Anda di halaman 1dari 2

PUTIH SUCI

BY : Resnanta

Seorang pemuda sedang berjalan menyusuri trotoar, pikirannya sangat kacau. Gaji bulanan yang ia
terima seminggu yang lalu telah habis untuk biaya rumah sakit ibunya yang mengindap kanker
serviks. “Bu halimah harus segera di operasi agar kankernya bisa kita obati,” kata dokter Lukas saat
memanggil Akbar ke ruangannya. “Kalau tidak segera di tangani akan menjadi ganas.” Ucapan
dokter membuatnya kebingungan.

Ia kembali ke kantor hendak bercerita pada sahabatnya itu untuk meminta solusi. Ia sempat berfikir
untuk meminjam pada sahabatnya, “Iksan mau pulang ke kampung halamannya, pasti ia butuh uang
ongkos juga.” Namun setibanya di kantor ia tidak menemukan Iksan, namun ruangan sahabatnya
terbuka timbullah niat jahat dalam dirinya.

***

Operasi berlangsung dengan lambat, Akbar meminta ijin untuk tidak masuk kantor karena harus
menunggui operasi ibunya. Saat menunggu itu tiba-tiba gadgetnya berbunyi, empat pesan di kirim
Iksan.

“Sialan rancangan proyek yang sudah aku susun telah diambil perusahaan Trisakti. Rekanan kita
lebih percaya pada perusahaan itu. Awas jika aku menemukan orangnya!” Salah satu isi pesan Iksan
yang membuat Akbar ketakutan.

“Jika aku jujur, aku takut dia tidak mau berteman denganku lagi!” ucap hati Akbar yang semakin
membuatnya bimbang. Iksan adalah sahabat terbaiknya semenjak kuliah, ia pula yang membuat
Akbar bisa bekerja di tempat Iksan.

Saat kebimbangan Akbar belum terjawab, seorang dokter membuka ruang operasi dan mengatakan
bahwa walau ada hambatan namun berhasil hanya saja ibunya masih koma. Nampak seorang
perawat membawa ibunya dalam, wajah ibunya yang belum siuman nampak putih suci. Menatap
wajah itu membuat ia menyesali perbuatannya.

Setelah ibunya tiba di ruang perawatan, “Akbar, kenapa kamu tidak bilang kalau ibumu sakit!”
ucapan Iksan pada sahabatnya itu saat akan memasuki ruangan. Akbar nampak bingung dan
ketakutan.
“Maaf San, bolehkah aku jujur! Entah setelah ini engkau akan membenci atau memecatku dari
perusahaan, aku siap!” kata Akbar sambil berkaca-kaca matanya.

“Sore itu saat dokter mengatakan ibuku harus segera operasi, aku kembali ke kantor. Niatnya ingin
minta bantuan padamu, namun aku tahu kamu punya rencana pulang.” lanjut Akbar.

“Sesaat itu aku lihat ruangan kamu masih terbuka sedang kamu tidak ada di ruangan. Aku segera
mencuri rancangan proyek kamu dan aku jual pada Eka jaya sakti!” Akbar membuat pengakuan
dengan linangan air mata.

Iksan hanya mampu memeluk sahabatnya itu, “Aku sudah menduga kamu yang jual rancangan itu,
namun aku tidak tahu jika semua kamu gunakan untuk ini.”

Suasana nampak canggung terlihat pada diri Akbar, sementara itu sahabatnya melempar senyuman
penuh kehanggatan. “Sudahlah! bukankah ibumu juga ibuku, tidak usah merasa bersalah!” kata
Iksan bijak.

Sementara itu Akbar masih terus memandangi ibunya yang masih koma, namun saat Iksan
mengengam jemari bu Halimah, jemari itu nampak bergerak. “Lihat ibu mengerakkan jarinya!” Iksan
bersorak girang. “Jangan bengong panggilkan dokter!” perintah Iksan yang dituruti Akbar.

“Selamat, bu Halimah telah melewati masa kritisnya! Ia tinggal harus melewati masa pemulihan!”
penjelasan dokter pada mereka berdua.

“Nak, terima kasih selalu menemani Akbar. Semoga persahabatan kalian abadi!” kata bu Halimah
sambil berkaca-kaca. Akbar pun memeluk sahabatnya itu sambil terus mengucapkan maaf.

Iksan tersenyum sambil berkata, “Persahabatan kita harus tetap abadi.”

Anda mungkin juga menyukai