Anda di halaman 1dari 21

PERCOBAAN 4

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma Longa L)

I. Tujuan Percobaan
1. Isolasi kurkumin dari rimpang kunyit dengan metode refluks
2. Mengidentifikasi kurkumin hasil pemisahan dengan metode kromatografi
lapis tipis
3. Mermurnikan dan memisahkan hasil isolasi dengan metode kromatografi
kolom
II. Prinsip Percobaan
1. Metode Refluks: metode ekstraksi berdasarkan perbedaan kepolaran dan
kelarutan pada suhu tinggi yang akan didinginkan oleh kondensor
2. Kromatografi Lapis Tipis: metode pemisahan berdasarkan perbedaan
kepolaran dan kecepatan migrasi
3. Kromatografi kolom: metode pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan
kepolaran dan perbedaan afinitas adsorpsi komponen-komponen campuran
terhadap permukaan fase diam
III. Teori Dasar
3.1 Pemisahan dan Pemurnian
Pemisahan dan pemurnian adalah proses pemisahan dua zat atau
lebih yang saling bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu
zat yang telah tercemar atau tercampur. Campuran adalah setiap contoh
materi yang tidak murni, yaitu bukan sebuah unsur atau sebuah senyawa.
Susunan suatu campuran tidak sama dengan sebuah zat, dapat bervariasi,
campuran dapat berupa homogen dan heterogen (Ralph, 1996).
Macam-macam pemurnian zat padat:
a. Filtrasi
Biasanya filtrasi alami yang digunakan, misalnya sampel yang
akan disaring dituang kecorong yang didasarnya ditaruh kertas saring.
Fraksi cairan melewati kertas saring dan padatan tinggal diatas kertas
saring.Bila sampel cairan terlalu kental, filtrasi dilakukan dengan
penghisapan. Digunakan alat khusus untuk mempercepat filtrasi dengan
menvakumkan penampung filtrat yang digunakan. Filtrasi dengan
penghisapan tidak cocok bila cairannya adalah pelarut organik mudah
menguap.Dalam kasus ini, tekananharus diberikan pada permukaan cairan
atau larutan.
b. Rekristalisasi
Metode ini cukup sederhana, material padatan ini terlarut dalam
pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat dengan titik didih
pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika
larutan panas perlahan didinginkan, Kristal akan mengendap karna
kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan
pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak
terlalu tinggi untuk mencapai jenuh.Saran untuk membantu rekristalisasi :

• Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan


yang besar pada suhu.

• Kristal tidak harus dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin
terbentuk super jenuh.

• Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan
pelarut polar lebih disarankan. Namun, pelarut nonpolar cenderung
merupakan larutan yang buruk untuk senyawa polar.Kita harus hati-hati
bila menggunakan pelarut polar.

• Pelarut dengan titik didih rendah umumnya lebih diinginkan. Namun,


sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya
nonpolar(Tekeuchi, 2006).

c. Ekstraksi

Ekstraksi mempunyai peranan yang penting dalam laboratorium


dan teknik. Di dalam laboratorium ekstraksi pelarut digunakan untuk
mengambil zat-zat terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut organic
yang tidak bercampur dengan fase air seperti : eter, kloroform, dan
benzene. Ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan suatu spesi
yang dalam larutan air terlalu encer untuk dianalisa.Dalam industri,
umumnya ekstraksi pelarut digunakan dalam analisis untuk memurnikan
zat-zat dari pengotor yang tidak diinginkan dalam hasil.Berdasarkan
bentuk campuran yang diekstraksi, salah satu contoh ekstraksi adalah
Ekstraksi padat-cair, zat yang diekstraksikan terdapat didalam campuran
yang berbentuk padatan (Estein, 2005).

Ekstraksi digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai


kelarutan berbeda-beda dalam berbagai pelarut.Seringkali senyawa yang
hendak diekstraksi diubah secara kimia terlebih dahulu agar larut dalam air
atau pelarut organik.Sebagai contoh, pada ekstraksi cair-cair sering
digunakan dua zat cair yang tidak saling melarutkan seperti larutan air dan
pelarut organik untuk melakukan estraksi.Corong pisah beserta krannya
sangat berguna untuk memisahkan dua zat cair yang tidak saling
melarutkan tersebut (Stephen, 1996).

Gambar 3.1 Alat Refluks.

Metode Refluks adalah salah satu metode sintesis senyawa


anorganik.Metode ini digunakan apabila dalam sintesis tersebut
menggunakan pelarut yang volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan
pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan
sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang
digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan
dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi
sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan
aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas oksigen yang masuk
terutama pada senyawa organologam untuk sintesis senyawa anorganik
karena sifatnya reaktif (Dirjen POM, 1986)

Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia


yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat
bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan
menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian
seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,2010).

Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi


sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan
langsung. Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume
total pelarut yang besar,dan Sejumlah manipulasi dari operator (Mandiri,
2013).

Macam-macam fase pada kromatogafi:


1. Fasa diam (adsorben atau lapisan penyerap)
Bertindak sebagai pemisah campuran.Contoh pelrut yang
digunakan adalah silika gel, alumunium oksida, selulosa. Namun yamg
paling banyak digunakan adalah slika gel dan alumunium oksida karena
kadar air yang digunakan berpengaruh nyata terhadap
daya(Achmad,1986).
2. Fasa gerak (Eluen)

Bertindak sebagai pembawa campuran. Komponen-komponen


campuran akan bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda akibat
hambatan dari fase diam sehingga terjadi pemisahaan(Achmad,1986).

3.2 Macam-macam Kromatografi

Berdasarkan teknik kerja yg digunakan, kromatografi ada


bermacam-macam diantaranya adalah kromatografi lapis tipis,
kromatografi kertas, kromatografi kolom, kromatografi cair-vakum, dan
kromatografi preparat(Arsyad,2001).

3.2.1. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif


dari satu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-
komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerja dari
kromatografi lapis tipis adalah dengan memisahkan sampel berdasarkan
perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang
digunakan(Setyopratomo,2003).

Pelaksanaan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah silika


atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau
plastik yang keras. Gel silika atau alumina meupakan fase diam. Fase
diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali mengandung substansi
yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultraviolet. Bahan adsorben
sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk
selulosa. Partikel silika gel mengandung gugus hidroksil pada
permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul
polar air. Pada kromatografi lapis tipis, sebuah garis digambarkan
dibagian atas dan bawah lempengan dan setetes pelarut (fase gerak) dari
campuran pewarna di tempatkan pada garis yang telah
ditentukan.Diberikan penandaan pada garis dilempengan untuk
menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika dilakukan dengan tinta,
pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram di
bentuk(Ryan,2001)

Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah


bewarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan
nilai dari Jarak relatif f pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak
yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen
(fase gerak) untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut:

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


Rf =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam.


Karena itu Rf juga disebut faktor referensi(Ryan,2001).

Faktor yang mempengaruhi gerak dan harga Rf:

1. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitas.


2. Struktur kimia dari senyawa dipisahkan.
3. Kerapan dari satu pasang penyerap.
4. Pelarut (derajat kemurnian) fase bergerak (Puspasari,2010)

Syarat-syarat pelarut yang diinginkan dalam KLT:


1. Pelarut yang digunakan tergantung pada sifat zat yang akan dianalisa
dimana yang polar akan larut pada pelarut polar.
2. Untuk komponen yang lebih polar(Puspasari,2010)

Keuntungan KLT:

1. Waktu relatif singkat


2. Menggunakan inestasi yang kecil.
3. Paling cocok untuk analisis bahan alam dan obat.
4. Jumlah cuplikan yang dengan sedikit(Puspasari,2010)

Kelemahan KLT:

1. Hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang


cocok dengan pada kromatografi kolom
2. Noda yang terbetuk belum tentu senyawa murni(Puspasari,2010)
3.2.2. Kromatografi kertas
Kromatografi kertas termasuk kromatografi cair-cair dengan kertas
sebagai zat pendukung (fase diam) karena kertas atau serat-serat selulosa
merupakan adsorben lemah yang hidrofil, adsorbs zat oleh kertas tidak
terlalu kuat dan terdesak oleh air. Air atau bagian yang lebih polar dari
cairan yang di pakai sebagai eluen (fase gerak) akan berlaku sebagai fase
stasioner jadi kromatografi kertas dapat di golongkan sebagai jenis
kromatografi cairan-cairan dan mekanisme pemisahan yang dominan
adalah partisi. Oleh gaya kapiler dari kertas, fase mobil dapat bergerak
naik, mendatar maupun menurun. Eluen (pelarut, cairan pengelusi) pada
kromatografi kertas biasanya merupakan campuran 2 komponen atau
lebih, yang berlaku sebagai fase mobil selanjutnya adalah bagian
campuran yang kurang polar(Chang,2002)
Kromatografi kertas umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan
identifikasi, karena mudah dan sederhana. Dalam kromatografi kertas
perbandingan jarak rambat (di ukur sampai titik yang memberikan
intensitas maksimum pada bercak) suatu senyawa tertentu terhadap jarak
rambat fase gerak, di ukur dari titik penotolan, di nyatakan sebagai harga
Rf suatu senyawa tersebut. Harga Rf berubah sesuai dengan kondisi
percobaan karena itu identifikasi sebaikanya di lakukan dengan
menggunakan baku pembanding yang sama dengan uji kromatogram yang
sama. Jika zat uji yang di identifikasi dan baku pembanding itu sama,
terdapat kesesuaian dalam warna dan harga Rf pada semua kromatogram
dan kromatogram dari campuran menghasilkan harag Rf adalah
1,0(Chang,2002).

Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi multiplikatif suatu


senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi suatu
senyawa terjadi dalam pelarut yang bergerak lambat pada kertas,
komponen-komponen bergerak pada laju yang berbeda dan campuran
dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna(Khopkar,2010).

Gambar 3.2.2Kromatografi Kertas


3.2.3. Kromatografi kolom
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom
sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam
campuran.Prinsip dari kromatografi kolom adalah adsorpsi dan
partisi.Adsorpsi adalah mekanisme berupa komponen sample secara selektif
diadsorpsi oleh permukaan fasa diam. Partisi adalah mekanisme berupa
komponen sample secara selektif terpartisi antara eluen dan lap.Cair tipis
yang terikat pada padatan pendukung inert(Kotz,2009).

Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:


a. Kolom analitik : garis tengah dalam 2 – 6 nm. Panjang bergantung pada
jenis kemasan,untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50 – 100 cm.
Untuk kemasan mikropartikel berpori, biasanya 10 – 30 cm;

b. Kolom preparatif : umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan


panjang kolom 25 – 100 cm(Puspasari,2010).

Pembagian fase dalam kromatografi kolom:


a. Fasa diam : fasa diam yang digunakan dalam kromatografi kolom adalah
suatu adsorben padat. Biasanya berupa silika gel atau alumina. Dahulu juga
sering digunakan bubuk selulosa. Fasa diam berbentuk serbuk microporus
untuk meningkatkan luas permukaan.
b. Fasa gerak : fasa gerak atau eluen adalah campuran cairan murni. Eluen
dipilih sedemikian rupa sehingga faktor retensi senyawa berkisar antara 0,2-
0,3 supaya meminimalisir penggunaan waktu dan jumlah eluen melewati
kolom. Jenis eluen yang digunakan dapat dicoba terlebih dahulu
menggunakan kromatografi lapis tipis. Setelah dirasa cocok, eluen yang
sama digunakan untuk mengelusi komponen dalam kolom(Puspasari,2010).

Metode kromatografi kolom:

a. Metode kering: pada metode kering kolom diisi dengan fasa diam kering,
diikuti dengan penambahan fasa gerak yang disiramkan pada kolom sampai
benar-benar basah.
b. Metode basah: pada metode basah bubur (slurry) disiapkan dengan
mencampurkan eluen pada serbuk fasa diam dan dimasukkan secara hati-
hati pada kolom. Dalam langkah ini harus benar-benar hati-hati supaya tidak
ada gelembung udara. Larutan senyawa organik dipipet di bagian atas fasa
diam, kemudian eluen dituangkan pelan-pelan melewati
kolom(Puspasari,2010).
Pembagian Kromatografi Kolom:

1. Kromatografi Fase Normal : kromatografi dengan kolom yang fase


diamnya bersifat polar, misalnya silika gel, alumina, sedangkan fase
geraknya bersifat non polar seperti heksan.
2. Kromatografi Fase Terbalik : pada kromatografi fase terbalik, fase
diamnya bersifat non polar, yang banyak dipakai adalah oktadesilsilan
(ODS atau C18) dan oktilsilan (C8). Sedangkan fase geraknya bersifat
polar, seperti air, metanol dan asetonitril(Svehla,1979).

Gambar 3.2.3 Kromatografi Kolom

3.2.4 Kromatografi cair-vakum


Kromatografi vakum cair merupakan salah satu jenis dari
kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan suatu metode
pemisahan campuran larutan dengan perbandingan pelarut dan kerapatan
dengan menggunakan bahan kolom. Kromatografi kolom lazim digunakan
untuk pemisahan dan pemurnian senyawa. Kromatografi vakum cair
dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa metabolit sekunder
secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan
berbagai perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi
gradien) dan menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan
eluen. Prinsip dari kromatografi vakum cair adalah untuk pemisahan
komponen senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak kedalam
beberapa fraksi berdasarkan kepolaran(Williamson,1999).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengerjaan kromatografi
kolom vakum cair meliputi :
Biasanya jenis adsorben digunakan silika gel F60. Adsorban ini
cocok untuk fraksinasi senyawa yang terdapat pada ekstrak nonpolar atau
semipolar, tetapi tidak cocok untuk komponen senyawa yang polar karena
senyawa tersebut akan diikat kuat oleh adsorben(Svehla,1979).
Digunakan corong G3 dalam pembuatan kolom. corong ini diisi
dengan adsorben sampai setinggi 2,5 cm, kemudian bagian luar corong
diketuk-ketuk dengan jari sambil dihisap dengan pompa vakum dan
permukaan diratakan(Svehla,1979).
Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik tertentu yang mudah
menguap yaitu umumnya untuk ekstrak nonpolar digunakan eter minyak
bumi, sedangkan untuk ekstrak polar digunakan metil klorida atau
kloroform(Svehla,1979).
Pengelusian dan penampungan fraksi. Pengelusian diawali dengan
komposisi pelarut yang nonpolar, kemudian dilanjutkan komposisi pelarut
berdasarkan yang meningkat. Jumlah pelarut yang digunakan setiap kali
elusi harus dapat membasahi isi kolom. Kromatografi Vakum Cair
mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom
konvensional yaitu:
1. Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak
lebih lambat (10-100μl/menit)
2. Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal
jika digabung dengan spectrometer massa(Williamson,1999).
Gambar 3.2.4 kromatografi cair vakum
3.2.5 Kromatografi preparatif
Kromatografi mungkin preparatif atau analitis.Tujuan dari
kromatografi preparatif adalah untuk memisahkan komponen campuran
untuk digunakan lebih lanjut (dan dengan demikian suatu bentuk
pemurnian).Analisis kromatografi dilakukan biasanya dengan jumlah yang
lebih kecil bahan dan untuk mengukur proporsi relatif dari analit dalam
campuran.Keduanya tidak saling eksklusif.Prinsip kromatografi preparatif
adalah memurnikan jumlah senyawa yang cukup dari bahan untuk
digunakan lebih lanjut(Williamson,1999).
Pada kromatografi preparatif, proses isolasi yang terjadi
berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari
komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen,
oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama,
maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal
inilah yang menyebabkan pemisahan.Kromatografi preparatif hanya
dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran(Khopkar,2010).

3.3. Klasifikasi tanaman Kunyit (Curcuma Longa Linn.)

Gambar3.2 Tanaman Kunyit

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Curcuma

Spesies : Curcuma longa Linn (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Habitus : Semak, tinggi ± 70 cm.

Batang : Semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, hijau kekuningan.

Daun : Tunggal, lanset memanjang, helai daun 3-8, ujung dan pangkal
runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm,
pertulangan menyirip, hijau pucat.

Bunga :Majemuk, berambut, bersisik, tangkai panjang 16-40 cm,


mahkota panjang ± 3 cm, lebar ± 1,5 cm, kuning, kelopak
silindris, bercangap tiga, tipis, ungu, pangkal daun pelindung
pulih, ungu.

Akar : Serabut, coklat muda(Depkes RI, 2002).

Kandungan zat-zat kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah


sebagai berikut :

a. Zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-


4% yang terdiri dari Curcumin, desmetoksikurkumin dan
bisdesmetoksikurkumin.
b. Minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana
turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon
kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen,
humulen.
c. Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin dan dammar
d. Mineral yaitu magnesium besi, mangan, kalsium, natrium, kalium, timbal,
seng, kobalt, aluminium dan bismuth (Sudarsono et.al, 2002).
Pada tanaman kunyit bagian yang sering dimanfaatkan sebagai
obat adalah rimpang; untuk, antikoagulan, antiedemik, menurunkan tekanan
darah, obat malaria, obat cacing, obat sakit perut, memperbanyak ASI,
stimulan, mengobati keseleo, memar dan rematik. Kurkuminoid pada kunyit
berkhasiat sebagai antihepatotoksik (Kiso et al., 1983) enthelmintik,
antiedemik, analgesic.Selain itu kurkumin juga dapat berfungsi sebagai
antiinflamasi dan antioksidan (Masuda et al., 1993). Menurut Supriadi,
kurkumin juga berkhasiat mematikan kuman dan menghilangkan rasa
kembung karena dinding empedu dirangsang lebih giat untuk mengeluarkan
cairan pemecah lemak. Minyak atsiri pada kunyit dapat bermanfaat untuk
mengurangi gerakan usus yang kuat sehingga mampu mengobati
diare.Selain itu, juga bisa digunakan untuk meredakan batuk dan antikejang.

3.3 Kurkumin

Gambar 3.3 Struktur dari Kurkumin.

Curcumin (1,7-bis4′hidroksi-3metoksifenil)-1,6 heptadien, 3,5-


dion merupakan komponen penting dari Curcuma longa Linn. yang
memberikan warna kuning yang khas (Jaruga et al., 1998 dan Pan et al.,
1999). Curcumin termasuk golongan senyawa polifenol dengan struktur
kimia mirip asam ferulat yang banyak digunakan sebagai penguat rasa pada
industri makanan (Pan et al., 1999).Serbuk kering rhizome (turmerik)
mengandung 3-5% Curcumin dan dua senyawa derivatnya dalam jumlah
yang kecil yaitu desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, yang
ketiganya sering disebut sebagai kurkuminoid (Tonessen dan Karlsen,
1995).Curcumin tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol atau
dimetilsulfoksida (DMSO).Degradasi Curcumin tergantung pada pH dan
berlangsung lebih cepat pada kondisi netral-basa (Aggarwal et al.,
2003).Curcumin dapat mengganggu siklus sel kanker paru A549 dan
menekan pertumbuhan sel. Efek penekanan tergantung pada
konsentrasi.Efek tidak hanya bergantung dari sitotoksik nonspesifik, tetapi
juga dari induksi apoptosis (Zhang, et al., 2004).

IV. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah batang
pengaduk, gelas kimia, kromatografi kolom, ppemanas, pipa kapiler, plat
KLT, plat KLT preparatif, rotary evaporator, saringan vakum dan
timbangan.
Bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
diklorometana, kertas perkamen, kertas saring Buchner, n-heksan, metana
silika gel dan rimpang kunyit.
V. Prosedur
Alat dan bahan disiapkan dalam keadaan bersih dan kering,
kemudian rimpang kunyit yang telah disediakan ditimbang sebanyak 20g.
Kemudian rimpang yang telah ditimbang dimasukkan kedalam labu
bundar alat refluks dan ditambahkan diklorometana sebanyak 50 ml.
Kemudian di refluks selama satu jam. Hasil refluks disaring sehingga
didapatkan destilat larutan kuning.Larutan kuning tersebut dimasukkan
kedalam labu bundar alat rotary evaporator dan ditambahkan larutan n-
heksan sebanyak 20 mL.
Pada kromatografi kolom dibuat bubur silika terlebih dahulu
dengan carasilika padat secukupnya dicampurkan dengan larutan
eluendimana eluen yang digunakan adalah diklorometana dan metanol
dengan perbandingan 9:1. Silika padat yang telah dicampurkan dengan
eluen diaduk dengan batang pengaduk kemudian akan membentuk bubur.
Kemudian dimasukkan sedikit glass wall kemudian dibilas dengan eluen
hingga glass wall terbasahi. Kemudian bubur silika dimasukkan setinggi
15-20 cm, lalu hasil ekstrak kasar dimasukkanpada bagian atas kolom
sampai komponen pertama habis kemudian ditambahkan eluen. Hasil
fraksi ditampung ke dalam tabung, lalu hasil fraksi diuji menggunakan
KLT. Kemudian dihitung nilai Rf nya.
Pada kromatografi lapis tipis preparatif disiapkan ekstrak kasar
yang telah dilarutkan dalam eluen lalu ditotolkan memanjang pada sebuah
plat KLT preparatif. Eluen yang digunakan diklorometana dan metanol.
Lalu dielusikan sampai tanda batas. Bercak yang terbentuk kemudian
dikerok.
VI. Data Pengamatan
6.1 Sampel.
Bobot Rimpang Kunyit yang digunakan : 20 gram
Volume Diklometana : 50 mL

6.2 KLT Ekstrak Kunyit.

Hasil ekstraksi kunyit didapatkan bobot kristal kurkumin.


Bobot kertas saring kosong : 0,53 gram
Bobot kertas saring + kristal : 3,38 gram
Bobot kristal = 3,38 – 0,53 = 2,85 gram
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙
% Rendemen = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥100%
2,85 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 120 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥100% = 2,375 %

Hasil ekstraksi di lakukan KLT sehingga didapatkan data sebagai berikut :


Panjang bercak 1 : 0,45 cm
Panjang bercak 2 : 0,9 cm
Panjang bercak 3 : 2,19 cm
Jarak elusi eluen : 5,5 cm
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘 0,45 𝑐𝑚
Rf1 = = = 0,081
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛 5,5𝑐𝑚
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘 0,9 𝑐𝑚
Rf2 = = 5,5 𝑐𝑚 = 0,163
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘 2,19 𝑐𝑚
Rf3= = = 0,39
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛 5,5 𝑐𝑚
6.3 Kromatografi Kolom Ekstrak Kunyit
Bobot silika gel yang digunakan : 15 gram
Dibutuhkan eluen sebanyak 1 L dengan perbandingan
Diklorometana:Metanol = 99 : 1
99
Volume Diklorometana : 100 𝑥 1000 𝑚𝐿 = 990 𝑚𝐿
1
Volume Metanol : 100 𝑥 1000 𝑚𝐿 = 10 𝑚𝐿

Tabung 1 = -
1,4 𝑐𝑚
Tabung 2 = 5,4 𝑐𝑚 = 0,26

1,4 𝑐𝑚
Tabung 3 = 5,4 = 0,26
𝑐𝑚

1,8 𝑐𝑚
Tabung 4 = 5,7 𝑐𝑚 = 0,32
1,8 𝑐𝑚
Tabung 5 = 5,7 𝑐𝑚 = 0,32

1,8 𝑐𝑚
Tabung 6 = 5,7 𝑐𝑚 = 0,32

2 𝑐𝑚
Tabung 7 = = 0,36
5,5 𝑐𝑚

1,9 𝑐𝑚
Tabung 8 = 5,5 𝑐𝑚 = 0,35

1,9 𝑐𝑚
Tabung 9 = 5,5 𝑐𝑚 = 0,35

1,3 𝑐𝑚
Tabung 10 = 5,6 = 0,23
𝑐𝑚

VII. Pembahasan
7.1 Isolasi Kurkumin dengan Cara Refluks
Pada praktikum kali ini hal yang pertama dilakukan dalam
mengidentifikasi kurkumin didalam kunyit adalah mengisolasi rimpang
kunyit dengan cara refluks. Metode ini termasuk ekstraksi padat-cair,
metode ini termasuk cara panas. Senyawa yang diambil pada metode ini
harus tahan panas. Digunakan metode ini, karena senyawa yang diektraksi
masih dalam tekstur yang kasar dan termolabil. Selain itu, kelebihan pada
metode refluks ini adalah cepat dan hemat pelarut.
Rimpang kunyit dimasukkan kedalam labu bundar sebanyak 20g,
kemudian ditambahkan 50 ml diklorometana. Diklorometana bersifat non
polar, senyawa kurkumin yang akan diambil dari rimpang kunyit bersifat
non polar juga. Sehingga, diklorometana dapat mempermudah pengambilan
senyawa kurkumin dalam rimpang kunyit karena sifat kepolarannya yang
sama. Kemudian, pada saat di refluks dimasukkan batu didih agar tidak
terjadi bumpingatau pemercika. Kemudian hasil yang didapat disaring
kemudian diambil filtratnya. Filtrat yang didapat kemudian diuapkan oleh
rotary evaporatordigunakannya alat inikarena dapat mempercepat
penguapan. Karena evaporator tekanan didalamnya lebih tinggi, kemudian
pelarut diklorometana yang digunakan akan menguap sebelum mencapai
titik didihnya. Selain itu, kelebihan alat ini aman karena uap akan
tertampung dan hemat karena pelarut bisa digunakan kembali.Residu yang
didapatkan kemudian ditambahkan n- heksana yang berfungsi untuk
mengrekristalisasi residu yang didapatkan, lalu disaring menggunakan
penyaring bervakumsehingga proses filtrasi berjalan lebih cepat
dibandingkan dengan filtrasi biasa.
Kemudian dihitung nilai % rendemen dari kristal yang berada pada
kertas saring dan didapatkan hasil akhir 2,375%. Angka yang didapat lebih
kecil dibandingkan hasil rendemen pada umumnya >10%. Hal ini
disebabkan karena pada saat proses refluks yang terlalu singkat, karena
biasanya pada saat proses refluks membutuhkan waktu ±3 jam. Kemudian
faktor lain yang mempengaruhi adalah ukuran partikel simplisia dari
rimpang kunyit tersebut, karena semakin kecil ukuran partikel maka akan
semakin besar luas permukaannya, sehingga ini dapat mempermudah
pelarut mengambil senyawa yang berada dalam simplisia. Hasil refluks
yang baik adalah dimana senyawa yang diinginkan semakin banyak didapat.
Kemudian hasil dari rekristalisasi diambil sedikit, lalu dilarutkan
menggunakan diklorometana. Kemudian disiapkan eluen yang digunakan
adalah CH2Cl2 : MeOH dengan perbandingan 9:1 eluen yang digunakan
dijenuhkan dengan kertas saring, dimana ketika kertas saring yang terdapat
dalam chamber telah terbasahi semua maka eluen telah siap digunakan.
Kristal yang telah dilarutan dengan diklorometana ditotolkan menggunakan
pipa kapiler diatas KLT, lalu dielusikan sampai tanda batas. Hasil KLT yang
didapatkan ada tiga komponen.Kemudian dihitung nilai Rf nya, sehinga
didapatkan 3 nilai Rf yaitu Rf1 (0,081), Rf2 (0,163) dan Rf3 (0,39).
Berdasarkan hasil Rf yang didapat dapat dilihat bahwa senyawa
tersebut termasuk kedalam kurkuminoid dengan urutan terkecil adalah
bisdesmetoksikurkumin, desmetoksikurkumin dan kurkumin. Seharusnya
pada proses ekstraksi, hasil yang diinginkan praktikan adalah kurkumin saja,
namun yang didapatkan ternyata kurkuminoid. Kemungkinan karena pelarut
yang digunakan adalah pelarut non polar yang kurang spesifik untuk
menarik senyawa kurkumin, sehingga yang ditarik bukan senyawa
kurkumin saja melainkan senyawa kurkuminoid.
7.2 Kromatografi Kolom
Padapercobaan kromatografi kolom, sebelumnya alat dibersihkan
dan dikeringkan agar tidak mengganggu hasil akhirnya. Kolom yang
digunakan dimasukkan sedikit glass wall untuk menyaring fase diam. Pada
pembuatan fase diam dimasukkan silika gel dan dilarutkan dengan eluen
(diklorometana:metanol) sampai terbentuk massa seperti bubur. Glass wall
dibasahi dengan eluen terlebih dahulu menggunakan pipet tetes, kemudian
fase diam dimasukkan dengan cepat agar tidak terbentuk cracking.
Kemudian hasil isolasi kurkumin dari kunyit dengan cara refluks
dimasukkan kedalam kolom yang sudah diisi fase diam menggunakan pipet
tetes, lalu diteteskan kembali eluen dengan pipet tetes diatas sampel uji.
Kemudian difraksi dan tidak terjadi reaksi apapun dikarenakan silika gel
yang digunakan sudah sedikit kering dan tercampur dengan bubur silika gel
praktikum sebelumnya dan terdapat sedikit gelembung yang menyebabkan
tidak terdapat hasil yang seharusnya didapatkan. Hasil kromatografi yang
baik seharusnya berkisar pada rentang nilai 0,2-0,3. Untuk mengidentifikasi
kurkumin didalam sampel yaitu dapat dilihat nilai Rfnya dimana bercak
pada hasil elusi semakin tinggi atau semakin non-polar.
7.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Pada kromatografi lapis tipis preparatif dilarutkan kristal yang telah
terbentuk dengan eluen, kemudian ditotolkan memanjang pada plat KLT
preparatif. Eluen yang digunakan adalah diklorometana dan metanol,
kemudian dielusikan sampai tanda batas sama seperti pengerjaan
kromatografi lapis tipis. Kemudian setelah mencapai tanda batas KLT
preparatif dikeluarkan dan dikeringkan pada suhu ruangan. Kemudian hasil
sampel yang terelusi bewarna oren sampai kuning muda dan dikerok dengan
spatel. Kemudian hasil kerokan ditimbang kemudian dilarutkan dalam
diklorometana dan dihitung persen rendemennya.
VIII. Kesimpulan
Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan, yaitu:
 Isolasi kurkumin dari kunyit dengan metode refluks diperoleh persen
rendemen sebesar 2,375%
 Identifikasi kurkumin dari kunyit dengan kromatografi kolom tidak
memperoleh hasil pemurnian
 Memisahkan senyawa kurkumin dari rimpang kunyit dapat dipisahkan
dengan kromatografi lapis tipis preparatif
 Kurkumin dan senyawa lain yang terdapat pada kunyit dapat teridentifikasi

IX. Daftar Pustaka


Achmad S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka.
Jakarta
Akhyar. 2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak
Akar dan Buah Bakau (Rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio
harveyi. Makassar: Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Arsyad, M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta:
Gramedia.
Direktorat Jendral POM. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press
Kotz John, dkk. 2009. Chemistry and Chemical Reactivity Volume 2. USA :
Mary Finch
Masuda T., Jitoe A., Isobe J., Nakatani N., Yonemori S. 1993. Anti
Oxidative dn Anti Inflammatory Curcumin Related Phenolics From
Rhizomes of Curcumin Domestica, J. Phytochem.
Puspasari, Dian. 2010.Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Dwi Media Press
Ryan, L. 2001. Chemistry for you. London: Nelson Thornes
Setyopratomo, Puguh. Dkk. 2003. Studi Eksperimental Pemurnian Garam
NaCl dengan CaraRekristalisasi. Surabaya: Universitas Surabaya
Stephen D. Bresnick. 1996. High Yield Organic Chemistry, terj. Hadian
Kotong, Intisari Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates
Sudarsono, Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I.A., dan Purnomo.
2002. Tumbuhan Obat II Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan
Penggunaan. Yogyakarta: Pusat Studi Obat Tradisional, Universitas
Gadjah Mada.
Syamsuhidayat, Sri Sugati. Hutapea, Johny Ria. 1991. Inventaris Tanaman
Obat Indonesia (1). Jakarta: Bakti Husada
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel: Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta : PT Kalman Media Pusaka.
Takeuchi, Yashito. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia Terjemahan. Tokyo:
Iwanami Shouken.
Tonnesen, H.H. and Karlsen, J. 1985.Studies on Curcumin and
Curcuminoids: V Alkaline Degradation of Curcumin, Lebenum Uniers
Forch.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment. USA:
Houghton Mifflin Company.

Anda mungkin juga menyukai