PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap makhluk hidup melakukan metabolisme dalam tubuhnya. Tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme bermetabolisme menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder.
Metabolit primer pada semua makhluk hidup pada dasarnya sama, memiliki molekul yang
besar contohnya seperti polisakarida, protein asam nukleat dan lemak. Metabolit primer ini
berguna untuk sumber energi untuk kelangsungan hidup organisme atau sebagai cadangan
energi bagi organisme itu sendiri. Metabolit sekunder merupakan senyawa yang memiliki
sifat spesifik, memiliki molekul kecil, dimana tidak semua organisme memiliki senyawa
metabolit sekunder yang sama dan peran dari setiao senyawa tersebut berbeda-beda. Namun
pada umumya senyawa tersebut digunakan untuk mempertahankan diri atau mempertahankan
eksistensinya di lingkungan tempat hidupnya. Metabolit sekunder merupakan biomolekul
yang dapat digunakan sebagai lead compound dalam penemuan dan pengembangan obat-obat
baru (Atun, 2014).
Metabolit sekunder yang ada pada setiap spesies secara spesifik memiliki perbedaan
struktur spesifik sehingga biasanya digolongkan menjadi beberapa golongan senyawa seperti
golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, terpenoid dan lain-lain. Analisa yang dapat
digunakan untuk mengatahui adanya golongan senyawa tertentu dalam suatu ekstrak adalah
penapisan fitokimia atau skrining fitokimia. Skrining fitokimia merupakan metode
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan keberadaan senyawa-senyawa
metabolit sekunder dari tumbuh-tumbuhan.Metode ini digunakan karena cara
pengerjaannya yang sederhana, cepat, sedikit menggunakan peralatan serta selektif.
Selain itu, bagian tumbuhan yang digunakan hanya sedikit yang dibutuhkan
sehingga tidak akan merusak tumbuhan itu secara keseluruhan. Disamping itu, skrining
fitokimia dapat memberikan informasi tentang keberadaan senyawa metabolit sekunder
yang merupakan sumber senyawa aktif biologis yang terdistribusi dalam jaringan tanaman
(Nohong, 2009).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara skrining fitokimia senyawa golongan alkaloid, glikosida saponin,
triterpenoid dan steroid, flavonoid, polifenol dan tanin, dan antrakinon.
2. Mengetahui cara skrining fitokimia senyawa golongan glikosida saponin, triterpenoid
dan steroid.
1
3. Mengetahui cara skrining fitokimia senyawa golongan flavonoid.
4. Mengetahui cara skrining fitokimia senyawa golongan polifenol dan tanin.
5. Mengetahui cara skrining fitokimia senyawa golongan antrakinon.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman
Kecubung berasal dari Asia dan Afrika, kemudian tersebar meluas sampai di Amerika
(Tjitrosoepomo, 1994). Tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 800 meter
di atas permukaan laut. Tumbuh di tempat - tempat terbuka, tanah yang mengandung pasir
dan tidak begitu lembab, dengan iklim yang kering (Sugeng, 1989). Menurut Van Steeins
(1997), selain tumbuh liar di ladang-ladang, kecubung sering ditanam di kebun halaman
rumah sebagai tanaman pagar atau tanaman hias yang berkhasiat obat. Kecubung termasuk
tumbuhan jenis perdu yang mempunyai pokok batang kayu dan tebal, bercabang banyak,
tumbuh dengan tinggi kurang dari 2 meter. Daun kecubung berwarna hijau berbentuk bulat
telur, tunggal, tipis, dan pada bagian tepinya berlekuk lekuk tajam dan letaknya berhadap-
hadapan. Ujung dan pangkal daun meruncing dan pertulangannya menyirip (Tampubolon,
1995). Panjang daun 6–25 cm dan lebar 4,5– 20 cm. Bunga kecubung menyerupai terompet
dan berwarna putih atau lembayung. Buahnya hampir bulat yang salah satu ujungnya
didukung oleh tangkai tandan yang pendek dan melekat kuat. Bagian luar buah dihiasi duri-
duri dan didalamnya berisi biji-biji kecil yang berwarna kuning kecoklatan (Dalimartha, 2000;
Thomas, 2003)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
3
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Sympetalae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Datura
Spesies : Datura metel L.
Saponin adalah keluarga besar senyawa struktural terkait dari steroid atau triterpenoid
aglycone (sapogenin) yang berikatan dengan satu atau lebih gugus oligosakarida pada
rangkaian glikosidik. Adanya sifat polar (gula) dan nonpolar (steroid atau triterpen) membuat
saponin memiliki permukaan kuat dan aktif (Makkar dkk.,2007). Senyawa ini disebut juga
glikosida sapogenin, yaitu salah satu tipe glikosida yang tersebar luas dalam tanaman. Tiap
saponin terdiri dari sapogenin dengan molekul aglikon dan sebuah gula. (Clauss dkk, 1970).
Senyawa ini tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloid
dalam air, membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan
asam (Harborne,1996).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan biosintesisnya diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, (skualena) yang
4
merupakan senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis
aktif. Senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya,
saponin, steroid, dan glikosida jantung. (Harborne,1987).
2.3.2. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang
tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga
atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam
semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham,
1988). Flavon mempunyai bentuk cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan
dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini
(Manitto, 1981). Menurut nomenklatur IUPAC, flavonoid dapat diklasifikasikan menjadi :
2.3.3. Fenolat
Fenol merupakan zat padat tanpa warna, mudah teroksiasi dan warnanya berubah jadi
gelap. Bersifat asam lemah karena adanya gugus hidroksi (OH) sekurang – kurangnya ada
satu gugus hidroksi. Kelarutannya dalam air akan bertambah jika gugus hidroksinya makin
banyak, kelarutannya dalam pelarut polar organik cukup tinggi, mudah larut dalam alkali
membentuk senyawa fenolat, tetapi dalam suasana basa laju oksidasinya sangat kuat. Fungsi
fenol sederhana pada tumbuhan antara lain sebagai transport elektron saat fotosintesis dan
pengaturan enzim tertentu. Selain itu juga berfungsi memacu perkecambahan biji (Robinson,
1995). Fenol diklasifikasikan dalam dua kelompok dasar, yaitu fenol sederhana dan polifenol.
Kelompok fenol sederhana disebut juga asam fenol mengandung fenol dengan gugus
karboksil yang mencirikan kekhususan fungsinya. Polifenol mengandung setidaknya dua
cincin fenol (Harborne dan Turner, 1984). Asam fenolat merupakan salah satu jenis metabolit
sekunder yang banyak ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan (Xu dkk., 2008). Tumbuhan
yang banyak mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid dan fenol yang berguna
sebagai penangkap radikal bebas, yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Nishanthini
dkk., 2012).
5
2.3.4. Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa polifenol dengan struktur tersusun atas atom-
atom yang berbeda dan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu serta memiliki momen dipol
tidak sama dengan nol (μ ≠ 0) yang menyebabkan tanin bersifat polar, sehingga untuk
melarutkannya harus menggunakan pelarut yang bersifat polar (Robinson, 1995) seperti
gliserol, alkohol dan hidroalkoholik, air dan aseto. Tanin tidak larut dalam kloroform,
petroleum eter dan benzene. (Artati dan Fadilah, 2007) Klasifikasi Tanin (Khanbabaee dan
Ree, 2001) Tanin diklasifikasikan menjadi empat kelompok utama yaitu gallotannins,
ellagitannins, tanin kompleks, dan tanin terkondensasi. (Khanbabaee dan Ree, 2001):
Hasil positif alkaloid juga ditandai pada uji Wagner dengan terbentuknya endapan
kalium alkaloid berwarna coklat muda sampai kuning (Soerya Dewi, 2005). Pada pembuatan
6
pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang
berwarna coklat. Kemudian, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan
nitrogen pada alkaloid yang digambarkan pada reaksi antara lain:
Pada uji Dragendorff hasil positif alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan
coklat muda hingga kuning jingga yang merupakan kompleks dari kalium-alkaloid. Nitrogen
pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff memiliki fungsi yang sama seperti dengan
pereaksi Mayer maupun Wagner dengan mekanisme dibawah ini:
Tujuan penambahan HCl dalam praktikum ialah sebab alkaloid bersifat basa sehingga
diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam (Harborne, 1996) untuk menghilangkan
protein. Adanya protein yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung
logam berat (pereaksi Mayer) dapat memberikan reaksi positif palsu pada beberapa senyawa
(Santos et al., 1998).
2.3.2 Uji Identifikasi Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid
Salah satu pengujian saponin ialah dengan uji buih/forth. Timbulnya buih
menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk busa dalam air dan
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi, 1990). Rekasi yang terjadi saat uji
saponin ditunjukkan pada diagram berikut:
7
Selain uji Forth juga dilakukan uji Lieberman-Burchard yang merupakan uji
karakteristik untuk sterol tidak jenuh dan triterpen (Santos et al., 1978). Prinsip reaksi dalam
mekanisme reaksi uji triterpenoid Lieberman-Burchard adalah kondensasi atau pelepasan
H2O dan penggabungan dengan karbokation, yang diawali dengan proses asetilasi gugus
hidroksil menggunakan asam asetat anhidrida. Gugus asetil merupakan gugus pergi yang
baik, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi pelepasan gugus hidrogen beserta
elektronnya, mengakibatkan ikatan rangkap berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi
yang bertindak sebagai elektrofil atau karbokation. Serangan karbokation menyebabkan adisi
elektrofilik, diikuti pelepasan hidrogen. Kemudian gugus hidrogen beserta elektronnya
dilepas, akibatnya senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan
munculnya warna hijau-biru untuk saponin steroid, merah-ungu untuk triterpen steroid, dan
kuning-muda untuk saponin jenuh (Setyowati dkk, 2014).
8
Kemudian reaksi salkwoski yang mempertegas bahwa didalam ekstrak mengandung
steroid tak jenuh, analisis senyawa didasarkan pada kemampuan senyawa membentuk warna
dengan H2SO4 pekat dalam pelarut polar (Astarina, 2017). Hasil positif menunjukkan
terbentuknya cincin berwarna merah-kecoklatan yang menunjukkan kandungan triterpenoid.
9
Terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan FeCl3 karena adanya ion Fe3+ sebagai
atom pusat dan tanin memiliki atom O yang mempunyai pasangan elektron bebas yang bisa
mengkoordinasikan ke atom pusat sebagai ligannya. Ion Fe3+ pada reaksi di atas mengikat tiga
tanin yang memiliki 2 atom donor yaitu atom O pada posisi 4’ dan 5’ dihidroksi, sehingga ada
enam pasangan elektron bebas yang bisa dikoordinasikan ke atom pusat. Atom O pada posisi
4’ dan 5’ dihidroksi memiliki energi paling rendah dalam pembentukan senyawa kompleks,
sehingga memungkinkan menjadi sebuah ligan (Sa’adah, 2010).
Hasil positif pada uji tanin ditunjukkan oleh adanya endapan putih pada simplisia setelah
ditambah gelatin. Gelatin terdiri dari asam amino yaitu dengan kandungan glisin (27%),
prolin (16%) dan hidroksiprolin (14%) dan sebagai penstabil dan pengental pada media yang
berbasiskan air. Terbentuknya endapan putih disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antara
gugus hidroksi tanin dengan gugus karbonil protein pada gelatin (Marliana et al, 2005).
2.3.5 Uji Identifikasi Antrakinon
Uji antrakuinon dilakukan dengan uji Brontrager dan uji Brontrager termodifikasi. Uji
Brontrager dilakukan dengan mengekstrak sampel menggunakan benzena, kemudian
ditambahkan ammonia, hasil positif menunjukkan warna merah. Uji Brontrager termodifikasi
dilakukan dengan melarutkan sampel dengan KOH dan asam sulfat pekat terlebih dahulu
sebelum diekstraksi dengan benzena dan warna merah atau merah muda menunjukkan adanya
antrakuinon.
Pada reaksi antrakuinon dalam campuran larutan benzen dan asam sulfat terbentuk cincin
benzena hasil reaksi antara sulfonasi benzena dengan antrakuinon. Reaksi sulfonasi adalah
reaksi kimia yang terjadi pada benzena dan asam sulfat dengan adanya pemanasan. Produk
yang dihasilkan dalam reaksi sulfonasi adalah asam benzena sulfonat dan air. Reaksi sulfonasi
merupakan reaksi reversibel.
10
11
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Skrining Fitokimia
Latihan 1. Identifikasi Senyawa Golongan Alkoid
Alat dan Bahan :
Alat :
- Penangas air
- Batang pengaduk
- Vial
Bahan :
- Ekstrak simplisia X - Etil Asetat
- HCl 2N - Metanol
- NaCl - Air
- Pereaksi mayer - Kiesel gel Gf 254
- NH4OH 28% - Pereaksi Dragendorf
- Kloroform
Prosedur kerja
1. Penyiapan Sampel
12
2. Reaksi pengendapan
Filtratdiuapkansampaikering
Dilarutkandenganmetanolkemudiandilakukanpemeriksaan KLT
Fasediam : Silika gel 60 F254
Fasegerak : Etilasetat-metanol-air (9:2:2)
Penampakannoda : PereaksiDragendorf
13
Latihan 2. Identifikasi Glikosida, Saponin, Triterpenoid, dan Steroid
Alat dan Bahan
Alat :
- Tabung reaksi
- Corong + kapas basah
- Pelarut KLT
- Silika gel 60 F254
Bahan :
- Ekstrak simplisia X - HCL 2N
- Aquadest - Ammonia
- Etanol - n-heksana-etilasetat
- Asam asetat anhidrat - Anisaldehida asam sulfat
- H2SO4 - Antimon klorida
Prosedur kerja
1. Uji buih
Positif saponin jika terjadi buih yang stabil berbentuk sarang lebah
selama > 30 menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan cairan
2. Reaksi warna
14
a) Uji Liebermann-Burchard
b) Uji Salkowski
Didihkan dan tutup dengan corong berisi kapas basah selama 2 jam
untuk menghidrolisis saponin
16
Prosedur kerja
1. Reaksiwarna
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0,5 ml HCl pekat
dan diamati perubahan warna yang terjadi
b) Uji Wilstater
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0,5 ml HCl pekat
dan 4 potong magnesium. Amati perubahan warna yang terjadi
17
3. Kromatografi lapis tipis
Prosedur kerja
1. Reaksi Warna
18
a) Uji Ferriklorida
b) Uji Gelatin
19
Latihan 5. Identifikasi Senyawa Golongan Antrakinon
Alat dan Bahan :
Alat :
- Corong pisah
- KLT (pelat)
- Silika Gel F254
- Tabung reaksi
Bahan :
- Ekstrak simplisia “x” - Asam asetat glasial
- Air suling - Etil
- Toluena - Ammonia
- KOH 5N metanol
- H2SO4 encer
Prosedur kerja
1. ReaksiWarna
a) Uji Borntrager
20
Fase toluene diambil dan dibagi menjadi 2 bagian sebagai larutan
VIA dan VIB
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Alkaloid
No. Uji Kandungan Pereaksi Hasil
1. Reaksi 5 mL HCl 2N
pengendapan
Larutan IA + Pereaksi Mayer Positif (+)
Larutan IIB + Pereaksi Wagner Negatif (-)
2. KLT Fase diam : Lempeng silika gel Positif (+)
F254
Fase gerak : Etil asetat – metano -
air (9 : 2 : 2)
Penampak noda : Pereaksi
Dragendorf
22
kekurangan berupa hasil positif palsu dan negatif palsu, karena merupakan analisis kualitatif
dimana terkadang adanya suatu faktor yang menyebabkan kekeliruan. Hal ini terutama pada
metode reaksai warna dan resksi pengendapan atau disebut ‘Tes Tube’. Selain itu metode
lainnya yang sering digunakan dan leboh akurat dalam penapisan fitokim adalah ‘uji KLT’.
Adapun kelebihan dari tes tube adalah lebih sederhana dan cepat, tidak rumit, dan tidak
membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan KLT.
Beberapa uji yang diujikan dalam praktikum kali ini sebagai berikut :
1. Tes Tube (reaksi pengendapan)
Reaksi pengendapan menunjukkan hasil adanya kelarutan atau endapan yang
terbentuk antara senyawa alkaloid dengan zat pereaksi. Sebelum ditambahkan pereaksi
Wagner dan Mayer, ditambahkan dulu HCl dan NaCl. Tujuannya untuk
menghidrolisis protein sehingga tidak memberikan positif palsu dengan pereaksi.
Larutan IA yang ditambah pereaksi Mayer menghasilkan endapan warna
jingga dan larutan menjadi kuning keruh sehingga disimpulkan adanya golongan
alkaloid pada ekstrak. Sedangkan pada larutan IB dengan penambahan reaksi Wagner
tidak menghasilkan endapan coklat maupun larutan keruh merahkecoklatan. Sehingga
pada uji ini disimpulkan diduga ekstrak tidak mengandung senyawa alkaloid.
2. Kromatograf Lapis Tipis
Prinsip dari KLT adalah dengan memisahkan berbagai macam berbagai macam
senyawa yang ada dalam suatu larutan berdasarkan ukuran dan berat molekulnya.
Hasil KLT setelah disemprotkan larutan penampak noda didapatkan adanya noda
berwarna jingga sehingga disimpulkan adanya senyawa alkaloid yang ada dalam
ekstrak. Namun, noda yang ditimbulkan tipis. Hal ini dimungkinkan karena ekstrak
yang digunakan terlalu sedikit atau mungkin memang ekstrak mengandung kadar
alkaloid yang sedikit. Secara kualitatif dapat disimpulakan bahwa diduga ekstrak
positif mengandung alkaloid.
Alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam tumbuhan. Atom
nitrogen yang terdapat pada molekul alkaloid pada umumnya merupakan atomnitrogen
sekunder ataupun tersier dan kadang-kadang terdapat sebagai atomnitrogen kuartener
(Harbone, 1968). Alkaloid berkhasiat sebagai antidiare, antidiabetes, antimikroba, dan
antimalaria. Namun beberapa senyawa golongan alkaloid bersifat racun sehingga diperlukan
adanya identifikasi senyawa golongan alkaloid yang dapat diketahui manfaatnya.
23
Pada praktikum kali ini, ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun kecubung
(Datura metel L). Kecubung (Datura metel L) merupakan jenis tanaman perdu yang
mempunyai batang kayu, keras, dan tebal. Tanaman kecubung mengandung senyawa kimia
alkaloid, saponin, flavonoida, dan fenol yang terdapat di dalam biji, bunga, dan daunnya
(Kuganathan & Ganeshalingam 2011; Alabri et al. 2014). Alkaloid dalam tanaman kecubung
terbanyak terdapat di dalam akar dan biji dengan kadar antara 0,4–0,9%, sedangkan dalam
daun dan bunga antara 0,2–0,3%. Kandungan alkaloid tanaman kecubung dalam masing-
masing organ bervariasi, pada daun muda 0,813%, daun tua 0,038%, dan bunga 0,2%
(Kuganathan & Ganeshalingam 2011; Schmelzer et al. 2008). Jadi hasil praktikum kami
sesuai dengan literatur atau penelitian lain yaitu ekstrak daun kecubung positif mengandung
senyawa alkaloid, namaun dengan kadar yang cukup sedikit.
4.2 Saponin
1. Triterpen
2. Saponin
3. Steroid
4. Glikosida jantung. (Harborne,1987).
24
dikotil. Kelompok kedua terdiri dari saponin steroid yang berasal dari triterpenoid
tetracyclic dan unit isoprena dan hampir selalu ada pada tumbuhan angiosperma
monokotil. Gugus karbohidrat terdiri dari pentosa, heksosa, atau asam uronic.
Adanya sifat polar (gula) dan nonpolar (steroid atau triterpen) membuat saponin
memiliki permukaan kuat dan aktif.
2. Uji Liebermann-Burchard
Didapatkan pula hasil yang postif dari penambahan asam asetat anhidrat dan asam
sulfat (reaksi Liebermann-Burchard) dengan perubahan warna di permukaannya
lebih hijau dan bagian bawahnya berwarna merah keunguan jika dibandingkan
dengan blanko
3. Uji Salkowski dengan penambahan etanol dan asam sulfat pekat menunjukkan
hasil yang negativf, yaitu tidak ditemukan cincin yang muncul
4. Pengujian KLT juga menununjukkan hasil (+) berwarna ungu menunjuukan
adanya sapogenin steroid dan terpenoid dengan penampak noda anisaldehid
Sehingga bisa pada hal ini hasil percobaan didukung oleh Hendrajaya, dkk. (2003) dalam
penelitiannya melaporkan bahwa ekstrak daun kecubung mengandung senyawa terpenoid.
Penelitian lain juga melaporkan bahwa kandungan senyawa steroid pada ekstrak daun
kecubung sangat sedikit sedangkan kandungan senyawa terpenoid memberikan level yang
tinggi. Senyawa steroid dan terpenoid akan mengalami dehidrasi dengan penambahan asam
kuat dan akan memberikan sejumlah perubahan warna. Adanya perubahan warna menjadi
merah kecoklatan yang menunjukkan adanya terpenoid sedangkan perubahan warna hijau
kebiruan menunjukkan adanya steroid. Analisis ini didasarkan pada kemampuan
25
senyawa terpenoid dan steroid membentuk warna oleh H2SO4 pekat dalam pelarut asam
asetat anhidrat (Sangi, dkk.,2008)
4.3 Antrakinon
Pada uji borntrager akan terbentuk warna merah jika positif mengandung antrakinon.
Namun, pada ekstrak A terbentuk 2 fasa bening kekuningan yang lebih keruh pada bagian
atasnya. Artinya, ekstrak A tidak mengandung antrakinon. Pada uji modifikasi borntrager juga
menunjukkan hasil negatif dimana tidak terbentuk fasa berwarna merah/merah muda. Untuk
memastikan, dilakukan uji KLT. Suatu ekstrak positif mengandung senyawa antrakinon jika
terbentuk noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu ataupun hijau ungu. Hasil dari
uji KLT yang kami lakukan, ekstrak A tidak mengandung senyawa antrakinon.
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan, ekstrak A yakni ekstrak daun
kecubung (Datura metel) tidak mengandung senyawa antrakinon. Hasil praktikum kami
sesuai dengan literatur dimana daun kecubung memang tidak mengandung senyawa
antrakinon.
4.4 Flavonoid
26
b) Uji Wilstater IIIA = Blanko -Blanko berwarna hijau muda
IIIB =0,5 HCl pekat + 4 -Larutan III A setelah
potong magnesium ditambah HCl pekat dan 4
(lalu diencerkan potong magnesium terdiri atas
dengan 1 mL air suling 2 lapisan dan berbuih. Lapissn
+ 1 mL butanol) bawah hijau muda seperti
blanko dan lapisan atas jingga
kecoklatan.
-Lalu setelah diberi air suling
dan butanol terjadi
perubahan warna pada
lapisan atas bening dan
lapisan bawah merah jingga
menunjukkan adanya flavon.
Kromatografi Lapis Tipis -Eluen : Butanol – asam asetat Hasil uji KLT menunjukkan
glasial – air (4 : 1 : 5) timbulnya nada berwarna
-Peraksi sitrat borat kuning intensif namun hanya
samar-samar.
Pada praktikum kali ini, dilakukan identifikasi senyawa golongan flavonoid dengan
melakukan uji warna menggunakan pereaksi HCl pekat (Uji Bate-Smith dan Metcalf) serta
menggunakan pereaksi HCl pekat ditambah 4 potong magnesium (Uji Wilstater).
Untuk uii bate-smith dan metcalf. Setelah ditambah pereaksi HCl pekat,maka
menghasilkan 2 lapisan dengan lapisan atas berwarna hijau dan lenih keruh dari blanko,
sedangkan lapisan bawah bening, namun setelah panas berubah menjadi warna merah. Hal
tersebut menunjukkan ekstrak daun kecubung (+) mengandung flavonoid (leukosiantin)karena
setelah ditambah pereaksi HCLpekat dan 4 potong Mg terbentuk 2 lapisan (dimana lapisan
atas jigga kecoklatan dan lapisan bawah hijau muda mendekati warna blanko) dan berbuih,
kemudian ditambah air suling dan butanol terjadi perubahan warna pada lapisan atas menjadi
bening dan lapisan bawah menjadi merah jingga yang menunjukkan adanya flavon. Warna
merah terjadi akibat ikatan kovalen koordinasi antara ion magnesium dengan gugus –OH
yang tereduksi oleh asam klorida pekat dan magnesium. (Robinson, 1995). Kemungkinan
reaksi yang terjadi :
27
Kemudian pada uji kromatografi lapis tipis (KLT) dinyatakan (+) flavonoid karena
setelah dipanaskan lempeng samar-samar terlihat sedikit noda kuning intensif.
Hasil uji dari fitokimia ekstrak bunga kecubung (Datura metel Linn) menunjukkan
bahwa bunga kecubung positif mengandung senyawa triterpenoid, steroid, flavonoid,
alkaloid, fenolat, tannin dan saponin (tabel 1).
28
Berdasarkan Literatur Uji Fitokimia Senyawa Golongan Tanin :
Uji fitokimia tanin pada ekstrak bunga kecubung (Datura mete L.) menunjukkan hasil
positif. Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 dan gelatin, tampak setelah ditambah FeCl3
bunga kecubung terjadi perubahan warna dari coklat kekuningan menjadi coklat kehitaman
dan pada penambahan gelatin terbentuk endapan. Senyawa-senyawa tannin tersebar luas di
banyak spesies tanaman, dan memainkan peran dalam perlindungan dari predator dan
berpotensi sebagai pestisida. Dalam regulasi pertumbuhan tanaman (Linggawati, 2002).
Tanin merupakan golongan senyawa polifenol dengan struktur tersusun atas atom-
atom yang berbeda dan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu serta memiliki momen dipol
tidak sama dengan nol (μ ≠ 0) yang menyebabkan tanin bersifat polar, sehingga untuk
melarutkannya harus menggunakan pelarut yang bersifat polar (Robinson, 1995) seperti
gliserol, alkohol dan hidroalkoholik, air dan aseto. Tanin tidak larut dalam kloroform,
petroleum eter dan benzene. (Artati dan Fadilah, 2007).
29
b. Ellagitannins adalah tanin yang setidaknya memiliki dua unit galloyl yaitu
pasangan C-C yang berikatan, dan tidak mengandung unit catechin glycosidically
terkait.
c. Tanin kompleks adalah tanin yang unit catechin yang terikat glycosidically ke
tanin galat atau unit ellagitannin.
Berdasarkan Praktikum
0,3 gram ekstrak ditambahkan 10 ml aquadest panas, kemudian diaduk dan dibiarkan
hingga mencapai suhu kamar. Kemudian ditambahkan 3-4 tetes 10% NaCl, diaduk, dan
disaring. Lalu, filtrat dibagi menjadi 3 bagian masing-masing kurang lebih 4 ml dan disebut
sebagai larutan IVA, IVB, IVC, dan IVD
Filtrat ditambahkan dengan pereaksi FeCl3, kemudian terjadi adanya perubahan warna
menjadi hijau kehitaman, yang menunjukkan filtrat mengandung (+) senyawa Tanin. Dan
pada saat penambahan pereaksi FeCl3, terjadi adanya perubahan warna menjadi hijau
kehitaman. Sehingga menunjukkan ektrak mengandung (+) senyawa tanin.
Namun, dapat dilanjutkan dengan uji gelatin untuk menunjukkan bahwa ekstrak Bunga
kecubung (Datura metel Linn) positif mengandung (+) senyawa Tanin. Filtrat ditambahkan
dengan 3 tetes larutan gelatin 1% dan 10 tetes larutan NaCl 10%. Jika terjadi endapat putih
menunjukkan (+) senyawa mengandung adanya tanin. Namun pada praktikum kali ini,
kelompok kami tidak menghasilkan adanya endapan putih. Dikarenakan adanya beberapa
factor, sehingga adanya ketidaksamaan dengan literatur yang ada.
Berdasarkan literatur, dari hasil uji fitokimia ekstrak bunga kecubung (Datura metel Linn)
menunjukkan bahwa bunga kecubung positif mengandung (+) senyawa tanin. Factor yang
menyebabkan adalah salah satunya kurangnya filtrat atau ekstrak yang digunakan pada saat
30
pengujian, sehingga pereaksi kurang maksimal dalam beraksi dengan filtrat atau ekstrak.
Sehingga menghasilkan pengujian yang kurang baik pada praktikum kali ini.
Kemudian dengan adanya penambahan gelatin dan NaCl tidak terjadi adanya endapan. Dan
setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3, terjadi adanya perubahan warna menjadi hijau biru
hingga kehitaman, sehingga menunjukkan (+) senyawa Polifenol. Dan sesuai dengan
literatur, bahwa dari hasil uji fitokimia ekstrak bunga kecubung (Datura metel Linn)
menunjukkan bahwa bunga kecubung positif mengandung (+) senyawa polifenol.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum kali ini telah dilakukan skrining fitokimia terhadap simplisia daun
kecubung (Datura Metel L.) dengan tujuan untuk mengidentifikasi senyawa golongan
alkaloid, glikosida saponin, triterpenoid, steroid, flavonoid, polifenol, tannin, dan antrakinon
yang terdapat daalam simplisia dengan menggunakan uji reaksi warna dan KLT dengan
menggunakan berbagai reagen tertentu dan dibandingkan dengan literatur yang menunjukkan
hasil yang sesuai bahwa simplisia daun kecubung mengadung senyawa tersebut.
32
DAFTAR PUSTAKA
Artati, E.K. dan Fadilah, 2007. Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan Dan Suhu Operasi
Pada Ekstraksi Tanin Dari Jambu Mete Dengan Pelarut Aseton. Ekuilibrium, 6: 33–38.
Astarina. 2017. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum
Roxb.). Media Neliti
Atun, Sri. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan Alam.
Jurnal konservasi cagar budaya borobudur. 8 (2), 53-61
Ciulei, J. 1984. Metodology for Analysis of Vegetables and Drugs. Bucharest Rumania:
Faculty of Pharmacy. Pp. 11- 26
Dalimartha, Setiawan. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya
Ergina. 2014. Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder pada Daun Palado (Agave
angustifolia) Yang Diekstraksi dengan Pelarut Air dan Etanol. J. Akad. Kim. 3. 3:165–
172.
Harbone. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisi Tumbuhan. Kosasih
Padmawinata, Iwang Soediro (penerjemah). Bandung. ITB.
Harborne, J., 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Kuganathan N, Ganeshalingam S. 2011. Chemical analysis of Datura metel leaves and
investigation of the acute toxicity on grasshoppers and red ants. Journal of Chemistry
8:107–112. doi: https://doi.org/10.1155/2011/714538
Marliana, S.D., Suryanti, V., Suyono, 2005, Skrining fitokimia dan analisis kromatografi lapis
tipis komponen kimia buah labu siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam ekstrak
etanol,Biofarmasi, 3 (1): 26-31
Nohong. 2009. Skrining Fitokimia Tumbuhan Ophiopogon jaburan Lodd dari
Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Pembelajaran Sains. 5(2):
172-178.
Nugrahani, R. 2016. Skrining Fitokimia dari Ekstrak Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L)
dalam Sediaan Serbuk. JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA. Vol 2, No,:97–103.
Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang: Pusat Penelitian Universitas
Andalas.
33
Robinson. 1995.Kandungan Organic Tumbuhan Tinggi.ITB Press ; Bandung.
Sa’adah, L. (2010). Isolasi dan identifikasi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi l.). Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Sangi, Meiske., Max R.J. Runtuwene, Herny E.I. Simbala dan Veronica
M.A. Makang. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Di
Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog. 1(1):47-53
Santos, A.F., B.Q. Guevera, A.M. Mascardo, and C.Q. Estrada. 1978. Phytochemical,
Microbiological and Pharmacological, Screening of Medical Plants. Manila: Research
Center University of Santo Thomas.
Schmelzer GH, Gurib-Fakim A, Arroo R, Bosch CH, de Ruijter A, Simmonds MSJ, eds.
2008. Plant Resources of Tropical Africa 11(1)–Medicinal Plants 1. Wageningen,
Netherlands: Backhuys Publishers.
Setyawaty, R.; Ismunandar, A. dan Ngaeni, N. Q., 2014, Identifikasi Senyawa Antrakuinon
pada Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L) Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis,
Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian, LPPM, 20 Des
2014, UMP., Purwokerto.
Soerya Dewi, M. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen
Kimia Buah Labu Siam (Sechium Edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol.
Biofarmasi. 3 (1):26–31.
Sugeng, H. R. 1989. Tanaman Apotik Hidup. Penerbit Aneka Ilmu. Semarang.
Tampubolon, Oswald T., 1995, Tumbuhan Obat, 66-67, Penerbit Bhratara, Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada. University Press. Yogyakarta.
34
35
36