Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab
langsung kematian ibu adalah factor yang berhubungan dengan komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, preeklamsi-eklampsi, infeksi,
persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah factor-
faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti “EMPAT TERLALU( terlalu
muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran). Factor
berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular seperti
malaria, HIV AIDS, tuberculosis, sifilis. Penyakit menurun seperti hipertensi,
diabetes mellitus, gangguan jiwa, maupun yang mengalami kekurangan gizi.
Dalam pelaksanaanya terkadang bidan dihadapkan pada beberapa situasi yang
memerlukan penanganan segera (emergensi) dimana bidan harus segera melakukan
tindakan untuk menyelamatkan pasien, namun kadang juga berada pada situasi
pasien yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter, atau
bahkan mungkin juga situasi pasien yang memerlukan konsultasi dengan tim
kesehatan lain. Disini bidan sangat dituntut kemampuannya untuk dapat selalu
melakukan evaluasi keadaan pasien agar asuhan yang diberikan tepat dan aman.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang kamu ketehaui tentang kebutuhan segera?
2. Apa saja penyulit dalam masa kehamilan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang kebutuhan segera.
2. Untuk mengetahui apa saja penyulit dalam masa kehamilan

1
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Identifikasi kebutuhan segera


Pada langkah ini, bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan
konsultasi,dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien. Selain
itu,juga megidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersamadengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien.
Langkah ke-4 mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi
manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja,
tetapi juga selama wanita hamil tersebut dalam persalinan.
Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin
mengidentifikasi situasi yang gawat ketika bidan harus bertindak segera untuk
kepentingan keselamatan jiwa ibu dan anak (misalnya perdarahan kala III atau
perdarahan segera setelah lahir, distosia bayi, atau nilai APGAR yang rendah). Data dari
yang di kumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera
sementara yang lain menunggu intervensi dari seorang dokter,misalnya prolaps tali
pusat. Situasi lainnya bisa saja merupakan kegawatan, tetapi memerlukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja social,ahli gizi,atau
seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu
mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan
kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan klien.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus
sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan
merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis/ masalah
potensial pada langkah sebelumnya. Bidan harus merumuskan tindakan segera
(emergensi) untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini,termasuk tindakan
segera yang mampu dilakukan secara mandiri atau bersifat rujukan. Kaji ulang apakah
tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.

2
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati
klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa / masalah potensial ini benar-
benar terjadi. Diagnosa atau masalah yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan
hiperemesis gravidarum adalah : pada janin IUGR dan abortus. Sedangkan pada ibu bisa
hiperemesis tingkat sedang sampai berat. (Ummi Hani dkk,2010)

2.2 Penyulit yang menyertai kehamilan


A. Keluhan Ringan Hamil Muda
1. Emesis gravidarum
Emisis gravidarum merupakan keluhan umum yang disampaikan pada ke-
hamilan muda. Terjadinya kehamilan menimbulkan perubahan hormonal pada
wanita karena terdapat peningkatan hormone esterogen, progesteron, dan
dikeluarkannya human choronic gonadothropine plasenta.
Gejala klinis emesis gravidarum adalah kepala pusing, terutama pagi hari,
disertai mual muntah sampai kehamilan berumur 4 bulan (Manuaba, 2010).
Penanganan yang dapat dilakukan:
1) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang hamil muda yang selalu
dapat disertai emesis gravidarum.
2) Dinasihatkan agar tidak terlalu cepat bangun dari tempat tidur, sehingga
tercapai adaptasi aliran darah menuju susunan saraf pusat.
3) Nasihat diet, dianjurkan makan dengan porsi kecil, tetapi lebih sering.
Makanan yang merangsang mual muntah dihindari.
4) Obat-obatan, pengobatan ringan tanpa masuk rumah sakit pada emesis
gravidarum:
a) Vitamin yang diperlukan (vitamin B kompleks, mediamer B6 sebagai
vitamin dan anti muntah).
b) Pengobatan (sedative ringan [luminal 3 x 30 mg (barbiturate), valium],
antimual-muntah [stimetil, primperan, emetrol, dan lainnya].
c) Nasihat pengobatan (banyak minum air atau minuman lain, hindari
minuman atau makanan yang asam untuk mengurangi iritasi lambung).

3
d) Nasihat control antenatal (pemeriksaan hamil lebih sering segera dating
bila terjadi keadaan abnormal).
2. Kram Kaki
Keluhan kram kaki terutama sering disampaikan oleh ibu hamil muda.
Kejadian kram betis berkaitan denganmual, muntah, kurangnya makan, sehingga
terdapat perubahan keseimbangan elektrolit dengan kalium, kalsium, dan natrium
yang menyebabkan terjadi perubahan berkelanjutan dalam darah dan cairan tubuh
(Manuaba, 2010).
Pengobatan Keluhan Kram Betis Kaki
a. Tanpa perlu pengobatan akan hilang sendiri dengan makin tuanya
kehamilan
b. Pemberian vitamin rutin pada kehamilan : Obimin AF, Vicanatol, Prenavit,
Obran 6, Ultravita, Grevital dan dapat ditambah dengan vitamin dan
mineral khusus seperti Santa E, Natur E, dan Elkana.
c. Local dapat diurut dengan obat luar yang banyak dijual bebas.
d. Nasihat tentang:
1. Jangan cepat bangun dari tempat tidur
2. Berikan kesempatan kaki untuk beradaptasi.
3. Makanan dapat ditambah dengan buah-buahan.

3. Varises
Varises merupakan pembesaran dan pelebaran pembuluh darah vena, yang
sering dijumpai saat kehamilan di sekitar vulva, vagina, paha, dan terutama
tungkai bawah. Factor yang terjadi disebabkan keturunan, factor multipara
sampai grandemultipara, terdapat peningkatan hormone esterogen dan
progesterone selama hamil (Manuaba, 2010).
Pengobatan spesifik varises pada saat hamil tidak diketahui. Pengobatan yang
bersifat konservatif dapat dilakukan dengan jalan:
1) Meninggikan kaki saat tidur
2) Memakai stoking yang agak ketat
3) Dapat dikurangi dengan obat: salep khusus (thormboplas) dan obat minum
(kapsul venoruton).
4) Tindakan operasi setelah bersalin.

4
4. Hyperemesis Gravidarum
Hipermesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat habis
dipakai untuk keperluan energy, sehingga pembakaran tubuh beralih pada
cadangan lemak dan protein. Karena pembakaran lemak kurang sempurna
terbentuklah badan keton didalm darah yang dapat menambah beratnya gejala
klirik.
Melalui muntah dikeluarkan sebagian cairan langsung serta elektrolit natrium,
kalium, dan kalsium. Muntah yang berlebihan menyebabkan cairan tubuh makin
berkurang, sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi) yang dapat
memperlambat peredaraan darah yang berarti konsumsi O2 dan makanan ke
jaringan berkurang.

Muntah yang berlebihan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah


kapiler pada lambung dan esophagus, sehingga muntah bercampur darah. Hal
tersebut dapat menimbulkan kekawatiran wanita hamil, dan mengagetkan
keluargannya. Sekalipun kejadian muntah dalam bentuk hyperemesis
gravidarum tidak banyak dijumpai, penanganannya memerlukan perhatian yang
serius (Manuaba, 2010).

Penyebab hyperemesis gravidarum


Kejadian hyperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Tetapi
beberapa factor predisposisi dapat dijabarkan sebagai berikut.
Factor adaptasi dan hormonal. Pada wanita hamil yang kekurangan darah
lebih sering terjadi hyperemesis gravidarum. Dapat dimasukkan dalam ruang
lingkup factor adaptasi adalah wanita hamil dengan anemia, wanita
primigravida, dan overdisertai rahim pada hamil kembar dan hamil mola
hidatidosa.
Factor psikologis. Hubungan factor psikologis dengan kejadian hyperemesis
gravidarum belum jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang menolak hamil,
takut kehilangan pekerjaan, keretakan hubungan dengan suami dan sebagainnya,
diduga dapat menjadi factor kejadian hyperemesis gravidarum.
Factor alergi. Pada kehamilan, ketika diduga terjadi invasi jaringan villi
korialis yang masuk ke dalam peredaran darah ibu, maka factor alergi dianggap
dapat menyebabkan kejadian hyperemesis gravidarum (Manuaba, 2010).
Diagnosis hyperemesis gravidarum

5
Menetapkan kejadian hyperemesis gravidarumtidak sukar, dengan
menentukan kehamilan, muntah berlebihan sampai menimbulkan gangguan
kehidupan sehari-hari dan dehidrasi. Muntah yang terus-menerus tanpa
pengobatan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim
dengan manifestasi klinisnya (Manuaba, 2010).
Pengobatan hyperemesis gravidarum
1. Gejala hyperemesis gravidarum
A. Hyperemesis gravidarum tingkat pertama: muntah berlangsung terus,
nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kulit dehidrasi, nyeri di
daerah epigastrium, tekanan darah turun dan nadi meningkat, lidah
kering, mata tampak cekung (Manuaba, 2010).
B. Hyperemesis gravidarum tingkat kedua: penderita tampak lebih lemah,
gejala dehidrasi makin tampak, mata cekung, tugar kuliyt makin
kurang, lidah kering dan kotor, mata ikterik, berat badan makin
menurun, nadi meningkat, gejala hemokonsentrasi makin tampak:
urine berkurang, badan aselon dlaan urine meningkat, terjadinya
gangguan buang air besar (Manuaba, 2010).
C. Hyperemesis gravidarum tingkat ketiga: muntah berkurang, keadaan
imum wanita hamil menurun: tekanan darah turun, nadi meningkat
suhu naik, keadaan dehidrasi makin jelas, gangguan faal hati terjadi
dengan manifeslasi icterus, gangguan kesadaran dalam bentuk
somnolen sampai koma, komplikasi susunan saraf pusat (ensefalopati
Wernicke): nistagmus-perubahan arah bola mata, diplopia-gambar
tampak ganda, perubahan mental (Manuaba, 2010).

Obat yang dapat diberikan, meliputi :

1. Sedative ringan (fenobarbital [Luminal] 30 mg, valium).


2. Antialergi (anti histamin, dramamin, avomin).
3. Obat antimual-muntah (mediamer B6, emetrole, stimetil, avopreg).
4. Vitamin (terutama vitamin B kompleks, vitamin C)

Prognosis dan sikap bidan pada hyperemesis gravidarum


Sebagian besar emesis gravidarum dapat diatasi dengan berobat jalan sehingga
sangat sedikit memerlukan pengobatan rumah sakit. Pengobatan penderita

6
hyperemesis gravidarum yang dirawat di rumah sakit, hamper seluruhnya dapat
dipulangkan dengan memuaskan, sehingga kehamilannya dapat diteruskan.
(Manuaba,2010)

5. Anemia pada Kehamilan


Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, dan
merupakan jenis anemia yang pengobatannya relative mudah, bahkan murah.
Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai
kesejahteraan social ekonomi masyarkat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap
kualitas sumber daya manusia. Anemia kehamilan disebut “potential danger to
mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia
memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehtan pada lini terdepan.
Menurut WHO, kejadian anemia kehamilan berkisar antara 20 dan 89% dengan
menetapkan Hb 11 g% (g/dl) sebagai dasarnya.
a) Hipersalivasi
Hipersalivasi atau ptialismus berarti pengeluaran air ludah yang
berlebihan pada wanita hamil, terutama pada trimester pertama. Keadaan ini
disebabkan meningkatkanya hormone esterogen dan human chorionic
ganadotyphine, selain ibu hamil sulit menelan ludah karena mual dan muntah.
Pengobatnnya tidak ada ptilismus akan menghilang dengan makin tuanya
kehamilan. Untuk pengobatan simtomatis dapat diberikan vitamin B kompleks
dan vitamin C (Manuaba, 2010).
b) Diagnosis Anemia pada Kehamilan
Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan
anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing,
mata kerkunang-kunang, dan keluhan mual-muntah lebih pada hamil muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli diagolongkan sebagai berikut:
Hb 11 g% tidak anemia
HB 9-10 g% anemia ringan
Hb 7-8 g% anemia sedang
Hb <7 g% anemia berat

7
Factor-faktor yang yang mempengaruhi pembentukan darahadalah sebagai
berikut:
a. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan terdiri dari:
1. Protein, glukosa, dan lemak
2. Vitamin B12, B6, asam folat, dan vitamin C
3. Elemen dasar, Fe, ion Cu dan zink
b. Sumber pembentukan darah adalah sumsum tulang
c. Kemampuan resorpsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan
d. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari.
e. Terjadinya perdarahan kronis (gangguan menstruasi, penyakit yang
menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri, polip serviks,
penyakit darah, parasite dalam usus, askariasis, ankilostomiasis, taenia).
c) Pengaruh anemia pada kehamilan dan janin
1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan:
a. Bahaya selama kehamilan: dapat terjadi abortus, persalinan
prematurutas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah
terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 g%), mola
hidatidosa, hipermsis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini (KPD).
b. Bahaya saat persalinan: gangguan His (kekuatan mengejan) kala
pertama dapat berlangsung lam, dan terjadi partus terlantar, kala
kedua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti
retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala
empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.
c. Pada kala nifas: terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan
postpartum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI
berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan,
anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mamae.
2. Bahaya anemia terhadap janin. Sekalipun tampaknya janin mampu
menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan
mengurangi kemampuan metabolism tubuh sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba, 2010)

8
d) Kebutuhan Zat BEsi pada Wanita Hamil
Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi
menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan
kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mg. makin sering seorang wanita
mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat
besi dan menjadi makin anemis.
Sebagai gambaran berapa banyak kebutuhan zat besi pada setiap
kehamilan perhatikan bagan tersebut:
Meningkatkan sel darah ibu 500 mg Fe
Terdapat dalam plasenta 300 mg Fe
Untuk darah janin 100 mg Fe
Jumlah 900 mg Fe

e) Pengobatan Anemia dalam Kehamilan


Untuk menghindari terjadinya anemia sebaik ibu hamil melakukan
pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data-data dasar
kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan feses sehingga
diketahui adanya infeksi parasite.
Pengobatan infeksi untuk cacing relative mudah dan murah. Pemerintah
telah menyediakan preparat besi untuk dibagikan kepada masyarakat sampai
ke posyandu. Contoh preparat Fe diantaranya Barralat, Biosanbe, Iberet,
Vitoral, dan Hemaviton, semua preparat tersebut sdapat dibeli dengan bebas.
(Manuaba,2010)
B. Kehamilan dengan resiko tinggi

Untuk menegakkan kehamilan resiko tinggi pada ibu dan janin adalah dengan
cara melakukan anamnesa yang intensif (baik),melakukan pemeriksaan fisik,dan
pemeriksaan penunjang seperti (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen,
pemeriksaan USG, pemeriksaan lain yang dianggap perlu). Berdasarkan waktu,
keadaan resiko tinggi ditetapkan menjelang kehamilan, saat hamil muda, saat hamil
pertengahan, saat inpartu, dan setelah persalinan. (Manuaba,2010)

9
Melakukan pengawasan antenatal bertujuan untuk dapat menegakkan secara dini
dan menjawab pertanyaan :

2. Apakah kehamilan berjalan baik


3. Apakah terjadi kelainan bawaan pada janin.
4. Bagaimana fungsi plasenta untuk tumbuh kembang janin.
5. Apakah terjadi penyulit pada kehamilan.
6. Apakah terdapat penyakit ibu yang membahayakan janin
7. Bila diperlukan terminasi kehamilan
8. Bagaimana kesanggupan memberikan pertolongan persalinan dengan
memperhitungkan tempat pertolongan itu dilakukan,persiapan alat yang
diperlukan untuk tindakan, kemampuan diri sendiri untuk melakukan
tindakan.
9. Menetapkan sikap yang akan diambil menghadapi kehamilan dengan resiko
rendah dapat ditolong setempat, kehamilan dengan resiko meragukan perlu
pengawasan yang intensif, kehamilan dengan resiko tinggi dilakukan
rujukan. (Manuaba,2010)

Keuntungan pengawasan antenatal adalah diketahuinnya secara dini keadaan


resiko tinggi ibu dan janin, sehingga dapat melakukan pengawasan yang lebih
intensif, memberikan pengobatan sehingga resikonya dapat dikendalikan,
melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat, segera dilakukan
terminasi kehamilan (Manuaba,2010)

Definisi kehamilan resiko tinggi dalam kaitan ini adalah keadaan yang dapat
mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi.
(Manuaba,2010)

Menurut Manuaba Faktor –faktor resiko yang sangat sederhana yang perlu
mendapatkan perhatian yang tercantum di kartu menuju sehat (KMS) adalah
sebagian berikut :

1. anemia berat (Hb <8g%)


2. Tekanan darah diastole >90mmHg
3. Perdarahan selama kehamilan
4. Kelainan pada persalinan terdahulu
5. Jarak kehamilan terakhir kurang dari 2 tahun
10
6. Tinggi badan kurang dari 140cm
7. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
8. Pernah sakit kronik .

1. Perdarahan antepartum
Adalah perdaraan pervagina pada kehamilan diatas 28 minggu atau lebih.
Pengelompokan perdarahan antepartum:
1. Perdarahan yang ada hubungannya dengan kehamilan
a. Plasenta previa
b. Solusia plasenta
c. Perdarahan pada plasenta letak rendah
d. Pecahnya sinus marginalis
e. Pecahnya vasa previa
2. Perdarahan yang tidak ada hubungan dengan kehamilan.
a. Pecahnya varises vagina
b. Perdarahan polypus servikalis
c. Perdarahaan perlukaan serviks
d. Perdaraan karena keganasaan serviks.

Setiap perdaraan antepartum yang dijumpai oleh bidan, sebaiknya di rujuk ke


rumah sakit atau ketempat dengan fasilitas yang memadahi,karena memerlukan
tatalaksana khusus. (Manuaba,2010)

a) Plasenta previa
Pasenta previa adalah plasernta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium
uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah
rahim seolah pasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik
mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas
pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan
baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal, baik dengan

11
ultrasonografifi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan
ultrasonograf perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun
intranatal. (Sarwono,2018)
Plasenta previa adalah implantasi plasenta di segmen bawah rahim,sehingga
dapat menutupi kanalis servikalis dan mengganggu proses persalinan dengan
terjadinya. Penatalaksanaan plasenta previa :
Menurut Manuaba, Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan
darurat kebidanan yang memerlukan penanganan yang baik .bentuk
pertolongan pada plasenta previa adalah:
1. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak atau untuk kengurangi kesakitan dan kematian.
2. Memecahkan ketuban diatas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.
3. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil
sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai
fasilitas yang cukup.

Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi


dengan pemasangan infuse untuk mengimbangi perdaraan, sedapat mungkin
diantar oleh petugas, dilengkapi dengan keterangan secukupnya, dipersiapkan
donor darah untuk transfusi darah. Pertolongan persalinan seksio sesaria
langsung dilakukan ketika:

a. Perdarahan banyak
b. Gawat janin
c. Pada primigravida
d. Terdapat kelainan letak

b) Solusia plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum Definisi waktunya yakni sebelum anak lahir
(Sarwono,2018)
Batasan solusio plasenta adala terlepasnya plasenta sebelum waktunya
dengan implantasi normal pada kehamilan trimester ketiga. Menyebabkan

12
akumulasi darah plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan
gangguan-gangguan terhadap ibu maupun janin. (Manuaba,2010)
Penyulit teradap ibu dalam bentuk:
1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah umum.
2. Terjadi penurunan tekanan dara,peningkatan nadi dan pernapasan.
3. Penderita tampak anemis.
4. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.
5. Setelah persalinan dapat menimbulkan perdarahan postpartum karena
atonia uteri atau gangguan pembekuan dara
6. Menimbulkan gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli
7. Peningkatan akumulasi darah di belakang plasenta dapat menyebabkan
rahim keras, padat, dan kaku
8. Penyulit terhadap janin dalam rahim, bergantung pada luas plasenta yang
lepas dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai kematian janin dalam
rahim. (Manuaba,2010)

Penatalaksanaan solusio plasenta

Solusio plasenta ringan. Pada solusio plasenta ringan dengan tanda perut
tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak, keadaan janin masi baik, dapat
dilakukan penanganan secara konservatif. Bila perdarahan berlangsung terus,
ketegangan makin meningkat, dengan janin yang masih baik dilakukan seksio
sesaria. Penanganan perdarahan yang berhenti dan keadaan yang baik pada
kehamilan premature dilakukan di rumah sakit.

Solusio plasenta tingkat sedang dan berat. Penanganannya dilakukan di


rumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderita. Tatalaksananya
adalah pemasangan infuse dan transfuse darah, memecahkan ketuban, induksi
persalinan atau seksio sesaria. Oleh karena itu, penanganan solusio plasenta
sedang dan berat harus dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas yang
mencukupi

Bidan merupakan enaga andalan masyarakat untuk dapat memberikan


pertolongan kebidanan, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu maupun perinatal. Dalam menghadapi perdarahan pada

13
kehamilan, sikap bidan yang paling utama adalah melakukan rujukan
kerumah sakit.

Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan garurat:

1. Pemasangan infus
2. Tanpa melakukan pemeriksaan dalam.
3. Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan.
4. Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya.
5. Menyerahkan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk
memberikan pertolongan pertama.
c) Perdarahan pada plasenta letak rendah
Plasenta letak rendah diidentifikasi bila pada pemeriksaan dalam, jari
tangan yang dimasukkan dapat mencapai tepi bawah plasenta. Perdaraham ini
baru terjadi bila pembukaan mendekati lengkap, sehingga memberikan
petunjuk untuk melakukan pemeriksaan dalamdan selanjutnya dapat
mengambil tindakan definitif.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
1. Memecahkan ketuban yang diikuti induksi persalinan untuk
mempercepat proses persalinan.
2. Dilakukan tindakan mengakhiri persalinan dengan indikasi.
3. Bidan segera melakukan konsultasi atau merujuk penderita.
(Manuaba,2010)

Kejadian perdarahan pada plasenta letak rendah tidak terlalu banyak,


sehingga jarang dijumpai dalam praktik.

d) Perdarahan non-kehamilan
Perdarahan non-kehamilan tidak akan membahayakan janindalam
rahim, tetapi lebih memberatkan ibunya. Perdarahan yang terjadi dapat
berlangsung sebelum kehamilan trimester tiga. Keadaan umum penderita dan
janin dalam rahim tidak terpengaruh banyak karena sifat perdarahan
sedikit,spotting, dan intermiten (sewaktu-waktu). Untuk dapat menegakkan
sumber perdarahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dalam
dan melakukan pemeriksaan inspekulo.
Dengan pemeriksaan tersebut dapat ditetapkan sumber dari perdarahan :

14
1. Varises yang pecah
2. Polipus serviks atau endometrium.
3. Perlukaan serviks.
4. Keganasan pada serviks.
5. Penanganan lebih lanjut bidan dapat melakukan konsultasi ke pukesmas,
dokter keluarga, dan merujuk ke rumah sakit. (Manuaba,2010)

2. Pre-Eklamsia dan Eklamsia


Kata eklamsia berasal dari Yunani yang berarti halilintar karena gejala
eklamsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam
kebidanan. Dikemukan beberapa teori yang dapat menerangkan kejadian pre-
eklamsia dan eklamsia sehingga dapat menetapkan upaya promotif, dan preventif.
Teori iskemia implantasi plasenta dianggap dapat menerangkan berbagai
gejalah pre-eklamsia dan eklamsia:
a. Peningkatan tekanan darah
b. Pengeluaran protein dalam urine.
c. Edema kaki, tangan sampai wajah.
d. Terjadi gejalah subjektif : sakit kepala, penglihatan kabur, nyeri pada
epigastrium,sesak napas, berkurangnya urine.
e. Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma.
f. Terjadi kejang.

Pencegahan kejadian pre-eklamsia dan eklamsia


Untuk mencegah kejadian pre-eklamsia ringan dapat diberikan nasihat tentang:
1. Diet-makanan. Makanan tinggi protein,tinggi karbohidrat, cukup vitamin,
dan rendah lemak;kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema;
makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna; untuk meningkatkan
jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.
2. Cukup istirahat. Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan
berarti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan; lebih banyak
duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga lairan darah menuju
plasenta tidak mengalami gangguan.

15
3. Pengawasan antenatal (hamil) . Bila terjadi perubahan perasaa. Dan gerakan
janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang
memerlukan perhatian:
a. Uji kemungkinan pre-eklamsia:
1) pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
2) pemeriksaan tinggi fundus uteri
3) pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
4) pemeriksaan protein dalam urine
5) jika mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal,fungsi hati,
gambaran darah umum,dan pemeriksaan retina mata.
b. Penilaian kondisi janin dalam rahim
1) pemantauan tinggi fundus uteri.
2) pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim,denyut jantung
janin, pemantauan air ketuban
3) usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Dalam keadaan yang meragukan,maka merujuk penderita merupakan sikap


yang terpilih dan terpuji. (Manuaba,2010)

Penanganan pre-eklamsia

Penanganganan pre-eklamsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan


menjadi eklamsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirakan janin dalam
keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal.

Pada pre-eklamsia ringan, penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan


memberikan:

1. Sedatif ringan (Phenobarbital 3x30 mg, Valium 3x10 mg)


2. Obat penunjang (Vitamin B kompleks, vitamin C atau vitamin E, zat besi)
3. Nasihat (garam dalam makanan dikurangi, lebih banyak istirahat baring ke
arah punggung janin, segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala

16
sakit kepala,mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik,
pernapasan semakin sesak,nyeri pada epigastrium, kesadaran makin
berkurang, gerak janin melemah-berkurang, pengeluaran urin berkurang).
4. Jadwal pemeriksaan hamil di percepat dan diperketat. Petunjuk untuk
segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu
memperhatikan hal berikut:
a. Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
b. Protein dalam urine 1 plus atau lebih
c. Kenaikan berat badan 1,5kh atau lebih dalam seminggu
d. Edema bertambah dengan mendadak
e. Terdapat gejalah dan keluhan subjektif.

Bidan yang mempunyai Polindes dapat merawat penderita pre-eklamsia


berat untuk sementara, sampai menunggu kesempatan melakukan rujukan
sehingga penderita mendapat pertolongan yang sebaik-baiknya. Penderita
diusahakan agar terisolasi sehingga tidak mendapat rangsangan suara ataupun
sinar, dipasang infus glukosa 5% , dilakukan pemeriksaan umum (
pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan) , pemeriksaan
kebidanan (pemeriksaan Leopold, denyut jantung janin), pemeriksaan dalam (
evaluasi pembukaan dan keadaan janin dalam rahim) , pemasanhan kateter,
evaluasi keseimbangan cairan, pengobatan (sedatif: Phenobarbital 3x100 mg,
Valium 3x20 mg) , menghindari kejang: magnesium sulfat (dosis awal 8g IM,
dosis ikutan 4 g/6 jam, observasi pernapasan tidak kurang 16 menit, refleks
patela positif, urine tidak kurang dari 600cc/24jam), valium (dosisi awal
20mg IV, dosis ikutan 20mgr/drip 20 tetes/menit; dosis maksimal
120mg/24jam), kombinasi pengobatan (Pethidine 50mg IM, klorpromazin
50mg IM, Diazepam [Valium] 20 mg IM), bila terjadi oligouria diberkan
glukosa 40% IV untuk menarik cairan dar jaringan, sehingga dapat
merangsang diuresis.

Setelah keadaan pre-eklamsia berat dapat diatasi, pertimbangan


mengakhiri kehamilan berdasarkan: kehamilan cukup bulan,
mempertahankan kehamilan sampai mendekati cukup bulan, kegagalan
pengobatan pre-eklamsia berat kehamilan diakhiri tanpa memandang umur,
merujuk penderita ke rumah sakit untuk pengobatan yang adekuat,

17
mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan
kelanjutan pre-eklamsia menjadi eklamsia. Dengan perawatan sementara di
polindes, maka melakukan rujukan penderita merupakan sikap yg paling
tepat.

Penatalaksanaan eklamsia

Pengobatan eklamsia dapat mengalami kesulitan dengan hasil yang tidak


memuaskan. Oleh karena itu mencegah terjainya eklamsia lebih
penting,dengacara :

1. Meningkatkan jumlah dan kualitas tempat pemeriksaan kehamilan


2. Menemukan gejalah dini pre-eklamsia serta mengobatinya.
3. Bila gagal mengobati pre-eklamsia berat, kehamilah di akhiri, sehingga
eklamsia dapat di cegah.

Tujuan pengobatan eklamsia adalah menghindari kejang dan koma yang


menyebabkan angka kematian ibu dan janin tinggi dan mengakhiri kehamilan
dengan atraumatis. Eklamsia merupakan gawat darurat kebidanan yang
memerlukan pengobatan dirumah sakit untuk memberikan pertolongan yang
adekuat.

Perawatan di rumah sakit dilaksanakan sebagai berikut.

1) kamar isolasi untuk menghindari rangsangan dari luar (sinar atau


keributan), mengurangi menerima kunjungan, yanh merawat jumlahnya
terbatas.
2) Pengobatan medis. Banyak pengobatan yang telah diperkenalkan untuk
dapat menghindari kejang berkelanjutan dan meningkatkan vitalitas janin
dalam kandungan.
a. Sistem Stroganof: suntikan 100mg luminal IM, 1/2jam kemudian
suntikan 10cc magnesium sulfat 40% IM, selanjutnya tiap 3jam
berganti-ganti diberi luminal 50mg dan 10cc magnesium sulfat 40%
IM.

18
b. Sodium pentothal. Pemberian sodium penthothal dapat menghilangkan
kejang. Dosis awal pentothal antara 200 dan 300mg IV perlahan-lahan.
c. Magnesium sulfat. Magnesium sulfat mempunyai efek menurunkan
tekanan darah, mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis,
meningkatkan diuresus, merusak sirkulasi iskemia plasenta, sehingga
menurunkan gejala klinis eklamsia. Dosis pemberian larutan MgSO4
40% :
a) intramuskular (8g daerah gluteal kanan kiri, 4 g interval 6 jam)
b) intravena (10cc magnesium sulfay 40% intravena perlahan-lahan,
diikuti intramuskular 8 g)
Syarat pemberian magnesium sulfat adalah refleks patela masih
positif,pernapasan tidak kurang dari 16 per menit, diuresis minimal
600cc/24 jam . Antidotum untuk magnesium sulfat adalah 1g
kalsium klorida atau glukonas kalsikun.
d. Diazepam atau Valium. Diazepam atau Valium dipergunakan sebagai
pengobatan eklamsia , karena mudah didapat dan murah. Dosis
maksimal diazepam adalah 120mg/24jam . Metode pemberian valium:
pasang infus glukosa 5% , dosis awal diberikan 20mg/intravena. Dosis
ikutan dalam glukosa 5% 10sampai 20 mg dengan 20 tetesan/menit.
Observasi yang dilakukan; kesadaran penderita, keadaan janin dalam
rahim, kejanh-kejang, diuresis, tekanan darah, nadi, dan pernapasan
e. Litik koktil. Litik koktil terdiri dari petidin 100mg, klorpromazih
100mg, dan prometazin 50mg yang dilarutkan dalam 500cc glukosa
5% diberikan intravena dengan memperhatikan tekanan darah, nadi,
dan kejang. Observasi pengobatan dilakukan setiap 5 menit, karena
tekanan darah dapat turun mendadak.
3) Pengawasan dalam pengobatan. Observasi dalam pengobatan eklamsia sangat
penting karena sewaktu-waktu dapat terjadi komplikasi yang memberatkan
penderita dan janin dalam kandungan. Observasi tanda vital dilakukan setiap
30 menit terhadap pernapasan dan ronki basal, suhu,dan serangan kejang.
Dalam keadaan koma: tidur terlentang, kepala miring ke samping, siapkan
penghisap lendir,dan berikan 02 untuk ibu dan janinnya. Dalam keadaan
serangan kejang: dampingi pasien agar tidak jatuh, sediakan spatel lidah untuk
menghindari gigitan lidah,ukur jumlah cairan yang masuk dan keluar melalui
19
infus dan kateter, jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam 2000cc. Nutrisi
koma dengan: glukosa 10% , menghindari metabolisme lemak dan protein;
pemberian asam amino dengan aminofusin; pemberian B kompleks; dan
vitamin C.
Pada pengobatan yang berhasil,dijumpai perbaikan diuresis makin
bertambah, tekanan darah menurun, nadi membaik, kesadaran membaik,
kejang berkurang. Pada kegagalan pengobatan dapat dijumpai gejala kejang
lebih dari 12kali, suhu meningkat diatas 39 derajat C, kesadaran makin
menurun, nandi meningkat diatas 100 kali permenit.
4) Tindakan kebidanan. Penderita pre-eklamsia berat dan eklamsia tidak tahan
terhadap perdarahan dan trauma persalinan, sehingga perlu di pikirkan agar
persalinan dengan trauma minimal. Pemilihan persalinan bergantung pada
beberapa faktor paritas penderita, usia anak terkecil,dan usia penderita.
Keadaan serviks: pembukaan, arah serviks, kekakuan serviks. Keadaan janin
intrauterin: ketuban belum pecah/pecah, jumlah air ketuban, warna air
ketuban, tanda asfiksia intrauterin. Tempat pertolongan dilakukan di rumah
sakit dengan fasilitas cukup, obat tersedia, tenaga terlatih dan anastesi.
(Manuaba,2010)
Pemilihan metode persalinan:
1) Pilihan per vagina diutamakan karena dapat di dahului dengan induksi
persalinan,bahaya persalinan ringan. Bila memenuhi syarat dapat di
lakukan; memecahkan ketuban mempercepat pembukaan dan forsep
mempercepat kala II. Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan
manual dan menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika.
2) Pertimbangan seksio sesaria: Gagal induksi persalinan per vaginal, gagal
pengobatan konservatif. (Manuaba,2010)

Bidan dengan Polindesnya,mempunyai tugas penting untuk melakukan


pengawasan hamil dengan teratur dan baik, melakukan kunjungan rumah,
memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang pentingnya pengawasan
hamil dan dukun beranak, menentikan kehamilan dengan resiko tinggi ,
memberikan nasihat gizi, kebersihan, dan persiapan menghadapi persalinan,
pemeliharaan bayi dan laktasi, melakukan rujukan pada kasus yang tidak

20
mungkin ditolong setempat, dan melakukan pertolongan persalinan dengan
partograf WHO. (Manuaba,2010)

3.Kehamilan kembar
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua jamin atau lebih.
Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap
bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar harus
dilakukan pengawasan hamil yang lebih intensif. (Manuaba,2010)

Penatalaksanaan persalinan hamil kembar.


Karena penyulit kehamilan kembar terjadi ganggian kontraksi otot
rahim,kelambatan persalinan dan perdarahan postpartum, dan bayi prematur,
persiapan pertolongan persalinan perlu lebih cepat dan tepat. Persiapan
darah ibu perlu dilakukan dam pertolongan bayi prematur dengan lebih baik.
Dengan mempertimbangkan bahwa bayi Kehamilan kembar relatif kecil
dan dalam kedudukan yang baik, dapat dilaksanakan pertolongan persalinan
setempat maupun pada praktik swasta atau di polindes dan pukesmas. Bila
pertimbangan komplikasi lebih besar,kehamilan kembar sebaiknya di rujuk
ke tempat dengan fasilitas. (Manuaba,2010)

4. Ketuban pecah dini


Merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai
akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan,dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda
persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim di
sebut "kejadian ketuban pecah dini"(periode laten). (Manuaba,2010)

Penatalaksanaan ketuban pecah dini


Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi
dalam rahum terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial.
Oleh karena itu tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang

21
rinci sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan
infeksi dalam rahim.
Memberikan profilaksis antibiotika dan membatasi pemeriksaan dalam
merupakan tindakan yanh perlu di perhatikan. Disamping itu, makin kecil
usia kehamilan,makin besar peluang terjadi di infeksi dalam rahim yang
dapat memicu terjadinya persalinan prematuritas berat janin kurang dari 1kg.
Sebagai gambaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat di
jabarkan sebagai berikut.

Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya kematangan


paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang
sehat.

1. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi


pemicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas. Dengan
perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsunh dalam waktu 72jam dapat diberikan kartikosteroid,
sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
2. Pada usia kehamilan 24 sampai 32 minggu saat beeat janin cukup, perlu
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan
kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.
3. Menghadapi ketuban pecah dini, diperlukan KIM terhadap ibu dan
keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak
mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan
mungkin harus mengorbankan janinnya.
4. Pemeriksaan yang mungkin dilakukan adalah USG untuk mengukur
distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk
melakukan pemeriksaan kematangan paru melalui perbandingan L/S.
5. Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada selang waktu
6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi His spontan. (Manuaba,2010)

Bidan sebagai tenaga medis terlatih yang ditempatkan ditengah


masyarakat syogianya bertindak konservatif artinya tidak terlalu banyak
melakukan intervensi. Dengan akibat tingginya angka kesakitan dan kematian
ibu/bayi-janin, sikap yang paling penting adalah melakukan rujukan,

22
sehingga penanganan ketuban pecah dini mendapat tindakan yang tepat.
Setelah mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya, bidan dapat
melakukan pengawasan setelah tindakan dan di sertai beberapa petunjuk
khusus. (Manuaba,2010).

C. Penyimpangan tumbuh-kembang hasil konsepsi


1. Keguguran atau Abortus
Keguguran atau abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu
hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau usia
kehamilan kurang dari 28 minggu. Kejadian abortus sulit diketahui, karena
sebagian besar tidak dilaporkan dan banyak dilakukan atas permintaan
Keguguran spontan diperkirakan sebesar 10 sampai 15% .(Manuaba,2010).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa
tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abor- tus yang terjadi dengan
sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini
dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus
kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk
menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokterun
spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam,
dan Spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama
terkait.Seahi dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan
suaminya tidak terkena psikis di kemudian hari. (Sarwono,2018)

Menurut Manuaba, Berdasarkan pelaksananya atau pelaku dibagi menjadi:


1) Keguguran buatan terapeutik, dilakukan tenaga medis secara legeartis
berdasar indikasi medis.

2) Keguguran buatan ilegal, dilakukan tanpa dasar hukum atau melawan hukum

Menurut Manuaba, Berdasarkan gambaran klinisnya gugur kandung

1. Keguguran lengkap (abortus kompletus), semua hasil konsepsi dikeluarkan


seluruhnya

23
2. Keguguran tidak lengkap(abortus inkompletus), sebagian hasil konsepsi
masih tersisa dalam rahim yang dapat menimbulkan penyulit.

3. Keguguran mengancam(imminens)

4. Keguguran tak-terhalangi(abortus insipien).

5. Keguguran habitualis.

6. Keguguran dengan infeksi(abortus infeksiosus).

7. Missed abortion.

Menurut Manuaba, Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara


pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut

1) Faktor pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi


dapat menyebabkan kematian janin dan cacat bawaan yang menyebabkan
hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat
terjadi karena:

a. Faktor kromosom. Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kro-


mosom, termasuk kromosom seks,

b. Faktor lingkungan endometrium

a) Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil


konsepsi

b) Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek.

c. Pengaruh luar

a) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil


konsepsi.
b) Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan
pertumbuhan hasil konsepsi terganggu
2) Kelainan pada plasenta.
a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak
dapat berfungsi

24
b. Gangguan pembuluh darah plasenta, di antaranya pada diabetes
mellitus

c. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga


menimbulkan keguguran.

3) Penyakit ibu. Penyakit ibu dapat secara langsung memengaruhi


pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta.

a. Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis.

b. Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi


retroplasenter.

c. Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati,


penyakit diabetes melitus.

4) Kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim merupakan tempat tumbuh


kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri,
uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten,
bekas operasi pada serviks(konisasi, amputasi serviks), robekan serviks
postpartum.

Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau


seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin
kekurangan nutrisi dan O2. Bagian yang terlepas dianggap benda asing,
sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi. Pengeluaran
tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal, yang
menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu, keguguran memiliki gejala
umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai
pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. (Manuaba,2010)

Menurut (Manuaba,2010) berbagai bentuk perubahan hasil konsepsi yang


tidak dikeluarkan dapat terjadi:

1. Mola karnosa, hasil konsepsi menyerap darah, terjadi gumpalan seperti


daging

25
2. Mola tuberosa, amnion berbenjol-benjol, karena terjadi hematoma antara
amnion dan korion.

3. Fetus kompresus, janin mengalami mumifikasi, terjadi penyerapan kalsium,


dan tertekan sampai gepeng

4. Fetus papiraseus, kompresi fetus berlangsung terus, terjadi penipisan


laksana kertas.

5. Blighted ovum, hasil konsepsi yang dikeluarkan tidak mengandung janin.


hanya benda kecil yang tidak berbentuk.

6. Missed abortion, hasil konsepsi yang tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu.

Bila keguguran pada usia kehamilan lebih tua dan tidak segera dikeluarkan,
dapat terjadi maserasi dengan ciri kulit mengelupas, tulang kepala berimpitan,
dan perut membesar karena asites, atau pembentukan gas.

Keguguran atau abortus yang dibahas adalah yang terjadi spontan dan bukan
keguguran buatan.

Pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi bergantung pada jumlah


perdarahan. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fundus uteri (tinggi dan
besarnya tetap dan sesuai dengan usia kehamilan, tingsi dan besarnya sudah
mengecil, fundus uteri tidak teraba di atas simfisis) pemeriksaan dalam(serviks
uteri masih tertutup, serviks sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil
konsepsi dalam kavum uteri atau pada kanalis servikalis). Besarnya rahim
(uterus) telah mengecil dan konsistensit nya lunak.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat ditetapkan diagnosis klinis kegu


guran(abortus): abortus iminens, abortus insipien, abortus inkompletus/
kompletus, abortus infeksiosus atau septik, habitual abortus, missed abortion
Dengan hasil pemeriksaan demikian tatalaksana penanganan kegugurarn
disesuaikan dengan diagnosis klinis.

Menghadapi penyulit keguguran, bidan sebaiknya melakukan konsultasi


dengan dokter, sehingga penderita mendapat pelayanan dan pengayoman medis
yang lebih baik.

26
Pada kasus keguguran yang bersifat khusus, bidan sebaiknya segera merujuk
penderita disertai konsultasi dokter, sehingga mendapat penangan- an yang
sebaik-baiknya dan legeartis(sesuai prosedur). (Manuaba,2010)

2. Kehamilan Ektopik

Perjalanan hasil konsepsi dapat terganggu dalam perjalanannya sehingga


tersangkut dalam lumen tuba. Tuba fallopii tidak mempunyai kemampuan untuk
berkembang dan menampung pertumbuhan janin sehingga setiap saat kehamilan
yang terjadi, terancam pecah. (Manuaba,2010)

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tem pat


implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai
aterm. Perjalanan klinik kehamilan ektopik bervariasi, sehingga bidan dapat
dimintai pertolongan pertama. Oleh karena itu, bidan di daerah desaan perlu
mengetahui kemungkinan terganggunya kehamilan ektopik sehingga dapat
melakukan rujukan medis. Terdapat dua pengertian yang perlu mendapat
perhatian yaitu keha milan ektopik adalah kehamilan yang berimplantasi di luar
endometrium normal dan kehamilan ekstrauterin adalah kehamilan yang
berimplanta di luar uterus. Dengan pengertian ini maka kehamilan pada pars
interstitial tuba dan kehamilan pada serviks termasuk kehamilan intrauterin,
tetapi mempunyai sifat kehamilan ektopik yang sangat berbahaya. Sebagian
besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba, jarang terjadi pada ovarium, atau
rongga abdomen. (Manuaba,2010)

Menurut Manuaba, Kejadian kehamilan ektopik bervariasi pada setiap pusat


penelitian atau rumah sakit. Frekuensi ini bergantung pada beberapa faktor di
antaranya:

a. Pemakaian antibiotika. Antibiotika menyebabkan kesembuhan dari infeksi


pada tuba,tetapi lumennya menyempit sehingga memperbesar kejadian hamil
ektopik. Pemakaian alat kontrasepsi meningkatkan kejadian hamil ektopik,
karena fungsinya mencegah kehamilan tetapi tidak sekaligus mengurangi
kejadian hamil ektopik

b. Usia penderita hamil ektopik antara 20 dan 40 tahun dengan puncaknya pada
usia sekitar 30 tahun.

27
c. Variasi frekuensinya antara 1:125-330 kasus

Menegakkan diagnosis hamil ektopik terganggu tidaklah terlalu sukar


melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan mengetahui adanya kehamilan
abdominal.

Kehamilan abdominal dapat berlanjut sampai mencapai besar tertentu. Dalam


perkembangannya kadang mencapai aterm, atau mati karena kekurangan nutrisi
yang disebabkan plasenta tidak mencapai tempat yang baik. Karena implantasi
di luar rahim, setiap gerakan menimbulkan rasa sakit, gerakan janin tampak
dengan jelas di bawah dinding abdomen. Pada palpasi janin langsung teraba di
bawah kulit abdomen, ballotement tidak terjadi. Kehamilan abdomen sangat
jarang terjadi, 1 per 3000 kehamilan ektopik. (Manuaba,2010)

Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah klinis yang memerlukan


penanganan spesialistis, sehingga rujukan merupakan langkah yang sangat
penting. Dengan gambaran klinis kehamilan ektopik terganggu, kiranya bidan
dapat menegakkan diagnosis kemungkinan, sehingga sikap yang diambil adalah
segera merujuk penderita ke puskesmas, dokter atau langsung ke rumah sakit.
(Manuaba,2010)

Pengelolaan Kehamilan Ektopik Penanganan kehamilan ektopik pada


umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus
diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu; kondisi penderita saat iitu, keinginan
penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi
anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan
kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini
menentukarn apakah perlu dilkukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau
dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis Apabila kondisi penderita buruk, misalnya
dalam keadaan syok, lebih baik salpingektomi. (Sarwono,2018).

Menurut Sarwono, Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang
belum pecah pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini
ialah:

28
1) kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah:
2) diameter kantong gestasis ≤ 4 cm
3) perdarahan dalam rongga perutik 100 ml;
4) tanda vital baik dan stabil. Obat yang digunakan ialah metotreksat 1mg/kg
IV. dan faktor sitrovorum 0,1 mg/kg I.M. berselang-seling setiap hari
selama 8 hari. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus dilakukan
salpingektomi pada hari ke- 12 karena gejala abdomen akut, sedangkan 5
kasus berhasil diobati dengan baik.

3. Penyakit dan kelainan plasenta, air ketuban, tali pusat, dan membran.
A. Kelainan Plasenta
Plasenta adalah akarnya janin untuk dapat melakukan pertukaran nutrisi
melalui perdarahan darah retroplasenta. Setiap gangguan yang terjadi da-
lam plasenta akan memberikan dampak yang serius terhadap tumbuh kem-
bangnya janin. Plasenta normal mempunyai berat rata-rata 1/6 dari berat
janin dengan diameter 15 sampai 20 cm sedangkan tebalnya 2,5 sampai 3
cm. Ukuran plasenta yang besar dijumpai pada penyakit eritroblastosis
fetalis, sifilis, dan diabetes melitus, sedangkan ukuran plasenta kecil dijum
pai pada penyakit hipertensi termasuk pre-eklamsia dan eklamsia.
(Manuaba,2010)
Menurut Manuaba, berikut merupakan penyakit pada plasenta:
Infark plasenta adalah terjadinya pemadatan plasenta, nodular dan keras,
sehingga tidak berfungsi dalam pertukaran nutrisi. Infark plasenta dapat
terjadi pada bagian fetal atau maternal dan atau keduanya. Infark plasenta
disebabkan oleh infeksi pada pembuluh darah arteri dalatm bentuk
pariartritis atau enartritis yang menimbulkan nekrosis jaringan dan disertai
bekuan darah.
Pada gangguan yang besar dapat menimbulkan kurangnya pertukaran
nutrisi, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dalam rahim,
keguguran, lahir prematur, lahir dengan berat badan rendah, dan kematian
dalam rahim.

29
Kalsifikasi plasenta. Proses pengapuran plasenta sudah terjadi sejak usia
kehamilan 28 minggu terutama di sekitar lapisan Nitabuch. Kalsifikasi in
tidak banyak mempunyai arti klinis, kecuali pada kehamilan serotinus.
Disfungsi plasenta adalah gangguan fungsi plasenta untuk dapat
melakukan pertukaran O2 dan CO2 dan menyalurkan sisa metabolisme
menuju sirkulasi ibu untuk dibuang melalui alat ekskresi.
Akibat gangguan fungsi plasenta, perkembangan dan pertumbuhan janin
dalam rahim mengalami kelainan seperti persalinan prematuritas, bayi
berat lahir rendah dan sampai kematian janin dalam rahim. Kejadian
disfungsi plasenta sering terjadi pada kehamilan dengan risiko tinggi. viatu
hamil dengan diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit
jantung dan kehamilan lewat waktu.
Untuk dapat menentukan kehidupan janin dalam rahim diperlukan
pemeriksaan khusus yang bersifat spesialistis. Dengan demikian bidan yan
menghadapi kehamilan dengan risiko tinggi sebaiknya berkonsultasi ke
puskesmas, dokter atau segera merujuk penderita ke rumah sakit.

B. Kelainan Air Ketuban


Pembentukan air ketuban pada trimester pertama. Komposisinya sama
dengan cairan plasma. Setelah pertenganan trimester pertama komposisinya
berasal dari cairan ekstraselular, air dan molekul kecil melewati amnion,
dan melalui kulit janin.
Pada trimester kedua janin mulai ikut serta membentuk air ketuban me-
lalui air kencing bayi, pengeluaran yang berasal dari gastrointestinal bayi.
Diagnosis hidramnion ditegakkan dengan pemeriksaan fisik yang akan
dijumpai kesan cairan ketuban banyak. Pada fisik janin intraturin terlihat
kelainan letak janin, kesan ballotement tinggi, dan denyut jantung janin
samar terdengar. Dengan USG akan dijumpai indeks cairan aminotik lebih
dari 24 cm.
Prognosis persalinan dengan hidramnion meliputi morbiditas dan mor-
talitas perinatal tinggi, morbiditas bayi dengan kelainan kongenital, asfiksia
akibat aspirasi air ketuban, berat badan lahir rendah. Mortalitasnya men
cakup kegagalan untuk memberi perawatan intensif. Morbiditas dan
mortalitas maternal sebagai akibat distensi uterus berlebih yang dapat dikuti
30
dengan persalinan beralan lambat dan lamat, terjadi perdarahan postpartum,
atonía uteri, mudah terjadi infeksi puerperium, involuisí uterus berjalan
lambat.
Oligohidranntion adalah jumlah air ketuban kurang dari batas normal,
yaitu 800 cc. Indeks air ketubannya kurang dari 5 cm. Oligohidramnion
jarang dijumpai, yang paling penting diperhatikan adalah pada keha- milan
serotínus. Pada keadaan ini, sejak usia kehamilan 39 minggu telah terjadi
pengeluaran mekonium sebanyak 14% . Makin tua kehamilan makin tinggi
pengeluaran mekonium di dalam air ketubannya. Usia kehamilan 42
minggu menjadi 30% dan diikuti dengan jumlah air ketuban yang semakin
berkurang.
Oligohidramnion memengaruhi umbilikus sehingga menimbulkan
gangguan aliran darah menuju janin serta menimbulkan asfiksia intrauterin.
Air ketuban yang kental akan diaspirasi dan menambah kejadian asfiksia
neonatorum. Oligohidramnion akan menimbulkan tekanan fisik pada janin
sehingga terjadi deformitas tepat di tempat yang terkena tekanan langsung
dengan dinding uterus.
Kehamilan dengan hidramnion atau oligohidramnion tergolong ibu
hamil dengan risiko tinggi sehingga diperlukan pertimbangan cermat dalam
melakukan pertolongan persalinan. Khususnya pada oligohidramnion, bila
indeks cairan amniotik kurang dari 5 cm sebaiknya dilakukan seksio sesaria
dan bayinya dimasukkan dalam unit perawatan intensif neonatus.
Oligohidramnion tergolong kehamilan dengan risiko tinggi bagi ibu hamil
ataru bayinya.

C. Kelainan Tali Pusat


Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam
cairan amnion sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan
dengan baik. Pada umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm.
Tali pusat terpendek pernah dilaporkan sepanjang 2,5 cm sedangkan tali
pusat terpanjang sekitar 300 cm. Tali pusat yang terlalu panjang dapat

31
menimbulkan bahaya asfiksia sampai kematian. Beberapa kelainan tali
pusat dapat dikemukakan sebagai berikut.
a) Kelainan insersi
Insersi tali pusat pusat pada umumnya parasentral atau setral. Dalam
keadaan insersi tali tertentu terjadi insersi tali pusat berupa plasenta
Battledon bila insersinya tepi marginal plasenta atau insersi
velamentosa bila insersi tali pusat jauh luar plasenta atau di daerah
membrane.
Bahaya insersi velamentosa bila terjadi vasa previa yaitu pembuluh
darahnya melintasi kanalis servikalis sehingga saat ketuban pecah
pembuluh darah yang berasal dari janin ikut serta pecah. Gejala klinis
vasa previa adalah ketuban pecah, diikuti perdarahan merah(baru dan
kaya oksigen), selanjutnya distres janin. Kematian janin pada
pecahnyaa vasa previa mencapai 60-70% terutama bila pembukaan
masih kecil karena kesempatan seksio sesaria terbatas dengan waktu.
Bila ditegakkan diagnosis previa saat melakukan pemeriksaan dalam,
penderita dirujuk ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan dengan
seksio sesaria primer. (Manuaba,2010)
b) Simpul tali pusat
Tali pusat mempunyai dua arteri umbilikalis dan sebuah vena
umbilikalis dan terlindung oleh jeli Wharton sehingga terhindar dari
tekanan yang dapat mengganggu sirkulasi dari dan ke janin. Pernah
ditemui kasus kematian dalam rahim akibat terjadi pelintiran pembuluh
darah umbilikalis karena di tempat tersebut jeli Whartonnya sangat
tipis, Pelintiran pembuluh darah tersebut menghentikan sama sekali
aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian dalam rahim.
Gerakan janin yang begitu aktif yang dapat menimbulkan simpul
sering juga dijumpai. Sebagian simpul sejati ini tidak menimbulkan
asfiksia intrauterin dan kematian janin, karena masih dilindungi oleh
jeli Wharton. Bila simpul tersebut demikian eratnya sehingga menutup
sama sekali pem buluh darah umbilikalis dapat dipastikan terjadi
kematian janin dalam rahim.
Simpul palsu dimaksudkan bila pembuluh darahnya lebih panjang dan
jeli Wharton lebih tebal sehingga pembuluh darahnya melebar seolah-
32
olah simpul. Keadaan simpul palsu tidak membahayakan janin, kecuali
bila pembuluh darah pecah sehingga mengganggu sampai menghentikan
aliran darah dari dan ke janin. Keadaan simpul sejati atau simpul palsu
hanya dapat dibuktikan setelah bayi lahir.
c) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang
kemungkinan besar dapat menyebabkan lilitan tali pusat. Lilitan tali
pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa
kali. Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar
panggul, makin erat lilitan tali pusat dan makin ferganggu aliran darah
menuju dan dari janin.
Dalam pimpinan persalinan terutama kala kedua, observasi denyut
jantung janin sangat pernting segera setelah His dan refleks mengejan.
Kejadian dístres janin merupakán indikasi untuk menyelesaikan
persalinan sehingga bayi dapat diselamatkan. Bila lilitan tali pusat
sangat erat apalagi beberapa kali, maka lilitan dapat dilepaskan atau
dipotong terlebih dahulu saat pertolongan persalinan kepala. Dalam
situasi terdesak bida dapat melakukan pemotongan tali pusat pada
waktu pertolongan persalinan kepala bayi.
d) Kelainan Membran
Kelainan membran yang paling penting adalah amnionitis yang sering
dikaitkan dengan infeksi intrauterin, yang menyebabkan persalinan
prematuritas dan dapat mengakibatkan sepsis yang diikuti dengan
kematian maternal dan perinatal. Kelainan yang mungkin jarang
dijumpai adalah amniotic band. Kelainan membran ini dapat
mengadakan ikatan dengan ekstremitas sehingga menimbulkan cacat
sampai putus, pertumbuhan jarrn terganggu serta menimbulkan
deformitas. Penulis pernah menemui kass amniotic band(di Surabaya)
pada kepala sehingga menimbulkan ganggurn tumbuh-kembang tulang
kepala janin.

4. Penyakit trofoblas

33
BAB III

TINJAUAN KASUS

III. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA ATAU KOLABORASI


Tidak ada

34
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Untuk menegakkan kehamilan resiko tinggi pada ibu dan janin adalah
dengan cara melakukan anamnesa yang intensif (baik),melakukan
pemeriksaan fisik,dan pemeriksaan penunjang seperti (pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan rontgen, pemeriksaan USG, pemeriksaan lain
yang dianggap perlu). Berdasarkan waktu, keadaan resiko tinggi ditetapkan
menjelang kehamilan, saat hamil muda, saat hamil pertengahan, saat inpartu,
dan setelah persalinan. (Manuaba,2010)

4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis telah menyusunnya dengan
semaksimal mungkin, namun demikian penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya

35
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba.2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB.Jakarta:ECG


Sarwono Prawirohardjo.2018.ilmu kebidanan.jakarta:PT. Bina Pustaka

36

Anda mungkin juga menyukai