Dosen Pengampu
Ami Pratama, M.Pd
Disusun Oleh :
Huslaini (18010513)
Pengertian fiqh atau ilmu fiqh sangat berkaitan dengan syariah, karena fiqh itu pada
hakikatnya adalah jabaran praktis dari syariah1. Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang
mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal. Sedangkan secara terminologi fiqh
merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah
Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat
(mukallaf) dan diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir
Syarifuddin mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah
yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili.
Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu
menyangkut ketentuan yang bersifat syar’I, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah.
Kata “amaliah” yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya
menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Dengan demikian hal-hal yang
bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam
lingkungan fiqh dalam uraian ini. penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti
bahwa fiqh itu adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan
tentang hukum. Fiqh itu adalah hasil penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh
nash.
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh dan syariah memiliki
hubungan yang erat. Semua tindakan manusia di dunia dalam mencapai kehidupan yang baik
itu harus tunduk kepada kehendak Allah dan Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasul itu
sebagian terdapat secara tertulis dalam kitab-Nya yang disebut syari’ah. Untuk
mengetahui semua kehendak-Nya tentang amaliah manusia itu, harus ada pemahaman yang
mendalam tentang syari’ah, sehingga amaliah syari’ah dapat diterapkan dalam kondisi dan
situasi apapun dan bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci.
Ketentuan yang terinci tentang amaliah manusia mukalaf yang diramu dan diformulasikan
sebagai hasil pemahaman terhadap syari’ah itu disebut fiqh.
2. Pengertian Usul Fiqh
Kata “ushul” yang merupakan jamak dari kata “ashal” secara etimologi berarti “sesuatu
yang dasar bagi yang lainnya”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ushul fiqh itu
adalahilmu yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dlilnya yang terinci.
Atau dalam artian sederhana : kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan
hukum-hukum dari dalil-dalilnya.4 Sebagai contoh didalam kitab-kitab fiqh terdapat ungkapan
bahwa “mengerjakan salat itu hukumnya wajib”. Wajibnya mengerjakan salat itulah yang
disebut “hukum syara’.” Tidak pernah tersebut dalam Al- Qur;an maupun hadis bahwa salat
itu hukumnya wajib. Yang ada hanyalah redaksi perintah mengerjakan salat. Ayat Al-Qur’an
yang mengandung perintah salat itulah yang dinamakan “Dalil syara’”. Dalam merumuskan
kewajiban salat yang terdapat dalam dalil syara’ ada aturan yang harus menjadi pegangan.
Kaidah dalam menentukannya, umpamanya “setiap perintah itu menunjukkan wajib”.
Pengetahuan tentang kaidah merumuskan cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’
tersebut, itulah yang disebut dengan ‘Ilmu Ushul Fiqh”.
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan ushul fiqh dan fiqh adalah, jika
ushul fiqh itu pedoman yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti
seorang fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya.
Sedangkan fiqh itu hukum-hukum syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari dalil
menurut aturan yang sudah ditentukan itu
b) Zaman sahabat
Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar dalam
pembentukan hukum islam adalah para sahabat nabi. Periode ini dimulai pada
tahun 11 H sampai pertengahan abad 50
H. Meninggalnya Rasulullah memunculkan tantangan bagi para sahabat.
Munculnya kasus-kasus baru menuntut sahabat untuk memecahkan hukum
dengan kemampuan mereka atau dengan fasilitas khalifah. Sebagian sahabat
sudah dikenal memiliki kelebihan di bidang hukum, di antaranya Ali bin Abi
Thalib, Umar bin Khattab, Abdullah Ibnu Mas’ud, Abdullah Ibn Abbas, dan
Abdullah bin Umar. Karir mereka berfatwa sebagian telah dimulai ada masa
Rasulullah sendiri. Pada era sahabat ini digunakan beberapa cara baru untuk
pemecahan hukum, di antaranya ijma sahabat dan maslahat mursalah.
c) Zaman tabi’in
Pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan perdebatan
antara para ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang
ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan saja antara ulama satu
daerah dengan daerah yang lain, tetapi juga antara para ulama yang sama-sama
tinggal dalam satu daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama
untuk menyusun kaidah-kaidah syari’ah yakni kaidah-kaidah yang bertalian
dengan tujuan dan dasar-dasar syara’ dalam menetapkan hukum dalam
berijtihad.
2. .Kegunaan utama ilmu ini adalah untuk mengeathui kaidah-kaidah yang bersifat kulli
(umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada dalil-dalil
tafsili (terperinci) sehingga dapat di istinbathkan hukum syara’yang ditunjukkan.
Dan dengan ushul fiqh dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang
kelihatan bertentangan satu sama lain. Dan juga kegunaannya dapat menerapkan
hukum syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataan mukallaf, yang merupakan
rujukan bagi hakim dalam menetapkan keputusannya dan menjadi pedoman bagi
mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan fiqh menjadi petunjuk berharga bagi
setiap mukallaf dalam menetapkan hukum perktaaan dan perbuatannya sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2002.
Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. 3, 2004
Dedi rohayana, ilmu Ushul fiqih (pekalongan: STAIN Press, 2006)
Rachmat Syafe’I, MA. Ilmu ushul fiqh, Pustaka Setia. 2015 cet-5
Syaikh Muhammad Al-Khudhari Biek, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007)