Anda di halaman 1dari 11

PERTANYAAN PENUNTUN

1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan eliminasi ?


Jawab : suatu keadaan dimana terganggunya fase pembersihan obat didalam jaringan
tubuh dengan berbagai rute pemberian obat yang diberikan serta terganggunya proses
ekskresi dan biotranformasi yang dimana obat melewati ginjal menuju kantung
kemih (shargel p. 131).
2. Apakah dampak gangguan eliminasi pada parameter farmakokinetika obat dengan
indeks terapi sempit ? jelaskan alasan Anda
Jawab : dampak terdapat pada dosis obat yang diberikan, apabila terdapat perubahan
sedikit saja maka konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara
substansial atau respon subterapeutik (konsentrasi obat dibawah MEC) atau toksik
(konsentrasi obat diatas MTC) dimana , interaksi Farmakokinetik terjadi ketika suatu
obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, dan eliminasi (ekskresi dan metabolisme)obat
lainnnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk
menghasilkan efek farmakologisnya (shargel p.3)
3. Apakah dampak gangguan eliminasi pada dosis obat dengan indeks terapi sempit ?
jelaskan alasan anda
Jawab : diperlukannya penyesuaian dosis apabila di resepkan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal fungsi hepar. (Shargel p.680 & p.710)
4. Bagaimanakah prinsip penyesuain dosis pada pasien dengan gangguan eliminasi ?
jelaskan alasan anda
Jawab : Prinsip penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan eliminasi didasarkan
pada perubahan farmakokinetika yang terjadi akibat dari kondisi gangguan eliminasi
tersebut. Terdapat dua pendekatan farmakokinetika umum untuk penyesuaian dosis
meliputi metode penyesuaian dosis berdasarkan klirens obat dan metode penyesuaian
dosis berdasarkan perubahan tetapan laju eliminasi. Pada pasien dengan gangguan
ginjal pengaturan dosisnya didasarkan pada perkiraan fungsi ginjal pasien yang tersisa
dan perkiraan klirens tubuh total. Sedangkan pada pasien dengan gangguan fungsi hati
tidak dapat ditetapkan ukuran fungsi hati untuk menghitung dosis, maka obat-obat
yang bergantung enzim biasanya diberikan pada pasien setengah dosis atau kurang
(Shargel ed. 5, hal 678, 679 dan 710).
5. Bagaimana urutan langka penyesuain kasus tersebut ? jelaskan
Jawab : pertama menghitung berat BMI supaya mengetahui dosis yang dibutuhkan,
kedua menghitung atau mengkalkulasi dosis sesuai dengan BMI nya tersebut. Ketiga
cara pengguanaan rute yang diberikan yang paling baik.

8. Apakah yang dimaksud dengan

a. Dose dependent antibiotics ?


Dose dependent antibiotics memberikan peningkatan membunuh bakteri
berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi obat. Agen ini berhubungan
dengan sifat PAE yang memiliki aksi bakterisida lanjutan beberapa waktu setelah
konsentrasi antibiotik dibawah level MIC. Konsentrasi puncak dan Area dibawah
kurva (Area Under Curve / AUC) menunjukkan kemanjuran antibiotik ini. Pada
kelompok ini, konsentrasi yang diperlukan untuk efek bakterisida optimal adalah
paling kecil 10 kali MIC.
b. Time dependent antibiotics ?
Time dependent antibiotics memiliki efek optimal bakterisida ketika konsentrasi
tetap dijaga diatas Konsentrasi Hambat Minimum (Minimum Inhibitory
Concentration / MIC). Konsentrasi antibiotik kategori ini dijaga 2-4 kali diatas
MIC sepanjang interval pemberian. Untuk agen ini, konsentrasi lebih tinggi tidak
menambah daya bunuh terhadap organisme. Lagi pula kecenderungan agen ini
secara minimum hingga tidak menghasilkan Post Antibiotic Effect (PAE) / Efek
Paska Antibiotik.
c. Post antibiotic effect (PAE) ?
PAE adalah penundaan pertumbuhan kembali bakteri setelah paparan antibiotik.
Dengan kata lain, bakteri masih tertekan pertumbuhannya walau sudah dibawah
konsentrasi hambat minimum (MIC).

9. Apakah arti steady state ?

Jawab : steady state adalah suatu keadaan dimana laju obat yang meninggalkan tubuh
sama dengan laju obat yang masuk tubuh, dengan kata lain tidak ada penambahan
jumlah obat dalam tubuh
Laju masukan obat = Laju keluaran obat
(laju infusi) (laju eliminasi)
(Shargel, p.107)
10. Kapan terjadi steady state ? Apakah parameternya ?
Jawab : Secara matematis, waktu untuk mencapai konsentrasi keadaan tunak
membutuhkan waktu tak terhingga. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi obat tunak dalam plasma bergantung pada tetapan laju eliminasi obat
untuk volume distribusi yang konstan. Keadaan steady state tercapai ketika laju obat
yang meninggalkan tubuh sama dengan laju obat yang masuk tubuh, dengan kata lain
tidak ada penambahan jumlah obat dalam tubuh .
Parameternya :
R = laju infus (mg/jam)
k = tetapan laju eliminasi (/jam)
Vd = volume distribusi(L)
Cpss = konsentrasi obat tunak (mg/L)
Cl = klirens obat
11. Apa yang dimaksud dengan accumulation factor ? Jelaskan rumusnya !
Accumulaton factor 

D𝟎/VD[1/(1 − 𝑒 −𝑘𝑡 )]
𝑅=
𝐷𝟎/𝑉D

1
𝑅=
1 − 𝑒 −𝑘𝑡
Keterangan :
R : Faktor akumulasi
D0 : Dosis obat (mg)
VD : Volume distribusi (liter)
e : Intersep pada sumbu y dari grafik yang menghubungkan respons farmakologi
ke log konsentrasi obat
k : Tetapan laju eliminasi obat (/jam)
t : Waktu (jam)
Akumulasi obat yang diukur dengan indeks R bergantung pada tetapan eliminasi dan
jarak waktu pemberian dosis dan tidak bergantung pada dosis. Untuk suatu obat yang
diberikan dalam dosis oral berulang, waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tunak bergantung pada waktu paruh eliminasi obat, dan tidak bergantung ukuran
dosis, panjangnya jarak pemberian dan jumlah dosis.
(Shargel ed. 5, hal. 188)
12. Bagaimana rumus untuk menghitung pemberian infus sebelum dan setelah steady
state tercapai ? Cantumkan gambarnya !
Sebelum steady state
𝑅
Rumus : 𝐶𝑝 = (1 − 𝑒 −𝑘𝑡 )
𝑉𝑑.𝑘

Setelah steady state


𝑅
Rumus : 𝐶𝑝𝑠𝑠 = 𝑉𝑑.𝑘

Keterangan :
R = laju infus (mg/jam)
Vd = volume distribusi (liter)
K = tetapan laju eliminasi (/jam)
(Shargel ed. 5, hal. 108&110)

13. Bagaimana prinsip untuk menetapkan kadar plasma steady state (CPss) pada rentang
MEC ?
Setelah pemberian dosis tunggal, kadar obat dalam plasma meningkat di atas dan
kemudian menurun di bawah konsentrasi efektif minimal (MEC), mengakibatkan
penurunan efek terapeutik. Beberapa obat diberikan dalam suatu aturan dosis ganda
untuk memperpanjang aktivitas terapeutik. Kadar obat dalam plasma yang diberikan
dalam dosis ganda harus dipertahankan di dalam plasma yang diberikan dalam dosis
ganda harus dipertahankan di dalam batas yang sempit dari rentang terapeutik (misal
konsentrasi obat dalam plasma di atas MEC tetapi di bawah MTC) untuk mencapai
efektivitas klinis yang optimal.
(Shargel ed. 5, hal. 185)

14. Bagaimana profil kadar obat dalam plasma, misal : 2 jam setelah infus distop ?
Bagaimana rumusnya ?
Setelah infusi dihentikan, konsentrasi obar setelah infusi IV diperoleh dengan
menggunakan persamaan orde kesatu untuk eliminasi obat:
Cp = Cberhenti e-kt
Di mana Cberhenti = konsentrasi saat infus dihentikan, t = waktu yang terlewatkan
karena infus dihentikan.
(Shargel ed. 5, hal. 198)
15. Apakah pengertian loading dose ? apa tujuan diberikan loading dose ? Bagaimana
rumusnya ?
Dosis muatan, DL atau dosis bolus awal dari suatu obat digunakan untuk memperoleh
konsentrasi tunak secepat mungkin
Tujuan diberikan loading dose untuk mempercepat tercapainya steady state
DL = CPss . Vd
(Shargel ed. 5, hal. 115)
16. Apakah faktor yang menyebabkan perubahan kadar obat dalam plasma pada
pemberian infus ?
Perubahan kadar obat pada laju infus disebabkan oleh volume distribusi dan tetapan
laju eliminasi.
(Shargel ed. 5, hal. 108&110)
17. Bagaimanakah konsekuensinya terhadap kadar obat dalam plasma (Cp) dan waktu
mencapai steady state (tss) jika :
- LD terlalu tinggi
- LD sesuai
- LD terlalu rendah ?
Jawab :
- LD terlalu tinggi
Jika dosis muatan/loading dose yang diberikan lebih besar (gambar a) dari R/k
konsentrasi obat dalam plasma maka waktu yang diperlukan untuk menurunkan
konsentrasi obat dalam plasma ke kadar tunak tunak obat yang diinginkan lebih
panjang.
- LD sesuai
Jika loading dose yang diberikan sesuai (gambar b), maka konsentrasi tunak dapat
segera tercapai
- LD terlalu rendah
Jika dosis muatan / loading dose lebih kecil (gambar c) dari R/k konsentrasi obat
dalam plasma akan naik secara lambat ke kadar tunak obat, tetapi lebih cepat daripada
tanpa diberikan dosis muatan / loading dose.

(Shargel ed. 5, hal. 117)

18. Apakah tss dipengaruhi oleh laju infus atau dosis obat ? Jelaskan !
Jawab :
Suatu peningkatan laju infusi tidak akan memendekan waktu untuk mencapai
konsentrasi obat tunak. Jika suatu obat dberikan pada laju yang lebih cepat, akan
diperoleh suatu kadar obatt keadaan tunak yang lebih tinggi, tetapi waktu untuk
mencapai keadaan tunak adalah sama.

(Shargel ed. 5, hal. 110)


19. Apakah pengertian intermittent infusion ? Apakah pengertian contionous infusion ?
Kapan digunakan ?
 Infus iv intermitten merupakan suatu metode infusi obat iv yang beturutan di
mana obat diberikan dengan infusi iv untuk suatu jangka waktu yang pendek yang
diikuti oleh infus iv pendek yang lain. Pada aturan obat dengan infus iv pendek,
obat tidak dapat mencapai keadaan tunak. Rasionalisasi untuk infus iv intermitten
adalah untuk mencegah konsentrasi obat yang tinggi sementara dan berkaitan
dengan efek samping. Beberapa obat ditoleransi dengan lebih baik bila diberikan
secara lambat pada suatu waktu dibandingkan dengan dosis iv bolus
 Digunakan pada obat-obatan yang tidak dapat mencapai keadaan tunak sehingga
diberikan infus iv intermitten untuk mencegah konsentrasi obat yang tinggi
sementara dan berkaitan dengan efek samping
(Shargel edisi 5 hal 198) (Shargel edisi 7 hal 234)
20. Jika suatu obat memiliki post antibiotic effect (PAE), kapan pemberian dosis infus
berselang (intermittent infusion) berikutnya? Jelaskan !
 PAE adalah supresi pertumbuhan bakteri secara persisten sesudah paparan
antibiotik (Kemenkes, 2011).
 Pemberian dosis intermitten berikutnya adalah pada saat bakteri sudah mulai
bertumbuh.

21. Kapankan digunakan metode perhitungan klirens kreatinin dengan rumus Cockroft dan
Gault? Kapankah digunakan metode perhitungan eGFR dengan rumus MDRD?
Rumus cockroft dan gault digunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal dari usia 20-
100 tahun, tapi tidak sesuai untuk subyek yang obesitas. Beberapa studi menyarankan
untuk menggunakan persamaan Cockcroft and Gault secara langsung daripada
MDRD, khususnya untuk pendosisan obat-obat dengan kisar terapeutik yang sempit
atau pada pasien yang peka terhadap perubahan dosis.
Persamaan Cockroft dan Gault juga MDRD kurang tepat jika:
 Pasien banyak konsumsi protein, bahan nabati (vegetarian), atau menggunakan
suplemen kreatinin atau asam amino
 Berat badan pasien terlalu kurus atau gemuk
 Pasien menderita gangguan otot, seperti cachexia, sarcopenia, paraplegia, otot
terlalu besar, atau amputasi
 Pasien yang tergantung dialisis atau menderita gagal ginjal akut

Sumber Hakim. (2011). Farmakokinetik Klinik. Yogyakarta: Universitas Gadjah


Mada
22. Bagaimanakah cara menghitung klirens kreatinin? Diketahui kadar serum kreatinin =
4,5 mg/dL, laju ekskresi urin 180 ml/24 jam.
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑘𝑠𝑘𝑟𝑒𝑠𝑖 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑙𝑒𝑤𝑎𝑡 𝑢𝑟𝑖𝑛
ClCr = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚
180 𝑚𝑙
= 4,5 𝑚𝑔/𝑑𝐿

= 40 ml/menit
23. Bagaimanakah prinsip penyesuaian dosis pada gangguan ginjal?
Terdapat beberapa pendekatan yang tersedia untuk memperkirakan aturan dosis yang
sesuai untuk pasien dengan gangguan ginjal. Setiap pendekatan memiliki asumsi yang sama
sebagaimana tercantum pada tabel berikut :
No Asumsi Komentar
Klirens Kreatinin mengukur Perkiraan klirens kreatinin dapat bias. Gangguan
1 secara akurat tingkat gangguan ginjal hendaknya juga diverifikasi dengan
ginjal diagnosis fisik dan uji klinik lain.
Obat mengikuti
Farmakokinetika tidak bergantung dosis
2 Farmakokinetika tidak
(nonlinear)
bergantung dosis
Penyakit ginjal juga dapat mempengaruhi liver dan
Eliminasi obat nonrenal tetap
3 menyebabkan suatu perubahan dalam eliminasi
konstan
obat nonrenal (metabolism obat)
4 Absorpsi obat tetap konstan Absorpsi obat dari saluran cerna tidak berubah
Klirens obat Clu menurun
Klirens normal obat dapat mencakup sekresi aktif
5 secara linear dengan klirens
dan filtrasi pasif dan tidak menurun secara linear
kreatinin, Clcr
Ikatan obat protein dapat berubah sehubungan
Ikatan obat protein tidak
6 dengan akumulasi urea, sisa nitrogen, dan
berubah
metabolit obat
Perubahan dalam komposisi elektrolit seperti
kalium dapat mempengaruhi kepekaan terhadap
Konsentrasi obat-target tetap
7 efek digoksin. Akumulasi metabolit aktif dapat
konstan
menyebabkan respons farmakodinamika yang lebih
kuat dibandingkan obat induk sendiri

Sebagian besar metode ini mengasumsikan bahwa konsentrasi terapeutik obat dalam
plasma yang dibutuhkan pada pasien uremia sama dengan yang dibutuhkan pada pasien

dengan fungsi ginjal normal. Pasien uremia dipertahankan pada C𝑎𝑣 yang sama setelah dosis
oral ganda atau IV bolus ganda. Pada infusi IV, Css yang sama dipertahankan. Dua
pendekatan untuk penyesuaian dosis antara lain adalah:
a. Penyesuaian dosis yang didasarkan atas klirens obat.
Prinsip : setelah pemberian infus dosis ganda iv dan oral,
 Cssav dipertahankan tetap
 Klirens tubuh total (ClT ) berubah
b. Penyesuaian dosis berdasarkan perubahan tetapan laju eliminasi
Prinsip : konstanta laju eliminasi secara keseluruhan menurun pada kondisi uremia
 Penyesuaian dosis, interval pemberian dibuat tetap
 Interval pemberian diperpanjang, dosis dibuat tetap
 Dosis dengan indeks terapi sempit harus dikurangi.
24. Bagaimana prinsip penyesuaian dosis pada gangguan liver ?

Jawab: Sebagian besar tes fungsi hati hanya menunjukkan bahwa hati telah rusak, tidak
menilai fungsi enzim sitokrom 450 atau klirens intrinsik hati. Karena tidak tersedia ukuran
dari fungsi hati yang dapat diterapkan untuk menghitung dosis yang tepat, obat-obat yang
bergantung enzim biasanya diberikan kepada pasien dengan gagal hati dalam setengah dosis
atau kurang. Respons atau kadar plasma selanjutnya harus dipantau. Pada pasien dengan
gagal hati, jika memungkinkan obat dengan klirens bergantung aliran (flow-dependent)
dihindari. Bila perlu, dosis obat-obat ini dikurangi menjadi sepersepuluh dari dosis
konvensional, untuk obat yang diberikan secara oral. Mulai terapi dengan dosis rendah dan
pemantauan respons atau kadar plasma memberikan kesempatan terbaik untuk keamanan,
kemanjuran pengobatan. (Shargel p.710 edisi ke-5)

25. Bagaimanakah mekanisme interaksi obat pada fase metabolisme?


Enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme obat dapat diubah oleh diet dan
pemakaian bersama obat lain dan bahan kimia. Induksi enzim biasanya memerlukan
beberapa waktu untuk muncul untuk mensintesis protein enzim. Bahan – bahan yang
menginduksi enzim meliputi hidrokarbon aromatis, insektisida, dan obat-obatan
seperti karbamazepin, rifampin, dan fenobarbital. Induksi terhadap sistem enzim
mikrosomal hati oleh salah satu obat dapat menyebabkan perubahan kecepatan
metabolisme obat lainnya secara bertahap, sehingga menyebabkan rendahnya kadar
plasma dan mengurangi efek obat. Penghentian obat penginduksi tersebut dapat
menyebabkan meningkatnya kadar plasma obat yang lainnya sehingga terjadi gejala
toksisitas. Sebaliknya, saat suatu obat menghambat metabolisme obat lain, akan
terjadi peningkatan kadar plasma, sehingga menghasilkan peningkatan efek secara
cepat dan juga meningkatkan risiko. Sebagai contoh pada dosis terapeutik
fenobarbital dan barbiturat lainnya mempercepat metabolisme antikoagulan kumarin
seperti warfarin dan secara substansial menurunkan efek hipoprothrombinemia.
(shargel ed 5, p 645)
26.
27. Bagaimanakah dampak klinis interaksi obat pada pasien dengan eliminasi terganggu ?
Apakah parameter eliminasi obat yang berubah akibat interaksi obat pada pasien
dengan eliminasi terganggu
Dampak Klinis :
- Adanya penyesuaian dosis obat berdasarkan fungsi ginjal dan klirens tubuh total
- Kondisi pasien urisemia tidak stabil, sehingga perhitungan farmakokinetik memakai
asumsi dan terdapat keterbatasan
Parameter eliminasi obat yang berubah :
- Vd
- Klirens
- Bioavailabilitas
- Dosis
- Interval pemberian
28. Apakah parameter Metabolisme/Biotransformasi?
 Waktu paruh (t½)
Waktu paruh obat yang menggambarkan lamanya jumlah obat (kadar obat) dalam
badan turun menjadi separuhnya (Shargel ed 5, p. 45).
t½ = 0,693/K
 Volume Distribusi (Vd)
Suatu volume yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam
tubuh dari konsentrasi obat yang ditemukan dalam kompartemen sampel. Vd juga
dapat dianggap sebagai volume dimana obat terlarut (Shargel ed 5, p. 53)
Vd = Dosis/Cp
 Klirens (Cl)
Suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mengidentifikasi mekanisme atau
prosesnya
Cl = K × Vd
 Tetapan laju eliminasi (K)
K = Km + Ke

29. Bagaimana mengaplikasikan ilmu farmakokinetik untuk penatalaksanaan interaksi


obat pada pasien dengan eliminasi terganggu?
a. Berdasarkan atas klirens obat
Untuk pasien gangguan ginjal, klirens tubuh total akan berubah ke suatu harga
𝑢 ∞
baru, Cl , oleh karena itu, untuk mempertahankan C sama yang diinginkan, dosis
𝑇 𝑎𝑣
𝑢
harus diubah ke suatu dosis uremia, D atau interval pendosisan harus
0
diubahmenjadi𝜏u
b. Berdasarkan perubahan tetapan laju eliminasi
Keseluruhan tetapan laju eliminasi untuk beberapa obat menurun pada pasien
uremia. Suatu aturan dosis dapat dirancang untuk pasien uremia baik dengan
mengurangi dosis obat normal dan menjaga frekuensi pendosisan (interval dosis)
konstan, atau dengan mengurangi frekuensi pendosisan (memperpanjang interval
dosis) dan menjaga dosis tetap. Dosis obat-obat dengan rentang terapeutik sempit
harus dikurangi, terutama jika obat terakumulasi pada pasien sebelum kerusakan
fungsi ginjal.
c. Pendosisan pada penyakithepatik
Penyakit kronis atau cedera jaringan dapat mengubah kemampuan akses dari
beberapa enzim sebagai akibat dari pengalihan atau jalan memutarsirkulasi darah hati.
Penyakit hati mempengaruhi sintesis secara kuantitatif dan kualitatif dari albumin,
globulin, dan protein plasma lain yang bersirkulasi yang selanjutnya mempengaruhi
ikatan obat protein plasma dan distribusi. Sebagian besar tes fungsi hati hanya
menunjukkan bahwa hati telah rusak, tidak menilai fungsi enzim sitokrom P450 atau
klirens intrinsic hati.
Karena tidak tersedia ukuran dari fungsi hati yang dapatditerapkan untuk
menghitung dosis yang tepat, obat-obat yang bergantung enzim biasanya diberikan
kepada pasien dengan gagal hati dalam setengah dosis, atau kurang. Respons atau
kadar plasma selanjutnya harus dipantau. Pada pasien gagal hati, jika memungkinkan
obat dengan klirens bergantung aliran (flow dependent) dihindari. Bila perlu, dosis
obat-obat ini dikurangi hingga sepersepuluh dari dosis konvensional, untuk obat yang
diberikan secara oral. Mulai terapi dengan dosis rendah dan pemantauan respons atau
kadar plasma memberikan kesempatan terbaik untuk keamanan dan kemajuran
pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai