Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM III

ANALISIS KUANTITATIF PEMERIKSAAN KADAR ABU

I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan pengujian kualitas simplisia dengan melakukan
metode pemeriksaan kadar abu.
II. DASAR TEORI
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu simplisia menunjukan kadar
mineral, kemurnian dan kebersihan suatu bahan yang dihasilkan.
Timbang seksama dengan krus yang telah ditara sejumlah contoh setara dengan
2 g sampai 4 g bahan yang telah dikeringkan di udara, dipijarkan perlahan,kemudian
naikkan suhu secara bertahap hingga 675℃ − 725℃ sampai bebas karbon dan
tetapkan bobot abu. Jika abu bebas karbon tidak bisa diperoleh dengan cara tersebut,
lakukan penyaringan dengan air panas,tamping sisa yang tidak larut pada kertas
saring bebas abu, pijarkan residu dan kertas saring sampai abu berwarna putih atau
hamper putih, kemudian tambahkan filtrat, uapkan sampai kering, dan panaskan
hingga suhu seperti diatas. Jika abu bebas karbon tidak bisa didapat diperoleh
dengan cara ini, dinginkan krus, tambahkan 15 ml etanol P, lepaskan abu dengan
pengaduk gelas, bakar etanol dan panaskan lagi isi krus hingga suhu seperti diatas,
lalu dinginkan dalam desikator, timbang abu dan hitung kadar abu dalam persen
terhadap bobot tetap yang digunakan.
Didihkan abu yang diperoleh seperti tertera pada penetapan kadar abu dengan 25
ml asam klorida 3 N selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut pada krus
kaca masir yang ditara atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan
dan timbang. Hitung kadar abu tidak larut dalam asam, dalam persen, dihitung
terhadap bobot contoh yang digunakan yang tertera pada literature pembakuan
pereaksi. Hitung kadar abu, dalam mg per ml, larutan air.
Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya
suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan
parameter nilai gizi bahan makanan.
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat
dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). Cara
kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC
kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering
digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam.
Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk analisis sampel
dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis karena penggunaan suhu
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan beberapa unsur,
seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.
Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada
bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat.
Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu
pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis
sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya
sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.
III. ALAT DAN BAHAN
 ALAT
Cawan porselin
Gelas beker
Gelas ukur
Corong
Botol penyemprot
 BAHAN
Aquadest
Simplisia
Asam sulfat

IV. CARA KERJA


1. Penetapan kadar abu

Timbang simplisia 2 gram sampel



Meletakkan sampel diatas cawan porselin

Dimasukkan cawan kedalam vournish dipijarkan sampai menjadi abu

Menimbang abu yang terbentuk

Menghitung persentasi kadar abu
2. Penetapan kadar abu tidak larut

Mendidihkan abu yang diperoleh dengan 25 asam sulfat



Kemudian mengumpulkan bagian yang tidak larut dengan menggunakan kertas
saring

Dicuci dengan air panas selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450℃ hingga
bobot tetap

Menimbang dan menghitung kadar abu yang larut dalam aiR
3. Penetapan kadar abu larut air

Abu yang diperoleh didihkan dengan 25 ml air selama 5 menit



Dikumpulkan bagian yang tidak larut

Kemudian menyaring dengan kertas saring

Mencucinya dengan air panas dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu tidak
lebih dari 450℃ hingga bobot tetap

Lalu menimbang dan menghitung kadar abu yang larut dalam air
V. HASIL PENGAMATAN
I. Bobot tetap cawan porselin
Bobot awal cawan porselin Bobot setelah pemanasan 15
menit
Cp A. 41,7767 g Cp A. 41,776 g
Cp B. 46,2208 g Cp B. 46,220 g
Cp C. 40,6600 g Cp C. 40,659 g
Cp D. 41,7117 g Cp D. 41,710 g

Bobot setelah dipanaskan 60 menit Bobot setelah pemanasan 15


menit
Cp A. 41,7767 g Cp A. 41,776 g
Cp B. 46,2204 g
Cp C. 40,6591 g
Cp D. 41,7117 g

II. Bobot tetap cawan porselin + Simplisia


Bobot cawan sebelum dimasukkan Bobot simplisia awal
simplisia
Cp A. 41,775 g Cp A. 2,017 g
Cp B. 46,220 g Cp B. 2,009 g
Cp C. 40,660 g Cp C. 2,009 g
Cp D. 41,712 g Cp D. 2,012 g
Bobot cawan porselin + simplisia
Cp A. 43,576 g
Cp B. 48,267 g
Cp C. 42,665 g
Cp D. 43,719 g

III. Kadar Abu Total


Bobot abu + Cawan Bobot tetap cawan (y) Bobot abu (x-y)
porselin (X)
Cp A. 41,967 g 41,776 g 0,191 g
Cp B. 46,434 g 46,220 g 0,214 g
Cp C. 40,879 g 40,659 g 0,22 g
Cp D. 41,918 g 41,710 g 0,208 g

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝


 Kadar abu total = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
0,191
Cp A = 2,017 𝑋 100% = 9,469 %

0,214
Cp B =2,009 𝑋 100 % = 10,801%

0,22
Cp C =2,009 𝑋 100% = 10,95%

0,208
Cp D = 2,012 𝑋 100% = 10,337%
IV. Kadar abu tidak larut asam/etanol
 Pemanasan pertama selama 30 menit ↑ 295℃ − 299℃
Cp C = 40,731 g
Cp D = 41,742 g
 Pemanasan kedua selama 15 menit ↑ 295℃ − 299℃
Cp C = 40,717 g
Cp D = 41,732 g
 Pemanasan ketiga selama 15 menit ↑ 295℃ − 299℃
Cp C = 40,710 g
Cp D = 41,730 g
 Pemanasan keempat selama 15 menit ↑ 295℃ − 299℃
Cp C = 40,710 g
Cp D = 41,730 g
Merupakan bobot tetap karena sudah konstan.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
 Kadar abu tidak larut asam (%) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 𝑎𝑤𝑎𝑙
0,051
Cp C = 𝑋 100% = 23%
0,22

0,02
Cp D = 0,208 𝑋 100% = 9,6%

V. Kadar abu larut air


 Pemanasan pertama selama 30 menit ↑ 295℃ − 299℃
Cp A = 41,910 g
Cp B = 46,355 g
 Pemanasan kedua selama 15 menit ↑ 295℃ − 299℃
Cp A = 41,900 g
Cp B = 46,348 g
 Pemanasan ketiga selama 15 menit ↑ 295℃ − 299℃
Cp A = 41,891 g
Cp B = 46,338 g
 Pemanasan keempat selama 15 menit ↑ 295℃ − 299℃
Cp A = 41,891 g
Cp B = 46,338 g
 Kadar abu larut dalam air (% )
𝑎−𝑏
=𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%

0,191−0,115
Cp A = 𝑥 100% = 3,767%
2,017

0,214−0,118
Cp B = 𝑋 100% = 4,778%
2,009

VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini mengenai Analisis Kuantitatif Pemeriksaan Kadar Abu
yang menggunakan sampel bahan yaitu simplisia dari Daun Beluntas yaitu dengan proses
pengabuan yang dilakukan dengan menggunakan Tanur dengan memijarkan sampel pada
suhu 295℃ − 299℃. Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau
oksidasi komponen organik bahan pangan.
Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama
beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik
berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu. Kandungan abu dan komposisinya
bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari
suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. (Muchtadi,1989)
Penentuan kadar abu cara kering mempunyai prinsip yaitu, mengoksidasi semua zat
organik pada suhu tinggi, yakni sekitar 500 - 600˚C dan kemudian melakukan penimbangan
zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Winarno,1992)
Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang
terdapat dalam suatu makanan atau pangan, yang dalam hal ini dapat kita sebut juga
sebagai simplisia, selain itu kadar abu juga menunjukkan kadar mineral, kemurnian, serta
kebersihan suatu bahan atau sampel yang dihasilkan.
Dalam penetapan kadar abu, pemijaran dilakukan sampai memperoleh bobot yang
tetap. Sampel yang telah ditimbang 2 gram sampai 4 gram bahan simplisia dimasukkan
kedalam tanur selama 6 jam. Setelah tercapai pengabuan yang dapat ditunjukkan pada
warna yang dihasilkan sampel yaitu abu berwarna putih atau hamper putih. Pada penetapan
kadar abu, cawan tidak boleh dipegang lansung dengan tangan karena dikhawatirkan
keringat atau minyak dari tangan akan berpengaruh pada berat kadar abu, sehingga akan
menyulitkan dalam pencarian bobot tetap karena berpengaruh pada bobot alat dan proses
pembobot tetapan alat.
Hasil yang didapat pada penetapan kadar abu total yaitu adalah Cawan porselin A
9,469% , Cawan porselin B 10,801%, Cawan porselin C 10,95%, Cawan porselin D
10,337%. Hasil tersebut menggambarkan jumlah kandungan mineral dan unsur anorganik
internal maupun hasil cemaran yang ada pada simplisia yang digunakan tersebut.
Dan dalam penetapan Kadar abu yang tidak larut asam dengan prinsip kerja yaitu
dididihkan dengan 25 ml asam sulfat 2 N, bagian abu yang tidak larut dikumpulkan dan
disaring dengan menggunakan kertas saring lalu dicuci dengan air panas dan dipanaskan
selama 15 menit pada suhu 450℃ hingga bobot tetap, hasil yang didapat yaitu Cawan
porselin C 23%, dan Cawan porselin 9,6%. Proses pengabuan telah terjadi penguapan air
dan zat-zat yang terdapat pada sampel simplisia, sehingga yang tersisa dari hasil
pembakaran yang sempurna yakni abu.
Pada penetapan kadar abu larut air dengan prinsip kerja abu dididihkan dengan air 25
ml air selama 5 menit, bagian abu yang tidak larut dikumpulkan dan disaring dengan
menggunakan kertas saring dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 450℃ hingga bobot
tetap. Dan hasil yang didapat Cawan porselin A 3,767% dan Cawan porselin B 4,778%.
Besarnya kadar abu yang didapat mungkin disebabkan oleh suhu ruang dan kesalahan pada
saat praktikum. Untuk itu dilakukan pengujian Kadar abu total memiliki berbagai tujuan
yaitu untuk mengetahui adanya abu yang tidak larut asam yang cukup tinggi dan abu yang
tidak larut dalam air. Kadar abu yang dilakukan duplo menunjukkan hasil yang berbeda,
seharusnya kadar abu yang dihasilkan tersebut sama karena sampel yang digunakan sama,
bedanya hanya pada berat cawan yang digunakan. Kesalahan ini terjadi karena pada saat
penimbangan atau karena karena ada abu yang menyerap air karena dibiarkan di udara
terbuka terlalu lama saat menunggu ditimbang sehingga abu akan menarik air dan
mempengaruh berat saat ditimbang, akibatnya dapat mempengaruhi ketepatan analisis.
VII. KESIMPULAN
Dari data hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar
abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu dapat menunjukkan
total mineral dalam suatu bahan simplisia. Bahan-bahan organik dalam proses
pembakaran akan terbakar akan tetapi komponen organiknya tidak, karena itulah
disebut sebagai kadar abu. Kadar abu total yang dihasilkan sebesar Cp A= 9,469% ,
Cp B =10,801%, Cp C= 10,95%, dan Cp D= 10,337%.
Sedangkan hasil dari kadar abu tidak larut asam/etanol hasi yang didapat yaitu
Cp C= 23% dan Cp D= 9,6%. Dan hasil dari abu larut air yang telah dilakukan
pengujian yaitu Cp A= 3,767% dan Cp B= 4,778%.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Handayani Rezqy, Modul Praktikum Fitokimia. Program Studi Farmasi. Fakultas
Ilmu kesehatan. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium : Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Gramedia
pustaka utama . Jakarta.
Winarno F.G. 1992. Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka Jaya. Malang..
IX. LAMPIRAN

 Nama Simplisia : Pluchea Folium


 Tanaman Asal : Pluchea Indicae L
 Bagian yang digunakan : Daun (Folium)
 Sortasi Basah
- Berat Awal : 1 kg 3 ons
- Jenis Pencemar : Laba – laba dan sarang laba – laba
 Pencucian
- Berat Awal :-
- Berat setelah dicuci : 1 kg 7 ons
- Masalah yang dihadapi : Cuaca
 Perajangan
- Jenis Perajangan :-
- Bobot Basah :-
- Lama Pengeringan : dari jam 07.00 – 10.00 selama 3 hari
- Bobot kering simplisia : 2,5 ons
- Bobot menjadi serbuk : 2 ons
 Penyimpanan : Toples transranparan tertutup rapat
 Ayakan :-

Anda mungkin juga menyukai