Anda di halaman 1dari 5

UTILITARIANISME

Utilitarianisme adalah sebuah teori yang diusulkan oleh David Hume untuk
menjawab moralitas yang saat itu mulai diterpa badai keraguan yang besar, tetapi
pada saat yang sama masih tetap sangat terpaku pada aturan aturan ketat moralitas
yang tidak mencerminkan perubahan perubahan radikal di zamannya
 Utilitarianisme secara utuh dirumuskan oleh Jeremy Bentham dan
dikembangkan secara lebih luas oleh James Mill dan John Stuart Mill
 Prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan ‘Asas Kegunaan atau
Manfaat’
(the principle of utility).
Maksud Asas Manfaat atau Kegunaan, kata Bentham, ialah asas yang menyuruh
setiap orang untuk melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan atau
kenikmatan terbesar yang diinginkan oleh semua orang untuk sebanyak mungkin
orang atau untuk masyarakat seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan
utilitarian, tujuan akhir manusia juga merupakan ukuran moralitas.
Singkatnya, Utilitarianisme Klasik yang diusung oleh Jeremy Bentham, James Mill
dan, anaknya, John Stuart Mill, dapat diringkas dalam tiga proposisi berikut:
 Pertama, semua tindakan mesti dinilai benar/baik atau salah/jelek semata-
mata berdasarkan konsekuensi2 atau akibat2nya.
 Kedua, dalam menilai konsekuensi2 atau akibat2 itu, satu-satunya hal yang
penting adalah jumlah kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkannya.
Jadi, tindakan2 yang benar adalah yang menghasilkan surplus kebahagiaan
terbesar ketimbang penderitaan.
 Ketiga, dalam mengkalkulasi kebahagiaan atau penderitaan yang dihasilkan,
tidak boleh kebahagiaan seseorang dianggap lebih penting daripada
kebahagiaan orang lain.
Secara umum diterima bahwa kelahiran kembali filsafat politik normatif baru-baru
ini dimulai dengan terbitan karya John Rawls, A Theory of Justice, pada tahun
1971, dan teorinya akan merupakan tempat yang alamiah untuk mulai memeriksa
teori-teori keadilan kontemporer. Teori Rawls mendominasi perdebatan
kontemporer, bukan karena semua orang menerimanya, tetapi karena pandangan-
pandangan alternatif seringkali disajikan sebagai tanggapan atas teori ini. Namun,
seperti halnya pandangan-pandangan alternatif paling baik dipahami dalam
kaitannya dengan Rawls, maka memahami Rawls membutuhkan pemahaman atas
teori yang ditanggapinya—yaitu, utilitarianisme. Rawls percaya, dan saya kira
benar, dalam masyarakat kita utilitarianisme bekerja sebagai semacam
latarbelakang yang tidak diucapkan, yang dengan ini teori-teori lain harus
menegaskan dan membela dirinya sendiri. Jadi, dari utilitarianisme ini pula saya
akan memulai.
Utilitarianisme, dalam rumusan yang paling sederhana, mengklaim bahwa
tindakan atau kebijaksanaan yang secara moral benar adalah yang menghasilkan
kebahagiaan terbesar bagi warga masyarakat. Meskipun utilitarianisme kadangkala
ditawarkan sebagai sebuah teori moral komprehensif, saya akan memusatkan
perhatian pada utilitarianisme khususnya sebagai sebuah moralitas politik.
Menurut pandangan ini, prinsip-prinsip utilitarianisme berlaku pada apa yang oleh
Rawls dinamakan ‘struktur dasar’ (basic structure) masyarakat, bukan pada
perilaku individu-individu secara pribadi. Akan tetapi, karena sebagian besar daya
tarik utilitarianisme sebagai moralitas politik berasal dari kepercayaan bahwa
utilitarianisme merupakan satu-satunya filsafat moral yang koheren dan sistematis,
saya secara ringkas akan mendiskusikan sejumlah ciri utilitarianisme yang
komprehensif pada bagian 3. Baik dalam versi yang sempit maupun yang
komprehensif, utilitarianisme memiliki baik para pendukung yang setia maupun
para penentang yang sengit. Mereka yang menolak utilitarianisme mengatakan
bahwa kelemahan-kelemahannya sangat banyak sehingga tidak dapat dihindari
utilitarianisme akan menghilang dari cakrawala (misalnya, Williams 1973). Tetapi,
ada yang lain, yang merasa sulit memahami kemungkinan adanya moralitas lain,
selain memaksimalkan kebahagiaan manusia (misalnya, Hare 1984).
LIBERTARIANISME

Libertarianisme adalah “neologi” bagi pemikiran liberalisme klasik. Atribut


“klasik” pada liberalisme-libertarian menegaskan posisi libertarianisme sebagai
pembela kebebasan pada satu sisi, tetapi, pada sisi lain, membedakannya dari
liberalisme yang dikenal secara luas, khususnya dalam konteks politik Amerika
Serikat (AS) kontemporer. Kaum libertarian mengidentifikasi diri sebagai penerus
liberalisme yang tercermin dalam dua konsep utama, yaitu “negara minimal”
dalam filsafat politik John Locke (1632-1704) dan “kapitalisme pasar bebas”
dalam teori ekonomi Adam Smith (1723-1790). Ironisnya, dalam pandangan kaum
libertarian, banyak pemikir kontemporer mengatasnamakan liberalisme untuk
pandangan mereka yang non-liberal. Para pemikir “liberal” tersebut—antara lain
John M. Keynes, John Rawls, dan Catherine McKinnon—mendukung
“pemerintahan besar” dan intervensi pasar. Kooptasi makna “liberalisme” oleh
kelompok “non-liberal” ini memaksa pengikut-pengikut John Locke dan Adam
Smith menggunakan berbagai nama lain seperti “kapitalis radikal” (Aynd Rand),
“liberal pasar” (Edward H. Crane), dan “sosialis” (Thomas Paine). Sementara,
Milton Friedman dan Friedrich Hayek bersikukuh dengan nama liberalisme sambil
berusaha meyakinkan publik bahwa “liberalisme” dewasa ini telah dikooptasi oleh
gagasan-gagasan yang bertentangan dengan liberalisme. Pada 1950, Leonard Reed
menyebut dirinya sebagai “libertarian” dan libertarianisme secara perlahan
mencapai puncak popularitas pada dekade 1970-an. Dalam Contemporary Political
Philosophy, Kymlicka memasukkan libertarianisme dalam kategori teori politik
“sayap kanan” yang ditandai dengan dukungan kaum libertarian terhadap pasar
bebas dan penolakan terhadap skema pajak redistributif dalam teori liberal tentang
kesetaraan (liberal theory of equality) yang diajukan oleh teoretisi egalitarianisme
liberal, John Rawls. Namun, menurut Kymlicka, tidak semua pendukung pasar
bebas dapat disebut libertarian. Hanya kaum libertarian yang membela pasar bebas
karena keyakinan bahwa pasar bebas adalah adil secara inheren. Kelompok sayap
kanan lain, utilitarianisme, misalnya, mendukung pasar bebas karena efisiensi dan
produktivitas, di mana pasar bebas diyakini dapat merealisasikan kebahagiaan bagi
kelompok masyarakat terbesar.

Anda mungkin juga menyukai