Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Varikokel, varikokel, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna pada varikokel didapatkan
kelainan dilatasi vena dalam spermatic cord dan yang diklasifikasi menjadi klinis dan
subklinis. Varikokel klinis didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan digolongkan
berdasarkan temuan fisik. Varikokel subklinis pada pemeriksaan fisik tidak teraba dan
memerlukan pencitraan radiologi untuk diagnosis. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-
41% pria yang mandul menderita varikokel.1,2
Varikokel umumnya asimptomatik, tapi pada beberapa kasus, pasien merasakan nyeri
testis, atrofi testis atau infertilitas. Varikokel dapat memberikan gejala tidak nyaman
(uncomfortable condition) pada skrotum seperti adanya benjolan di atas testis yang terasa
nyeri. Varikokel dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis testis dan steroidogenesis
sekitar 15-20% dari semua laki-laki dan 40% laki-laki mengalami infertile. Hal ini terjadi
karena suhu intratestikular meningkat, refluks metabolit, dan atau hipoksia testis.3
Varikokel menyebabkan peningkatan insidens ketidakmatangan sperma, apoptosis dan
nekrosis. Pasien dengan varikokel derajat 1-3 yang berhubungan dengan infertilitas harus
dipertimbangkan untuk dilakukan perbaikan kondisi varikokel. Setelah perbaikan, 40-70%
parameter semen pasien telah membaik dan 40% dapat mencapai kehamilan tanpa intervensi
lain. Remaja dengan varikokel dan atrofi testis atau kurangnya pertumbuhan juga harus
mempertimbangkan perbaikan.3,4
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya
sebagai penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Diperkirakan sepertiga
pria yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas adalah pasien varikokel
(bervariasi 19 - 41%). Akan tetapi tidak semua pasien varikokel mengalami gangguan
fertilitas, diperkirakan sekitar 20 - 50% didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan
histologi jaringan testis. Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan
volume testis. Pengecilan volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan
pembedahan khususnya untuk pasien pubertas yang belum mendapatkan data kualitas semen.
Salah satu cara pengobatan varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan
pembedahan cukup baik. Terjadi peningkatan volume testis dan kualitas semen sekitar 50 -
80% dengan angka kehamilan sebesar 20 - 50%. Namun demikian angka kegagalan atau
kekambuhan adalah sebesar 5 - 20%. 4
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1 Identitas

Nama : Tn. Iqbal


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/Usia : 07-06-1998 / 20 tahun
Suku Bangsa : Bugis
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
Alamat : Tanjung Palas Kab. Bulungan
No Rekqam Medik : 078977
Masuk Rumah Sakit : Tanggal 30-11-2018
II.2 Anamnesis (Autoanamnesis tanggal
Keluhan utama : Benjolan pada buah zakar kiri disertai nyeri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada kantong zakar kiri sejak 6 bulan
yang lalu di sertai rasa nyeri, awalnya benjolan dirasa kecil makin lama makin
membesar. Pasien mengeluh benjolan semakin membesar disertai rasa nyeri saat
tersentuh. Keluhan kantong zakar terasa berat terutama saat posisi berdiri. Warna
benjolan tidak pernah memerah (sesuai warna kulit). pasien menyangkal benjolan
keluar masuk, dan benjolan tidak bertambah besar ketika batuk atau pasien mengejan.
Pasien juga tidak mengeluh demam sebelumnya. Riwayat trauma pada buah zakar
pasien juga di sangkal. Riwayat sering mengangkat beban berat disangkal, BAB tidak
lancar disangkal, BAK dan BAB biasa.

Riwayat penyakit dahulu


Tidak pernah sakit ini sebelumnya dan dalam keluarga, riwayat sakit seperti ini
disangkal.

Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), Alkohol (-)

II.3 Pemeriksaan Fisik


Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : TD : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/ menit
S : 37,0°C

Kepala : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik,


Pupil bulat, isokor Ø 3 mm
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thoraks :
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur -, gallop –
Pulmo: Inspeksi : pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus +() normal

Ekstremitas atas & Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan

Status Urologis
CVA : Nyeri ketok -/-, bulging (-), ballotement (-)
Suprapubik : Massa tidak teraba, Buli penuh tidak ada
OUE : Darah (-), pus (-)

Inspeksi : Regio scrotalis sinistra tampak pelebaran vena pampiniformis


Palpasi : teraba pelebaran vena pampiniformis pada kantong zakar kiri dengan ukuran
± 3x2 cm, permukaan tidak rata, mobile, nyeri (+), konsistensi kenyal lunak

II.4 Pemeriksaan Penunjang


Lab Darah :

Jenis 1/12/2018
Darah Rutin
Hemoglobin 15,4 g/Dl
Hematokrit 42,1 %
Eritrosit 6,11 jt/Ul
Leukosit 13.82
Trombosit 431.000
Eosinofil 3,8 %
Basofil 0,7 %
Neutrofil 62,2 %
Lymphosit 24,1 %
Monosit 9,2%
MCV 68,9 fL
MCH 25,2 pg
MCHC 36,6 g/dL

USG Scrotum (tanggal 1/12/2018)


Expertise :
Tampak dilatasi plexus (vena) phampiniform sinistra yang turtous dengan diameter
terlebar 9 mm.

Kesan = Varikokel Sinistra

II.6 Diagnosis kerja

Varikokel Sinistra

II.7 Penatalaksanaan

- Konservatif : IVFD RL 20 tpm makro

Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Ranitidin 1 amp/12 jam

Ketorolac 1 amp/8 jam

- Intervensi : Bedah : Varikokelektomi

II.8 Laporan Operasi

Tanggal operasi :
Jenis operasi : Varikokelektomi ( Palomo Ligasi Tinggi)
Jam mulai operasi : 09.30 wita
Jam selesai operasi : 10.15 wita
Lama operasi : 45 menit
Jalannya operasi :
1. Penderita tidur terlentang dengan spinal anestesi
2. Disinfeksi lapangan operasi
3. Lapangan operasi di persempit dengan doek steril
4. Dilakukan insisi 1 jari di atas SIAS secara transversal
5. Insisi diperdalam sampai MOE, MOE dibuka dan dilakukan splitting sampai
preperitonial fat
6. Identifikasi Vena Spermatika
7. Dilakukan ligasi secara Palomo dengan meligasi 2 vena
8. Kontrol perdarahan
9. Luka dijahit lapis demi lapis
10. Operasi selesai

Instruksi post operasi :


- IVFD RL 20tpm
- Ceftriaxone 2x1 gr iv
- Ranitidin inj 2x1 amp iv
- Ketorolac inj 3x1 amp iv

2 desember 2018
S : Nyeri luka bekas operasi
O : KU : sedang
Kesadaran: Compos Mentis
T : 120/80 mmHg N : 80 x/menit
R : 20 x/menit S : 36,7°C
Regio Ileaca sinistra luka terawat
A : Varikokel sinistra Post varikokelektomi H-I
P : Ceftriaxone 2x1 iv
Ketorolac 3x1
Ranitidin 2x1

3 Desember 2015
S : Nyeri minimal pada luka bekas operasi
O : KU : sedang
Kesadaran: Compos Mentis
T : 120/80 mmHg N : 80 x/menit
R : 20 x/menit S : 36,7°C
Regio Ileaca sinistra luka terawat
A : Varikokel sinistra Post varikokelektomi H2
P : Rawat Luka
Aff infus
Cefixim 2x1
As. Mefenamat 3x1
Boleh pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna, atau dapat di analogikan dengan
varises pada kaki dengan ukuran diameter melebihi 2 mm. Dilatasi abnormal vena-vena dari
spermatic cord biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan katup pada vena spermatik
internal.
Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ berbentuk
oval yang terletak di dalam skrotum. Beratnya masing-masing kira-kira 10-12 gram, dan
menunjukkan ukuran panjang rata-rata 4 sentimeter (cm), lebar 2 cm, dan ukuran
anteroposterior 2,5 cm. Testis memproduksi sperma dan androgen (hormon seks pria). Tiap
testis pada bagian anterior dan lateral diliputi oleh membran serosa, tunika vaginalis.
Membran ini berasal dari peritoneum cavum abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat
lapisan parietal (bagian luar) dan lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan
serosa. Kapsul fibrosa yang tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea yang
membungkus testis dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari tunika vaginalis.
Pada batas posterior testis, tunika albuginea menebal dan berlanjut ke dalam organ sebagai
mediastinum testis.
Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk septum jaringan konektif
halus, yang membagi kavum internal menjadi 250 lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus
mengandung sampai empat tubulus seminiferus yang sangat rumit, tipis dan elongasi.
Tubulus seminiferus mengandung dua tipe sel: kelompok nondividing support cells disebut
sel-sel sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang terus menerus memproduksi
sperma pada awal pubertas.
Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut kavum intersisial. Dalam
cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig). Luteinizing hormone
menstimulasi sel-sel intersisial untuk memproduksi hormon disebut androgen. Terdapat
beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah testosteron. Meskipun korteks adrenal
mensekresi sejumlah kecil androgen, sebagian besar androgen dilepaskan melalui sel-sel
intersisial di testis, dimulai pada masa pubertas. Duktus dalam testis; rete testis merupakan
suatu jaringan berkelok-kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima sperma
dari tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung membentuk ductulus eferen.
Kira-kira 12-15 ductulus eferen menghubungkan rete testis dengan epididimis. Epididimis
merupakan suatu struktur berbentuk koma terdiri dari suatu duktus internal dan duktus
eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis terletak pada permukaan superior
testis, dimana body dan tail epididimis pada permukaan posterior testis. Pada bagian dalam
epididimis berisi duktus epididimis panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5
meter dan dilapisi oleh epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli panjang).
Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari tail epididimis
melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis bergabung dengan duktus dari vesica
seminalis membentuk duktus ejakulatorius pada glandula prostat. Testis diperdarahi oleh
arteri testicular, arteri yang bercabang dari aorta setinggi arteri renal. Banyak pembuluh vena
dari testis pada mediastinum dengan suatu kompleks pleksus vena disebut pleksus vena
pampiniformis, yang terletak superior. Epididimis dan skrotum diperdarahi oleh pleksus vena
kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan superior, berjalan dengan vas deverens
pada spermatic cord. Spermatic cord dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri vesical
inferior dan arteri epigastrik inferior (arteri kremaster). Skrotum diperdarahi cabang dari
arteri pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri pudendal eksternal cabang dari arteri
femoral, dan cabang dari arteri epigastrik inferior (kremaster). Aliran vena testis melalui
pleksus vena pampiniformis, terbentuk pada bagian atas epididimis dan berlanjut ke vena
testikularis melalui cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke vena kava inferior
dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra mengalir ke vena renalis sinistra
dengan suatu right angle.
Gambar 1. Varikokel pada Skrotum kiri
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara
vena spermatika kanan pada vena renalis kanan, atau adanya situs inversus.
Faktor penyebab yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya varikokel:
1. Faktor genetik. Orang tua dengan varikokel memiliki kecenderungan menurunkan
sifat pembuluh-pembuluh darah yang mudah melebar pada anaknya.
2. Makanan. Beberapa jenis makanan yang dioksidasi tinggi, dapat merusak pembuluh
darah.
3. Suhu. Idealnya, suhu testis adalah 1-2 derajat di bawah suhu tubuh. Suhu yang tinggi
di sekitas testis dapat memicu pelebaran pembuluh darah balik di daerah itu.
4. Tekanan tinggi di sekitar perut.
Gambar 2. Skematik Organ Reproduksi Pria dengan Varikokel

III.2 Epidemiologi
Meskipun dianggap sebagai lesi kongenital, varikokel jarang didiagnosis sebelum usia
sekolah, frekuensi dan keparahan bervariasi pada usia, metode diagnosis. Data penduduk dari
kelompok besar anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa mayoritas muncul setelah usia 10
tahun dan risiko meningkat dengan pengembangan melalui masa pubertas, mencapai puncak
pada Tanner tahap 3 (Kumanov et al, 2008). Tingkat prevalensi klinis didiagnosis varikokel
pada populasi ini sekitar 8% sampai 16%, mirip dengan yang dilaporkan untuk populasi
orang dewasa. Antara studi (Niedzielski et al, 1997; Skoog et al, 1997; Akbay et al, 2000;
Stavropoulos et al, 2002; Kumanov et al, 2008; ZAMPIERI dan Cervellione, 2008) berkisar
dari 3% menjadi 43%.
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil dibanding pada pria fertil.
Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah pubertas dan prevalensi pada pria dewasa sekitar
11-15%. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri; varikokel bisa
bilateral hingga 20% kasus, meskipun dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel
unilateral sebelah kanan sangat jarang terjadi.
Varikokel pada remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel biasanya
terdiagnosis pada 20-40% pria infertil. Insidensi varikokel yang teraba diperkirakan 15% pada
populasi umum pria dan 21-39% pria subfertil. Meskipun varikokel pernah dilaporkan pada
pria sebelum remaja, varikokel jarang pada kelompok usia ini. Pada suatu penelitian oleh
Oster 1971) pada 1072 anak sekolah laki laki di Denmark, tidak ditemui adanya varikokel
pada 188 anak laki laki yang berusia antara 6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel pada anak
yang lebih tua (usia 10 25 tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu rerata
16,3%.
Meskipun hampir semua penderita varikokel dilaporkan satu sisi, beberapa studi
terakhir ini melaporkan kejadian bilateral 7% sampai 10% dan Evaluasi berbasis Color
Doppler ultrasonografi (CDUS) diidentifikasi tambahan subklinis varikokel kiri atau bilateral
di 7% sampai 17% dari kasus remaja (Akbay et al, 2000; Pfeiffer et al, 2006; Cervellione et
al, 2008). Perbaikan pada varikokel bilateral yang teraba (terutama kelas 1) dilakukan pada
sepertiga dari populasi laki-laki usia 10 sampai 24 laki-laki-tahun di baru-baru ini (DeCastro
et al, 2009), menunjukkan bahwa varikokel sisi kanan lebih umum diemukan pada remaja
dibandingkan pada studi sebelumnya.
Pada orang dewasa, varikokel bilateral dilaporkan di 15% sampai 50% kasus (Zini
dan Boman, 2009). Penyebab penampilan dan progresivitas keparahan varikokel pada anak
dan remaja belum jelas, tapi dilaporkan memiliki kecenderungan genetik, habitus tubuh, dan
atau kelainan vena intrinsik. Faktor genetik kemungkinan berkontribusi terhadap risiko, tetapi
belum secara pasti berpengaruh pada tingkat keparahan dari varikokel. Risiko varikokel di
keluarga tingkat pertama sekitar 4-8 kali risiko pada pria subur yang menjalani vasektomi
atau donor ginjal laki-laki dan khususnya tinggi dalam saudara kandung laki-laki (Raman et
al, 2005; Mokhtari et al, 2008). Studi yang menggunakan CDUS menunjukkan bahwa risiko
pengembangan varikokel pada masa remaja mungkin terkait dengan prevalensi terus menerus
atau spontan menentang Valsalva yang menginduksi refluks vena spermatika (Pfeiffer et al,
2006; Cervellione et al, 2008; ZAMPIERI dan Cervellione, 2008).

III.3 Etiologi
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks renospermatik,
insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks ileospermatik, neoplastik, atau penyakit
retroperitoneal lainnya, sindrom malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio
inguinal dan skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular
ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular merupakan
suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas. Varikokel intratestikular
biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular
ipsilateral.

III.4 Patofisiologi
Terdapat tiga teori untuk menjelaskan terjadinya varikokel. Teori pertama
menyatakan, masuknya vena testikular kiri ke vena renalis kiri dengan sudut yang tajam.
Akibatnya terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang kemudian berpengaruh pada plexus
pampiniformis (Miyaoka & Esteves , 2012). Teori kedua mengatakan adanya pengaruh tidak
kompetennya katup vena yang menyebabkan aliran retrograde dan dilatasi vena. Teori ini
telah didukung oleh venografik dan studi Color Doppler. Berdasarkan hal ini katup yang
tidak kompeten terjadi pada atau di bawah vena komunikan yang meliputi vena spermatika
interna, vena kremaster dan vena pudendal eksternal. Terdapat dua subtipe patofisiologis
yaitu tipe shunt dan tipe stop.

Gambar 3 Anatomi dan Tipe Varikokel (a) Varikokel tipe shunt (b) varikokel tipe
stop (Mohseni, et al., 2011)
Ketika katup yang tidak kompeten terletak hanya di atas vena yang komunikan, akan
terjadi varikokel jenis stop yang merupakan 14% dari semua varikokel. Varikokel tipe stop
ditandai dengan aliran retrograde dari vena spermatika interna menuju ke pleksus
pampiniformis. Tidak ada darah aliran vena orthograde dan tampak refluks menuju vena yang
komunikan karena masih adanya katup bagian distal dan secara fungsional masih kompeten.
Ligasi secara pembedahan dari varikokel tipe stop akan memperbaiki kondisi varikokel dengan
offsetting refluk yang dihasilkan oleh katub yang tidak kompeten terhadap katup vena yang
normal. Sebaliknya ketika katup vena yang tidak kompeten terdapat di bawah vena yang
komunikan, varikokel tipe shunt akan terjadi, yang merupakan 86% dari semua varikokel.
Varikokel tipe shunt ditandai dengan aliran darah retrograde baik dari vena spermatika
internal ke pleksus pampiniformis dan refluk orthograde menuju ke vena yang komunikan
(vasal dan vena kremaster).
Ligasi dengan pembedahan pada varikokel tipe shunt kurang efektif karena katup
yang tidak kompeten terdistribusikan secara luas. Suatu studi prospektif terkontrol
melibatkan 74 anak-anak dan remaja dengan varikokel tipe shunt dikaitkan dengan risiko
yang lebih besar terjadinya hipotrofi testis dibandingkan varikokel tipe stop. Selain itu
angka kekambuhan yang lebih tinggi pada varikokel tipe shunt yang dioperasi dengan
teknik retroperitoneal dibandingkan dengan teknik inguinal. (Mohseni, et al., 2011)
Teori ketiga mengatakan adanya efek pemecah kacang (The nutcracker
phenomenon) di mana terjadinya kompresi vena renalis kiri antara arteri mesenterika
superior dan aorta abdominal akan menghambat sebagian aliran darah melalui vena
testikularis kiri sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam plexus
pampiniformis (Gat, et al., 2010). Nutcracker phenomenon akan membuat meningkatnya
gradien tekanan renocaval dan menurunkan refluks vena spermatika interna sehingga
pengembangan jalur vena yang komunikan. Bukti yang mendukung teori ini disampaikan
pada studi studi hemodinamik pada orang dewasa dan anak-anak dengan varikokel. Pada
orang dewasa terdapat hubungan antara gradien tekanan renocaval dan refluk
renospermatika refluks, dalam hal ini juga menunjukkan bahwa keparahan kompresi vena
renalis sisi kiri dalam posisi tegak, menentukan kecepatan aliran retrograde dalam vena
spermatika kiri dan ukuran varikokel.
Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan ketidakmampuan vena
spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna merupakan mekanisme pada
perkembangan varikokel. Varikokel ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum
terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat orchitis,
infertilitas, pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel intratestikular merupakan suatu
keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena intratestikular.
Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alasan berikut ini:
(a) vena testikular kiri lebih panjang; (b) vena testikular sinistra memasuki vena renal sinistra
pada suatu right angle; (c) arteri testikular sinistra pada beberapa pria melengkung diatas
vena renal sinistra, dan menekan vena renal sinistra; dan (d) distensi colon descendens karena
feses dapat mengkompresi vena testicular sinistra.

III.5 Manifestasi Klinis


Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan,
namun yang lebih penting, suatu varikokel dipertimbangkan menjadi suatu penyebab
potensial infertilitas pria. Hubungan varikokel dengan fertilitas menjadi kontroversi, namun
telah dilaporkan peningkatan fertilitas dan kualitas sperma setelah terapi, termasuk terapi
oklusif pada varikokel. Varikokel pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis
khususnya diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang kadang pasien akan datang karena
adanya massa skrotum atau rasa tak nyaman di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah
berdiri sepanjang hari.
Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan asimptomatik, dengan
nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas dengan perjalanan subklinis. Secara klinis
varikokel intratestikular kebanyakan hadir dengan gejala seperti varikokel ekstratestikuler,
meskipun sering varikokel intratestikuler tidak berhubungan dengan varikokel
ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular
adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan
berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah
dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan epididimorchitis (11%).

III.6 Diagnosis
Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam posisi
berdiri. Refluks vena dapat dievaluasi dengan cara manuver valsava. Pemeriksaan radiologi
yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI dan angiografi.
Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama dalam mendeteksi varikokel.
Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama Color Doppler menjadi metode pemeriksaan paling
terpecaya dan berguna dalam mendiagnosis varikokel subklinis. Gambaran varikokel pada
ultrasonografi tampak sebagai stuktur serpiginosa predominan echo free dengan ukuran
diameter lebih dari 2 mm. Pada CT scan dapat menunjukkan gambaran vena – vena
serpiginosa berdilatasi menyangat. Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari
dilatasi, serpiginosa pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan caput epididimis.
Spermatic canal melebar, dan intrascrotal spermatic cord atau pleksus pampiniformis
prominen. Spermatic cord memiliki intensitas signal heterogen. Spermatic cord memuat
struktur serpiginosa dengan intensitas signal tinggi. Peranan MRI dalam diagnosis varikokel
belum terbukti karena tidak cukupnya jumlah pasien yang telah diperiksa dengan MRI.
Venografi dapat menunjukkan dilatasi vena testikular, dapat menunjukkan aliran retrograde
bahan kontras ke arah skrotum.
Sebagian besar varikokel digambarkan sebagai primer atau idiopatik dan diperkirakan
terjadi karena kelainan perkembangan katup dan / atau vena. Varikokel primer jauh lebih
mungkin pada sebelah kiri, dimana setidaknya dijumpai 95%. Sebagian kecil terjadi akibat
tidak langsung dari suatu lesi yang mengkompresi atau mengoklusi vena testikular. Varikokel
sekunder akibat dari peningkatan tekanan pada vena spermatik yang ditimbulkan oleh proses
penyakit seperti hidronefrosis, sirosis, atau tumor abdominal.
Varikokel klinis didefinisikan sebagai pembesaran pleksus pampiniformis yang dapat
diraba, dimana dapat dibagi menjadi derajat 1, 2, 3 menurut klasifikasi Dubin and Amelar.
Varikokel subklinis didefinisikan sebagai refluks melalui vena spermatika interna, tanpa
distensi yang dapat teraba dari pleksus pampiniformis. Dubin and Amelar menemukan suatu
sistem penilaian yang berguna untuk varikokel yang dapat teraba. derajat 1: varikokel dapat
diraba hanya pada waktu manuver valsava; derajat 2: varikokel dapat diraba tanpa manuver
valsava; derajat 3: varikokel tampak pada pemeriksaan sebelum palpasi.
Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia, asthenozoospermia dapat
disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965) pertama kali mengemukakan trias oligospermia,
penurunan motilitas sperma, dan peningkatan persentase sel-sel sperma immatur merupakan
karakteristik semen yang khas pada pria infertil dengan varikokel. Koreksi varikokel sering
menghasilkan peningkatan kualitas semen, beberapa penelitian menghubungkan ukuran
dengan efektivitas tatalaksana pembedahan varikokel.
Meskipun program skrining ada di beberapa komunitas, mayoritas varikokel pada
anak-anak dan remaja diidentifikasi secara kebetulan oleh praktisi perawatan primer dan
kurang umum karena keluhan pasien secara umum berupa ketidaknyamanan atau
pembengkakan skrotum. Nyeri dilaporkan dalam 2% sampai 11% kasus (ZAMPIERI et al,
2008a) dan mungkin lebih umum ditemukan di beberapa wilayah geografis. Di kasus yang
jarang terjadi, varikokel didiagnosis setelah pecah karena olahraga tertentu atau trauma
lainnya.
Pasien diperiksa di ruangan yang hangat posisi terlentang dan berdiri. Skrotum
diamati apakah terlihat bengkak, dan korda spermatika yang teraba saat istirahat dan selama
manuver Valsalva. Sistem penilaian standar yang digunakan untuk varikokel adalah kelas 1,
teraba hanya dengan Valsava; kelas 2, mudah teraba tetapi tidak terlihat, dan kelas 3, mudah
terlihat. Sebuah varikokel besar harus didekompresi dalam posisi terlentang; Kegagalan
untuk dekompresi, terutama di sisi kanan, adalah temuan yang sangat langka tapi perlu
evaluasi untuk massa abdomen (Roy et al, 1989). Kelas 0 (subklinis) varikokel yang
divisualisasikan oleh CDUS tetapi tidak dapat dipalpasi.
Seperti disebutkan sebelumnya, penggunaan CDUS untuk mendiagnosa varikokel
meningkatkan prevalensi penyakit dalam populasi tertentu karena varikokel subklinis dapat
diidentifikasi. Pada orang dewasa, varikokel sisi kanan subklinis didiagnosis sekitar 10 kali
lebih sering ketika termografi (pengukuran suhu skrotum), CDUS, atau venography
digunakan sebagai dibandingkan dengan pemeriksaan fisik saja (Gat et al, 2004). Namun,
kontroversi yang signifikan bahkan di populasi orang dewasa subur mengenai kebutuhan
untuk mendiagnosa dan mengobati varikokel yang tidak dapat dipalpasi.
Kriteria yang sesuai untuk diagnosis varikokel menggunakan CDUS besifat
kontroversial pada orang dewasa, dan pengalaman dengan penggunaan ini terbatas di
populasi anak dan remaja. Seperti diulas oleh Lee dan rekan (2008), standar yang digunakan
untuk diameter vena spermatika (biasanya > 3 mm) dan adanya aliran retrograde bervariasi
pada studi terhadap orang dewasa, meskipun akurasi diagnostik dapat ditingkatkan dengan
menggunakan kriteria kombinasi. Dalam sebuah studi terhadap 625 anak laki-laki dengan
varikokel dan 50 kontrol normal oleh Niedzielski dan rekan (1997) diukur diameter vena
spermatika dalam posisi berdiri dan refluks vena dengan maneuver Valsava. Menggunakan 2
mm sebagai batas atas diameter vena spermatika normal berdasarkan temuan di yang normal
anak laki-laki, para peneliti tersebut diperoleh pengukuran normal dalam 95%, 70%, dan 4%
dari anak laki-laki dengan nilai 1, 2, dan 3 varikokel.
Dalam studi aliran darah vena spermatika, refluks diidentifikasi dalam dua pertiga
anak laki-laki dengan varikokel grade 2 atau 3 dan kecepatan aliran diukur dalam posisi
berdiri berkorelasi dengan kelas varikokel dan motilitas sperma (Niedzielski et al, 1997).
Kozakowski dan rekan kerja (2009) mengukur puncak arus vena spermatika retrograde
dengan Valsava manuver dan mencatat bahwa tingkat aliran tinggi (> 38 cm / sec) yang
sangat terkait dengan volume testis asimetris. Pentingnya data ini tidak jelas karena manfaat
pengukuran aliran vena dari sperma pada remaja akan membutuhkan standardisasi dan
korelasi calon dengan hasil fungsional.
Ukuran testis dan konsistensi harus didokumentasikan di pemeriksaan awal dan pada
interval selama masa tindak lanjut. Meskipun analisis volume testis bilateral penting, tidak
ada konsensus mengenai metode yang tepat untuk analisis. Pilihan meliputi kaliper untuk
mengukur panjang testis, lebar, dan kedalaman atau salah satu dari dua umum orchidometers
digunakan. Penempatan ultrasonic kaliper elektronik dalam tiga dimensi dapat digunakan
dengan volume dihitung dengan salah satu dari beberapa rumus, yang paling umum menjadi
rumus Lambert, 0,71 (panjang × lebar × kedalaman) atau volume ellipsoid rotasi, 0,52
(panjang × lebar × kedalaman) atau 0,52 (panjang × depth2). Costabile dan rekan (1992)
dilakukan pengukuran buta dari model volume diketahui menggunakan ultrasonografi dan
rumus ellipsoid rotasi dan menunjukkan keseluruhan standar deviasi 1,6 mL tapi kurang
variasi untuk volume kurang dari 10 mL. Studi menilai akurasi relatif pengukuran diperoleh
dengan menggunakan ultrasonografi dan orchidometers di anak-anak dan remaja
menunjukkan bahwa semua teknik sementara yang handal, ultrasonografi lebih sensitif dalam
menentukan perbedaan dalam ukuran antara kiri dan kanan testis (Costabile et al, 1992;
Chipkevitch et al, 1996; Berlian et al, 2000). Karena orchidometer memperkirakan volume
yang secara rutin lebih besar daripada yang ditentukan menggunakan ultrasound dan rumus
ellipsoid rotasi, perhitungan volume diferensial menggunakan rumus berikut kemungkinan
akan menghasilkan volume diferensial lebih besar ketika ultrasonografi digunakan. Namun,
berdasarkan penelitian dari 6- 13-mL anjing testis, pengukuran ultrasound dan rumus
Lambert memberikan kebanyakan perkiraan volume testis akurat dan tepat (Paltiel et al,
2002).

III.7 Diagnosis Banding


Beberapa kelainan yang pada pemeriksaan ultrasonografi memberikan gambaran
mirip denga gambaran varikokel dan menjadi diagnosis banding yaitu spermatokel dan
ektasia tubular. Spermatokel merupakan suatu lesi kistik jinak yang berisi sperma.
Spermatokel umunya ditemukan pada kaput epididimis. Spermatokel banyak ditemukan
secara kebetulan pada saat skrining ultrasonografi pada pasien usia pertengahan sampai usia
tua. Ukuran spermatokel dapat bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa
sentimeter. Sebagian besar spermatokel tidak menyebabkan gejala, dan pasien bisa datang
dengan teraba massa lunak pada bagian dalam skrotum. Pada beberapa kasus, dapat juga
terdapat rasa tak nyaman karena efek massa. Etiologi spermatokel masih belum jelas.
Sebagian besar penulis mengarahkan bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan asal
mula dari kelainan ini.

III.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis, jumlah
sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah, suatu varikokel dapat membuat
temperatur lokal terlalu tinggi, mempengaruhi pembentukan dan motilitas sperma.27 Terdapat
bukti yang baik dimana lamanya varikokel menyebabkan efek merugikan yang progresif pada
testis. Chehval dan Porcell (1992) melakukan analisis semen pada 13 pria dengan varikokel
dan kemudian mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9 sampai 96 bulan kemudian.
Hasilnya menunjukkan suatu kemerosotan pada follow up analisis semen mereka.
Potensi komplikasi dari tatalaksana varikokel jarang terjadi dan komplikasi biasanya
ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti
infeksi luka, hidrokel, varikokel berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi
komplikasi dari insisi inguinal karena tatalaksana varikokel mencakup mati rasa skrotal dan
nyeri berkepanjangan.

III.9 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya dikoreksi karena: 1)
pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan patologis; 2) pembedahan meningkatkan
sebagian besar parameter semen; 3) pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4)
resiko terapi kecil. Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika: 1) Varikokel secara klinis
teraba; 2) pasangan dengan infertilitas; 3) istri fertil atau telah dikoreksi infertilitasnya; 4)
paling tidak satu parameter semen abnormal.
Keputusan penatalaksanaan sebaiknya terutama berdasarkan pada apakah varikokel
simptomatik atau berhubungan dengan subfertilitas, dan pilihan yaitu antara terapi
pembedahan dan terapi radiologi. Dimana tersedia seorang ahli radiologi terlatih, embolisasi
perkutaneus harus menjadi penatalaksanaan lini pertama, dengan pembedahan dilakukan pada
sebagian kecil pasien yang gagal dengan kateterisasi.
Pada pembedahan terdapat tiga tehnik yang umum dilakukan. Ketiga tehnik tersebut
yaitu ligasi sub-inguinal, ligasi inguinal dan ligasi retroperitoneal. Ligasi varikokel
laparoskopi belum membuktikan superior terhadap operasi pembedahandan mungkin
berhubungan dengan komplikasi yang serius. Varikokel intratestikular berhasil diterapi
dengan skleroterapi perkutaneus.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis dengan varikokel berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya keluhan benjolan pada kantong
zakar kiri sejak 6 bulan yang lalu di sertai rasa nyeri, awalnya benjolan dirasa kecil makin
lama makin membesar. Pasien mengeluh benjolan semakin membesar disertai rasa nyeri saat
tersentuh. Keluhan kantong zakar terasa berat terutama saat posisi berdiri. Warna benjolan
tidak pernah memerah (sesuai warna kulit). Keluhan sering mengangkat beban berat
disangkal, BAB tidak lancar disangkal, BAK tidak lancar disangkal, Buang gas tidak lancar
disangkal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yaitu mengeluh adanya benjolan di atas testis
yang terasa nyeri. Seringkali, ada rasa sakit, kusam menyeret menyertai kondisi ini. Varikokel
juga dapat menyebabkan keluhan testis terasa berat, dan ini terjadi akibat tekanan meninggi
di dalam vena testis yang tidak berkatup dari muara di vena kava inferior atau vena renalis
sampai di testis. Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya rasa sakit yang tumpul
atau rasa berat pada sisi dimana varikokel terdapat, hal tersebut biasanya muncul pada saat
setelah berolah raga berat atau setelah berdiri cukup lama dan jika pasien berada dalam posisi
tidur rasa berat dan tumpul tersebut menghilang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis.
Pada pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu badan 37,0 ᴼC. Pada inspeksi Regio scrotalis sinistra tampak massa (pembuluh
darah) melingkar, pada palpasi teraba benjolan pada kantong zakar kiri dengan ukuran ± 3x2
cm, permukaan tidak rata, mobile, nyeri (+), konsistensi kenyal lunak. Yang mana sesuai
dengan kepustakann yaitu peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba
sebagai struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang memberikan kesan
terlihat dan teraba seperti kumpulan cacing. Permukaan testis normal licin tanpa tonjolan
dengan konsistensi elastis. Tekanan pada testis dirasakan oleh setiap orang yang diperiksa
sebagai sensasi yang khas yang menentukan struktur organ testis. Epididimitis atau
kebengkakan epidedimis lain, hidrokel, atau tumor testis tidak memberikan sensasi khas itu.
Secara khas gambarannya mirip dengan kantong yang penuh cacing pada skrotum.
Keadaan akut varikokel pada penderita berusia di atas 40 tahun mungkin berhubungan
dengan invasi dari tumor ginjal, namun pada pasien ini dengan umur 21 tahun, kemungkinan
tersebut disingkirkan.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver
valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan
seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:
1. Derajat I : adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan
manuver valsava.
2. Derajat II : adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver
valsava.
3. Derajat III : adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa
melakukan manuver valsava.
Pada pasien ditemukan varikokel tanpa harus melakukan manuver valsafa, sesuai dengan
pembagian tingkatan pada varikokel secara klinis, maka dikategorikan varikokel derajat II.
Pada pemeriksaan penunjang pasien ini yaitu lab lengkap dalam batas normal. Juga
dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil Varikokel sinistra6,7,8
Pada terapi pasien ini terbagi dua, yaitu konservatif dan intervensi bedah :
varikokelektomi. Konservatif dengan medikamentosa yaitu, Antibiotik dan analgetik, serta
dilakukan intervensi pembedahan. Sesuai kepustakaan yaitu Indikasi pembedahan, antara
lain:
1. Kualitas sperma yang terganggu;
2. Nyeri yang menganggu;
3. Indikasi kosmetik;
4. Kegagalan testis untuk tumbuh (pada pasien muda).
Pada pasien ini didapatkan 3 kriteria yang memenuhi yaitu poin 1,2,dan 3. Berdasarkan hal
tersebut, maka dilakukan tindakan intervensi pembedahan: Varikokelektomi. Tujuan utama
terapi pembedahan pada varikokel adalah untuk mencegah komplikasi dari penyakit ini yaitu
infertilitas. Setelah pembedahan diharapkan terjadi perbaikan dari analisis sperma dengan
memperhatikan kualitas dan kuantitas dari sperma.

KESIMPULAN

Varikokel merupakan suatu kelainan dilatasi dari vena pada pleksus pampiniformis.
Varikokel dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria. Varikokel
ekstratestikular merupakan kelainan yang umum terjadi, sebaliknya varikokel intratestikular
merupakan kelainan yang jarang.
Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Ultrasonografi dan
terutama sekali Color Doppler tampil menjadi metode paling terpercaya dan praktis untuk
mendiagnosis varikokel. Diagnosis varikokel secara tepat dan cepat sangat penting, dimana
pada sebagian besar kasus dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat menghasilkan
peningkatan kualitas semen.
Gambaran ultrasonografi varikokel terdiri dari struktur tubular, anekhoik (‘lingkaran
cacing’), multipel, turtuos, ukuran diameter lebih dari 2 mm yang biasanya paling baik
tampak pada superior dan / lateral testis, manuver valsava positif. Gambaran sonografi
varikokel intratestikuler yaitu struktur yang menyebar dari mediastinum testis ke parenkhim
testikuler. Sistem penilaian CDU pada diagnosis varikokel mencakup diameter vena
maksimum, pleksus / jumlah diameter vena, dan perubahan kecepatan aliran pada manuver
valsava. Sedangkan gambaran ultrasonografi spermatokel dan ektasia tubular menjadi
diagnosis banding gambaran varikokel. Gambaran yang dapat dibedakan dengan varikokel
diantaranya pada spermatokel berdinding tipis, pada kaput epididimis, kadang dengan septasi,
dapat hiperekhoik dan tampak solid, USG color doppler tampak tanda ‘turun salju’, dan pada
ektasia tubular yaitu struktur avaskular pada mediastinum, sering bilateral dan asimetris,
adanya kista epididimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung Seto:2007.


2. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC:2000.
3. Sandlow., J., 2004. Pathogenesis and Treatment of Varikokel. USA, Medical College
of Wisconsin.
4. Putih, W.M., and Residen, C. 2009. Varikokel. Emedicine.
5. Chan, P., and Goldstein., M., 2004. Reproductive Medicine Secrets. Philadelphia, The
Curtis Center Independence Square West.
6. Manning and Delp. Major Diagnosis Fisik. Edisi IX. EGC:1996.
7. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC:2005.
8. Darius A. Paduch., Steven J. Skoog. : Diagnosis, Evaluation and Treatment of
Adolescent Varikokel. Division of Urology and Renal Transplantation Oregon Health
Sciences University, Portland, OR.
9. S.C. Basu. : Hand Book of Surgery Including Instruments, Bandaging, Surgical
Problems, Specimens And Operative Surgery. Currents Books International. 1987.
Page. 280, 281, 292.
10. Wein AJ. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Soundera; 2012.
24

Anda mungkin juga menyukai