Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI

MORFOLOGI DAN MORFOGENESA


MINGGU KE-1

R. A. Naufal*, Y. Prasetio, D. K. Saras, R. Aditya, R. Pahwana, S. M. J. Safa, Kelompok 2


Program Studi Teknik Geologi Institut Teknologi Sumatera
*corresponding author: rifqi.15117064@student.itera.ac.id

I. PENDAHULUAN
Aliran sungai merupakan agent yang sangat penting dari erosi karena sangat
berperan dalam membentuk bantang alam dari hampir semua permukaan daratan
dan merupakan proses geologi yang sangat signifikan. Pola pengaliran adalah
rangkaian bentuk aliran-aliran sungai pada daerah lemah tempat erosi mengambil
bagian secara aktif serta daerah rendah tempat air permukaan mengalir dan
berkumpul (A.D. Howard, 1967).

Pola pengaliran merupakan fungsi dari topografi (kelerengan), bentuklahan, tingkat


erosi (resistensi batuan), litologi (ukuran butir-pelapukan), struktur geologi (kekar,
sesar, lipatan, dan perlapisan batuan), iklim (curah hujan dan vegetasi) serta
infiltrasi (peresapan). Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan
pengaliran di suatu daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah
hujan. Howard (1967) membedakan pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar
dan pola pengaliran modifikasi.
1. Pola Pengaliran Dasar
 Dendritik
a) Bentuk menyerupai cabang-cabang pohon
b) Mencerminkan resistensi batuan atau homogenitas tanah yang
seragam
c) Lapisan horisontal atau miring landai, kontrol struktur kurang
berkembang.
 Paralel
a) Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang sejajar atau paralel
pada bentangalam yang memanjang.
b) Mencerminkan kelerengan yang cukup besar dan hampir seragam.
 Trellis
a) Terbentuk dari cabang-cabang sungai kecil yang berukuran sama,
dengan aliran tegak lurus sepanjang sungai induk subsekuen yang
paralel.
b) Terdapat pada daerah lipatan, patahan yang paralel, daerah blok
punggungan pantai hasil pengangkatan dasar laut, daerah vulkanik
atau metasedimen derajat rendah dengan pelapukan yang berbeda-
beda.
 Rectangular
a) Aliran cabang sungai tegak lurus terhadap sungai induk
b) Aliran memotong daerah secara tidak menerus
c) Mencerminkan kekar/sesar yang saling tegak lurus, tidak serumit pola
trellis.
 Radial
a) Bentuk aliran seolah memancar dari satu titik pusat berasosiasi dengan
tubuh gunungapi atau kubah berstadia muda
b) Dalam konsep Davis, pola radial menyebar dari satu titik pusat
(sentrifugal), sedangkan kalsifikasi lain menyatakan pola radial
mencakup dua sistem pola pengaliran yaitu sentrifugal dan sentripetal.
 Annular
a) Cabang sungai mengalir tegak lurus sungai utama yang melingkar
b) Pada struktur kubah, cekungan, atau pada intrusi stock yang tererosi
c) Sungai dikontrol pola sesar atau kekar pada bedrock.

 Multibasinal

a) Pada daerah endapan antar bukit, batuan dasar yang tererosi,

b) Ditandai adanya cekungan-cekungan yang kering atau terisi air yang


saling terpisah, aliran yang terputus dan arah aliran yang berbeda-
beda,

c) Pada daerah aktif gerakan tanah, vulkanik, dan pelarutan


batugamping.
 Contorted

a) Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang relatif tegak lurus


terhadap sungai induk subsekuen yang melengkung,
b) Dibedakan dari recurved trellis dengan ciri daerahnya yang tidak
teratur, dikontrol struktur sesar, lipatan menunjam, atau pada daerah
labil.
2. Pola Pengaliran Ubahan
a. Ubahan pola pengaliran dendritik

 Subdendritik

a) Modifikasi dari pola dendritik, karena pengaruh dari topografi


dan struktur,

b) Topografi sudah miring, struktur geologi sudah berperan tetapi


kecil.

 Pinnate

a) Tekstur rapat pada daerah yang sudah tererosi lanjut

b) Tidak ada kontrol struktur pada daerah landai dengan litologi


bertekstur halus (batulanau, batulempung dll).
 Anastomatik

a) Jaringan saluran saling mengikat,

b) Terdapat didaerah dataran banjir, delta dan rawa, pasang surut.

 Distributary

a) Bentuknya menyerupai kipas,

b) Terdapat pada kipas aluvial dan delta.

b. Ubahan pola pengaliran paralel

 Subparalel

a) Kemiringan lereng sedang atau dikontrol oleh bentuklahan


subparalel,

b) Dikontrol oleh lereng, litologi dan struktur,

c) Lapisan batuan relatif seragam resistensinya.


 Coliniar
Kelurusan sungai atau aliran yang selang-seling antara muncul
dan tidak, memanjang diantara punggungan bukit pasir pada
gurun pasir landai dan loess.
c. Ubahan pola pengaliran trellis

 Directional trellis

a) Anak sungai lebih panjang dari sungai utama,

b) Dijumpai pada daerah homoklin, dengan kemiringan landai.

 Fault trellis

a) Kelurusan sungai-sungai besar adalah sebagai kelurusan sesar,

b) Menunjukkan graben dan hors secara bergantian.

 Joint trellis

a) Kontrol strukturnya adalah kekar,

b) Ditandai oleh aliran sungai yang pendek-pendek, lurus dan


sejajar.

d. Ubahan pola pengaliran rectangular

 Angulate:

a) Kelokan tajam dari sungai kemungkinan akibat sesar,

b) Kelurusan anak sungai diakibatkan kekar,

c) Pada litologi berbutir kasar dengan kedudukan horisontal,

d) Biasanya angulate dan rectangular terdapat bersama dalam satu


daerah.

e. Ubahan pola pengaliran radial

 Centripetal:

a) Pola ini berhubungan dengan kawah, kaldera, dan dolena besar


b) Beberapa pola centripetal yang bergabung menjadi
multicentripetal.

II. INTERPRETASI
IV. 1. Daerah Aliran Sungai (DAS)
a. Daerah Aliran Sungai 1
1. Pola Paralel
Pola pengaliran parallel sering dijumpai pada daerah yang
lerengnya curam atau terjal, dan berkembang pada batuan yang
bertekstur halus dan homogen. Akibat morfologi lereng yang
terjal maka bentuk aliran sungainya akan cenderung berbentuk
lurus mengikuti arah lereng dengan cabang sungai yang sedikit.
Hal ini dapat dilihat pada peta bagian barat. Hulu sungai berada
pada ketinggian 500m dan menurun ke ketinggian 350m dengan
bentuk kontur yang relatif semakin renggang .
b. Daerah Aliran Sungai 2
1. Pola Paralel
Pola pengaliran paralel umunya sering dijumpai pada daerah yang
lerengnya curam atau terjal. Pola jenis ini dapat dilihat pada
bagian tengah peta yang dibagi menjadi dua bagian namun masih
dalam satu DAS. Pada pola paralel bagian tengah terdapat aliran
sungai yang mengalir dari ketinggian 550m menuju ke ketinggian
350m dengan bentuk kontur yang rapat pada ketinggian 550m-
450m dan kemudian bentuk kontur menjadi sangat renggang. Hal
ini menunjukkan bahwa daerah tersebut terdapat lereng yang
curam. Pada pola paralel bagian tengah – timur laut terdapat
aliran sungai yang mengalir dari ketinggian 550m menuju
nketinggian 350m. Pada pola ini terlihat beberapa cabang sungai,
namun sebenarnya pola pada aliran tersebut menunjukkan pola
yang berkesan paralel, cabang sungai yang ada mungkin
terbentuk akibat dari proses endogen maupun eksogen pada
daerah tersebut.
c. Daerah Aliran Sungai 3
1. Pola Paralel
Pola pengaliran paralel ini terdapat pada petqa bagian tenggara.
Pada peta tersebut dapat dilihat aliran sungai mengalir dari
ketinggian ±400m menuju ketinggian 350m dengan bentuk
kontur yang relatif renggang. Pada aliran ini terlihat bahwa aliran
tersebut tidak memiliki cabang sungai.

IV. 2. Morfometri
a. Kelas Lereng (0° - 2°)
Kelas lereng ini menandakan bahwa daerah tersebut datar atau
hampir datar dan tidak terdapat erosi yang besar. Kelas lereng ini
dapat ditandai dengan rentang kontur yang sangat renggang,
sehingga nilai kelerengannya menjadi semakin kecil. Morfologi
daerah ini merupakan dataran
b. Kelas Lereng (2° - 4°)
Kelas lereng ini menandakan bahwa daerah tersebut memiliki
kemiringan yang landai. Kelas lereng ini dapat diinterpretasikan
sebagai akibat proses eksogen seperti erosi pada litologi dengan
resistensi yang cukup lemah.
c. Kelas Lereng (4° - 8°)
Lereng dengan kemiringan kelas ini menunjukkan bahwa daerah
tersebut memiliki kemiringan yang landau sampai curam. Pada
lereng ini terjadi erosi yang kuat dan umumnya terjadi pada litologi
yang agak resisten. Proses eksogen lebih mendominasi dari proses
endogen
d. Kelas Lereng (8° - 16°)
Lereng yang memiliki nilai kelerengan 8 o – 16o dapat
diinterpretasikan sebagai morfologi yang terbentuk akibat proses
erosi yang kuat. Kelas lereng ini menunjukkan nilai resistensi dari
litologi penyusunnya. Umumnya pada kelas ini diakibatkan oleh
proses endogen seperti adanya sesar atau perlipatan. Selain itu proses
erosi secara vertikal juga dapat menjadi akibat lereng ini terbentuk.
e. Kelas Lereng (16° - 35°)
Lereng yang memiliki nilai kelerengan 16o – 35o dapat
diinterpretasikan sebagai morfologi yang terbentuk akibat proses
erosi yang kuat. Kelas lereng ini umumnya terbentuk akibat dari
adanya proses endogen, seperti lipatan, patahan, dan pengangkatan.
Daerah dengan kemiringan kelas lereng ini sangat rawan terjadi erosi
dan longsor

IV. 3. Diagram Roset


a. Daerah Aliran Sungai 1
1. Pola Paralel
Pada daerah aliran sungai ini menunjukkan pola paralel yang
mengarah ke kanan dank ke kiri. Diagram roset dari kedua pola
tersebut menunjukkan pola arah yang serupa yaitu pola paralel
pertama cenderung mengarah ke utara bagian kiri seperti pada
pola aliran pada peta. Pola paralel yang kedua cenderung
mengarah ke utara bagian kanan sesuai dengan pola aliran yang
terdapat pada peta.
b. Daerah Aliran Sungai 2
1. Pola Paralel
Pada daerah aliran sungai 2 terdapat dua pola paralel. Diagram
roset dari kedua pola tersebut menunjukkan pola arah yang serupa
yaitu pola paralel pertama cenderung mengarah ke utara seperti
pada pola aliran pada peta. Pola paralel yang kedua cenderung
mengarah ke timur laut sesuai dengan pola aliran yang terdapat
pada peta.
c. Daerah Aliran Sungai 3
1. Pola Paralel
Daerah ini memiliki pola arah yang serupa yaitu pada satu arah
Timur Laut. Hal ini seperti pada pola aliran sungai paralel lainnya
yang akan memiliki kecederungan arah aliran yang sama. Namun
hal ini belum dapat dipastikan, mengingat data strike pada daerah
ini hanya sedikit sekali.

III. KESIMPULAN
1. Aliran air sungai akan cenderung mengalir pada daerah yang memiliki
litologi dengan resistensi lemah. Sehingga dapat dikatakan bahwa daerah
yang dilewati oleh aliran air merupakan lapisan litologi yang mudah tererosi
2. Pola pengaliran dari suatu daerah aliran sungai bergantung pada litologi dan
morfologi di daerah taliran. Selain litologi dapat juga dipengaruhi oleh
proses eksogen maupun proses endogen yang terjadi
3. Berdasarkan hasil morfometri didapat bahwa peta topografi yang diamati
memiliki kelerengan mulai dari landai hingga curam. Pada daerah yang
curam, terdapat aliran sungai yang bercabang akibat pegaruh kemiringan
pada proses pembentukkan aliran sungai.

IV. LAMPIRAN
IV. 1. Peta Pola Pengaliran
IV. 2. Peta Morfometri
IV. 3. Tabel Interval Strike
IV. 4. Diagram Roset di A4
IV. 5. Diagram Roset di Kalkir
IV. 6. Perhitungan Klasifikasi Van Zuidam

Anda mungkin juga menyukai