Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
a. Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan
nodus limfe (Irman Somantri, 2008).
b. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui
udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan
ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas
(Widoyono, 2008)

2. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada dua macam
mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada
dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa
berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka
dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. (Wim de
Jong,2005)

Cara Penularan:
Pada waktu batuk atau bersin penderita menyebarkan kuman keudara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi jika droplet tersebut
terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh
manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainya.(Akhsin Zulkoni,2010)

3. Patofisiologi/patway
Menurut Somantri (2008), Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Micobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan 5 napas menuju
alveoli lalu berkembang baik dan terlihatbertumpuk. Perkembangan
Micobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru
(lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisisikan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia.
Infeksiawal biasanya timbul dalam waktu 2- 10 minggu setelah terpapar
bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal
ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian
bakteri menjadi nonaktif.

Droplet nucler / dahak yang mengandung


basil TBC (Mycobacterium Tuberculosis)

Faktor dari luar:


- Faktor toksik (alkohol, rokok) Batuk, bersin Faktor dari dalam:
- Sosial ekonomi rendah - Usia muda/bayi
- Terpapar penderita TBC - Gizi buruk
- Lingkungan buruk - Lanjut usia
Dihirup masuk paru

Mycobacterium menetap/dormant

Resiko tinggi
Kurang informasi Imunitas tubuh menurun Penyebaran kuman

Kurang pengetahuan Membentuk sarang TB


Premonia Kecil/sarang primer

Broncus Pleura Infiltrasi setengah


bagian paru
Iritasi Menyebabkan
infiltrasi pleura
Sesak napas
Peradangan
pada bronkus
Terjadi gesekan
inspirasi dan eksperasi
Malaise Batuk Pembuluh
darah pecah
Distres pernapasan
Anoreksi Skret kental Nyeri dada
a

BB Menurun Batuk darah


Resiko kerusakan
pertukaran gas

Nutrisi kurang Bersihan jalan


dari kebutuhan napas tidak efektif

Sumber: (Corwin, 2001; Soeparman, 1998 & Doengoes, 2000)

4. Manifestasi klinik
Menurut Wong (2008), tanda dan gejala tuberkulosis adalah: Demam, malaise,
anoreksia, penurunan berat badan, batuk ada atau tidak (berkembang secara
perlahan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan), peningkatan
frekuensi napas, ekspansi paruburuk pada tempat yang sakit, bunyi napas hilang
dan ronki kasar, pekak pada saat perkusi, demam persisten, pucat, anemia,
kelemahan, dan penurunan berat badan.

5. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium
Tuberculosis berupa sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap OAT, apakah sama baiknya dengan respon dari klien.
Penyembuhan yang lengkap sering kali yang terjadi di beberapa area dan ini
adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap.
b. CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan
paru.
c. Radiologis TB Paru Milier

6. Komplikasi
- Kerusakan jaringan paru yang masif
- Gagal napas
- Fistula bronkopleural
- Pneumotoraks
- Efusi Pleura
- Pneumonia
- Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
- Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat

7. Penatalaksanaan

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).

a. Pencegahan TB Paru
1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes
tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negative diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu, misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan,
siswa-sisiwi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.

b. Pengobatan Tuberkulosis Paru


Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat
anti-Tuberkulosis (OAT).
1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
 Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
 Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid
(Z).
3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap
bakteri terhadap asam.
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra
amino
salisilik (PAS), dan sikloserine.
 Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid
dalam keadaan
telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol.
(Depkes RI, 2004).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima
komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :

1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan


dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung,
dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah
pengawasan langsung
oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus
minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Soemantri (2008), pengkajian keperawatan pada tuberkulosis adalah:


a. Data pasien: Penyakit tuberkulosis (TB) biasanya banyak ditemukan pada
pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi.
b. Riwayat kesehatan Keluhan yang sering muncul antara lain:Demam, sesak
napas, nyeri dada, malais, perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal,
karena biasanya penyakit ini muncul karena infeksi menular.
c. Pemeriksaan Fisik: Pada tahapan dini sulit diketahui, ronchi basah kasar,
hipersonor/timpani.
Anamnese
a. Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)

b. Keluhan Utama
- Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
- Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis
lainnya
seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.

c. Riwayat penyakit sekarang


Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu
makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit dahulu


Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB seperti
diabetes mellitus.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai
factor predisposisi penularan di dalam rumah

Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi
meningkat, hipertensi.

b. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing)
1. Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral.
Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit pergerakan
dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
2. Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi
pernapasan.
3. Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
4. Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.

B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.

B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.

B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.

B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d ketidakmampuan untuk


mengeluarkan sekresi pada jalan napas.(NANDA, 2013)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam di
harapkan kebersihan jalan napas kembali normal.
KH:Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dispneu Menunjukkan jalan napas yang paten
Intervinsi (NIC):
 Monitor respirasi dan status oksigenasi.
R/: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis.
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
R/: Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental.
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dengan cara semi fowler.
R/: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernapasan.
 Aukskultasi suara napas.
R/: Mencatat adanya suara tambahan.
 Berikan oksigenasi dengan nasal.
R/: Memenuhi kebutuhan oksigen.
 Kolaborasi dalam pemberian obat dengan tim medis.
R/: Untuk pemberian terapi medis.

b. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan


perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah
jantung.(NANDA, 2013)
Tujuan: Setelan dilakukan asuhan keperaweatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pertukaran gas kembali normal.
KH:Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat,
memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress
pernapasan, mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dispneu.
Intervensi (NIC):
 Kaji dispnea, tarkipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
R/: TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan paru-paru.
 Berikan oksigenasi dengan nasal.
R/: Memfasilitasi suction nasotrakeal.
 Monitor respirasi dan status oksigenasi.
R/: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis.
 Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
R/: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
R/: Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental.
 Aukskultasi suara napas.
 R/: Mencatat adanya suara tambahan.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.(NANDA, 2013)
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nutrisi pasien terpenuhi dan adanya peningkatan berat badan.
KH:Adanya peningkatan berat badan, berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
Intervensi (NIC):
 Kaji adanya alergi makanan.
R/: Menghindari makanan yang membuat alergi.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
R/: Takaran gizi yang sesuai.
 Monitor adanya mual dan muntah
R/: Mengidentifikasi intervensi yang diperlukan oleh pasien.
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
R/: Mengetahui intake yang masuk kedalam tubuh.
 Monitor adanya penurunan berat badan.
R/: Mengetahui apakah ada perubahan dalam pemenuhan nutrisi.
 Berikan makanan sedikit tapi sering selagi masih hangat. R/: Memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien
 Modifikasi makanan.
R/: Memberikan daya tarik pasien terhadap makanan.

d. Resiko penyebaran infeksi b.d kurangnya pengetahuan untuk mencegah


paparan dari kuman patogen.(soemantri, 2008)
Tujuan dan kriteria hasil (Soemantri, 2008) Tujuan: Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi penyebaran infeksi.
KH:Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat, tidak muncul tanda-tanda
infeksi lanjutan, tidak ada anggota keluarga yang tertular TB.
Intervensi NIC (NANDA, 2013):
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
R/: Mengurangi resiko penyebaran infeksi.
 Batasi pengunjung bila perlu.
R/: Mengidentifikasi resiko penularan kepada orang lain.
 Gunakan alat pelindung untuk batuk/bersin.
R/: Mencegah terjadinya penularan infeksi.
 Instruksikan pasien untuk minium obat antibiotik sesuai resep dan
pentingnya tidak menghentikan/tidak putus obat.
R/: Mempercepat proses penyembuhan.
 Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap
sputum.
R/: Mengawasi keefektifan obat dan efek serta respon pasien terhadap
terapi.
 Pertahankan teknik isolasi.
R/: Mengurangi resiko penularan pada orang lain.

e. Hipertemia b.d dehidrasi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh dalam batas normal.
KH:Suhu tubuh dalam rentang normal.
Intervensi (NIC):
 Monitor suhu lingkungan sesering mungkin.
R/: Mengidentifikasi seberapa besar derajat demam pasien.
 Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan.
R/: Mengetahui keadaan umum pasien.
 Berikan kompres hangat.
R/:Menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi perpindahan panas.
 Monitor warna dan suhu kulit.
R/: Untuk mengetahui suhu kulit.
 Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan cairan intravena.
R/: Dapat menyeimbangkan pengeluaran yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. www.bppsdmk.depkes.go.id. Tanggal


diaskses: 20 Maret 2011. Deswani. 2009.

Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Salemba Medika. Jakarta: EGC Doenges, Marilyn,
E. 2008.

Nursing Diaognosis Manual Lanning, Individualizing, and Documenting Client Care. 2nd
ed. America: F. A. Davis Company. FKUI. 2005.

Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika Allen, dan Marotz . 2010. Profil
perkembangan Anak. PT. Indeks: Jakarta Menkokesra. 2011.

Lembar Fakta Tuberkulosis. http://data.menkokesra.go.id. Tanggal diakses: 24 Maret 2011.


NANDA NIC-NOC. 2013.

Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jilid 2. Diterjemahkan oleh


Amin Huda. N, Hardhi Kusuma.Yogyakarta Potter, Perry. 2009.

Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Vol. 2. Salemba Medika. Jakarata: EGC
Rubenstein, David. 2008. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga Soetjiningsih. 2005.

Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Somantri Irman. 2008.

Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Suddarth, Brunner. 2013.

Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa: Devi Yulianti, Amelia Kimin. Jakarta: EGC
Widagdo. 2011.

Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta: Sagung Seto Wilkinson,
Judith M. 2007.

Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa: Esty Wahyuningsih, editor bahasa
Indonesia, Dwi Widarti. Jakarta: EGC Wong donna L. 2008.

Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Alih bahasa: Andry Hartono. Jakarta: EGC
Zulkoni Akhsin. 2010. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai