Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH INFUS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Infus adalah proses mengekstraksi unsur-unsur substansi terlarutkan (khususnya obat)
atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh.
Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada
pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan
dan pemberian makanan.
Infus adalah teknik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku,
seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan pada spuit.
Infus adalah memasukkan cairan (cairan obat atau makanan) dalam jumlah yang
banyak dan waktu yang lama ke dalam vena dengan menggunakan perangkat infus (infus set)
secara tetesan.
Infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke
dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan,
elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan
ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak,
dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan
pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini
merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam
kompartemen intravaskuler.
Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab
dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena
didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia,
riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena dibutuhkan
dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus mengidentifikasi larutan yang benar,
peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan mempertahankan sistem.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut
1. Pengertian terapi cairan/infus
2. Tujuan pemberian terapi cairan/infus
3. Mengetahui macam-macam cairan infus
4. Mengetahui komposisi cairan infus, indikasi, dan kapan penggunaan
5. Mengetahui cara pemakaian infus

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian terapi cairan/infus
2. Untuk mengetahui tujuan pemberian terapi cairan/infus
3. Untuk mengetahui macam-macam cairan infus
4. Untuk mengetahui komposisi cairan infus, indikasi, dan kapan penggunaan
5. Untuk mengetahui cara pemakaian infus

1.4 MANFAAT PENULISAN


Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah pembaca dapat mengetahui
pengertian terapi cairan/infus, tujuan pemberian terapi dan macam-macamnya. Selain itu,
diharapkan pembaca dapat mengetahui komposisi cairan infus, indikasi, kapan penggunaan
dan bagaimana cara pemakaiannya.
BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN TERAPI CAIRAN/INFUS
Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena
pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient
(biasanya glukosa), vitamin atau obat. (Wahyuningsih, 2005 : 68)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalahpemberian sejumlah cairan
ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.(Yuda, 2010)
Memasang Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh
darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set.
(Protap RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu, 2009)
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat
menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme
dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih, 2005 : 68)

2.2 TUJUAN PEMBERIAN TERAPI CAIRAN/INFUS


Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus)
a. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin,
protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral
b. Memperbaiki keseimbangan asam-basa
c. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
d. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
e. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
f. Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan
(Setyorini, 2006 : 5)
2.3 MACAM-MACAM CAIRAN INFUS
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali dipasaran.
Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan penyakitnya. Cairan
sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan
yang salah bisa memperberat penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi
patologis (Darmawan, 2007). Sementara itu Leksana (2010) membagi jenis cairan yang
sering digunakan dalam pemberian terapi intravena berdasarkan kelompoknya adalah
sebagai berikut:

Cairan Kristaloid

Cairan dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa glukosa,
mempunyai tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang
ekstraseluler, dan mengandung elektrolit: Ringer lactate, Ringer’s solution, NaCl 0,9%, Tidak
mengandung elektrolit: Dekstrosa 5%. Cairan ini rata-rata memiliki tingkat osmolaritas yang
lebih rendah dengan osmolaritas plasma. Contoh cairan tersebut adalah
1. Normal Saline
2. Ringer Laktat (RL)
3. Dekstrosa
4. Ringer Asetat (RA)

Cairan Koloid

Cairan dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton ), merupakan larutan yang terdiri dari
molekul-molekul besar yang sulit menembus membran kapiler, digunakan untuk
mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat,
durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga
cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah,
bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu
penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang
hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose plasma.Contohnya
adalah
1. Albumin
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
3. Dextran
4. Gelatin

Cairan Khusus

Cairan ini dipergunakan untuk indikasi khusus atau koreksi. Adapun macam-macamnya
adalah sebagai berikut :
1. MANNITOL
2. ASERING
3. KA-EN 1B
4. KA-EN 3A & KA-EN 3B
5. KA-EN MG3
6. KA-EN 4A
7. KA-EN 4B
8. Otsu-NS
9. MARTOS-10
10. AMINOVEL-600
11. PAN-AMIN G
12. TUTOFUSIN OPS

2.4 KOMPOSISI CAIRAN INFUS, INDIKASI, DAN KAPAN PENGGUNAAN

Cairan Kristaloid

1. Normal Saline

Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.


Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor,
diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke kompartemen
interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial
karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang pada intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl
digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar.
Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau
dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga homeostasis
tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga
cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru),
penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.

2. Ringer Laktat (RL)

Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca =


2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan
Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan
konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung
cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari
plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida
merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler
dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk
menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok
perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan
asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat
metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : ”Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati-hati
pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function &
pre-eklamsia.

3. Dekstrosa

Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk
keperluan hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan
oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)

Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang


cukup banyak diteliti. Larutan RA berbeda dari RL (Ringer
Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di hati,
sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai
cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit
mirip dengan plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi
resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis.
Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil
seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan
bikarbonat masif yang terjadi pada diare.
Indikasi : Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini
dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat
karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama diindikasikan
sebagai pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka
bakar/syok hemoragik; pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi
anestesi regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga
diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya ditunjukkan oleh
studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek pemberian 350 ml RA secara cepat
(dalam waktu 2 menit) setelah induksi anestesi umum dan spinal terhadap parameter-
parameter volume kinetik. Studi ini memperlihatkan pemberian RA dapat mencegah
hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemia sentral, yang umum terjadi setelah anestesi
umum/spinal.
Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba membandingkan efek pemberian infus
cepat RL dengan RA terhadap metabolisme maternal dan fetal, serta keseimbangan asam basa
pada 20 pasien yang menjalani kombinasi anestesi spinal dan epidural sebelum seksio
sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian RA lebih baik dibanding RL untuk ke-3
parameter di atas, karena dapat memperbaiki asidosis laktat neonatus (kondisi yang umum
terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami eklampsia atau pre-eklampsia).
Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke iskemik/hemoragik akut,
sehingga umumnya para dokter spesialis saraf menghindari penggunaan cairan hipotonik
karena kekhawatiran terhadap edema otak. Namun, Hahn dan Drobin (2003) memperlihatkan
pemberian RA tidak mendorong terjadinya pembengkakan sel, karena itu dapat diberikan
pada stroke akut, terutama bila ada dugaan terjadinya edema otak.
Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding
RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan yang
signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan tekanan darah
sistolik-diastolik).

Cairan Koloid
1. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang
dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang
dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan
pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan resiko terjadinya
anafilaksis lebih kecil.
Indikasi :
a. Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia, hipoalbuminemia,
atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary bypass, hiperbilirubinemia, gagal
ginjal akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka bakar.
b. Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Pasien dengan
hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin dan furosemid yang dapat memberikan
efek diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.
c. Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi, kebakaran, operasi
besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.
d. Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan komplikasi dari sirosis. Sirosis
memacu terjadinya asites/penumpukan cairan yang merupakan media pertumbuhan yang baik
bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama, sedangkan penggunaan albumin pada
terapi tersebut dapat mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya bakteri
dalam darah dapat menyebabkan terjadinya multi organ dysfunction syndrome (MODS), yaitu
sindroma kerusakan organ-organ tubuh yang timbul akibat infeksi langsung dari bakteri.
Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.
Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.

2. HES (Hydroxyetyl Starches)


Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.
Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.
Kontraindikasi : Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah
operasi, hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg).
Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan HES pada
sepsis masih terdapat perdebatan.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu penelitian
menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
 Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES tetap bisa
digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi kenaikan permeabilitas.
 Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin menunjukkan
manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan kristaloid.
 Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti asidosis refraktori.
 HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan pada kondisi
sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi molekuler.
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan pada sepsis
karena :
 Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid (HES), yang
manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
 HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan gelatin pada
pasien sepsis dengan hipovolemia.
 HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF, pruritus,
dan liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi iskemik reperfusi
(contoh: transplantasi ginjal).
 Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin pada pasien
dengan sepsis.
Efek samping : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika digunakan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.

3. Dextran
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri Leuconostoc
mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :
a. Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia miokard, iskemia
cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
b. Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan viskositas darah,
dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian dikemukakan bahwa dextran-40
mempunyai efek anti trombus paling poten jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik (trombositopenia,
hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan ginjal dengan oliguria atau anuria
yang parah.
Efek samping : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering dilaporkan
dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul dextran pada tubulus
renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang signifikan.
Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.

4. Gelatin
Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan,
Pada sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin
memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga harus dihindari
pada keadaan hiperkalsemia.
Efek samping : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan 20.000 pasien,
dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi bila dibandingkan
dengan starches.
Contoh: haemacel, gelofusine.

Cairan Khusus
1. MANNITOL
D-Manitol. C6H14O6
Indikasi :
Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral, meningkatkan diuresis
pada pencegahan dan/atau pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan
tekanan intraokular, meningkatkan ekskresi uriner senyawa toksik, sebagai larutan irigasi
genitouriner pada operasi prostat atau operasi transuretral.

2. ASERING

Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam
berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
 Na 130 mEq
 K 4 mEq
 Cl 109 mEq
 Ca 3 mEq
 Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
 Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami
gangguan hati
 Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL
pada neonatus
 Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan
isofluran
 Mempunyai efek vasodilator
 Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat
meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema
serebral

3. KA-EN 1B
Indikasi:
a. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus
emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
b. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500
ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
c. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Komposisi :
Tiap 1000 ml isi mengandung
 sodium klorida 2,25 g
 anhidrosa dekstros 37,5 g.
 Elektrolit (meq/L) :
a. Na+ 38,5
b. Cl- 38,5
c. Glukosa 37,5 g/L.
d. kcal/L : 150

4. KA-EN 3A & KA-EN 3B


Indikasi: Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral
terbatas
 Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
 Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
 Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
Kompisisi :
KA-EN 3A

Tiap liter isi mengandung


- sodium klorida 2,34 g
- potassium klorida 0,75 g, sodium laktat 2,24 g
- anhydrous dekstros 27 g.
- Elektrolit (mEq/L) : a. Na+ 60
b. K+ 10
c. Cl- 50
d. laktat- 20
e. glukosa : 27 g/L.
f. kcal/L : 108
KA-EN 3B

Tiap liter isi mengandung


- sodium klorida 1,75g,
- ptasium klorida 1,5g,
- sodium laktat 2,24g,
- anhydrous dekstros 27g.
- Elektrolit (mEq/L) : a. Na+ 50,
b. K+ 20,
c. Cl- 50,
d. laktat- 20,
e. glukosa 27 g/L.
f. kcal/L. 108

5. KA-EN MG3
Indikasi :
a. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
b. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c. Mensuplai kalium 20 mEq/L
d. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
Komposisi :

Tiap liter isi mengandung bahan :


 sodium klorida 1,75g,
 potassium klorida 1,5g,
 sodium laktat 2,24g,
 anhydrous dekstros 100g.
 Elektrolit (mEq/L) : a. Na+ 50,
b. K+ 20,
c. Cl- 50,
d. laktat- 20,
e. glukosa 100 g/L;
f. kcal/L: 400

6. KA-EN 4A
Indikasi :
a. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
b. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar
konsentrasi kalium serum normal
c. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
 Na 30 mEq/L
 K 0 mEq/L
 Cl 20 mEq/L
 Laktat 10 mEq/L
 Glukosa 40 gr/L

7. KA-EN 4B
Indikasi:
a. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
b. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
c. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
 Na 30 mEq/L
 K 8 mEq/L
 Cl 28 mEq/L
 Laktat 10 mEq/L
 Glukosa 37,5 gr/L

8. Otsu-NS
Indikasi:
a. Untuk resusitasi
b. Kehilangan Na > Cl, misal diare
c. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
Komposisi : Mengandung elektrolit mEq/L
· Na+ = 154
· Cl- = 154

9. Otsu-RL
Indikasi:
a. Resusitasi
b. Suplai ion bikarbonat
c. Asidosis metabolik
Komposisi : Mengandung elektrolit mEq/L
· Na+ = 130
· Cl- = 108.7
· K+ = 4
· Ca++ = 2.7
· Laktat = 28

10. MARTOS-10
Indikasi:
a. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
b. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres
berat dan defisiensi protein
Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
komposisi : Mengandung 400 kcal/L

11. AMIPAREN
Indikasi:
a. Stres metabolik berat
b. Luka bakar
c. Infeksi berat
d. Kwasiokor
e. Pasca operasi
f. Total Parenteral Nutrition
g. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

Komposisi :
Setiap liter Amiparen isi mengandung
 L-leucine 14g,
 L-isoleucine 8g,
 L-valine 8g,
 lysine acetate 14,8g (L-lysine equivalent 10,5g),
 L-threonine 5,7g,
 L-tryptophan 2g,
 L-methionine 3,9g,
 L-phenylalanine 7g,
 L-cysteine 1g,
 L-tyrosine 0,5g,
 L-arginine 10,5g,
 L-histidine 5g,
 L-alanine 8g,
 L-proline 5g,
 L-serine 3g,
 aminoacetic acid 5,9g,
 L-aspartic acid 30 w/w%,
 total nitrogen 15,7g,
 sodium kurang lebih 2 mEq,
 acetate kira-kira 1220 mEq.
 Sodium bisulfit ditambahkan sebagai stabilisator.

12. AMINOVEL-600
Indikasi:
a. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
b. Penderita GI yang dipuasakan
c. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
d. Stres metabolik sedang
e. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

Komposisi :
Tiap liter Aminovel 600 berisi
 amino acid (L-form) 50g,
 D-sorbitol 100g,
 ascorbic acid 400mg,
 inositol 500mg,
 nicotinamide 60mg,
 pyridoxine HCl 40mg,
 riboflavin sodium phosphate 2,5mg,
 Elektrolit :
a. Sodium 35 mEq,
b. potassium 25 mEq,
c. magnesium 5 mEq,
d. acetate 35 mEq,
e. maleate 22 mEq,
f. chloride 38 mEq.
 Setiap 50g asam amino berisi :
a. L-isoleucine 3,2gram,
b. L-leucine 2,4g,
c. L-lysine (calculated as base) 2g,
d. L-methionine 3g,
e. L-phenylalanine 4g,
f. L-threonine 2g,
g. L-tryptophan 1g,
h. L-valine 3,2g,
i. L-arginine (calculated as base) 6,2g,
j. L-histidine (calculated as base) 1g,
k. L-alanine 6g,
l. glycine 14g,
m. L-proline 2g

13. PAN-AMIN G
Indikasi:
a. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
b. Nutrisi dini pasca operasi
c. Tifoid
Komposisi :
Tiap liter infuse mengandung
 L-arginine HCl 2,7g,
 L-histidine HCl H2O 1,3g,
 L-isoleucine 1,8g,
 L-leucine 4,1g,
 L-lysine HCl 6,2g,
 L-methionine 2,4g,
 L-phenyilalanine 2,9g,
 L-threonine 1,8g,
 L-tryptophane 0,6g,
 L-valine 2g,
 glycine 3,4g,
 D-sorbitol 50g
 air.

14. TUTOFUSIN OPS


Per liter :
 Natrium 100 mEq,
 Kalium 18 mEq,
 Kalsium 4 mEq,
 Magnesium 6 mEg,
 Klorida 90 mEq,
 Asetat 38 mEq,
 Sorbitol 50 gram.
Indikasi :
a. Air & elektrolit yang dibutuhkan pada fase sebelum, selama, & sesudah operasi.
b. Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit selama masa pra operasi, intra operasi dan pasca
operasi
c. Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit pada keadaan dehidrasi isotonik dan kehilangan
cairan intraselular
d. Memenuhi kebutuhan karbohidrat secara parsial

Kontraindikasi :
 Insufisiensi ginjal
 intoleransi Fruktosa & Sorbitol
 kekurangan Fruktosa-1-6-difosfate
 keracunan Metil alkohol
Hati-hati pada :
 Penyakit ginjal atau jantung
 retensi cairan
 hipernatremia
2.5 CARA PEMAKAIAN INFUS
Dalam pemakaian infus perlu dipersiapkan terlebih dahulu bahan-bahan dan alat-
alatnya, meliputi : Standar infuse, Set infuse, Cairan sesuai program medic, Jarum infuse
dengan ukuran yang sesuai, Pengalas Torniket, Kapas alcohol, Plester, Gunting, Kasa steril,
Betadine, Sarung tangan.
Setelah itu dilanjutkan dengan tahap pemasangan infus, yang terdiri dari :
a. Cuci tangan Hubungkan cairan dan infus set dengan memasukkan ke bagian karet
atau akses selang ke botol infuse.
b. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian
dan buka klem slang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar.

c. Letakkan pangalas di bawah tempat ( vena ) yang akan dilakukan penginfusan.

d. Lakukan pembendungan dengan torniker ( karet pembendung ) 10-12 cmdi atas


tempat penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkular (
bila sadar ).

e. Gunakan sarung tangan steril.

f. Disinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol.

g. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian bawah vena da
posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas.

h. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik keluar bagian
dalam ( jarum ) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.

i. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan bagian atas vena
dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar.

j. Kemudian bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang infuse.

k. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan.

l. Lakukan fiksasi dengan kasa steril Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus
serta catat ukuran jarum Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Pemasangan infus merupakan teknik yang mencakup penusukan vena melalui transkutan
dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan.
Pemberian infus melalui vena.
b. Tujuan : Untuk mengembalikan kembali cairan tubuh yang hilang dan Sebagai pengganti
nutrisi.
c. Indikasi : kecepatan aliran infus harus di pantau tiap jam
Kontraindikasi : Pada pasien dehidrasi berat.
3.2. Daftar Pustaka
Barbara kozier, 2010. Buku Ajar Fundamentak Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Jakarta : EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Masrifatul. 2011. Praktik Kebutuhan Dasar Manusia.
Surabaya.Health Book.

Anda mungkin juga menyukai