Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

TBC (Tuberculosis)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Departement Keperawatan Medikal Bedah Di Ruang Poli Paru RSU Dr.


Saiful Anwar Malang

Oleh :

Aditya Maulvi Gumilar

NIM. 19.300.03

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobac terium


tuberculosa, mycobacterium boviss e rta Mycobacyerium avium, tetapi lebih
sering disebakan oleh Mycobacterium tuberculosa (FKUI, 1998). Pada tahun
1993, WHO telah mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis di
dunia, karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis menjadi
tidak terkendali. Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan masalah
kesehatan yang utama. Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan pada semua kelompok umur.
Di Indonesia sendiri, menurut Kartasasmita (2002), karena sulitnya
mendiagnosa tuberkulosis pada anak, maka angka kejadian tuiberkulosis pada
anak belum diketahui pasti, namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi
dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini
terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-
15 orang dilingkungannya, terutama anak-anak (Depkes RI, 2002; Kartasasmita,
2002; Kompas, 2003). Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari
aktivitas kehidupan manusia. Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis,
sangat berperan dalam proses terjadinya gangguan kesehatan masyarakat,
termasuk gangguan kesehatan berupa penyakit tuberkulosis pada anak
(Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan, baik secara fisik, biologis, maupun sosial.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium
tuberculosis, (Smeltzer, 2002). dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobakterium tuberculosis
yang menyerang saluran pernafasan terutama parenkim paru.

2.2 Klasifikasi
1. Pembagian secara patologis :
a. Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
b. Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
2. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Tuberkulosis Paru BTA positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA negative
3. Pembagian secara aktifitas radiologis :
a. Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif.
b. Tuberkulosis non aktif .
c. Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)
4. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
a. Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non
kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak
melebihi satu lobus paru.
b. Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu
pertiga bagian satu paru.
c. For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang
melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
5. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
a. Kategori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
b. Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
c. Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
d. Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
6. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
a. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan
kasus baru dengan batuk TB berat.
b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan
sputum BTA positf.
c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut
dalam kategori I.
d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

2.3 Klasifikasi TB Pada Organ Tubuh


1. Kelenjar getah bening
TBC yang menyerang kelenjar getah bening disebut TB kelenjar atau
limfadenitis tb. TB kelenjar adalah TBC luar paru yang paling sering
terjadi. Gejala yang dialami penderita adalah pembesaran kelenjar getah
bening di area leher sehingga terlihat seperti benjolan. Benjolan ini lama-
kelamaan akan membesar. Gejala bisa disertai dengan gejala TBC pada
umumnya yaitu, demam, nafsu makan dan berat badan turun, badan lemas,
keringat malam yang sering tidak disadari. Namun ada juga pasien yang
tidak mengalami gejala tersebut, hanya terdapat benjola di leher saja.
Diagnosis TB kelenjar dilakukan dengan biopsi jaringan yang diambil dari
benjolan.
2. Organ Pencernaan
TBC juga bisa menyerang organ pencernaan dalam perut seperti usus,
lambung, dan hati. Penularannya bisa melalui peredaran darah, menelan
makanan yang terkontaminasi, dan tertular langsung dari organ tubuh lain
yang terinfeksi. Gejala yang dialami penderita antara lain diare, nyeri pada
area perut, penurunan berat badan, BAB berdarah, lemas, dan demam. Jika
tidak segera ditangani maka bisa terjadi komplikasi seperti perdarahan,
penyumbatan pada pencernaan sehingga terjadi konstipasi, bahkan bisa
terjadi perforasi atau lubang pada saluran pencernaan.
3. Tulang Dan Sendi
Bakteri TBC dapat menginfeksi tulang dan sendi sehingga menyebabkan
rasa nyeri dan pembengkakan pada bagian yang terinfeksi. Gejalanya yang
tidak spesifik membuatnya sering diabaikan. TBC pada tulang dan sendi
didiagnosis melalui pemeriksaan radiologi seperti CT Scan atau MRI.
Untuk memastikannya harus dilakukan biopsi dengan mengambil cairan
atau jaringan pada bagian yang terinfeksi.
4. Otak Dan Syaraf Pusat
Bakteri TBC dapat menginfeksi selaput otak dan saraf pada tulang
belakang. TBC yang menyerang selaput otak disebut meningitis TB. Gejala
awal meningitis TB antara lain demam, lemas, nafsu makan hilang, nyeri
kepala, mual dan muntah. Saat penyakit menjadi parah dan menyerang
sistem saraf maka akan muncul gejala lain seperti sakit kepala hebat,
muntah, kejang, gangguan pada penglihatan, anggota gerak menjadi lemas,
gangguan pernapasan dan bahkan penurunan kesadaran sampai koma.
Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan menganalisa cairan serebrospinal
yang diambil melalui tulang belakang. Prosedur ini disebut lumbar
puncture.
5. Ginjal Dan Saluran Kemih
Gejala pada TBC ginjal dan saluran kencing antara lain nyeri saat buang
air kecil, terdapat darah saat buang air kecil, dan nyeri pada pinggang
bagian belakang. Gejala tersebut bisa juga terjadi pada penyakit lain seperti
penyakit batu ginjal. Diagnosis dilakukan dengan CT scan perut dan
menganalisa urin penderita.
6. Kulit
TBC pada kulit bisa terjadi dengan penularan langsung atau dari TB
kelenjar yang kemudian menginfeksi kulit. Kelainan kulit yang terjadi bisa
berupa borok yang kasar. Bisa juga berupa beruntus yang berwarna
kemerahan berbentuk seperti bulan sabit. Pengobatan dilakukan
menggunakan obat antituberkulosis dan jika luka pada kulit parah maka
diperlukan tindakan bedah pada kulit.
7. Kerusakan Jantung (Cardiac Tuberculosis)
TBC pada jantung merupakan suatu kasus yang terjadi pada sekitar 1-2%
pasien. Bakteri akan menyerang pericardium, juga mungkin
myocardium atau bahkan katup jantung. Jika dibiarkan terus menerus, TBC
jantung dapat menyebabkan kematian
8. Gangguan Mata (Tuberculosis Uveitis)
Ini memang merupakan kasus yang jarang terjadi. Di Amerika sendiri,
kasus ini hanya terjadi pada 1-2% pengidap TBC. Bakteri TBC menyerang
mata baik dengan infeksi langsung ataupun tidak langsung. Konjungtiva,
kornea, dan sklera adalah bagian utama mata yang mudah diserang.
Akibatnya pandangan mengabur dan mata yang tiba-tiba sensitif terhadap
cahaya
9. Kerusakan Hati (Hepatic Tuberculosis)
TBC juga dapat menyerang hati melalui mekanisme yang sama, yaitu
diangkut oleh aliran darah. TBC pada hati (hepatic tuberculosis) dapat
menyebabkan komplikasi lain, diantaranya jaundice (atau menguningnya
kulit dan lapisan mukosa) dan sakit di area perut
2.4 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3
– 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Suyono, 2001)

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang sering ditemui pada tuberkulosis adalah batuk
yang tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan tidak
ada dahak. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Selain gejala batuk disertai dengan gejala
dan tanda lain seperti tersebut di bawah ini :

1. Demam. Terjadi lebih dari sebulan, biasanya pada pagi hari.


2. Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.
3. Keringat malam hari tanpa kegiatan.
4. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
5. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis. Gejala ii jarang ditemukan.
6. Kelelahan.
7. Batuk darah atau dahak bercampur darah

2.6 Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri,
basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru
lain dan bagian tubuh lainnya. Sistem imun tubuh berespon dengan
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit
specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga
mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan
bronkopnemonia. Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding
protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian
sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi
nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami
klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif
karena gangguan atau respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi
ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah,
melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di
udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi
lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer,
2001).
2.7 Pathway

Faktor tosik
Terpapar Lingkungan Social ekonomi Gizi Daya tahan
(rokok, alcohol) penderita TBC yang buruk rendah buruk tubuh rendah

Mycobacterium Tuberculosis
aktif menjadi kuman patogen

panas Infeksi paru-paru Menghasilkan sekret


(tuberculosis paru)

Tidak bisa batuk efektif

Kurang pengetahuan Pembentukan tuberkel


tentang perawatan oleh makrofag Penumpukan secret >>
dan penularan TBC
(sarang primer)

Sarang primer + limfangitis local + Inefektif bersihan


Resti penularan TBC limfadenitis regional jalan nafas

Kompleks primer

Sembuh total Sembuh dengan Penyebaran ke organ lain


sarang gohn
pleura jantung tulang otak Saluran pencernaan
Infeksi endogen oleh
kuman dormant
pleuritis perikarditis TB tulang meningitis lambung

Infeksi post primer Nyeri pada TIK HCL


tulang
Diresorbsi Sarang meluas Sembuh dengan Nyeri
kembali/sembuh jaringan fibrotik Mual,
kepala
muntah,
Membentuk kavitas anorexia

Res.Penyebara
Menembus pleura Memadat dan Bersih & sembuh n Infeksi Gangguan
(efusi pleura) membungkus diri pemenuhan
(tuberkuloma) nutrisi kurang
dari kebutuhan
Anerisma arteri
pulmonalis Mengganggu perfusi
dan difusi O2

Hemaptoe
Suplai O2

Perdarahan >>

Sesak nafas hipoksia


syok
hipovolemik
Gangguan Kelelahan
pertukaran
gas
Intoleransi aktivitas
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien
tuberkulosis adalah:

1. Sputum Culture
2. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
4. Chest X-ray
5. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya
sel- sel besar yang mengindikasikan nekrosis
6. Elektrolit
7. Bronkografi
8. Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah

2.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan TBC
a. Pengobatan untuk penderita aktif selama 6 bualan, dilakukan dua
tahap yaitu:
 Tahap awal : obat diminum tiap hari, lama pengobatan 2 atau 3
bulan tergantung berat ringannya penyakit.
 Obat lanjutan : diminum 3 kali seminggu lama pengobatan 4 atau
5 bulan tergantung berat ringannya penyakit.
b. Pengobatan untuk penderita kambuhan atau gagal pada pengobatan
pertama yang dilakukan selama 8 bulan, yaitu :
 Obat diminum setiap hari selama 3 bulan
 Suntikan Streptomicyn setiap hari selama 2 bulan
 Obat diminum 3 kali seminggu selama 5 bulan
Untuk keberhasilan pengobatan, oleh badan kesehatan dunia (WHO)
dilakukan strategi DOTS (Dyrecly Observed Treatment Shortcourse).
Strategi ini merupakan yang paling efektif untuk mengontrol pengobatan
tuberkulosis. Lima langkah strategi DOTS adalah dukungan dari semua
kalangan, semua orang yang batuk dalam tiga minggu harus diperiksa
dahaknya, harus ada obat yang disiapkan oleh pemerintah, pengobatan
harus dipantau selama enam bulan oleh Pengawas Minum Obat dan ada
sistem pencatatan/pelaporan.

2. Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberkulosis adalah :

1. Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang
terdekat penderita yaitu keluarga.
2. Mengetahui adanya gejala samping obat dan rujuk bila diperlukan.
3. Mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang penderita.
4. Istirahat teratur minimal 8 jam perhari.
5. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,
kelima, dan keenam.
6. Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan
yang baik (Pepkes RI,1998)

2.10 Konsep asuhan keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan
1. Data pasien: Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang
manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan
perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien
yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga
masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat
minim.Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia berapa pun,
namun usia paling umum adalah 1– 4 tahun. Anak-anak lebih
sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary)
dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3 : 1.
Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB berat yang terutama
ditemukan pada usia< 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB
paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian
meningkat setelah usia remaja di mana TB paru-paru
menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai
lubang/kavitas pada paru-paru).
2. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
a. Demam: subfebris, febris (40-410C) hilang timbul.
b. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus.
c. Sesak napas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
d. Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan akan timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
e. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat
malam.
f. Sianosis, sesak napas, dan kolaps: merupakan gejala atelektasis.
g. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada tahapan dini sulit diketahui, ronchi basah kasar dan nyaring,
hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik, pada keadaan lanjut terjadi
atropi, retraksi interkostal dan fibrosa.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Sputum Kultur
Yaitu untuk memastikan apakah keberadaan Mycrobacterium
Tuberculossepada stadium aktif.
b. Skin test: mantoux, tine, and vollmer patch yaitu reaksi positif
mengindikasi infeksi lama dan adanya antibody, tetapi tidak
mengindikasikan infeksi lam dan adanya antibody, tetapi tidak
mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.Darah:
leukositosis, LED meningkat.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Syok hipovolemik b.d pendarahan
2. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan suplai oksigen
3. Intoleransi aktifitas b.d kelelahan, curah jantung yang rendah,
ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti
pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi
yang buruk selama sakit
4. Resiko penyebaran infeksi b.d aspek kronis penyakit
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia

C. Intervensi
Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan
1. Syok hipovolemik b.d Setelah dilakukan tindakan Syok prevention
pendarahan keperawatan diharapkan 1. Monitor status sirkulasi BP,
pasien dapat menunjukkan warna kulit, suhu kulit, denyut
perubahan kondisi dengan jantung, HR, dan ritme, nadi
kriteria hasil: perifer, dan kapiler refill
a. Nadi dalam batas yang 2. Monitor tanda inadekuat
diharapkan oksigenasi jaringan
b. Irama jantung dalam 3. Monitor suhu dan pernafasan
batas yang diharapkan 4. Monitor input dan output
c. Frekuensi nafas dalam 5. Pantau nilai laboratorium :
batas yang diharapkan HB,HT,AGD dan elektrolit
d. Mata cekung tidak 6. Monitor hemodinamik invasi
ditemukan yang sesuai
e. Demam tidak ditemukan 7. Monitor tanda dan gejala asites
f. Pendarahan berkurang 8. Monitor tanda awal syok
9. Tempatkan pasien pada posisi
supine,kaki elevasi untuk
peningkatan preload dengan tepat
10. Lihat dan pelihara kepatenan
jalan nafas
11. Berikan cairan iv dan atau oral
yang tepat
12. Berikan vasodilator yang tepat
13. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala
datangnya syok
14. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk mengatasi
gejala syok
Syok management
1. Monitor fungsi neurologis
2. Monitor fungsi renal
3. Monitor tekanan nadi
4. Monitor status cairan,input output
5. Catat gas darah arteri dan oksigen
dijaringan
6. Memonitor gejala gagal
pernafasan ( misalnya,rendah
PaO₂ peningkatan
PaO₂ tingkat,kelelahan otot
pernafasan)
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Airway Management
gas b.d penurunan keperawatan diharapkan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
suplai oksigen pasien dapat menunjukkan chin lift atau jaw thrust bila perlu
perubahan kondisi dengan 2. Posisikan pasien untuk
kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi
a. Pasien dapat 3. Identifikasi pasien perlunya
endemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
peningkatan ventilasi dan buatan
oksigenasi yang adekuat 4. Pasang mayo bila perlu
b. Pasien dapat memelihara 5. Lakukan fisioterapi dada jika
kebersihan paru paru dan perlu
bebas dari tanda tanda 6. Keluarkan sekret dengan batuk
distress pernafasan atau suction
c. Pasien dapat 7. Auskultasi suara nafas, catat
mendemonstrasikan batuk adanya suara tambahan
efektif dan suara nafas 8. Lakukan suction pada mayo
yang bersih, tidak ada 9. Berika bronkodilator bial perlu
sianosis dan dyspneu 10. Barikan pelembab udara
(mampu mengeluarkan 11. Atur intake untuk cairan
sputum, mampu bernafas mengoptimalkan keseimbangan.
dengan mudah, tidak ada 12. Monitor respirasi dan status O2
pursed lips) Respiratory Monitoring
d. Tanda tanda vital dalam 1. Monitor rata – rata, kedalaman,
rentang normal irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

3. Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan tindakan Energy Management


curah jantung yang keperawatan diharapkan 1. Observasi adanya pembatasan
rendah, pasien dapat menunjukkan klien dalam melakukan aktivitas
ketidakmampuan perubahan kondisi dengan 2. Dorong anal untuk
memenuhi metabolisme kriteria hasil: mengungkapkan perasaan
otot rangka, kongesti a. Berpartisipasi dalam terhadap keterbatasan
pulmonal yang aktivitas fisik tanpa 3. Kaji adanya factor yang
menimbulkan disertai peningkatan menyebabkan kelelahan
hipoksinia, dyspneu dan tekanan darah, nadi dan 4. Monitor nutrisi dan sumber
status nutrisi yang RR energi tangadekuat
buruk selama sakit b. Mampu melakukan 5. Monitor pasien akan adanya
aktivitas sehari hari kelelahan fisik dan emosi secara
(ADLs) secara mandiri berlebihan
6. Monitor respon
kardivaskuler terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual

4. Resiko penyebaran Setelah dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol infeksi)


infeksi b.d aspek kronis keperawatan diharapkan 1. Bersihkan lingkungan setelah
penyakit pasien dapat menunjukkan dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
perubahan kondisi dengan 3. Batasi pengunjung bila perlu
kriteria hasil: 4. Instruksikan pada pengunjung
a. Pasien bebas dari tanda untuk mencuci tangan saat
dan gejala infeksi berkunjung dan setelah
b. Pasien dapat berkunjung meninggalkan pasien
mendeskripsikan proses 5. Gunakan sabun antimikrobia
penularan penyakit, untuk cuci tangan
factor yang 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
mempengaruhi penularan sesudah tindakan keperawtan
serta penatalaksanaannya, 7. Gunakan baju, sarung tangan
c. Pasien dapat sebagai alat pelindung
menunjukkan 8. Pertahankan lingkungan aseptik
kemampuan untuk selama pemasangan alat
mencegah timbulnya 9. Ganti letak IV perifer dan line
infeksi central dan dressing sesuai
d. Jumlah leukosit dalam dengan petunjuk umum
batas normal 10. Gunakan kateter intermiten untuk
e. Menunjukkan perilaku menurunkan infeksi kandung
hidup sehat kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
5. Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan b.d anoreksia pasien dapat menunjukkan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
perubahan kondisi dengan menentukan jumlah kalori dan
kriteria hasil: nutrisi yang dibutuhkan pasien.
a. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk
b. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan
dengan tinggi badan vitamin C
c. Mampu mengidentifikasi 5. Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi 6. Yakinkan diet yang dimakan
d. Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk
malnutrisi mencegah konstipasi
e. Tidak terjadi penurunan 7. Berikan makanan yang terpilih
berat badan yang berarti (sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, alih


bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta.
Doenges Marilynn E, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit
Buku Kedikteran EGC, Jakarta.
Johnson & Mass,1997, Nursing Outcomes Classifications, Second edition, By
Mosby-Year book.inc, Newyork
McCloskey & Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi,
By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,
Philadelphia, USA

Anda mungkin juga menyukai