Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum Mikrobiologi

Isolasi Mikroorganisme

Oleh :
Nama : Indri Permata Wibisari
NIM : 1308617050
Kelompok :3
Tanggal Praktikum : Selasa, 26 Maret 2019
Dosen : Dr. Tri Handayani K, M. Si

Biologi A 2017
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta
2019
BAB I
A. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Memahami fungsi dilakukannya isolasi mikroorganisme.
2. Mengetahui dan mempraktikkan berbagai metode yang digunakan untuk
melakukan isolasi mikroorganisme.
3. Memahami fungsi dilakukannya inokulasi dan inkubasi dalam pengisolasian
mikroorganisme.
4. Mengenal berbagai alat yang digunakan dalam proses inokulasi dan inkubasi.
5. Mengenal berbagai bentuk koloni bakteri hasil dari isolasi mikroorganisme.

B. PENDAHULUAN

Tak dapat dipungkiri bahwa pada dewasa ini, pemanfaatan mikroorganisme dalam
berbagai bidang kehidupan menjadi sangat besar. Baik yang digunakan dalam proses
produksi bahan pangan, industri, pertanian, obat-obatan, dan lain sebagainya. Tetapi, di
luar dari pemanfaatannya yang luas dan akses mendapatkannya yang sangat mudah, tentu
tak semua mikroorganisme dapat digunakan. Perlu ada pemilihan mikroorganisme
tertentu yang sesuai dengan tujuan pemanfaatannya. Maka untuk mendukung hal tersebut,
dilakukanlah suatu metode yang disebut isolasi mikroorganisme.

Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan suatu jenis mikroba dengan
mikroba lain dari lingkungannya di alam dan ditumbuhkan di medium buatan.
Pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dalam medium padat, karena dalam medium
padat, sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya.
(Sutedjo dan Kartajapoetra, 1991)

Hasil yang diperoleh dari isolasi mikroorganisme adalah biakan murni yang berisi
satu macam sel-sel mikroorganisme hasil pembelahan dari satu sel tunggal. Sehingga
proses pengidentifikasian mikroorganisme tertentu tersebut menjadi lebih mudah karena
telah dipisahkan dari lingkungan dan dibiakkan pada media terpisah.

Isolasi biakan yang terdiri dari satu jenis mikroorganisme dikenal sebagai biakan
murni atau biakan aksenik. Biakan yang berisi lebih dari satu macam mikroorganisme
dikenal sebagai biakan campuran. Jika hanya terdiri dari dua jenis mikroorganisme, yang
dengan sengaja dipelihara satu sama lain dalam asosiasi, dikenal sebagai biakan dua jenis.
(Sandjaja, 1992)

Dalam melakukan isolasi mikroorganisme, digunakan peralatan seperti jarum ose


dan spatula drigalski untuk menginokulasikan mikroorganisme ke dalam media. Inokulasi
sendiri berarti proses atau tahap kegiatan pemindahan mikroorganisme dari sumber
asalnya ke sebuah medium baru yang telah dipersiapkan, dan dalam praktiknya digunakan
teknik aseptis untuk mencegah adanya kontaminasi mikroorganisme lain. Sementara
mikroorganisme yang diinokulasikan ke media tersebut disebut inokulum, dimana
mikroorganisme tersebut masih dalam keadaan hidup atau berada pada fase pertumbuhan
yang sehat. (Harley dan Presscot, 2002)

Teknik aseptik merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi terjadinya kontaminasi. Salah satu teknik yang dilakukan adalah dengan
melakukan pekerjaan selalu dekat dengan api. Ketika sedang melakuakan pembukaan
pada cawan petri atau tabung medium, diusahakan untuk selalu melewatkannya kea pi
pada bagian dari benda yang dibuka sehingga kontaminasi mikroorganisme dari udara
dapat dihindari. (Harley dan Presscot, 2002)

Menurut Harley dan Presscot (2002), ada beberapa metode untuk menginokulasi
bakteri sesuai dengan jenis medium tujuannya, antara lain:
1. Medium Agar Tegak
Mikroorganisme diinokulasikan dengan cara ditusukkan ke medium
padat tegak pada tabung reaksi menggunakan jarum ose.
2. Medium Agar Miring
Mikroorganisme diinokulasikan dengan cara digoreskan dengan pola
zig-zag ke medium padat miring pada tabung reaksi menggunakan loop ose.
3. Medium Petridish
Mikroorganisme diinokulasikan ke medium padat pada cawan petri
dengan berbagai metode.

Menurut Pelczar dan Chan (1986), ada beberapa metode yang dapat digunakan
untuk mengisolasi mikroorganisme pada medium petridish, antara lain:
1. Metode Cawan Gores (Streak Plate)
Pada metode ini, inokulum digoreskan di permukaan medium padat
pada cawan petri menggunakan loop ose. Mikroorganisme nantinya akan
tumbuh menjadi koloni-koloni yang dapat dilihat pada garis-garis goresan
yang telah dibuat.
2. Metode Cawan Tuang (Pour Plate)
Pada metode ini, inokulum berbentuk cair dituangkan ke cawan petri.
Setelahnya medium agar yang masih cair dituangkan juga ke cawan petri
tersebut. Keduanya kemudian dicampurkan dengan menggeser cawan petri
yang sudah ditutup dengan pola angka delapan. Mikroorganisme nantinya
akan tumbuh menjadi koloni yang tersebar pada permukaan medium agar yang
telah memadat.
3. Metode Cawan Sebar (Spread Plate)
Pada metode ini, setetes inokulum diletakkan di tengah-tengah medium
padat pada cawan petri. Dengan menggunakan spatula drigalski, inokulum
kemudian disebarkan perlahan-lahan ke permukaan medium. Mikroorganisme
nantinya akan tumbuh menjadi koloni secara terpisah pada permukaan
medium.
Setelah inokulasi dilakukan proses inkubasi, yaitu menyimpan medium pada
alat atau konteiner pada temperatur tertentu dan periode tertentu, sehingga tercipta
lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme.
(Harley dan Presscot, 2002)
Mikroorganisme dibiarkan tumbuh selama 24 jam. Barulah setelah itu koloni
yang terbentuk dapat diamati morfologinya. Menurut Dwidjoseputro (2005), sifat-sifat
morfologi yang dapat diperhatikan dari koloni mikroorganisme (dalam hal ini adalah
bakteri) yang tumbuh pada medium agar tegak medium agar mirimg, dan medium
petridish adalah sebagai berikut :
1. Medium Agar Tegak
a. Bagi mikroorganisme yang mampu mengencerkan gelatin maka bentuknya
dapat serupa pedang, tasbih, betonjol-tonjol, dan berjonjot.
b. Bagi mikroorganisme yang tidak mampu mengencerkan gelatin maka
bentuknya serupa mangkuk, corong, pundi-pundi, dan berlapis.
2. Medium Agar Miring
Sifat yang dapat diperhatikan adalah bentuk dan tepi koloni yang dapat
serupa pedang, duri, tasbih, titik-titik, batang, dan akar.
3. Medium Petridish
a. Bentuk koloni dapat serupa titik-titik (circular), tak beraturan (irregular),
bulat berbenang (filamentous), serupa akar (rhizoid), dan serupa
kumparan.
b. Permukaan koloni dapat berbentuk timbul melengkung (raised), timbul
mencembung (convex), datar (flat), timbul mendatar, timbul membukit
(umbonate), dan timbul berkawah (crateriform).
c. Tepi koloni ada yang utuh (entire), berombak (undulate), berbenang-
benang (filiform), keriting (curled), berbelah-belah (lobate), dan bergerigi.

Gambar 1.1 Morfologi Koloni Bakteri


Sifat lainnya yang dapat diperhatikan antara lain:
a. Tekstur : Licin atau kasar.
b. Penampakan luar : Berkilau atau kusam.
c. Pigmentasi : Tidak berpigmen misalnya berwarna krim, kecokelatan, dan
putih, atau berpigmen.
d. Sifat optic : Buram, tembus cahaya (translucent), atau tembus pandang
(transparent)
BAB II
A. ALAT DAN BAHAN

Alat :
 Cawan petri  Spatula Drigalski
 Cotton bud  Tali kasur
 Label  Tisu
 Lampu spiritus  Vortex mixer
 Pipet  Yellow page
Bahan :
 Alkohol 70%
 Jus jeruk
 Medium Nutrient Agar (NA)
 Medium Potato Dextrosa Agar (PDA)

B. METODE

Sebelum praktikum dimulai, meja disterilisasi terlebih dahulun dengan cara


disemprotkan alkohol 70% dan dibersihkan dengan tisu. Setelahnya, pastikan seluruh
bahan telah dipersiapkan di atas meja. Ketika suspensi dipindahkan ke medium, harus
dilakukan di dekat api sebagai bentuk teknik aseptis.

Percobaan 1. METODE CAWAN GORES


Medium PDA dicairkan terlebih dahulu dengan cara didihkan, kemudian
didiamkan hingga suhunya menjadi sekitar 40oC. Setelah itu medium nutrient agar
dituangkan ke dalam cawan petri steril, lalu cawan petri ditutup, dan dibiarkan hingga
medium memadat.
Cotton bud digoreskan ke bagian tubuh yang mikroorganismenya hendak
dibiakkan, pada praktikum yang digunakan adalah mikroorganisme pada daun telinga.
Setelahnya penutup cawan petri dibuka dan cotton buds digoreskan dengan pola zig-
zag secara perlahan ke permukaan medium. Kehati-hatian sangat diperlukan
mengingat medium sebaiknya jangan sampai tergores apalagi sampai robek, karena
akan menyulitkan pengamatan nantinya apabila medium rusak. Cawan petri kemudian
ditutup kembali, diberi label, dibungkus dengan yellow page dan tali kasur, lalu
diinkubasi selama 24-48 jam dalam suhu ruang. Terakhir, koloni mikroorganisme yang
terbentuk dapat segera diamati dan perubahannya dicatat.
Percobaan 2. METODE CAWAN TUANG
Untuk suspensi berisi mikroorganisme yang bentuknya cair, maka dapat
langsung diambil dengan pipet steril sebanyak 1 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam
cawan petri steril dan ditutup. Untuk suspensi berisi mikroorganisme yang bentuknya
padat, maka ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1 gram, baru setelahnya dicampurkan
9 ml akuades dan dihomogenisasi dengan vortex mixer. Langkah berikutnya sama
seperti pada suspense cair, yaitu diambil sebanyak 1 ml untuk kemudian dimasukkan
ke dalam cawan petri steril.
Medium NA yang bersuhu sekitar 40oC dan masih cair dituangkan juga ke
cawan petri yang telah berisi suspensi, lalu ditutup. Kemudian kedua bahan tadi
dihomogenisasi dengan digeser-geserkannya cawan petri secara perlahan di atas meja
dengan pola angka delapan. Tunggu sejenak hingga medium padat. Setelahnya, cawan
petri dibungkus dalam keadaan terbalik dengan yellow page dan tali kasur, diberi label,
lalu diinkubasi selama 24-48 jam dalam suhu ruang. Terakhir, koloni mikroorganisme
yang terbentuk dapat segera diamati dan perubahannya dicatat.
Percobaan 3. METODE CAWAN SEBAR
Medium PDA dicairkan terlebih dahulu dengan cara didihkan, kemudian
didiamkan hingga suhunya menjadi sekitar 40oC. Setelah itu medium nutrient agar
dituangkan ke dalam cawan petri steril, lalu cawan petri ditutup, dan dibiarkan hingga
medium memadat.
Untuk suspensi berisi mikroorganisme yang bentuknya cair, maka dapat
langsung diambil dengan pipet steril sebanyak 0,1 ml. Kemudian diteteskan ke
permukaan medium yang telah memadat. Untuk suspensi berisi mikroorganisme yang
bentuknya padat, maka ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1 gram, baru setelahnya
dicampurkan 9 ml akuades dan dihomogenisasi dengan vortex mixer. Langkah
berikutnya sama seperti pada suspense cair, yaitu diambil sebanyak 0,1 ml untuk
kemudian diteteskan ke permukaan medium yang telah memadat.
Lalu, suspensi cair pada permukaan medium tadi diratakan dengan spatula
drigalski. Gerakannya harus perlahan-lahan agar tidak timbul kerusakan pada
permukaan medium. Kemudian cawan petri ditutup, dibungkus dengan yellow page
dan tali kasur, diberi label, lalu diinkubasi selama 24-48 jam dalam suhu ruang.
Terakhir, koloni mikroorganisme yang terbentuk dapat segera diamati dan
perubahannya dicatat.
BAB III
A. HASIL PENGAMATAN
Tabel Hasil Pengamatan 1. METODE CAWAN GORES
( Media PDA Streak Daun Telinga )
Karakteristik
Koloni
Optical
ke- Ukuran Tepi Elevasi Warna Bentuk Tekstur
property

Kecil Licin Seperti Putih Circular Smooth Opaque


1
tetesan susu
Sangat
2 - - - - - -
kecil
Sangat
3 - - - - - -
kecil
Sangat
4 - - - - - -
kecil

Tabel Hasil Pengamatan 2 dan 3. METODE CAWAN TUANG DAN SEBAR


( Media NA Pour Jus Jeruk dan Media PDA Spread Jus Jeruk )
Karakteristik

Media Optical
Jumlah Ukuran Tepi Elevasi Warna Bentuk Tekstur
property

NA Pour Putih
Seperti Circular,
Jus Jeruk Licin, tak susu
tetesan, tak Opaque
Bermacam beraturan, dan
∞ timbul beraturan Smooth dan
- macam dan putih
dan dan translucent
berlekuk kekunin
cembung menyebar
gan
PDA
Seperti Putih
Spread Jus ∞ Kecil Licin Circular Smooth Opaque
tetesan susu
Jeruk
Gambar 2.1 Hasil Isolasi Mikroorganisme Setelah 24 Jam

Media PDA Streak Media NA Pour Media PDA Spread


Daun Telinga Jus Jeruk Jus Jeruk

Gambar 2.2 Hasil Isolasi Mikroorganisme Setelah 48 Jam

Media PDA Streak Media NA Pour Media PDA Spread


Daun Telinga Jus Jeruk Jus Jeruk

B. PEMBAHASAN

Percobaan 1. METODE CAWAN GORES

Pada praktikum ini, kami menggoreskan cotton bud pada daun telinga salah
satu praktikan untuk mendapatkan mikroorganisme yang dapat diisolasi pada media.
Telinga merupakan salah satu bagian terluar tubuh yang terpapar langsung dengan
lingkungan luar. Hal ini seharusnya menyebabkan mudah sekali bagi
mikroorganisme, seperti bakteri misalnya, untuk berhabitat di bagian tubuh ini.

Namun ketika hasil isolasi mikroorganisme diamati, baik setelah 24 jam


maupun 48 jam, bakteri yang dapat terlihat sangat sedikit dan kecil sekali. Pada
pengecekan pertama setelah 24 jam, hanya ditemukan 3 koloni berukuran sangat
kecil. Pada pengecekan selanjutnya yakni setelah 48 jam, koloni bakteri hanya
bertambah 1, sehingga total menjadi 4 koloni yang ukurannya tetap sangat kecil.
Hanya 1 koloni yang dapat diamati dengan jelas morfologinya, sementara 3 koloni
lain terlalu kecil untuk dapat diamati. Bentuk koloni tersebut adalah circular seperti
tetesan, berwarna putih susu, dengan tipe licin dan smooth.

Dilansir dari sebuah artikel pada laman www.bbc.com, diketahui bahwa


bagian terluar kanal telinga manusia, berpadu dengan ribuan kelenjar keringat, akan
memproduksi suatu zat bernama serumen. Zat tersebut, ditambah dengan sedikit
rambut, kulit mati, dan detritus (kotoran) tubuh lainnya, akan membentuk kotoran
telinga.

Pada 1980, peneliti NIH Tuu-Jyi Chai dan Toby C Chai mengumpulkan
serumen dari 12 orang menggunakan alat yang mereka sebut sebagai ‘kait steril
kotoran telinga’ dan mencampurnya dengan larutan alkohol. Lalu mereka
menambahkan bakteri. Hasilnya adalah kotoran telinga tersebut mampu membunuh
99% jenis bakteri, termasuk H.influenzae (yang tidak menyebabkan influenza
melainkan menyebabkan infeksi jenis lain) dan jenis E.coli khusus yang disebut K-12.
Beberapa jens jenis strain virus E.coli lain, dan Streptococcus serta Staphylococcus,
lebih tahan terhadap kotoran telinga, dan tingkat kematian mereka berkisar antara
30% sampai 80%. Meski begitu, sampel kotoran telinga yang dikumpulkan tetap
memiliki efek jelas, yaitu membunuh 10 jenis bakteri yang diuji.

Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian dari Jerman pada 2011. Dalam
eksperimen tersebut, 10 peptida yang ditemukan dalam kotoran telinga mampu
mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur. Menurut para peneliti tersebut, infeksi kanal
telinga luar terjadi saat sistem pertahanan dari kotoran telinga rusak.

Penelitian tersebut mungkin menjelaskan mengapa sangat sedikit bakteri yang


dapat diisolasi dari daun telinga. Dan rasanya cukup masuk akal, mengingat sebagai
bagian tubuh yang terpapar langsung dengan lingkungan luar, maka telinga haruslah
memiliki proteksi lebih.

Tetapi berdasarkan artikel dari laman yang sama, diketahui juga bahwa
terdapat berbagai penelitian yang meragukan pernyataan bahwa kotoran telinga
berperan penting dalam proteksi organ pendengaran. Contohnya pada tahun 2000,
penelitian yang dilakukan di La Laguna University di Canary Islands menemukan
hasil yang berbeda. Peneliti justru menemukan efek netral dari kotoran telinga
terhadap satu strain Staph, dan pada banyak contoh kasus, mereka mendapati bahwa
kotoran telinga malah mendorong tumbuhnya bakteri, termasuk E.coli, karena
tersedianya gizi yang kaya. Sehingga belum dapat dipastikan apakah benar kotoran
telinga mampu membunuh bakteri atau tidak. Tetapi jika iya, maka itu merupakan
alasan yang masuk akal mengapa tidak ditemukan bakteri pada hasil isolasi
mikroorganisme pada daun telinga yang telah dilakukan.
Percobaan 2. METODE CAWAN TUANG

Pada praktikum ini, kami mencampurkan 1 ml jus jeruk sebagai suspensi yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme dengan medium NA. Hasil yang dapat
diamati setelah 24 jam adalah terdapat banyak koloni bakteri dengan berbagai bentuk
dan jenis yang kemudian dibagi menjadi 3 kelompok utama untuk memudahkan
pengamatan.

Kelompok 1 berbentuk circular, berwarna putih susu, elevasi seperti tetesan,


mengkilap, tidak tembus pandang, dan teksturnya halus. Kelompok 2 berbentuk
amoeboid, berwarna putih kekuningan, elevasi raised, mengkilap, tembus pandang
dan teksturnya halus. Kelompok 3 merupakan koloni yang paling besar, berbentuk
irregular, berwarna putih, tembus pandang dan teksturnya halus. Kelompok 3
kemungkinan merupakan kapang, dikarenkan bentuk dan karakteristiknya yang
menyerupai kapang.

Berdasarkan sebuah penilitian oleg Hellen Retno Kusuma, dkk, pada tahun
2007 mengenai Pengaruh Pasteurisasi Terhadap Kualitas Jus Jeruk Pacitan, dapat
diperoleh informasi bahwa kapang (mould), khamir (yeast), dan lactic acid bacteria
merupakan jenis-jenis mikroorganisme yang umumnya dapat ditemukan dalam jus
jeruk. Jadi kemungkinan bakteri yang ditemukan merupakan lactic acid bacteria.
Setelah membandingkan dengan foto literature yang diunduh dari researchgate.com
pun, morfologi lactic acid bacteria dengan bakteri yang berhasil diisolasi kurang
lebih mirip. Sementara mikroorganisme lainnya kemungkinan memang benar
merupakan kapang mengingat kapang memang dapat tumbuh pada jus jeruk.

Gambar 3.1 Gambar literatur lactic acid bacteria


(sumber: researchgate.com)

Percobaan 3. METODE CAWAN SEBAR

Pada praktikum ini, kami meneteskan 0,1 ml jus jeruk sebagai suspensi yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme ke permukaan medium PDA, kemudian
diratakan menggunakan spatula Drigalski. Hasil yang dapat diamati setelah 24 jam
adalah terdapat kurang lebih 300 koloni bakteri dengan karakteristik yang sama, yakni
berbentuk circular, berwarna putih susu, elevasi seperti tetesan, mengkilap, tidak
tembus pandang dan teksturnya halus.

Pengamatan kedua dilakukan setelah 48 jam. Koloni bakteri terlihat bertambah


banyak dengan karakteristik yang sama. Banyaknya koloni yang terlihat dengan
karakteristik sama menunjukan jus jeruk memiliki jenis mikroorganisme yang sama
dan jus jeruk tersebut tidak 100% bersih. Tetapi berbeda dengan percobaan
sebelumnya, menggunakan media PDA justru menyebabkan kapang yang tumbuh
tidak sebanyak pada media NA. Padahal seharusnya media PDA merupakan media
yang tepat untuk membiakkan fungi. Kemungkinan adalah karena metode yang
digunakan merupakan metode sebar sehingga mikroorganisme yang dapat diisolasi
jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan metode tuang.
BAB IV

KESIMPULAN
1. Fungsi dilakukannya isolasi mikroorganisme adalah untuk memisahkan suatu
jenis mikroba dengan mikroba lain dari lingkungannya di alam dan ditumbuhkan
di medium buatan sehingga dapat lebih mudah untuk diamati morfologinya serta
dimanfaatkan untuk penelitian lain.
2. Metode yang digunakan untuk melakukan isolasi mikroorganisme, antara lain:
a. Medium Agar Tegak
b. Medium Agar Miring
c. Medium Petridish, dibagi lagi menjadi:
a. Metode Cawan Gores (Streak Plate)
b. Metode Cawan Tuang (Pour Plate)
c. Metode Cawan Sebar (Spread Plate)
3. Fungsi dilakukannya inokulasi adalah untuk memindahkan mikroorganisme dari
sumber asalnya ke sebuah medium baru yang telah dipersiapkan untuk kemudian
diisolasi.
Fungsi dilakukannya inkubasi adalah menciptakan lingkungan yang menyediakan
kondisi yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Caranya adalah dengan
menyimpan medium pada alat atau konteiner pada temperatur tertentu dan periode
tertentu, sehingga Alat yang digunakan dalam proses inokulasi dan inkubasi.
4. Bentuk koloni bakteri yang dapat diamati antara lain:
a. Medium Agar Tegak
Bagi mikroorganisme yang mampu mengencerkan gelatin maka bentuknya
dapat serupa pedang, tasbih, betonjol-tonjol, dan berjonjot.
Bagi mikroorganisme yang tidak mampu mengencerkan gelatin maka
bentuknya serupa mangkuk, corong, pundi-pundi, dan berlapis.
b. Medium Agar Miring
Sifat yang dapat diperhatikan adalah bentuk dan tepi koloni yang dapat
serupa pedang, duri, tasbih, titik-titik, batang, dan akar.
c. Medium Petridish
Bentuk koloni dapat serupa titik-titik (circular), tak beraturan (irregular),
bulat berbenang (filamentous), serupa akar (rhizoid), dan serupa
kumparan.
Permukaan koloni dapat berbentuk timbul melengkung (raised), timbul
mencembung (convex), datar (flat), timbul mendatar, timbul membukit
(umbonate), dan timbul berkawah (crateriform).
Tepi koloni ada yang utuh (entire), berombak (undulate), berbenang-
benang (filiform), keriting (curled), berbelah-belah (lobate), dan bergerigi.
Gambar 1.1 Morfologi Koloni Bakteri
Sifat lainnya yang dapat diperhatikan antara lain:
a. Tekstur : Licin atau kasar.
b. Penampakan luar : Berkilau atau kusam.
c. Pigmentasi : Tidak berpigmen misalnya berwarna krim, kecokelatan, dan putih,
atau berpigmen.
d. Sifat optic : Buram, tembus cahaya (translucent), atau tembus pandang
(transparent)
Daftar Pustaka

Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Harley & Prescott. 2002. Laboratory exercises in microbiology, 5th ed.

Goldman, Jason G. 2016. Misteri Pada Kotoran Telinga Manusia.


https://www.bbc.com/indonesia/vert_fut/2016/05/160517_vert_fut_kotoran_telinga. Diakses
pada 7 April 2019.

Kusuma, Hellen Retno, dkk. 2007. Pengaruh Pasteurisasi Terhadap Kualitas Jus Jeruk
Pacitan. Surabaya: Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Widya
Mandala.
Pelczar, Michael. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.

Sutedjo, M.M. dan Kartajapoetra, S. A. 1991. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Rieka Cipta

Anda mungkin juga menyukai