang daerah superficial atau permukaan kulit sedangkan
Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies menginfeksi dengan membuat trowongan pada
kulit..
Pada Anjing Dermatitis yang disebabkan pleh jamur kadang sulit dibedakan dengan
demodecosis tipe skuamosa

1.5 Terapi Scabies


Terapi yang diberikan pada kucing Peng-Peng adalah :
1. Injeksi Ivermectin
Penyuntikan dilakukan dua kali dengan selang waktu dua minggu. Lakukan
pula pada kucing lainnya jika terdapat beberapa kucing dalam satu rumah. Satu minggu
setelah injeksi ivermectin, lesi mulai berkurang.
2. Salep
Kucing Peng-Peng diobati dengan salep Kenacort. Harus digunakan sesuai
dengan resep dokter. Oleskan 2 hingga 3 kali dalam sehari. Pada kucing Peng-Peng
justru lesi memerah setelah diberi terapi secara topical, bisa jadi karena adanya
sensitisasi pada kucing tersebut terhadap obat topical ini. Sangat dihindari untuk
pengobatan secara topical yang mengandung steroid.

3. Antihistamin
Jika ada alergi maka gunakan antihistamin.
4. Antibiotik
Gunakan pula antibiotik untuk menghindari adanya infeksi sekunder.
5. Shampoo
Untuk penanganan secara ringan bisa dengan menggunakan shampoo yang
berbahan sulfur atau sebasol. Berikan shampoo pada kucing selama 10 hingga 15 menit
setiap satu kali dalam seminggu. Penggunaan ini membutuhkan waktu total 1 hingga 2
bulan untuk menjadikan kucing bebas dari scabies.

1.6 Rumusan Masalah


1. Apakah diagnosis yang tepat untuk kucing tersebut ?
2. Apakah terapi yang tepat untuk diberikan pada kucing tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Diagnosa
Berdasarkan teknik ELISA telah dikembangkan metode untuk mendeteksi antibodi
S. scabiei pada babi, anjing dan kucing yang telah dikomersialisasikan di Eropa . Uji tersebut
menggunakan antigen tungau yang diperoleh dari S. scabiei var suis dan S. scabiei var vulpes
menunjukkan adanya reaksi silang antara varian S. scabiei yang telah dibuktikan untuk
mendeteksi antibodi skabies anjing dan domba menggunakan var. vulpes. Sejauh ini belum
ada laporan yang mengevaluasi var. suis dan var. vulpes untuk mendiagnosis skabies pada
manusia. Pengembangan uji var . hominis relatif sulit dilakukan karena terbatasnya jumlah
tungau yang diperoleh dan kendala mengembangkan tungau secara in vitro.
Strategi lain untuk melakukan diagnosis skabies adalah videodermatoskopi, biopsi
kulit dan mikroskopi epiluminesken. Video dermatoskopi dilakukan menggunakan sistem
mikroskop video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima menit.
Umumnya metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian
menggunakan mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari dermis superfisial
dan memerlukan waktu sekitar lima menit serta mempunyai angka positif palsu yang rendah.
Kendati demikian, metode-metode diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan
peralatan yang mahal.

2.2 Terapi Scabies


Post terapi scabiosis setelah pengobatan penyakit scabies pada hewan kesayangan
dirasa sudah mulai membuahkan hasil. Langkah selanjutnya ialah dengan mengurangi
hewan peliharaan untuk keluar rumah. Dikarenakan banyak kasus skabies berasal dari
lingkungan luar. Di lingkungan luar banyak sekali kucing - kucing liar yang tidak terawat
atau kucing yang terjangkit scabies ini. Langkah yang lainnya ialah dengan mulai
memperbaiki pola hidup yang bersih untuk hewan peliharaan tersebut dan memperbaiki
manajemen kandang. Karena pola hidup yang kotor dan manjemen kandang yang buruk
dapat menyebabkan hewan peliharaan terjangkit skabies. Dengan manajemen kandang yang
baik dan pola hidup bersih, bisa menimalisir hewan peliharaan terjangkit dari skabies.
Langkah lainnya adalah dengan memandikan hewan peliharaan 1 kali dalam waktu 2
minggu atau saat hewan peliharaan keluar dari rumah.
Terapi pengobatan scabies yang diberikan pada kucing Peng-Peng dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
1. Terapi Injeksi
Pengobatan dengan cara injeksi merupakan pengobatan yang biasa dilakukan oleh
dokter hewan. Perlu diperhatikan bahwa suntik/injeksi pada hewan bisa dilakukan
dibawah kulit atau didalam daging. Dalam kasus scabies injeksi biasanya
pengaplikasiannya dilakukan dibawah kulit (subkutan). Doramectin, selamectin, dan
ivermectin adalah beberapa obat terapi yang dapat digunakan untuk penyakit scabies.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan penyuntikan (injeksi
subkutan) adalah :
a. Pastikan jarum suntik yang digunakan tidak berkarat dan tumpul.
b. Gunakan dosis sesuai takaran cara pakainya.
c. Sebaiknya hindari pengobatan jika hewan peliharaan dalam keadaan
hamil/bunting.
d. Pengobatan hanya dilakukan pada hewan peliharaan yang cukup umur.
Cara pengaplikasian injeksi subkutan :
a. Bersihkan atau cukur bulu disekitar luka scabies
b. Bersihkan daerah sekitar yang akan disuntik dengan alkohol
c. Tarik ke atas bagian kulit yang akan diinjeksi. Lakukan dengan tangan kiri
dengan posisi sejajar dengan kepala dan ekor.
d. Lakukan injeksi secara subkutan (sekitar 1 cm) pada bagian yang kita tarik.
Lakukan dengan tangan kanan dengan posisi sejajar dengan kepala dan ekor.
Posisi jarum tidak tegak lurus (vertikal) tetapi sejajar (horisontal) di bawah kulit.
e. Suntikan obat sesuai dengan dosisnya. Jika posisi jarum tepat di bawah kulit
biasanya obat yang di injeksikan mudah keluarnya, tetapi jika posisi jarum masih
di kulit atau di dalam daging biasanya obat akan sedikit terhambat keluarnya.
f. Bersihkan bekas suntikan dengan alkohol.

2. Pemberian Salep
Kucing Peng-Peng juga diberikan terapi menggunakan salep Kenacort. Salep ini
digunakan sesuai dengan resep dokter. Pengobatan dilakukan 2 hingga 3 kali dalam
sehari. Pada kucing Peng-Peng pemberian obat ini menimbulkan lesi memerah setelah
diberi terapi secara topical, hal ini diduga karena adanya sensitisasi pada kucing
tersebut terhadap obat topical ini. Sangat dihindari untuk pengobatan secara topical
yang mengandung steroid.
3. Antihistamin
Adanya lesi merah yang ada pada kulit kucing peng-peng, diduga karena adanya reaksi
alergi terhadap obat terapi. Oleh karena itu, kucing peng-peng juga diberikan obat
antihistamin.
4. Antibiotik
Penggunaan antibiotik juga dilakukan untuk menghindari adanya infeksi sekunder.
5. Shampoo
Untuk penanganan secara ringan bisa dengan menggunakan shampoo yang berbahan
sulfur atau sebasol. Berikan shampoo pada kucing selama 10 hingga 15 menit setiap
satu kali dalam seminggu. Penggunaan ini membutuhkan waktu total 1 hingga 2 bulan
untuk menjadikan kucing bebas dari scabies.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari apa yang didapat pada diagnosa kucing pengpeng ditemukan bahwa diagnosa
adanya scabies benar adanya dengan ditunjukkan adanya gejala yang mirip dengan
keberadaan scabies pada kulit dan juga diperkuatkan dengan pemeriksaan mikroskop yang
menunjukkan adanya tungau scabies.
Penanganan serta perawatan yang dilakukan juga sudah tepat dengan disuntikkannya
injeksi ivermectin yang merupakan anti parasite spektrum luas serta salep antiradang berupa
salep kenacort yang berisi triamcinolone yang mengurangi gejala adanya infestasi scabies.
Shampoo dapat diberikan untuk pencegahan dan perawatan infestasi scabies.

Saran
Kami menyarankan sebagai upaya dari terhindarnya kucing dari berbagai penyakit
yang disebabkan oleh tungau terutama sarcoptes scabiei, maka sangat diperlukan kesadaran
pemilik tentang kesehatan dan kebersihan kandang. Bersihkan kandang kucing sehari sekali
dan jangan lupa mengganti pasir dalam kotak setiap membersihkan kandang lalu cuci bersih
kotaknya.
Selain itu, sebaiknya kucing rutin di grooming setiap 2 minggu sekali. Selain
menjaga kebersihannya, grooming juga dapat mencegah berbagai peyakit misalnya kutu,
parasit, jamur, Sebelum melakukan grooming, pastikan kucing dalam mood yang baik.
Jadikan suasana grooming menjadi suasana yang menyenangkan baginya dan tidak
membuatnya stres. Apabila kucing melakukan perlawanan ketika grooming, biarkan ia pergi
dan lakukan lagi nanti. Jangan memaksanya untuk grooming.
DAFTAR PUSTAKA

Budiantono. 2004 . Kerugian ekonomi akibat skabies dan kesulitan dalam


pemberantasannya . Pros . Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner .
Balitvet -- DFID. Bogor, 20 - 21 April 2004 . him .334 - 340 .
Manurung, J., S. Beriajaya, dan Partuotomo. 1986. Pengobatan kudis kambing yang
disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei dengan ivermectin dan asuntol . Penyakit
Hewan 18(31) : 59 - 62.
Palguna, D., 2014. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Kulit Pada Kucing Menggunakan
Metode Certainty Factor. JSIKA. pp. 75
College of Veterinary Medicine. 2014. Feline Skin Disease. Cornell University. //
https://www.vet.cornell.edu/departments-centers-and-institutes/cornell-feline-
health-center/health-information/feline-health-topics/feline-skin-diseases [16
September 2019]
Rifah, Indana. 2012. Mengobati Scabies Pada Kucing. Indonesia Peduli Kucing.
https://www.academia.edu/11518180/MengobatiScabiespadaKucing.
Iskandar, T. 2000 . Masalah Skabies Pada Hewan dan Manusia Serta Penanggulangannya.
Wartazoa, 28-34.
Mentari, V. 2014 . A 2,5 Years Old Boy With Scabies. J Medula Unila, 143 -150.

Anda mungkin juga menyukai