Anda di halaman 1dari 3

Selasa, 16 Muharram 1441 H / 17 September 2019

Home » Berita » Laporan Khusus

Menyelamatkan Kehancuran Pertambangan Timah Bangka Belitung (2)

Muhammad Nuh – Jumat, 8 Januari 2010 12:39 WIB

Berikut ini merupakan laporan khusus yang ditulis oleh Ketua KPK-N (Komite Penyelamat Kekayaan
Negara), Marwan Batubara *). Laporan khusus ini tersaji dalam sebuah buku beliau yang berjudul
‘Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam, Menuju Negara Berdaulat’.

Insya Allah, Eramuslim akan memuat tulisan ini dalam rubrik laporan khusus yang disajikan secara
berseri.

***

Pemerintah Belum Optimal Kelola Pertambangan Timah

Mekanisme pertambangan timah di Indonesia bisa dikatakan masih jauh dari prinsip demokrasi ekonomi.
Sebab, endapan timah yang merupakan kekayaan nasional bangsa Indonesia belum sepenuhnya
dimanfaatkan sesuai amanat UUD 1945 pasal 33. Kekayaan itu harus digunakan sepenuhnya untuk
kemakmuran rakyat. Jadi, negara harus mampu menguasai secara efektif dan memanfaatkan sumber
daya itu demi kemakmuran rakyatnya.
Sudah menjadi kewajiban semua pihak, baik pemerintah maupun rakyat memanfaatkan potensi
tambang bagi kemakmuran rakyat. Namun, hal itu belum mewujud dalam pengelolaan pertambangan
timah yang ada di sepanjang Pulau Bangka, Belitung, Singkep, dan Karimun-Kundur. Padahal, Indonesia
diakui sebagai penghasil timah terbesar kedua di dunia setelah Cina. Di kawasan Asia Tenggara,
Indonesia bisa disebut sebagai negara yang masih memiliki kandungan timah berlimpah.

Sayang, potensi timah yang bisa membawa Indonesia menuai pendapatan berlimpah untuk kemakmuran
rakyatnya belum diatur secara optimal. Masih sering terjadi penyelundupan timah melalui penambangan
ilegal. Bayangkan saja, penambangan ilegal mampu menghasilkan 60 ribu ton per tahun, tak begitu beda
jauh dengan jumlah produksi penambangan legal sebesar 71.610 per tahun. Hasil penambangan ilegal
tentu tak masuk ke dalam kas negara, terutama dalam bentuk royalti dan pajak.

Biasanya, timah dari aktivitas penambangan ilegal itu dipasarkan ke sejumlah negara, seperti Malaysia,
Thailand, Singapura, dan Cina. Menurut Batubara (2008), ada sejumlah masalah yang mestinya segara
mendapatkan solusi. Permasalahan tersebut antara lain adalah belum optimalnya kebijakan nasional,
peraturan yang bermasalah, penegakan hukum yang tidak konsisten, KKN berbagai oknum, pencurian,
penyeludupan, perusakan lingkungan, dominasi asing dan pemilik modal, serta kemiskinan dan
ketertinggalan masyarakat.

Banyak dampak negatif yang timbul akibat kesalahan dan penyelewengan pengelolaan tambang timah.
Sekitar 40% produksi timah nasional setiap tahun diseludupkan. Negara kehilangan pendapatan, hanya
dari royalty (besarnya 2% harga jual timah), sekitar US$ 9,5 juta per tahun. Belum lagi kerugian akibat
penggelapan pajak, yang jumlahnya pasti jauh lebih besar! Sudah bertahun-tahun sejak larangan ekspor
biji timah dikeluarkan pada 31 Januari 2002 yang lalu, smelter Singapura – negara yang tidak punya
tambang timah – terus memroduksi timah lebih dari 25.000 ton/tahun.

https://m.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/menyelamatkan-kehancuran-pertambangan-timah-
bangka-belitung-2.htm.

Bangka Belitung bagai menerima buah simalakama. Sejak lama, kepulauan ini menjadi penghasil timah
terbaik di dunia. Sepuluh negara, yaitu Perancis, Jerman, Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan,
Malaysia, China, Thailand, Jepang dan Singapura, menggantungkan pasokan timah dari sana. Buah manis
itu bertahun-tahun dinikmati dan membawa nama Bangka-Belitung di peta dunia.
Namun dampak buruknya kini terasa. Lingkungan rusak tak terkendali, baik oleh tambang resmi maupun
ilegal. Sebanyak tiga perempat dari wilayah Kepulauan Bangka-Belitung yang seluas 1,6 juta hektar,
masuk dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) skala besar dan inkonvensional. Sisanya direbut oleh
industri kehutanan dan baru sebagian kecil untuk ruang hidup warganya.

Tambang di darat menghancurkan hutan, sementara tambang di laut merusak ekosistem pesisir dan
melenyapkan ikan. Dampaknya dirasakan oleh 45.000 nelayan tradisional yang mengandalkan hidup dari
pesisir dan laut.

Provinsi Bangka-Belitung berada di posisi tertinggi dalam soal kerusakan lahan yang mencapai 1,053 juta
hektar atau 62 persen dari luas daratannya. Industri ini juga sumber korupsi. Selama 10 tahun sejak
2004, Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat kerugian negara dari penambangan timah sebesar
68 triliun rupiah dari pajak, biaya reklamasi, royalti, pajak ekspor dan penerimaan non pajak.

Tiga tahun lalu, perusahaan besar seperti Apple dan Samsung bahkan pernah digugat karena
menggunakan timah hasil penambangan ilegal di Bangka Belitung. Keduanya berjanji melakukan evaluasi
terhadap pemasok timah, namun berakhir tanpa kejelasan.

https://www.google.com/amp/s/www.voaindonesia.com/amp/4073635.html

Anda mungkin juga menyukai