Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
a. Bronchopneumonia
Bronchopneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru-paru
yang terjadi sebagai akibat invasi agen infeksius atau adanya kondisi yang
mengganggu tahanan saluran trakheobronkhial hingga flora endogen yang
normal berubah pathogen ketika memasuki saluran jalan nafas. (Barbara
Engram, 1998 : 60)
Bronchopneumonia adalah proses peradangan yang dimulai pada
bronchiolus dan terjadi penumpukkan mikropurulent eksudat dengan bentuk
konsolidasi berbintik-bintik pada daerah lobulus. (Whaley and Wong, 1999 :
1482)
Pneumonia merupakan infeksi akut dari ruang alveoli paru-paru. Dapat
melibatkan seluruh lobus (pneumonia lobaris) atau lebih berbercak (lobuler).
Jika terbatas pada alveoli berdampingan dengan bronchi, maka keadaan ini
disebut bronchopneumonia. (Rossa M. Saccharine, 1996 : 358-359)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bronchopneumonia
adalah suatu radang pada parenkim paru-paru yang disebabkan oleh berbagai
etiologi yang memiliki ciri yang khas yaitu terjadinya penumpukkan
mikropurulent eksudat dengan bentuk konsolidasi berbintik-bintik yang
terbatas pada alveoli yang berdampingan dengan bronchi.
b. Encefalistis
Encefalitis adalah peradangan atau inflamasi parenkim otak serta selaput
pembungkus otak/ meningen (Donna, 1995 : 1143).

Encefalitis adalah suatu inflamasi dari sistem saraf pusat yang


menyebabkan perubahan fungsi dari berbagai organ otak dan spinal cord
(Whaley & Wory’s, 1993 : 964).
Inflamsi otak disebut encefalitis, kondisi ini khas dengan inflamasi dan
lesi degenerasi dari otak dan medulla spinalis (Rosa M. Sacharin, 1996 : 294).

5
Encefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Mansjoer, 2000 : 14).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa encefalitis adalah


peradangan atau inflamasi dari sistem saraf pusat pada bagian parenkim otak
serta selaput pembungkus otak/meningen yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus yang menyebabkan perubahan
fungsi dari berbagai organ otak dan spinal cord.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Sistem Pernapasan
1) Anatomi Saluran Nafas
Sistem pernafasan terbagi atas dua bagian besar yaitu saluran nafas
bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. (Rosa M. Sacharin, 1986 :
344 & Evelyn C. Pearce, 1999 : 211)
a) Saluran Nafas Atas (Rosa M. Sacharin, 1986 : 344)
(1) Hidung
Bagian interior hidung dibagi dalam peruhan kiri dan kanan
yang dipisahkan oleh septum nasal. Setiap paruahn dibagi menjadi
4 daerah yang mengandung saluran nasal yang berjalan ke
belakang, mengarah pada nasofaring. Area tempat dalam lubang
hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung rambut yang kasar.
Sisa dari interior dilapisi oleh membrn mukosa.
(2) Faring
Faring terletak dibagian rongga mulut dan cavum nasi
dibatasi oleh orofaring dan nasofaring, berjalan dari dasar
tenggorokan sampai dengan esophagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid.
(3) Laring
Laring terletak didepan faring dan diatas permukaan trachea.
Terutama terdiri dari tulang rawan tiroid dan krikoid dan 7 tulang
rawan lain yang dihubungkan secara bersama oleh membrane.
Suatu struktur tulang rawan bergantung diatas tempat masuk ke

6
laring. Ini merupakan epiglottis yang mengawal glottis selama
menelan, mencegah makanan masuk kedalam laring dan trakea.

(Gambar 1)
Dikutip dari : Ashwill, Weiler, Jean. Droske, Colvert, Susan. Hal.

b) Saluran Nafas Bawah (Evelyn C. Pearce, 1999 :


211)
(1) Trakea
Berjalan dari laring sampai kira-kira vertebrae torakal kelima,
selanjutnya bercabang dua, membentuk cabang utama bronchus
kiri dan kanan, trakea merupakan tuba membranosa fleksibel, kaku
karena adanya cincin yang berspasi secara teratur, tuba dilapisi oleh
membrane mukosa, epithelium permukaan adalah coana bersilia,
panjang trakea 9 – 11 cm pada orang dewasa dan 6 – 8 cm pada
infant dan toddler dengan diameter 1,5 – 2,5 cm. pada masa janin
mula-mula trakea dan esophagus berkembang dalam satu struktur
dan berpisah pada minggu ke- 7 dan selama infant trakea
meningkat sesuai dengan usia, lumen dari trakea dan bronchi
meluas tetapi tetap kecil dibandingkan dengan ukuran total paru-
paru.

7
(2) Bronchus
Merupakan pipa udara berbentuk silinder, dindingnya terdiri
atas jaringan fibrosa diperkuat oleh tulang rawan berbentuk cincin
terbuka kearah esophagus serta menangdung otot polos, tepatnya
berada didepan esophagus, pada mukosa bronchus dan bronchiolus
terdapat pula silia yang dapat menangkap partikel berukuran 2 – 10
 terdiri atas cabang kiri dan kanan, bronchus kanan lebih pendek
dan lebar, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
membentuk sudut 20 – 30 derajat pada bronchus kiri membentuk
sudut 45 – 55 derajat. Pada anak diameter bronchus dan
bronchiolus akan meningkat sesuai dengan usia.
(3) Bronchiolus
Berdiameter kuarng dari 1 mm, mempunyai jaringanepitel
khusus termasuk pseudes traficet kolumnar silia dan sel goblet,
bronchiolus terminal merupakan saluran dengan epitel kuboid dan
tidak bersilia, bronchiolus terminal merupakan ujung dari saluarn
udara
(4) Alveoli
Mempunyai satu lapis sel, tebal garis tengahnya lebih kecil
dari sel darah merah, merupakan suatu gelembung udara yang
dikelilingi oleh jaringan kapiler paru, dimana terjadi difusi O 2 dan
CO2 antara alveoli dengan darah dalam kapiler, dilapisi oleh
surfaktan, berupa zat lipoprotein yang dapat mengurangi tegangan
permukaan dan mengurangi resistensi terhadap resistensi
pengembangan paru pada waktu inspirasi dan mencegah
kolaposnya alveoli pada waktu ekspirasi. Pada 8 tahun pertama
kehidupan, jumlah alveolus akan meningkat 10 x lebih banyak
dibandingkan saat lahir, peningkatan volume paru selanjutnya
disebabkan oleh penambahan ukuran alveolus yang sudah ada.

8
Gambar 2
Dikutip dari : Ashwill, Weiler, Jean. Droske, Colvert, Susan. Hal.
(5) Pleura
Setiap peru-paru ditutupi oleh kantung ganda, salah satu
menutupi permukaan paru-paru (pleura viseralis) dan yang lain
melapisi permukaan dalam dinding thoraks dan bagian dari
diafragma (pleura parietalis). Kedua permukaan sangat licin dan
dibasahi dengan cairan serosa.
2) Fisiologi Pernapasan
Udara mengalir melalui hidung akan diproses oleh tiga fungsi
hidung yaitu : (1) udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum
yang luas, (2) udara dilembabkan sampai hampir lembab sempurna
sebelum meninggalkan hidung, (3) udara disaring. Kesemua fungsi ini
disebut fungsi pelembab udara dari saluran nafas atas.
Bulu-bulu pada pintu masuk lubang hidung penting untuk
menyaring partikel-partikel dalam jumlah besar. Fungsi ini disebut
saebagai fungsi penyaringan hidung. Hal yang penting disini adalah
pengeluaran partikel melalui presipitasi turbulen.
Laring berfungsi sebagai alat respirasi dan fonasi tetapi pada saat
yang sama laring juga mengambil bagian dalam deglutisi, selama waktu
makan laring akan menutup dalam usaha mencegah makanan memasuki
traktus respiratorius bagian bawah. Laring juga tertutup selama regurgitasi
makanan sehingga mencegah terjadinya aspirasi makanan.

9
Pada dasarnya proses fisiologi pernafasan mencakup tiga proses
yaitu :
a) Ventilasi
Ventilasi adalah suatu proses keluar masuk udara yang terjadi
karena adanya selisih tekanan antara atmosfir dan alveolus oleh kerja
mekanik otot-otot pernafasan. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma bertambah turun dan iga terangkat
akibat kontraksi beberapa otot muskulus sternokleidomastoideus
mengangkat sternum ke atas dan muskulus steratus muskulus scaenus,
dan muskulus interkostalis eksternus berperanan mengangkat iga.
Torak membesar dalamtiga arah : antero posterior, lateral dan vertical
peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura
dari sekitar -4 mmHg (relative terhadap tekanan atmosfir) menjadi
sekitar -8 mmHg bila paru-paru mengembang pada waktu inspirasi.
Pada saat yang sama tekanan intrapulmunal atau tekanan saluran udara
menurun sampai sekitar -2 mmHg (relative terhadap tekanan atmosfir)
dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir ke dalam
paru-paru sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi sama lagi
dengan tekanan atmosfir. Selama pernafasan tenang, ekspirasi
merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru
pada waktu muskulus interkostalis eksternus relaksasi, dinsing dada
turun dan lengkung diafragma naik ke atas kedalam rongga toraks,
menyebabkan volume toraks berkurang. Muskulus interkostalis
internus dapat menekan iga ke bawah dan kedalam dengan kuat pada
waktu ekspirasi kuat dan aktif batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu
otot-otot abdomen dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdominal
membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume toraks
ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat dan mencapai sekitar 1-2
mmHg diatas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran udara
dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari
paru-paru sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer menjadi

10
sama kembali pada akhir ekspirasi. Perhatikan bahwa tekanan atmosfer
selama siklus pernafasan.
Tabel 2 : Fungsi Pernafasan Pada Anak
Usia Ruang Mati Tidal Volume Kapasitas Vital
Neonatus 7 ml 18 ml 90 ml
5 tahun 50 ml 200 ml 1200-1399 ml
10 tahun 75 ml 300 ml 1900-2000 ml
15 tahun 125 ml 500 ml 3300-3500 ml
Sumber : Saccharin, M Rossa. Prinsip Keperawatan Pediatrik,1968. Jakarta : EGC
b) Difusi
Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membran alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang
dari 0,5 m). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih
tekanan parsial antara daerah darah dan fase gas. Tekanan parsial
oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar 149
mmHg (21% dari 760 mmHg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan
sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekitar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini
terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan
udara dalam ruang sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air.
Ruang sepi anatomic ini dalam keadaan normal mempunyai volume
sekitar 1 ml udara per poud berat badan (150 ml/150 lb pria). Hanya
udara besih yang mencapai alveolus yang merupakan ventilasi efektif.
Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PVO 2) di kapiler
paru sebesar 40 mmHg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler
lebih rendah tekanan dalam alveolus (PAO2 = 103 mmHg ) maka
oksigen dapat dengan mudah berdifusi kedalam aliran darah.
Perbedaan tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang jauh lebih
rendah (6 mmHg) menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam
alveolus. Karbondioksida ini dikeluarka ke atmosfer, dimana
konsentrasinya pada hakekatnya nol. Kendatipun selisih CO2 antara
darah dan alveolus amat kecil kecil namun tetap memadai, karean
dapat berdifusi melintasi membran alveolus kapiler kira-kira 20 kali
lebih cepat dibandingkan oksigen karena daya larutnya yang lebih
besar.

11
Gambar 3

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi memalui


membran respirasi adalah :
a) ketebalan membrane respirasi, kecepatan difusi berbanding terbalik
dengan ketebalan membran.
b) Luas permukaan membrane : semakin luas permukaan, maka
semakin tinggi kecepatan difusinya.
c) Koefisien difusi : pemindahan gas melalui membrane respirasi
tergantung dari daya larutnya didalam membrane dan berbanding
terbalik dengan akar pangkat dua semakin cepatnta perpindahan
gas.
d) Perbedaan konsentrasi, semakin besar konsentrasi gas semakin
besar pula kecepatan difusinya.
(1) Transportasi
Setelah O2 berdifusi kedalam daerah paru, maka O2 ditaransport
keseluruh jaringan tubuh. Proses ini melalui 2 cara, yaitu :
a) Secara fisika larut dalam plasma darah 1%
b) Secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai
oksihemoglobin (HbO2). Taransportasi O2 ke jaringan
dipengaruhi oleh jumlah O2 yang masuk kedalam paru,
pertukaran gas yang cukup, aliran darah ke jaringan dan
kapasitas darah dalam mengangkut O2.

12
b. Sistem Susunan Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri dari :
1) Otak
Struktur utama otak adalah :
a) Cerebrum (otak besar)
Cerebrum terbagi atas dua belahan yang disebut hemispherium
cerebri dan dipisahkan oleh fisura longitudinal cerebri. Belahan kiri
cerebrum berkaitan dengan sisi kanan tubuh, dan sebaliknya.
Hemispherium cerebri dapat dibagi atas lobus berdasarkan tulang di
atasnya yaitu lobus frontalis, parietalis, oksipitalis, dan temporalis
dimana setiap lobus mempunyai fungsi yang spesifik.

Gambar 4
Serebrum otak memperlihatkan lobus dan daerah dimana telah
diidentifikasi fungsi spesifik

Secara garis besar, struktur srebrum tersiri atas korteks serebri


dan dan struktur subkortikal yang terdiri dari basal ganglia,
melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan mengkoordinasikan
gerak dasar, gerak halus/ terampil, dan sikap tubuh, thalamus ‘relay’
impuls sensorik ke kortek sensorik, hipotalamus pusat tertinggi
integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom dan terlibat dalam
13
pengolahan prilaku instink (makan, minum, seks dan motivasi)
bersama dengan seluruh sistem limbik sebagai perilaku instinktual dan
emosi, hipofisis bersama hipotalamus mengatur sebagian besar
kelenjar endokrin dalam sintesa dan sekresi berbagai macam hormon.
Serebrum terbungkus dengan membran yang disebut meningen,
yaitu:
(1) Duramater, membran kuat dan tebal,
memisahkan jaringan saraf pusat dari dinding kranial. Antara
tulang dan duramater terdapat ruang epidural berisi jaringan lemak,
jaringan penunjang, dan pembuluh darah.
(2) Arakhnoid, membran tipis, halus, di
bawah duramater. Antara duramater dan arakhnoid terdapat ruang
subdural, berisi cairan serosa.
(3) Piamater membran tipis yang
mengikuti bentuk otak. Diantara subarahknoid dan piamater
terdaapt ruang sub arakhnoid, berisi cairan serebospinal.
Fungsi utama serebrum adalah interpretasi, integrasi, sensorik,
dan motorik.
b) Brain stem (batang otak)
Terdiri dari mesensefalon (diencefalon dan Brain), Pons, dan
medulla oblongata. Fungsi utama batang otak adalah sebagai tempat
berbagai macam pusat vital (RAS) dan tempat keluarnya serabut saraf
kranial I-XII.
c) Serebelum (otak kecil)
Terletak di bawah cerebrum posterior, terbagi atas hemisfer kiri
dan kanan. Fungsinya adalah sebagai pusat keseimbangan dan
koordinasi gerak, bersama serebrum mengkordinasikan otot
menghasilkan gerakan terampil.
d) Medulla Spinalis
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian
substansia grisea (badan kelabu), berfungsi sebagai pusat koordinasi
refleks dan substansia alba (badan putih), berfungsi membawa impuls
sensorik dari sistem saraf tepi ke otak (umumnya menyilang) dan

14
penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian impuls
motorik dari otak menuju saraf tepi.
Fungsi utama medulla spinalis :
(1) Pusat gerakan otot tubuh terbesar
(2) Pusat refleks spinalis
(3) Menghantarkan rangsangan koordinasi dari otot/sendi menuju
serebelum
(4) Penghubung antar segmen medulla spinalis
(5) Penghantar komunikasi otak dengan semua bagian tubuh

Gambar 2
Meningen otak dan medulla spinalis, inti dan ventrikel otak

3. Etiologi
a. Etiologi
Bronchopneumoni
Dari hampir 80% sampai 85% pneumonia pada anak adalah disebabkan
oleh virus. Biasanya anak-anak terserang pada usia 2 -3 tahun. Insiden
penyakit ini akan berkuarang setelah anak berusia 3 tahun. Kondisi lingkungan
dan cuaca juga merupakan salah satu faktor predisposisi pencetus penyakit ini.
Bentuk anatomis system pernafasan bagian atas seperti labiopalatoskizis dan

15
labiopatatognatoskiziz juga merupakan faktor pendukung terjadinya penyakit
ini akibat aspirasi dari makanan dan benda asing yang masuk kedalam mulut.

Tabel 3
Penyebab Bronchopneumonia
Usia Bakteri Virus Lain-lain
Neonatus Grup  Streptococcus, CMV, herpes Mycoplasma hominis,
bakteri bentuk batang virus Ureaplasma
Urealyticum
4 – 16 minggu S. aureus, H. influenzae, CMV, RSV Clamydia trachomatis,
S. pneumoniae Ureaplasm
Urealythicum
< 5 tahun S. pneumoniae, S. aureus RSV,
adenovirus,
influenza
virus A, B
> 5 tahun S. pneumoniae Inflenza virus Mycoplasma
A, B pneumonia
th
Sumber : Behrman, Kliegman. R (2000). Nelson Textbook of Pediatric 16 edition. Philadelphia :
W. B. Saunders

b. Etiologi Encefalitis
1) Vaksinasi
2) Komplikasi dari penyakit
seperti campak, campak Jerman, rubella pada bayi baru lahir cacar air dan
cacar lainnya
3) Virus herpes simpleks
4) Virus herpes zoster
5) Parotitis
6) Non viral. Mikroplasma ;
toxoplasmosis; TB; sifilis
7) Poliomielitis
8) Coxsackie
9) Virus ECHO

16
4. Patofisiologi
a. Patofisiologi Bronchopneumonia
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari (biasanya 5 – 7 hari). Suhu tubuh
dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 400C kadang disertai kejang. Anak
sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai dengan adanya
pernafasan cuping hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai dengan muntah
dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi
setelah beberapa hari kemudian menjadi produktif. Sekret seringkali mucus
menjadi purulent, kekuningan, hijau dan berbau.
Nyeri dada pleuritik sering terjadi akibat pengentalan cairan paru,
kelemahan dan malaise terjadi akibat defisiensi nutrient. Perubahan kesadaran
sering pada kondisi yang lebih parah.
Pneumonia tipe bronchopneumonia merupakan hasil dari adanya proses
infeksi dan terdapatnya konsolidasi dari seluruh lobus paru-paru yang
dinyatakan dengan adanya penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 – 4 cm yang mengelilingi juga melibatkan bronchi.
Proses pneumonic dimulai ketika mikroorganisme pathogen berhasil
menembus mucus jalan nafas dan merusak alveolar. Kemudian akibat dari
invasi kuman ini terjadi peradangan didaerah paru-paru, bronchus dan alveoli.
Sel darah putih bermigrasi ke dalam alveoli sebagai respon peradangan dan
menyebabkan penebalan dinding alveoli (sebagai hasil peningkatan mucus
dari proses peradangan) melindungi organisme dari fagositosis leukosit dan
memfasilitasi pergerakan organisme ke alveoli lain, infeksi menyebar. Jika
invasi kuman masuk ke aliran darah, maka akan menyebabkan bakterinemia.
Inflamasi dan edema akan mengeraskan bronchus dan alveoli yang
menyebabkan menurunnya komplain paru dan kemunduran kapasitas vital
paru, maka akibatnya menurunkan produksi surfactant yang selanjutnya akan
menyebabkan atelektasis.
b. Patofisiologi Encefalitis
Virus (penyebab) umumnya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring atau saluran cerna) kemudian
menyebar ke sistem saraf pusat dengan berbagai cara, antara lain: hematogen

17
atau limpatik, percontuinitatum melalui jaringan yang terinfeksi di sekitar
otak, retrogard melalui sistem saraf perifer, naiknya mikroorganisme dar
daerah tepi ke pusat, langsung masuk cairan serebrospinal, tersering kuman
masuk malalui tindakan invasif seperti fungsi sisterna atau fungsi lumbal.
Sawar darah otak tidak memberikan pelindungan sempurna terhadap invasi
virus sehingga terjadi reaksi inflamasi dari parenkim otak, seperti halnya
proses peradangan yang terjadi di jaringan, maka efek patologi radang di otak
adalah hiperemia meningen, edema jaringan otak dan eksudasi, menyebabkan
degenerasi dan fagositosis dari sel sel saraf.

5. Klasifikasi Pneumonia Dan Manifestasi Klinis


Klasifikasi Pneumonia pada anak umur 2 bulan sampai 5 tahun
berdasarkan derajat keparahannya dilihat dari dua tanda penting yaitu frekuensi
napas dan ada tidaknya tarikan dinding dada ke dala yaitu :
a. Pneumonia Berat
Anak dengan tarikan dinding dada ke dalam umumnya menderita
pneumonia berat. Tarikan dinding dada ke dalam terjadi bila paru-paru
menjadi “kaku” dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik napas.
Anak dengan tarikan dinding dada ke dalam tidak selalu disertai
pernapasan cepat. Kalau anak menjadi letih bernapas dan tenaga untuk
menggerakkan paru-paru yang kaku sudah berkurang, akhirnya anak akan
bernapas lambat.
Karena itu, tarikan dinding dada ke dalam bisa jadi merupakan satu-
satunya tanda dari pneumonia berat.
Anak dengan tarikan dinding dada ke dalam, mempunyai risiko kematian
yang besar disbanding denagn anak-anak yang hanya menderita pernapasan
cepat tanpa tarikan dinding ke dalam.
Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda-tanda lain seperti :
1) Napas cuping hidung, hidung kembang kepis waktu
bernapas
2) Suara rintihan
3) Sianosis (kulit kebiru-biruan karena kekurangan oksigen).
Anak ini membutuhkan oksigen

18
Anak dengan salah satu tanda diatas akan disertai tanda tarikan dinding
dada ke dalam atau tanda-tanda bahaya. Beberapa anak dengan tarikan dinding
dada ke dalam kadang-kadang diikuti adanya wheezing dan apabila
wheezingnya baru dirasakan pada saat itu maka biasanya menderita
pneumonia berat.
Namun anak dengan tarikan dinding dada ke dalam dan wheezing berulang
(sering mengalami wheezing), biasanya tidak menderita pneumonia berat.
b. Pneumonia
Anak dengan napas cepat (50 x / menit atau lebih pada anak umur 2 bulan
- < 12 bulan dan 40 x / menit atau lebih pada umur 12 bulan – 5 tahun) dan
tidak ada tarikan dinding dada ke dalam diklasifikasikan sebagai pneumonia.
c. Bukan Pneumonia (Batuk Pilek)
Sebagian besar penderita batuk pilek tidak disertai tanda-tanda bahaya atau
tanda-tanda pneumonia (tarikan dinding dada ke dalam atau napas cepat).
Anak ini hanya menderita batuk atau pilek dan diklasifikasikan sebagai
“Bukan Pneumonia”

6. Komplikasi
a. Komplikasi
Bronchopneumonia
1) Abses paru
2) Efussi pleura
3) Empiema
4) Gagal nafas
5) Perikarditis
6) Pleuritis
7) Emphysema
8) Otitis media akut
9) Atelektasis
10) Meningitis / Encefalitis

7. Manajemen Medis
a. Manajemen Medis Bronchopneumonia

19
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Tetapi
karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya
abat yang diberikan adalah :
1) Penicillin 50.000 U/ kg BB/ hari, ditambah dengan
Kloramfenikol 50 – 70 mg/ kg BB/ hari atau diberikan antibiotic yang
mempunyai spectrum luas seperti Ampicillin. Pengobatan ini diteruskan
sampai bebas demam 4 – 5 hari.
2) Pemberian oksigen dan cairan intavena biasanya diperlukan
campuran Glucosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1 ditambah
larutan KCl 10 mEq/ 500 ml/ botol infus.
3) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis
metabolic akibat kurang makan dan hypoxia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
b. Manajemen Medis Encefalitis
1) Penatalaksanaan umum tidak spesifik, tujuannya adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap
terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah.
2) Atasi kejang
3) Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial dapat diberikan
manitol 0,5 – 2 gram/Kg BB IV dalam periode 8-12 jam.
4) Pada pasien dengan gangguan menelan, akumulasi sekret pada
tenggorok, paralisis pita suara dan otot nafas dilakukan postural drainase
dan aspirasi mekanik yang periodik.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Diagnostik Bronchopneumonia
1) Sinar X
Mengidentifikasi distribusi struktural (missal. Lobar, brokhial) dapat
juga menyatakan abses luas/ infiltrate, empiema (staphylococcus), infiltrasi
menyebar atau terlokalisir (bakterial) atau penyebaran/ perluasan infiltrate
nodul.
2) Pemeriksaan gram/ kultur sputum dan darah

20
Dapat diambil dengan biopsy jarang, aspirasi transtrkheal,
bronkhoskopi fiberotopik atau biopsy paru untuk mengatasi penyebab.
3) Pemeriksaan serologi : membedakan diagnosis organisme
khusus
4) LED : meningkat
5) Pemeriksaan fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar) ; tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan komplain paru menurun. Mungkin
terjadi perembesan (hipoksemia).
6) Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
7) Aspirasi perkutan/ biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuclear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik
(CMV) ; karakteristik sel raksasa (rubella).
b. Pemeriksaan Diagnostik Encefalitis
1) Lumbal pungsi
2) MRI
3) EEG
4) Brain biopsi atau tes antibodi serum

9. Dampak Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia


a. Bronchopneumonia
1) Pemenuhan oksigen
Adanya peradangan bronchus dan alveoli, akumulasi mucus
menyebabkan membrane alveoli menebal dan terjadinya gangguan difusi
dan ventilasi. Pengembangan paru menjadi tidak optimal hingga terjadilah
dyspnea dan pengguanaan otot-otot pernafasan, retraksi interkosta dan
pernafasan cuping hidung. Apabila ventilasi dan diffuse terganggu terjadi
gangguan transport oksigen kedalam darah.
2) Nutrisi
Peradangan pada bronchus dan alveoli menyebabkan tubuh
memerlukan energi yang banyak untuk mempertahankan kebutuhan
jaringan tubuh. Bahan makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan
tubuh bertambah untuk memenuhi metabolisme sel yang meningkat, tubuh

21
akan menggunakan jaringan disekitarnya yang sehat dalam pemenuhan
perbaikan jaringan yang rusak. Apabila dalam tubuh sudah kehilangan
bahan makanan siap pakai, maka tubuh akan menggunakan cadangan
makanan yang tersimpan dalam hati, hingga terjadilah katabolisme
glikogen, lemak dan protein tubuh sehingga tubuh akan kehilangan
cadangan makanan akibatnya terjadi penurunan berat badan, atrofi otot dan
kelemahan.
3) Cairan dan elektrolit
Peningkatan suhu tubuh sampai 400C terjadi akibat peradangan yang
menyebabkan peningkatan pengeluaran cairan tubuh akibat penguapan.
4) Aktivitas
Kekurangan suplai O2 didalam tubuh menyebabkan metabolisme sel
terganggu akibatnya pembentukkan ATP menurun. Terjadi kelemahan dan
kelelahan.
5) Istirahat
Peningkatan produksi mucus di saluran nafas menyebabkan
kompensasi tubuh untuk mengeluarkan dahak dengan adanya rangsang
batuk, jika mucus terus-menerus diproduksi maka terjadilah tachipnea dan
penurunan suplai O2. terjadi peningkatan PCO2 dan H+ dalam arteri yang
merangsang pusat nafas di medulla oblongata, rangsang neuron pernafasan
pada lateral dan ventral medulla spinalis. Di kedua mediator ini batuk
terus-menerus dan tachipnea merangsang RAS di formation retikularis
sebagai pusat tidur jaga yang mengakibatkan tubuh waspada (terjaga).
6) Rasa nyaman : nyeri
Pengentalan cairan pleura akibat eksudasi dan produksi mucus
menyebabkan terjadinya iritasi pada pleura. Bila terjadi pergerakan, cairan
pleura bergesekan sehingga timbul nyeri.
b. Encefalitis
Secara umum gejala berupa trias encefalitis yaitu demam, kejang dan
penurunan kesadaran. Dapat juga terjadi sindrom encefalitis yaitu terjadi nyeri
kepala dan mengantuk yang dapat berlanjut ke koma, dapat juga dijumpai
delirium, paralisis otot dan gangguan autonom, pemulihan bisa terjadi, bisa
juga timbul gejala sisa permanen seperti hemiplegi, gangguan tingkah laku dan
cacat mental. Mengingat sebagian besar penderita encefalitis adalah anak-

22
anak, tentu hal ini sangat mengganggu tumbuh kembang anak tersebut di
kemudian hari, bila tidak ditangani secara baik dan tuntas.

B. KONSEP DASAR KELUARGA


1. Pengertian Keluarga
Menurut Depkes R.I. (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

2. Ciri-Ciri Keluarga
a) Terdiri atas anggota keluarga yang memiliki ikatan
keluarga, keturunan, adopsi
b) Anggota keluarga tinggal dalam satu rumah
c) Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi
dalam peran sosial
d) Mempunyai kebiasaan atau kebudayaan yang
berasal dari masyarakat, tetapi mempunyai keunikan tersendiri.

3. Tipe Keluarga
Tipe keluarga terdiri atas keluarga inti, keluarga besar, keluarga berantai,
keluarga janda/ duda (single family), keluarga komposis dan keluarga kabitas.
Dalam tahap ini keluarga yang akan dibahas adalah keluarga inti dimana
keluarga inti ini terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak tanpa ditambah dengan
adanya anggota keluarga lain seperti nenek, kakek, keponakan, paman, bibi dan
sebagainya.

4. Tahap Keluarga
Tahap kehidupan menurut Duvall ada 8 tahap yakni tahap satu merupakan
awal pernikahan atau penggabungan keluarga, tahap kedua keluarga dengan bayi,
tahap ketiga yaitu keluarga dengan anak prasekolah, tahap empat yaitu keluarga
dengan anak usia sekolah, tahap kelima yaitu keluarga denga remaja, tahap

23
keenam keluarga dengan pusat pelepasan, tahap tujuh yaitu keluarga usia
pertengahan dan tahp delapan yaitu keluarga lansia.
Pada bagian keluarga yang dibahas yaitu keluarga dengan todler dimana
tahap ini merupakan tahap penting karena pada masa ini merupakan pertumbuhan
dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Pada masa ini perkembangan kemampuan bahasa, kreativitas, sosial dan
emosional berjalan sangat cepat.
5. Fungsi Keluarga
Ada beberapa fungsi keluarga yaitu :
a. Fungsi biologis
1) Untuk meneruskan keturunan
2) Memelihara dan membesarkan anak
3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
4) Memelihara dan merawat anggota keluarga
b. Fungsi psikologis
1) Memberikan kasih saying dan rasa aman
2) Memberikan perhatian diantara keluarga
3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
4) Memberikan identitas keluarga
c. Fungsi sosialisasi
1) Membina sosialisasi pada anak
2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak
3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
d. Fungsi ekonomi
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
e. Fungsi pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetuan,
keterampilan dan membentuk perilaku sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya

24
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya

C. PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN DAN DAMPAK HOSPITALISASI


BAGI ANAK USIA TODDLER
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur
dengan berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang
dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). (soetjiningsih,
1998 : 1)
Perkembangan biologi dan maturasi sistem tubuh pada usia toddler terjadi
secara dramatis. Rata-rata berat badan pada usia ini adalah 1,8 sampai 2,7 kg per
tahunnya. Jika dihitung dari berat badan lahir maka penambahannya adalah 4 kali
berat badan lahir pada usia 2,5 tahun.
Peningkatan panjang badan biasanya terjadi secara lambat. Meningkat
rata-rata 7,5 cm dan panjang kaki biasanya lebih panjang daripada panjang badan.
Rat-rata tinggi badan usia toddler adalah 86,6 cm.
Lingkar kepala pada usia 1 – 2 tahun adalah sama dengan lingkar dada.
Biasanya peningkatan lingkar kepala selama 2 tahun adalah 2,5 cm. fontanel
anterior akan menutup pada usia 12 dan 18 bulan.

2. Perkembangan
Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. (Elizabeth Hurlock,
1992:2)
Pada toddler perkembangan yang terjadi adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan motorik
Pada usia 18 bulan anak sudah mulai dapat lari dengan kaku, duduk pada
kursi kecil, berjalan naik tangga dengan satu tangan dipegang, menjelajah
laci dan keranjang sampah.
b. Perkembangan adaptif

25
Perkembangan adaptif pada usia ini adalah anak harus mampu membuat
menara dari 4 kubus, meniru mencoret-coret, meniru coretan vertical,
melempar bola kecil dari botol.
c. Perkembangan bahasa
Anak mampu mengucapkan rata-rata 10 kata, memberi nama gambar,
mengidentifikasi satu atau lebih bagian tubuh.
d. Perkembangan sosial
Anak mamapu makan sendiri, mencari pertolongn bila ada kesukaran,
dapat mengeluh bila basah atau kotor, mencium orangtua dengan mengerut.

3. Dampak Hospitalisasi Bagi Anak Usia Toddler


Reaksi anak usia toddler menghadapi hospitalisasi dipengaruhi oleh
pengalaman sebelumnya terhadap kecemasan akan perpisahan. Perpisahan pada
usia ini merupakan stressor dan kejadian yang menyebabkan keadaan traumatik
terhadap anak maupun orangtua.
Pada awalnya protes anak akan diperlihatkan dengan reaksi menangis,
penolakan terhadap orang lain selain orangtua. Jika perpisahan denga orangtua
berlanjut anak akan masuk kedalam fase pelepasan, dimana anak akan mulai
tertarik pada lingkungan dan mulai bermain. Pada fase ini mungkin dapat terjadi
missinterpretasi terhadap tanda-tanda positif yang ditunjukkan oleh anak. Padahal
pada kenyataannya anak sudah menyerah. Jika orangtua kemabli pada fase ini,
anak mungkin akan mengabaikan mereka dan keluarga menganggap anaknya
tidak mau melihat mereka. Mekanisme koping ini dilakukan untuk proteksi dari
reaksi emosional yang lebih lanjut yang berkaitan dengan perpisahan.

D. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
A. Pengumpulan data
1) Identitas
a). Biodata anak
Nama, umur, jenis kelamin, nomor medrec, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, ruangan dan diagnosa medis.
b). Biodata Orang Tua

26
Nama ayah dan ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, alamat, hubungan dengan anak ( kandung atau adopsi ).
c). Sumber Informasi
(1) Klien
Klien adalah sunber utama data (primer) dan perawat dapat
menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan
klien. Banyak klien yang senang memberikan informasi kepada
perawat, jika klien mengetahui bahwa binformasi yang
disampaikan akan membantu memecahkan masalahnya. Untuk
kelancaran dalam mendapatkan data yang benar, perawat harus
mampu mengidentifikasi masalah ataupun kesulitan – kesulitan
klien. Jika perawat mendapatkan data atau informasi yang berbeda
dari keadaan fisik atau perilaku klien, maka perawat harus
mengkonfirmasikan data tersebut kepada sumber yang lain, jika
diperlukan.
(2) Orang terdekat
Informasi dapat diperoleh dari orang tua, suami atau istri,
anak atau teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan
dalam berkomunikasi ataupun kesadaran yang menurun. Hal ini
dapat terjadi pada klien anak – anak, diman informasi diperoleh
dari ibu atau yang menjaga anak selama di RS.
(3) Catatan klien
Catatan klien ditulis oleh anggota tin kesehatan dapat
dipergunakan sebagai sumber informasi didalam riwayat
keperawatan. Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu,
sebelum mengadakan interaksi kepada klien, perawat hendaknya
membaca catatan klien terlebih dahulu. Hal ini akan membantu
perawat dalam memfokuskan pengkajian keperawatan dan
memperluas informasi yang diperoleh dari klien.
(4) Riwayat Penyakit
Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan
riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis. Informasi yang
diperolah adalah hal – hal yang difokuskan pada identifikasi
patologi dan untuk menentukan rencana tindakan medis.

27
(5) Konsultasi
Kadang-kadang terapis memerlukan konsultasi dengan
anggota tim kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan
diagnosa medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan
medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu
menegakan diagnosa medis.
(6) Hasil pemeriksaan diagnostik
Hasil-hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik,
dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat
disesuaikan dengan masalah kesehatan klien. Hasil pemerikasaan
diagnostik dapat membantu terapis untuk menetapkan diagnosa
medis. Bagi perawat dapat membantu mengevaluasi keberhasilan
dari tindakan keperawatan.
(7) Catatan medis dan anggota tim kesehatan
lainnya
Anggota tim kesehatan lain adalah para personil yang
berhubungan dengan klien, dan memberikan tindakan,
mengevaluasi, dan mencatat hasil pada status klien. Catatan
kesehatan terdahulu dapat dipergunakan sebagai sumber informasi
yang dapat mendukung rencana tindakan perawatan.
(8) Perawat lain
Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain, maka
perawat harus meminta informasi kepada perawat yang telah
merawat klien sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk
kesinambungan dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
(9) Kepustakaan
Untuk memperoleh data dasar klien yang komprehensif,
perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan
masalah klien. Memperoleh literatur sangat membantu perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat.
(Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Konsep dan Praktik 2001 :
24)
2) Riwayat Kesehatan
a). Keluhan Utama

28
Keluhan yang sering dikeluhkan pada anak yang mengalami
bronchopneumonia adalah batuk, nyeri dada, kesulitan bernafas,
demam sedangkan pada anak yang mengalami encefalitis menurut
Cherry & Shields (1987) kehilangan kedaran sampai koma dan
meninggal, demam yang tinggi, konvulsi yang hebat, halusinasi,
pergerakan yang aneh, sakit kepala, irritable, distress gastrointestinal
dan kemungkinannya muncul gejala mild respiratory sympton,
tempoeratur yang terus meningkat dapat merngsang sistem saraf pusat
sehingga muncul kejang, rigid dan seizzure.

b). Riwayat Kesehatan Sekarang


Dikembangkan dari keluhan utama melaui PQRST :
P : paliatif / profokatif, yaitu faktor – faktor apa saja yang memperberat
atau memperingan keluhan utama.
Q : qualitatif / quantitatif, yaitu berupa gangguan yang berupa keluhan
yang dirasakan.
R : region / radiasi, yaitu dimana terjadi gangguan atau apakah keluhan
mengalami penyebaran.
S : skala berupa tingkat atau keadaan sakit yang dirasakan.
T : timing, yaitu waktu gangguan dirasakan apakah terus menerus atau
tidak.
c). Riwayat Kesehatan Masa lalu
(1) Riwayat Kehamilan (prenatal)
Dikaji mengenai kehamilan yang keberapa, HPHT,
kebiasaan memeriksa kehamilan, imunisasi selama hamil.
Kebiasaan yang kurang baik seperti minum alkohol, merokok,
minuman beralkohol, keluhan – keluhan selama hamil, terutama
penyakit pernapasan seperti ISPA, distress janin, jarak kehamilan
dan emosi, peningkatan tekanan darah, sedangkan untuk
encefalitis kaji adanya infeksi TORCH, biasanya encefalitis
merupakan penyakit sekunder sehingga riwayat kehamilan tidak
terlalu berpengaruh.

29
(2) Riwayat Kelahiran ( intranatal )
Kaji mengenai adanya riwayat respiratory distress,
mekonium aspirasi sindrom, penanganan persalinan teruteme
pembersihan jalan nafas semasa kelahiran, adakah aspiksia,
tingkatan aspiksia berat dan sedang, nilai APGAR sesaat lahir.
(3) Riwayat post kelahiran
Imaturitas sistem pernafasan, kegagalan beradaptasi dengan
perbedaan atmosfer udara saat bayi mulai bernafas, riwayat
influenza dan ISPA yang berulang – ulang serta riwayat adanya
hipotermi.

(a) Riwayat Neonatal


Kaji adanya disstress pernafasan, sianosis, ikhterus,
kejang, kemampuan makan buruk, pola tidur. Cara pemberian
makan ( ASI ).
(b) Riwayat Infant
Pada usia infant (28 hari-12 bln), yang perlu dikaji
adalah riwayat imunisasi, penyakit yang pernah diderita pada
usia infant misalnya ISPA, riwayat kejang, pola makan anak,
pola aktivitas, pertambahan BB, pertumbuhan TB, tahapan
perkembangan sesuai usia.
d). Riwayat kesehatan Keluarga
(1) Struktur Internal
Dikaji dengan menggunakan genogram, kaji menganai
pernah atau yang sedang mengalami penyakit saluran pernafasan
seperti influenza, pneumonia, TBC, penyakit keturunan seperti
astma. Kaji pula mengenai struktur keluarga klien, fungsi
keluarga dalam pengenalan, pengambilan keputusan dan
pemecahan maslah dalam keluarga terutama masalah kesehatan.
(2) Struktur Eksternal
Dikaji dengan menggunakan ecomap, mengenai budaya
yang meliputi bahasa yang digunakan, latar belakang, etnis dan
lama tinggal dilingkungan saat ini, kondisi lingkungan,

30
(membersihkan rumah, letak geografis rumah), tetangga,
komunitas, keluarga besar dan perkembangan keluarga.
3) Data Fisik
a). Keadaan Umum
Biasanya anak dengan bronchopneumnia akan datang dengan
adanya keluhan sesak nafas berat, dengan keadaan umum yang buruk.
Kaji mengenai tingkat kesadaran, kaji tanda – tanda vital dan ukur
berat badan dan tinggi badan. + Ensefalitis

b). Daerah kepala


(1) Kepala
Kaji kebersihan kepala, adanya lesi, bentuk dan distribusi
rambut, fontanel apakah sudah tertutup atau belum dan keadaan
fontanel cekung atau tidak.
(2) Mata
Kaji warna konjungtiiva, sklera, kelopak mata dan keadaan
pupil.
(3) Hidung
Kaji apakah ada sianosis atau tidak, adakah pernafasan
cuping hidung, defiasi septum, kepatenan hidung ( jika nares
posterior membesar menunjukan adanya distress pernafasan ),
pengeluaran sekret.
(4) Mulut
Biasanya akan dijumpai sianosis sekitar mulut, terdapatnya
sputum yang sulit untuk dikeluarkan, mulut kering dan pecah –
pecah. Pada kasus kaji kondisi mulut, struktue mulut, adanya
labiopalatoskisis/labiopalatognatiskisis, kemampuan menahan dan
mengunyah.
(5) Telinga
Mungkin terjadinya komplikasi otitis media, bersamaan
dengan pneumonia atau setelahnya karena tidak ditangani

31
c). Daerah leher
Pada awal penyakit umumnya tidak ada kelainan adanya kaku
kuduk apabila sudah mencapai stadium lanjut dan penurunan
kesadaran akibat bakterinemia dan meningitis, vena jugularis mungkin
meningkat jika terjadi gagal jantung, pembesaran getah bening sebagai
reaksi imunologi terhadap infeksi.
d). Daerah Dada
Amati kesimetrisan, adanya kelainan bentuk seperti pigeon,
barell, dan funnel chest (bentuk normal melingkar, diameter
anteroposterior sama dengan diameter transfersal), adanya nyeri dada
saat bernapas diperlihatkan dengan kondisi anak yang gelisah, sering
menangis, tampak meringis, pada umumnya frekuensi pernafasan
meningkat. Secara normal, frekuensi nafas pada anak yaitu:
Neonatus : 30 – 35 x/menit
Infant : 25 – 30 x/menit
Todlerr : 20 – 30 x/menit
Preschool : 20 – 23 x/menit
Schoolchild : 18 – 20 x/menit
Kaji adanya nyeri tekan, udema, resonansi meningkat atau
menurun, dulness pada lesi, suara nafas ronchi, weezing, friction rub,
suara nafas melemah.
e). Daerah Abdomen
Adakah distensi abdomen, kadang-kadang kekakuan abdomen
dan didapatkan hematomegali jika terjadi gagal jantung.
f). Panggul dan punggung
Perlu dikaji mengenai bentuk dan kesimetrisan untuk
menentukan apakah paru bisa mengembang secara optimal atau tidak.
g). Genetalia dan anus
Perlu dikaji bentuk dan adanya kelainan serta kebersihan, kaji
kebiasaan eliminasi, BAK mungkin sering anuria atau hipouria dan
BAB menajdi konstipasi.
h). Ektremitas
Kaji terhadap adanya kelemahan, akral akan teraba dingin atau
tampak sianosis pada ujung jari.

32
i). Integumen
Raba apakah terasa panas atau hangat akibat inflamasi dan
mungkin akan teraba dingin bila terjadi pada stadium akhir karena
kurangnya perfusi oksigen ke jaringan, turgor kulit akan menurun pada
dehidrasi.
B. Analisa Data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori yang
dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian.
Menginterpetasikan data atau membandingkan dengan standar fisiologis
setelah dianalisa, maka akan didapat penyebab terjadinya masalah pada klien.

Data tersebut dapat diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai
dengan standar kriteria yang sudah ada. Untuk itu perawat harus jeli dan
memahami tentang standar keperawatan sebagai bahan perbandingan, apakah
keadaan kesehatan klien sesuai atau tidak dengan standar yang ada.

Pengelompokan data adalah mengelompokan data – data klien atau


keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau
keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data
dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan
klien dan merumuskannya. ( Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Konsep
dan Praktik 2001 : 36 )

C. Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada anak dengan


bronchopneumonia dan encefalitis adalah :
a. Bronchopneumonia
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi akibat penumpukan mukus di alveolus. (Marlene
Mayers, 1995 : 203)
2. Gangguan rasa nyaman sakit kepala dan nyeri dada (Axton, Fugate,
1993 : 383)
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang
berlebihan (Peningkatan usaha respirasi, dehidrasi akibat hipertermi)
(Marlene Mayers, 1995 : 203)

33
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
respiratory distress, anorexia, mual, meningkatnya konsumsi kalori
sekunder terhadap infeksi. ( Axton, Fugate, 1993 : 383 )
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke
jaringan. ( Marlene Mayers, 1995 : 204 )
6. Kecemasan anak dan orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan
respiratory distress. ( Axton, Fugate, 1993 : 383 )
7. Gangguan peningkatan suhu berhubungan dengan invasi kuman.
b. Encefalitis
1. Tidak efektifnya jalan nafas b.d. Akumulasi sekret
2. Risiko terjadinya iritasi lambung b.d. Adanya peradangan otak
3. Ganguan perfusi jaringan b.d. Adanya peradangan otak
4. Gangguan pemenuhan adl : personal hygiene b.d. Kelemahan
fisik
5. Gangguan mobilitas fisik b.d. Kelemahan fisik
6. Potensial terjadinya gangguan integritas kulit b.d. Tirah baring
lama
7. Ganggiuan rasa nyaman : nyeri kepala b.d. Peningkatan tekanan
intrakranial
8. Gangguan rasa aman : cemas keluarga b.d. adanya situasi yang
mengancam
(Marilynn E. Doengoes, 1993 : 351)

2. Perencanaan
a. Bronchopneumonia
DP I : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi akibat penumpukan mukus di alveolus.
Tujuan : Terjadinya peretukaran gas yuang adekuat.
Kriteria evaluasi :
- Menunjukan penurunan dari tanda – tanda distress respirasi,
dyspnea.
- Respirasi rate dalam batas normal sesuai dengan usia 12
bulan, yaitu 20-30 X/menit.
- Suara nafas bersih.

34
0
- Suhu tubuh dalan batasan normal 36,5 C sampai dengan
37,2OC.
- Tidak adanya batuk, henti nafas, sianosis, retraksi dinding
dada, diaporesis.
- Saturasi O2 85% - 100%.
Intervensi Rasional
1. Auskultasi suara nafas setiap 2 1. Mengidentifikasi
– 4 jam, kaji kedalaman dan kemajuan-kemajuan atau
frekuensinya. penyimpangan dari hasil yang
2. Atur posisi semi fowler. diharapkan.
2. Posisi semi fowler
memungkinkan ekspansi paru lebih
penuh dengan cara menurunkan
3. Berikan oksigen lembab sesuai tekanan abdomen pada diagfragma.
kebutuhan. 3. Dapat menurunkan kerja
paru dengan menyediakan lebih
4. Berikan intake cairan yang banyak oksigen untuk dikirim
adekuat per oral atau parenteral. kedalam sel.
5. Bantu latih nafas dalam. 4. Cairan dapat
memobilisasi dan mengeluarkan
6. Lakukan penghisapan lendir. sekret.
5. Nafas dalam
memudahkan ekspansi paru.
6. Merangsang batuk atau
pembersihan jalan nafas secara
7. Bantu batuk efektif. mekanik pada klien yang tidak
mampu melakukan karena batuk
tidak efektif atau penurunan tingkat
kesadaran.
8. Lakukan fisioterapi dada 7. Batuk dalah mekanisme
setiap 4 jam dengan melibatkan pembersihan jalan nafas secara
keluarga. alami, membantu silia
9. Kolaborasi pemberian obat membersihkan jalan nafas.
ekspektoran. 8. Memudahkan pelepasan

35
dan pengeluaran sekret.
9. Ekspektoran membantu
mengencerkan sekresi sehingga
sekret dapat keluar pada saat batuk.

DP II: Gangguan rasa nyaman : sakit kepala dan nyeri dada ( Axton, Fugate,
1993 : 383 )

Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol.


Kriteria Evaluasi :
- anak tampak rileks.
- Anak dapat tidur pulas.
- Peningkatan aktivitas dengan tepat.
Intervensi Rasional
1. Pantau karateristik nyeri, 1. Nyeri dada biasanya ada dalam
misalnya tajam, konstan, ditusuk. beberapa derajat pneumonia, juga
Selidiki perubahan karakter / lokasi dapat sebagai komplikasi perikarditis
dan intensitas nyeri. dan endokarditis.
2. pantau tanda – tanda vital. 2. Perubahan frekuansi jantung
atau tekanan darah menunjukan
bahwa klien mengalami nyeri.
3. Berikan tindakan nyaman, 3. Tindakan non analgetik
seperti perubahan posisi, musik diberikan sentuhan lembut dapat
tenang, relaksasi atau latihan nafas menghilangkan ketidakyamanan dan
dalam. memperbesar efek terapi analgetik.
4. Pernafasan mulut dan terapi O2
4. Lakukan pembersihan mulut dapat mengiritasi dan mengeringkan
dengan sering. membran mukosa, resiko tinggi
ketidaknyamanan umum.
5. Alat untuk mengontrol
5. Bantu teknik menekan dada ketidaknyamanan dada sementara
selama batuk. meningkatkan keefektifan upaya
batuk.
6. Obat ini dilakukan untuk
6. Berikan analgetik dan menekan batuk non produktif atau

36
antitusif sesuai indikasi. menurunkan mukus yang berlebihan,
meningkatkan kenyamanan dan
istirahat umum.

DP III : Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang


berlebihan ( Peningkatan usaha respirasi, dehidrasi akibat hipertermi,
diaporesis )
Tujuan : Menunjukan adanya perbaikan status cairan dan elektrolit.
Kriteria Evaluasi :
- Adekuat intake cairan, intavena atau oral ( jumklah
pemberian sesuai dengan kebutuhan )
- Tidak adanya letargi, lesu mual dan diare.
- Temperatur dipertahankan dalam batas normal 36,50 C sampai 37,20 C,
mukosa membran lembab.
- Adekuatnya urine output (minimum 1-2 ml/kg/jam),
- Berat jenis urine 1.008 sampai 1.020.
Intervensi Rasional
1. Monitoring perubahan tanda- 1. Peningkatan suhu tubuh atau
tanda vital, seperti peningkatan memanjangnya demam
suhu tubuh/demam yang meningkatkan laju metabolic dan
memanjang, takhikardia, hipotensi kehilangan cairan tubuh secara
orthostatik. evapoprasi. Tekanan darah
orthostatik berubah dan peningkatan
takhikardi menunjukkan kekurangan
cairan sistemik.
2. Indikator langsung tidak
2. Monitoring turgor kulit, adekuatnya volume caairan,
kelembaban membran mukosa, meskipun membran mukosa mulut
bibir, dan lidah. kering karena nafas mulut dan
oksigen tambahan.
3. Pantau adanya mual dan 3. Adanya tanda ini akan
muntah. menurunksn asupan per oral.
4. Memberikan informasi tentang
4. Pantau masukan dan keadekuatan volume cairan dan
pengeluaran, catat warna, karakter kebutuhan pengganti.
37
urine, hitung keseimbangan cairan.
Waspadai kehilangan yang tidak
tampak, ukur BB sesuai indikasi.
5. Pemenuhan kebutuhan dasar
5. Tekankan cairan sesuai dengan cairan menurunkan resiko dehidrasi.
kondisi individual/indikasi. 6. Berguna untuk menurunkan
6. Berikan obat sesuai indikasi kehilangan cairan.
seperti antipiretik, antiemetik. 7. Adanya penurunan cairan yang
7. Berikan cairan tambahan IV banyak membutuhkan perbaikan
sesuai dengan keperluan. cairan secara parenteral untuk
memperbaiki atau mencegah
kekurangan cairan.

DP IV : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


respiratory distress, anorexia, mual, meningkatnya konsumsi kalori
sekunder terhadap infeksi. (Axton, Fugate, 1993 : 383)
Tujuan : Intake nutrisi adekuat
Kriteria evaluasi : Anak mau makan, BB dipertahankan atau ditingkatkan.

Intervensi Rasional
1. Berikan diet yang seimbang 1. Lemak, protein dan karbohidrat
tinggi kalori, protein dan diperlukan untuk menyokong
karbohidrat. pertumbuhan.
2. Pemberian nutrisi yang sudah
2. Berikan infant makanan yang cerna sebelumnya akan lebih mudah
mudah cerna sebagian seperti dicerna dan diabsorbsi.
protagen atau pregestinil. 3. Enzim pancreas harus diberikan
3. Berikan enzim pancreas sesuai sesuai jadwal makan agar lebih
order, 30 menit sebelum jadwal efektif membantu proses pencernaan,
makan snack. Jangan campurkan enzim ini tidak bekerja oleh panas
enzim dengan makanan yang dan oleh asam lambung.
pedas, tapi campurkan dengan
makanan non lemak. 4. Mengetahui status nutrisi anak.
4. Timbang BB setiap hari. 5. Mengetahui membantu absorbsi
5. Kolaborasi untuk pemberian zat nutrien.
38
multivitamin dan suplemen zat besi
sesuai order.

DP V : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke


jaringan.
Tujuan : Klien menunjukkan peningkatan toleransi tehadap aktivitas.
Kriteria evaluasi : Anak dapat melaksanakan aktivitas sesuai tahap
perkembangannya tanpa adanya sesak.

Intervensi Rasional
1. Monitor frekuensi nadi dan 1. Mengidentifikasikan kemajuan
pernafasan sebelum dan sesudah yang diperoleh atau penyimpangan
aktifitas. serta sasaran yang dicapai.
2. Fasilitasi klien untuk 2. Meminimalkan energi yang
beraktifitas termasuk bermain. dipakai.
3. Pertahankan pemberian
oksigen selama aktifitas. 3. Aktifitas fisik meningkatkan
kebutuhan oksigen dan sistem tubuh
4. Tunda aktifitas jika frekuensi akan berusaha menyesuaikannya.
nadi, nafas meningkat secara cepat 4. Gejala tersebut merupakan tanda
dan tampak sesak serta kelelahan. adanya intoleransi aktifitas,
Tingkatkan aktifitas secara konsumsi oksigen meningkat jika
bertahap untuk meningkatkan aktifitas meningkat, daya tahan
toleransi. tubuh dapat lebih lama jika dalam
waktu istirahat diantara aktifitas.

DP VI : Kecemasan anak dan orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan


respiratory distress
Tujuan : Cemas pada keluarga hilang.
Kriteria evaluasi :
- Orang tua menunjukkan penurunan kecemasan.
- Keluarga tidak gelisah.
- Menggunakan mekanisme koping efektif.
Intervensi Rasional

39
1. dorong keluarga untuk 1. Ekspresi perasaan dapat
mengekspresikan kecemasannya membantu mengurangi beban
pikiran dan menurunkan
2. tunjukkan sikap empati dengan kecemasan.
endengarkan pertanyaan keluarga 2. perilaku menunjukkan perhatian
secara aktif terhadap masalah yang dihadapi,
keluarga merasakan masalahnya
tidak dihadapi sendiri dan adanya
dukungan sehingga memotivasi
eksploratif terhadap masalah yang
3. Berikan alternatif koping untuk lebih memungkinkan
menyelesaikan masalah 3. Alternatif koping memberikan
pilihan pada keluarga untuk
menggunakan salah satu untuk
4. jelaskan pentingnya perawatan memecahkannya.
dan pengobatan di RS pada klien 4. klien pneumonia dengan dispnea
pneumonia atau takipnea memerlukan oksign
dan perawatan di RS dan nformasi
yang diberikan secara langsung
pada keluarga akan membantu
menurunkan kecemasan

DP VII : Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan


invasi kuman
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria evaluasi : ekspresi wajah rileks, kultur sputum negatif, leukosit dalam
batas normal, suhu anatara 36,5-37 C
Intervensi Rasional
1. Pantau 1. Mengidentifikasi kemajuan dan
suhu tiap 4 jam, hasil kultur penyimpangan dari sasaran yang
sputum diharapkan
2. Tindakan ini untuk
2. Berikan meningkatkan relaksasi
tindakan untuk memberikan rasa
nyaman seperti mengelap tubuh
40
setelah diaporesis, mengganti alat
tenun, memberikan minum hangat,
lingkungan yang tenang,
memberikan pelembab pada kulit 3. Mandi dan selimut tipis
dan bibir memungknkan pelepasan panas
3. Lakukan secarra konduksi dan evaporasi.
tindakan untuk mengurangi demam Ciran mencegah dehidrasi karena
seperti mandi, gunakan selimut meningkatnya metabolisme.
tipis, tingkatkan asupan cairan. 4. Anti piretik menurunkan suhu
tubuh dengan mempengaruhi pusat
4. Kolabor pengatur suhu di hypothalamus
asi dengan dokter untuk pemberian
anti piretik

b. Encefalitis
DP I : Tidak efektifnya jalan nafas b.d. Akumulasi sekret
Tujuan : bersihan jalan napas adekuat
Kriteria evaluasi : jalan napas lancar dan bersih, pola napas efektif
Intervensi Rasional
1. Auskultasi suara pernapasan, 1. Mengetahui adanya bunyi napas
laporkan adanya bunyi tambahan patologis
2. Monitor frekuensi, pola 2. Mengetahui frekuensi napoas
pernapasan, observasi adanya dan adanya sianosis
sianosis 3. Melepaskan sekret dari jalan
3. Pertahankan kelnacaran jalan napas
napas : melakukan penghisapan
lendir, fisioterapi dada
4. Berikan O2 sesuai order dan 4. Memenuhi kebutuhan O2 dalam
monitor efektifitas pemberian O2 darah dan jaringan
tersebut

DP II : potensial terjadinya iritasi lambung b.d. kurangnya pengetahuan keluarga


tentang perawatan NGT
Tujuan : iritasi lambung tidak terjadi

41
Kriteria evaluasi : tanda-tanda iritasi lambung tidak terjadi, klien tidak muntah,
makanan cair sesuai program adekuat
Intervensi Rasional
1. Kaji kesadaran klien 1. Mengetahui tingkat kesadaran
2. Berikan makanan cair melalui klien
NGT dengan teknik yang benar 2. Makanan masuk ke dalam tubuh
3. Jelaskan kepada keluarga dengan efektif
tentang perawatan dan cara 3. Keluarga mengetahui perawatan
pemberian makanan melalui NGT dan cara pemberian makanan melalui
4. Berikan makanan cair sesuai NGT
program diet. 4. Nutrisi klien terpenuhi sesuai
kebutuhan

DP III : ngguan perfusi jaringan serebral b.d. adanya peradangan otak


Tujuan : perfusi jaringan otak adekuat
Kriteria evaluasi : Kesadaran normal, TTV normal, kerusakan otak tidak berlanjut
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital 1. Mengetahui keadaan umum
2. Monitor perubahan tingkat klien
kesadaran 2. Mendeteksi perkembangan
3. Pertahankan kepala dan leher kesadaran klien
dalam satu garis lurus 3. Untuk memudahkan venous
4. Berikan antibiotik sesuai order return

4. Mengatasi faktor penyebab


peradangan

DP IV : Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL : personal hygiene b.d kelemahan


fisik
Tujuan : Kebersihan diri klien terpenuhi
Kriteria evaluasi : badan bersih, rapih dan tidak bau
Intervensi Rasional
1. Bantu klien dalam memenuhi 1. Menjaga tubuh klien tetap bersih
kebersihan dirinya
2. Motivasi keluarga untuk 2. Keluarga terdorong untuk

42
menjaga kebersihan tubuh klien memenuhi kebersihan klien

DP V : Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan


Tujuan : mobilitas fisikj terpenuhi
Kriteria evaluasi : Kekuatan otot meningkat, tidak terjadi kontraktur, persendian
terletak pada posisi anatomis
Intervensi Rasional
1. Berikan penjelasan kepada 1. Keluarga memahami
keluarga tentang pentingnya pentingnya aktivitas fisik bagi
aktivitas klien
2. Bantu klien dalam latihan fisik
3. Libatkan keluarga melakukan 2. Kebutuhan aktivitas klien
latihan pasif terpenuhi
3. Keluarga dapat melakukan
sendiri

DP VI : Potensial terjadinya gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama


Tujuan : gangguan integritas tidak terjadi
Kriteria evaluasi : Kulit tidak kemerahan, tidak ada lecet
Intervensi Rasional
1. Atur dan rubah posisi klien 1. Penekanan tidak berlangsung
setiap 2 jam lama
2. Massage punggung dan
bokong dengan lotion 2. Sirkulasi darah ke jaringan
lancar

DP VII : gangguan rasa nyaman : nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial


Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi : klien tamapak tenang
Intervensi Rasional
1. Ajarkan teknik distraksi, 1. Mengalihkan perhatian dan
relaksasi mengendurkan otot-otot
2. Mengatasi nyeri
2. Kolaborasi pemebrian
analgetik

43
DP VIII : gangguan rasa aman : cemas b.d adanya situasi yang mengancam
Tujuan : kecemasan keluarga berkurang
Kriteria evaluasi : Keluarga mengekspresikan kecemasan, keluarga tampak tenang
Intervensi Rasional
1. Kaji perasaan dan persepsi 1. Mengetahui perasaan dan
keluarga terhadap situasi yang persepsi keluarga
dihadapi
2. Fasilitasi keluarga untuk 2. Membina hubungan saling
mengekspresikan kecemasan percaya
dengan mendengarkan secara aktif
dan empati
3. Berikan dukungan pada
keluarga dan jelaskan kondisi 3. Keluarga mengetahui kondisi
klien sesuai realita serta jelaskan klien serta pengobatan yang
program pengobatan yang diberikan pada klien
diberikan
4. Ajarkan teknik relaksasi 4. Relaksasi otot-otot
sederhana (nafas dalam)
5. Berikan dukungan pada 5. Keluarga mempunyai harapan
keluarga untuk mengembangkan realistik terhadap keadaan anaknya
harapan realistik pada anak

3. Pelaksanaan
Merupakan penjabaran dari intervensi keperawatan. Pelaksanaannya
disesuaikan denga situasi dankondisi klien. Pada tahap ini perawat menggunakan
ilmu serta keterampilan yang dimilikinya. Dalam pelaksanaan ini dijabarkan juga
mengenai jenis tindakan yang dilakukan oleh perawat, waktu pelaksanaa, perawat
yang melaksanakan serta evaluasi hasil tindakan dan respon klin terhadap
tindakan yang telah dilakukan.

4. Evaluasi

44
Merupakan pengukuran keberhasilan proses keparawatan yang berorientasi
pada tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan, evaluasi adalah hasil/akhir dari
proses keperawatan, selanjutnya perkembangan proses keparawatan ditulis dalam
catatan perkembangan.

45

Anda mungkin juga menyukai