Anda di halaman 1dari 12

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP TINDAK KORUPSI

PARA AKTOR POLITIK

I. Latar Belakang
Akhir-akhir ini masalah korupsi di Indonesia sedang hangat-hangatnya dibicarakan
publik, terutama dalam media sosial. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang
masalah korupsi. Pada dasarnya ada yang pro dan kontra, namun bagaimanapun korupsi
sangat merugikan dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa Indonesia. Korupsi
dapat dikatakan sebagai benalu sosial yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi
penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Fenomena korupsi di Negeri Indonesia sudah sangat biasa, hal ini sudah menjerat
dan meningkat seluruh sisi di kehidupan masyarakat, semua tindakan korupsi sudah tidak
lagi menjadi tabu dan menjadi kegiatan yang lazim dalam kehidupan masyarakat, seolah-
olah kebenaran agama dan nilai fitrah manusia sudah menjadi buta dengan cara berpikir
struktur yang bersifat ke kolektifan kebenaran bersama golongan yang memiliki sebuah
kekuatan untuk menahan dan menghentikan pergerakan kebenaran.
Korupsi adalah realitas tindakan penyimpangan norma sosial dan hukum yang tidak
dikehendaki masyarakat dan diancam sanksi oleh negara. Korupsi sebagai bentuk
penyalahgunaan kedudukan (jabatan), kekuasaan, kesempatan untuk memenuhi kepentingan
diri sendiri dan kelompoknya yang melawan kepentingan masyarakat.
Korupsi sudah berlangsung lama yaitu sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma
sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara termasuk
negara-negara maju. Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha
pembangunan yang diinginkan, akan tetapi proses birokrasi relatif lambat, sehingga setiap
orang atau badan menginginkan proses dengan cara jalan pintas supaya lebih cepat dengan
memberikan imbalan-imbalan memberikan uang pelicin atau uang suap. Hal tersebut akan
terus menerus terjadi sepanjang tidak ada kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga
muncul-muncullah golongan orang kaya baru yang memperkaya dirinya sendiri. Supaya
tercapainya tujuan pembangunan nasional maka tindakan korupsi harus diberantas.
Sejarah korupsi memang setua usia manusia, ketika manusia mengenal relasi sosial
berbasis uang atau barang maka pada saat itulah sudah terjadinya yang disebut korupsi.
Hanya saja kadar korupsinya masih sangat sederhana. Namun dengan berkembangnya
zaman dan meningkatnya kemampuan manusia maka cara-cara untuk melakukan korupsi
juga sangat variatif tergantung kepada bagaimana manusia melakukan korupsi tersebut,

DERA FAUZIYAH MHB 42 1


sehingga semakin canggih manusia merumuskan rekayasa kehidupan, maka semakin
canggih pula pola dan model korupsi yang dilakukannya.
Di Indonesia sendiri kasus korupsi banyak terjadi dikalangan para pejabat publik,
yang seharusnya mereka menjadi contoh perilaku yang baik terhadap masyarakat, kasus
korupsi yang masih hangat terjadi pada aktor politik yang dilakukan oleh ketua umum Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) yaitu Romahurmuziy tersangka kasus dugaan suap jabatan
Kementerian Agama pada tanggal 15 Maret 2019. Selain kasus tersebut ada beberapa kasus
yang mendapat porsi blow up lebih banyak dari beberapa media, yaitu Walikota Semarang
ditetapkan KPK sebagai terdakwa atas korupsi dari RAPBD kota semarang pada tanggal 08
Desember 2011, Nunun dan Moranda Gulton secara dramatis ditanggap setelah menjadi
buron interpol atas dakwaan kasus penyuapan dalam pemilihan deputi senior Bank Indonesia
yang merugikan negara hingga triliunan rupiah pada tanggal 11 Desember 2011, kemudian
kasus Gayus Tambunan yaitu sebagai aktor utama penggelapan hasil pajak yang merugikan
negara hingga triliunan rupiah pada tanggal 14 Desember 2011. Penangkapan Bupati Bekasi
oleh KPK tempo hari terkait dengan perijinan Meikarta juga merupakan contoh mega
korupsi politik, pada tanggal 15 Oktober 2018. Proses perijinan pembangunan kawasan
industri, hiburan, perkantoran dan pemukiman di Meikarta sarat dengan kepentingan.
Dimana kebijakan yang diberikan oleh Bupati sangat subjektif dan sarat dengan kepentingan
uang.
Banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh aktor politik sangat meresahkan
masyarakat, dan merugikan negara. Saat ini, masyarakat sudah demikian skeptis dan
bersikap sinis terhadap setiap usaha pemberantasan kasus-kasus korupsi yang dilakukan
pemerintah. Kenyataan dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini
menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi, terutama dalam
mengadili koruptor kelas kakap dibandingkan dengan koruptor kelas teri. Kegagalan
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat pada strata rendah selalu menjadi korban dari
ketidakadilan dalam setiap tindakan hukum terhadap kasus korupsi. Dengan demikian
penulisan ini akan membahas mengenai pandanagan masyarakat terhadap tindak korupsi
yang dilakukan oleh aktor politik.

II. Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan tindak korupsi?

DERA FAUZIYAH MHB 42 2


2. Bagaimana tanggapan masyarakat terkait adanya tindakan korupsi oleh aktor politik di
Indonesia?
III. Pembahasan
A. Tindak Korupsi
1. Definisi Korupsi
Sebelum menelaah lebih lanjut mengenai perilaku korupsi sendiri perlu
diketahuia apa yang dimaksud dengan korupsi. Korupsi berasal dari kata asing yaitu
corrupt yang merupakaan paduan dari dua kata dalam bahasa latin yaitu com
(bersama-sama) dan rumpere (pecah/jebol). Pengertian bersama-sama mengarah pada
suatu bentuk kerjasama atau suatu perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang
kekuasaan.1 Konotasi bersama-bersama bisa dimaksudkan lebih dari 1 orang atau
dapat pula dilakukan oleh satu orang yang memiliki kekuatan untuk menggerakan
orang lain, tentunya kekuatan atau kekuasaan yang dimaksud adalah untuk kepenting
diri sendiri. Kemudian maksud dari kata rumpere (pecah/jebol) merujuk pada pengerti
dampak atau akibat dari perbuatan korupsi, artinya tindakan korupsi dapat
mengakibatkan kehancuran atau kerugian yang sangat besar.
Menurut Seokanto korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, yang dapat merugikan
kepentingan umum dan negara.2 Jadi tindakan korupsi meruapak suatu gejala yaitu
salah pakai dan salah urus kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap
sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-
kekuatan formal untuk memperkaya diri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 yang di ubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, korupsi
merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain
(perseorangan atau sebuah instansi/koporasi) yang secara langsung maupun tidak
langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara dari segi materiil, perbuatan
tersebut di pandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan
masyarakat. Dalam pengertian lain oleh KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) yang
dimaksud korupsi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu atau
kelompok yang melakukan tindakan memperkaya diri, korporasi dan melanggar
hukum sehingga merugikan negara.

1
Rida Pasaribu : Sosiologi Korupsi, di akses pada tanggal 25 April 2019 dari https://ridahelfridapasaribu.
wordpress.com/2015/06/15/sosiologi-korupsi/
2
Seokanto, Soerjono, 1981, Patalogi Sosial Jilid 1. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.80

DERA FAUZIYAH MHB 42 3


2. Jenis Korupsi
Menurut Piers Beirne and James Messerschmidt, menyatakan bahwa ada
empat jenis atau tipe tindakan korupsi yang sangat erat dengan kekuasaan, yaitu:
a) Political beribery
Kekuasaan di bidang legislatif sebagai badan pembentuk Undang-Undang, yang
secara politis badan tersebut dikendalikan oleh suatu kepentingan karena dan yang
dikeluarkan pada masa pemilihan umum sering berhubungan dengan aktivitas
perusahaan tertentu yang bertindak sebagai penyandang dana.
b) Political kickback
Kegiatan korupsi yang berkaitan dengan sistem kontrak pekerja borongan, antara
pejabat pelaksana atau pejabat terkait dengan perusahaan, yang memberikan
kesempatan atau peluang untuk mendapat banyak uang bagi kedua belah pihak.
c) Elction fruad
Korupsi yang berkaitan langsung dengan kevurangan-kecurangan ke dalam
pemilihan umum, baik yang dilakukan oleh calon penguasa atau anggota parlemen
ataupun oleh lembaga pelaksana pemilihan umum.
d) Corrupt campaign practice
Korupsi yang berkaitan langsung dengan kegiatan kampanye dengan
menggunakan fasilitas negara dan juga bahkan penggunaan uang negara oleh calon
penguasa yang saat ini memegang kekuasaan.
3. Peraturan Perundang-undangan di bidang pemeberantasan korupsi
Usaha pemberantasan korupsi sebenarnya telah dilakukan baik pada masa
Orde lama, Orde Baru, maupun era Reformasi. Berbagai peraturan perundang-
undangan berkaitan dengan usaha pemberantasan korupsi, telah dibuat oleh
pemerintah, baik sendiri maupun bersama-sama dengan DPR. Berikut ini adalah
berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan korupsi :
a) Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas KKN;
b) Undang-undang Nomor : 24/Prp/1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi;
c) Peraturan Penguasa Perang Nomor : Prt/Perpu/013/1958 tanggal 16 April 1958;
d) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;

DERA FAUZIYAH MHB 42 4


e) Undang-undang Nomor : 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas KKN;
f) Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;
g) Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
h) Undang-undang Nomor : 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi;
i) Undang-undang Nomor 07 Tahun 2006 tentang Ratifikasi terhadap Konvensi
Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption);
j) Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 127 Tahun 1999 tentang Komisi Pemeriksa
Kekayaan Pejabat Negara; dll.
Dari berbagai peraturan mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia masih
belum terdapat adanya keadilan bagi masyarakat, karena sejauh ini tindakan korupsi
masih terjadi terus menerus khusunya korupsi yang dilakukan oleh para aktor politik
tidak ada kapoknya untuk melakukan korupsi. Sehingga masyarakat sudah tidak
percaya lagi dengan aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi para politik,
perbuatan korupsi sangat bertentangan dengan nila-nilai atau peraturan yang terdapat
dengan masyarakat, bagi masyarakat peraturan di atas kurang optimal karena sanksi
bagi koruptor kurang setimpal dengan yang telah diperbuat, sehingga nantinya kasus
korupsi terulang kembali.

B. Sosiologi Korupsi
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kehidupan
bersama, dengan demikian sosiologi korupsi mengandung pengertian sebagai ilmu yang
mempelajari perilaku manusia yang mengandung unsur penyimpangan dan
penyalahgunaan. Berikut ini beberapa teori sosiologi terhadap masalah sosial korupsi oleh
para aktor politik, yaitu:
1. Teori Fungsionalisme Struktural
Teori ini mempunyai pandangan bahwa kehidupan sosial berlangsung dalam
keteraturan, keseimbangan, dan keharmonisan. Hal tersebut disebabkan oleh masing-
masing anggotanya mematuhi norma-norma sosial yang disepakati. Fenomena korupsi
dikalangan aktor politik dari sudut pandang teori ini dapat dijelaskan bahwa adanya
ketidakpatuhan pemegang kekuasaan terhadap norma-norma yang mengatur pengguna

DERA FAUZIYAH MHB 42 5


kekuasaan. Korupsi sebagai penyimpangan sosial, dengan demikian merupakan suatu
kondisi masyarakat yang tidak sehat, karena ada bagian sistem yang difungsionalkan
atau tidak berjalan dengan baik dan kemudian sistem hukum yang tidak tegas dalam
penengakan persoalan ini. Korupsi yang dilakukan oleh anggota lapisan sosial tertentu
pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan status sosial atau untuk
mempertahankannya, bentuknya berupa pembelian jabatan, pemanfaatan hubungan
nepotisme atau patron-klien, malalui hubungan kolusi dengan pemegang kekuasaan.
Dalam kasus Romahurmuziy yaitu kasus korupsi berupa pembelian jabatan, hal
tersebut masuk kedalam teori sosiologi terhadap masalah sosial korupsi yaitu teori
fungsionalisme struktural.
2. Teori Interaksionisme Simbolik
Pendekatan teoritis dalam memahami hubungan antara manusia dan masyarakat. Ide
dasar teori ini adalah bahwa tindakan dan interaksi manusia hanya dapat dipahami
melalui pertukaran simbol atau komunikasi yang sarat makna. Dalam pendekatan ini
mencoba memberikan analisa sosiologi korupsi dengan teori interaksi simbolik, yang
menjadi bahan pemikiran pendekatan ini bahwa bagaimana adanya perspektif yang
mengatakan perilaku manusia dalam melihat kesejahteraan hidup individu atau
kelompok terlihat dari simbolik yang dimunculkannya, simbol yang dimunculkan
kerap kali berupa penampilan fisik dan dari simbolik benda-benda.
Perilaku manusia tidak dapat terlepas dari keadaan induvidu sendiri dan
lingkungan sosial yang berada di masyarakat. Selanjutnya ada beberapa teori psikologi
sosial dan teori sosiologi terhadap pemahaman masyarakat terkait tindakan korupsi yang
dilakukan oleh para aktor politik, yaitu:
1. Teori Dorongan (drive theory)
Teori ini berpandangan bahwa oraganisne (masyarakat dan individu) mempunyai
dorongan-dorongan (drive) tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan individu yang mendorong terbentuknya
perilaku. Apabila masyarakat dan individu timbul kebutuhan yang baru, maka
kebutuhan tersebut bisa mendorong timbulnya ketegangan dalam hubungan sosial di
masyarakat, dan apabila kebutuhan tersebut terpenuhi maka terjadi pengurangan atau
reduksi terhadap faktor dorongan yang menimbulkan ketegangan.3
2. Teori Insentif

3
Walgito, Bimo, 2003, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), CV. Andi Offest, Yogyakarta, hlm.17-18.

DERA FAUZIYAH MHB 42 6


Teori ini berpendapat bahwa perilaku individu dan masyarakat terjadi karena ada
insentif yang modorong masyarakat berbuat dan berperilaku tertentu. Insentif bersifat
positif dan negatif, yang psitif mendorong individu dan masyarakat merespon dengan
perilaku, sedangkan yang negatif menghambat individu dan masyarakat berperilaku.4

C. Tanggapan Masyarakat Terhadap Tindakan Korupsi Para Aktor Politik

Secara umum pengetahuan masyarakat tentang korupsi yang berkembang saat ini
bersumber dari jalur media massa dan media sosial. Mneurut Shadily yang dimaksud dengan
masyarakat ialah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia, yang atau
dengan sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.5
Sedangkan menuurt Suparto masyarakat terdiri atas kelompok besar manusia yang relatif
permanen, berinteraksi yang permanen.6

Setiap masyarakat pada dasarnya memiliki ciri-ciri tertentu, hal ini menyebabkan
mereka mudah untuk dikenal. Menurut Hendropuspito ciri-ciri masyarakat diantaranya yaitu
memiliki wilayah dan batasan yang hjelas, merupakan satu kesatuan penduduk, terdiri atas
kelompok-kelompok fungsional yang heterogen, dan mengemban fungsi umum.7 Sikap
masyarakat terhadap merabaknya tindak korupsi dikalangan aktor politik gambaran yang
positif, artinya mereka cenderung tidak setuju terhadap pemberian sanksi hukum yang ringan
pada koruptor, menolak sumbangan sosial yang berasal dari perbuatan koruspsi, menolak
membayar masuk (bagi anak) menjadi pegawai negeri, menolak memberi uang (amplop)
untuk mendapatkan perlakuan khusus, dan sebagainya.

Tingkat kesadaran masyarakat cukup tinggi terhadap tindak korupsi yang


umumnya dilakukan oleh pejabat negara, pihak swasta bahkan oleh sebagian warga
masyarakat, dan akalu tidak ditindak tegas dan diberantas secara sistematik korupsi akan
semakin besar dan menghancurkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermsyarakat. 8

Respon masyarakat terhadap usaha pemerintah untuk menanggulangi korupsi juga


cukup besar, hal tersebut terbukti dari respon msyarakat yang beruapa dukungan dan

4
Ibid, hlm.18
5
Shadily, Hasan, 1993, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm.47
6
Suparto, 1987, Sosiologi dan Antropologi SMA Jilid 1, CV. Armico. Bandung, hlm.109
7
Hendropuspito, D, 1989, Sosiologi Sistematika, Kanisius. Yogyakarta, hlm.75
8
RB. Soemanto, Sudarto, Sudarsana, 2014, Pemahaman Masyarakat Tentang Korupsi, Jurnal Sosiologi, Surakarta,
Vol.3.No.1, hlm.84

DERA FAUZIYAH MHB 42 7


tindakan pasrtisipastif terhadap upaya pemerintah untuk menanggulangi tindak korupsi,
namun mereka membutuhkan jaminan perlindungan keselamatan dari pemerintah.

Istilah korupsi bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi kita, hal ini ditunjukkan
dengan banyaknya berbagai fakta kasus korupsi yang terjadi dalam kehidupan kita saat ini.
Pada dasarnya korupsi adalah perbuatan yang menginginkan kekuasaan, harta, jabatan
dengan cara menipu, memanipulasi dan memberikan hadiah tertentu.

Mengenai tanggapan masyarakat terhadap tindak korupsi yang dilakukan oleh para
aktor politik dilakukan dengan cara interview atau wawancara dengan beberapa masyarakat
(informan) untuk memberikan tanggapan terkait korupsi oleh aktor politik. Pada umumnya
setiap informan berpendapat bahwa korupsi sangat merugikan banyak orang, terutama
masyarakat yang tidak mampu, yang mana hak-hak masyarakat kecil telah di ambil oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Menurut Bapak Ginta Rapanca (26 tahun)
korupsi adalah “suatu perbuatan yang tercela, yang mana pelaku korupsi bisa sama
dikatakan sebagai pencuri, karena mereka (koruptor) telah mengambil uang yang bukan
haknya mereka (koruptor), tujuannya hanya untuk memperkaya dirinya sendiri”.9

Terkadang manusia serba ingin instan untuk mencapai tujuannya yaitu


memperbanyak kekeyaan sehingga perbuatannya bertentangan dengan agama dan hukum
demi memuaskan hawa nafsunya. Hal ini sesuai dengan pernayataan dari Ibu Yulistia (35
tahun), ketika ditanya mengenai tanggapan korupsi yang dilakukan oleh Ketua Partai
Persatuan Pembangunan “ saya mengetahui mengenai kasus tersebut melalui media masa
(televisi), hal tersebut sangat mengagetkan publik karena beliau (Romahurmuziy) sedang
ikut proses kampanye tahun 2019 ini, namun wajar-wajar saja karena sebagai manusia
biasa mereka belum memiliki keimanan yang kuat atau pengetahuan agama yang kurang,
sehingga mudah tergoda oleh bujuk rayuan setan dan akhirnya melakukan korupsi.” 10

Penyebab adanya korupsi ini lebih utama kepada pemenuhan kebutuhan hidup.
Walaupun Pelaku sudah mempunyai kekayaan yang melimpah akan tetapi tetap saja sifat
kepentingan dari manusia yang berujung pada sifat rakus seperti binatang yang tetap
merajalela di otak kehidupan manusia. Faktor politik menjadi salah satu penyebab terjadinya
korupsi, karena banyak peristiwa politik yang dipengaruhi oleh Money Politic. Dalam kasus
jual beli jabatan pimpinan tinggi Kementerian Agama termasuk kedalam poltik uang (money

9
Wawancara dengan Ginta Rafanca, Staff Legal PT.IGP Internasional, pada tanggal 27 April 2019.
10
Wawancara dengan Yulistia, Ibu Rumah Tangga, pada tanggal 27 April 2019.

DERA FAUZIYAH MHB 42 8


politic), karena tingkah laku yang negatif karena uang digunakan untuk membeli suatu atau
menyogok para pemilih atau anggota anggota partai politik supaya memenangkan si pemberi
uang.

Untuk memberantas korupsi pemerintah telang mengatur didalam Undang-Undang


No.20 tahun 2001 tentang Pemberantansan Tindak Pidana Korupsi, peraturan ini merupakan
upaya negara dalam memberantas korupsi yang sudah sedemikian hebatnya di Indonesia
kemudian dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan Undang-
Undang No.30 tahun 2002 adalah untuk melengkapi pemberantasa korupsi di Indonesia.
KPK dibentuk dengan maksud untuk menumbuhkan pendayagunaan dan hasil guna sebagai
bentuk upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi senantiasa mengedepankan


kepastian hukum, prinsip keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proporsionalitas. Kepastian Hukum terkait dengan penerapan hukum yang berlaku bagi
pelaku tindak pidana korupsi, prinsip keterbukaan pada KPK sebagai maksud bahwa
pemeriksaan Pelaku Korupsi dilakukan secara transparan dengan tetap mengedepankan
kemandirian tanpa adanya tekanan dari pihak manapun, akuntabilitas adalah keakuratan data
dan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, kepentingan umum merupakan tujuan
pekerjaan KPK mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian, sedangkan
proporsionalitas merupakan perwujudan cara melakukan pekerjaan yang terukur dan terarah.

Pelaku yang terlibat kasus korupsi sudah seharusnya ditindak sesuai dengan tingkat
korupsinya dan harus dihukum dengan seberat-beratnya. Hal yang senada juga dinyatakan
oleh Bapak Nana (60 tahun) bahwa ”pelaku korupsi oleh para pejabat atau aktor politik
harus ditindak karena sangat merugikan. Setidaktidaknya pelaku diberikan sanksi sesuai
dengan tingkat korupsi yang ia lakukan contohnya dengan cara memindahkan jabatan,
pangkatnya ditahan dan apabila korupsinya cukup berat maka langsung dibawa ke
pengadilan dan langsung dihukum mati saja seperti di Cina. Hal itu dilakukan agar praktek
korupi tidak terulangi kembali”.11

Selanjutnya tanggapan dan kesadaran terhadap korupsi yang dilakukan oleh aktor
politik di nyatakan oleh Ibu Lilis (55 tahun) menuturkan “sebaiknya kita sebagai
masyarakat merapatkan barisan untuk berani maju bersama-sama melawan bahaya korupsi

11
Wawancara dengan Nana, Wiraswasta, pada tanggal 28 April 2019.

DERA FAUZIYAH MHB 42 9


dan memberantas aksi-aksi korupsi, dengan kita seperti itu saya Negara kita akan terbebas
dari korupsi dan bisa menjadi Negara makmur dan sejahtera”.12

Masyarakat mengetahui tentang tindak korupsi yang meluas saat ini. Mereka
bersikap kritis terhadap korupsi, karena berpengaruh dan berdampak negatif terhadap usaha
untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Korupsi merugikan masyarakat, dan kondisi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, masyarakat memberikan respon kritis
dan mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi. Mereka bersedia dan berperan
membantu untuk meningkatkan pelaksanaa program pemberantasan korupsi; sebagian besar
di antara mereka ingin berpartisipasi aktif dengan mengharapkan jaminan perlindungan
keamanan dirinya dari pemerintah.

Dari pemaparan diatas dapat diketahui menurut pandangan masyarakat bahwa


tindakan korupsi sangat berbahaya dan menyadari bahwa perbuatan korupsi itu dapat
mengakibatkan terhambatnya pembangunan, merugikan banyak orang dan hilangnya rasa
kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah. Dengan demikian, dapat meningkatkan
kepekaan masyarakat terhadap bahaya korupsi. Yang mana kepekaan ini harus ditanamkan
sejak dini, melalui pembangunan kesadaran di tingkat anak-anak sampai remaja. Yang
nantinya diharapkan bisa memacu masyarakat untuk menolak perbuatan korupsi yang
dilakukan oleh aktor politik.

12
Wawancara dengan Lilis, Guru SDN Tenjosari, pada tanggal 28 April 2019.

DERA FAUZIYAH MHB 42 10


IV. Kesimpulan
A. Simpulan
Dari urain tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Korupsi bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi kita, hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya berbagai fakta kasus korupsi yang terjadi dalam kehidupan kita saat ini.
Pada dasarnya korupsi adalah perbuatan yang menginginkan kekuasaan, harta,
jabatan dengan cara menipu, memanipulasi dan memberikan hadiah tertentu.
2. Sikap masyarakat (informan) terhadap perbuatan korupsi yang dilakukan oleh para
aktor politik berupa sikap tidak simpati sampai dengan sikap antipati. Korupsi
bersifat merugikan Negara dan masyarakat, melemahkan sendi- sendi kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi dilakukan oleh orang, kelompok
orang, pihak tertentu yang memperkaya diri, mencelakai kehidupan masyarakat, dan
melemahkan solidaritas sosial karena menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi
yang makin besar di masyarakat. Masyarakat memiliki sikap tidak setuju, membenci
perbuatan korupsi yang pelakunya dihukum ringan, dan mengecam serta menolak
bantuan/sumbangan yang diberikan koruptor dengan ke rumah jompo, panti asuhan,
dan warga masyarakat miskin lainnya.
3. Pandanag masyarakat terhadap korupsi yang dilakukan oleh para aktor politik yaitu
dengan bersikap kritis terhadap korupsi yang dilakukan oleh para aktor politik,
karena berpengaruh dan berdampak negatif terhadap usaha untuk meningkatkan
kualitas kehidupannya. Korupsi merugikan masyarakat, dan kondisi kehidupan
berbangsa dan bernegara.

DERA FAUZIYAH MHB 42 11


B. Saran
Berdasarkan penulisan yang telah diuraikan di atas, penulis memberikan saran atau
masukan yang sifatnya membangun agar dalam pemberantasan kasus-kasus korupsi
dapat melibatkan para penyelenggara negara maupun seluruh masyarakat Indonesia.
Perlu diadakannya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam memberi pemahaman
atau pengertian akan bahaya korupsi kepada masyarakat. Kemudian memberikan sanski
yang tegas kepada siapa saja yang berbuat korupsi supaya benar-benar dapat membuat
pelaku menjadi jera sehingga orang lain tidak berani untuk melakukan hal yang serupa.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Hendropuspito, D, 1989, Sosiologi Sistematika, Kanisius. Yogyakarta.

Seokanto, Soerjono, 1981, Patalogi Sosial Jilid 1. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Shadily, Hasan, 1993, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Suparto, 1987, Sosiologi dan Antropologi SMA Jilid 1, CV. Armico. Bandung.

Walgito, Bimo, 2003, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), CV. Andi Offest, Yogyakarta.

JURNAL

RB. Soemanto, Sudarto, Sudarsana, 2014, Pemahaman Masyarakat Tentang Korupsi, Jurnal

Sosiologi, Surakarta, Vol.3.No.1.

WEBSITE

Rida Pasaribu : Sosiologi Korupsi, di akses pada tanggal 25 April 2019 dari

https://ridahelfridapasaribu. wordpress.com/2015/06/15/sosiologi-korupsi/

DERA FAUZIYAH MHB 42 12

Anda mungkin juga menyukai