Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ILMU FIQH DAN USUL FIQH

Dosen Pengampu
Ami Pratama, M.Pd

Disusun Oleh :
Huslaini (18010513)

JURUSAN IPS EKONOMI


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MATARAM
2019
A. Pengertian Fiqh dan Usul Fiqh
1. Pengertian Fiqh

Pengertian fiqh atau ilmu fiqh sangat berkaitan dengan syariah, karena fiqh itu pada
hakikatnya adalah jabaran praktis dari syariah1. Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang
mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal. Sedangkan secara terminologi fiqh
merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah
Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat
(mukallaf) dan diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir
Syarifuddin mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah
yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili.

Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu
menyangkut ketentuan yang bersifat syar’I, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah.
Kata “amaliah” yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya
menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Dengan demikian hal-hal yang
bersifat bukan amaliah seperti masalah keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam
lingkungan fiqh dalam uraian ini. penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti
bahwa fiqh itu adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan
tentang hukum. Fiqh itu adalah hasil penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh
nash.

Dari penjelasan diatas dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh dan syariah memiliki
hubungan yang erat. Semua tindakan manusia di dunia dalam mencapai kehidupan yang baik
itu harus tunduk kepada kehendak Allah dan Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasul itu
sebagian terdapat secara tertulis dalam kitab-Nya yang disebut syari’ah. Untuk
mengetahui semua kehendak-Nya tentang amaliah manusia itu, harus ada pemahaman yang
mendalam tentang syari’ah, sehingga amaliah syari’ah dapat diterapkan dalam kondisi dan
situasi apapun dan bagaimanapun. Hasilnya itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci.
Ketentuan yang terinci tentang amaliah manusia mukalaf yang diramu dan diformulasikan
sebagai hasil pemahaman terhadap syari’ah itu disebut fiqh.
2. Pengertian Usul Fiqh

Kata “ushul” yang merupakan jamak dari kata “ashal” secara etimologi berarti “sesuatu
yang dasar bagi yang lainnya”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ushul fiqh itu
adalahilmu yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dlilnya yang terinci.
Atau dalam artian sederhana : kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan
hukum-hukum dari dalil-dalilnya.4 Sebagai contoh didalam kitab-kitab fiqh terdapat ungkapan
bahwa “mengerjakan salat itu hukumnya wajib”. Wajibnya mengerjakan salat itulah yang
disebut “hukum syara’.” Tidak pernah tersebut dalam Al- Qur;an maupun hadis bahwa salat
itu hukumnya wajib. Yang ada hanyalah redaksi perintah mengerjakan salat. Ayat Al-Qur’an
yang mengandung perintah salat itulah yang dinamakan “Dalil syara’”. Dalam merumuskan
kewajiban salat yang terdapat dalam dalil syara’ ada aturan yang harus menjadi pegangan.
Kaidah dalam menentukannya, umpamanya “setiap perintah itu menunjukkan wajib”.
Pengetahuan tentang kaidah merumuskan cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’
tersebut, itulah yang disebut dengan ‘Ilmu Ushul Fiqh”.

3. Perbedaan ilmu Fiqh dan Usul Fiqh

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan ushul fiqh dan fiqh adalah, jika
ushul fiqh itu pedoman yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti
seorang fakih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya.
Sedangkan fiqh itu hukum-hukum syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari dalil
menurut aturan yang sudah ditentukan itu

B. Sejarah Fiqh dan Usul Fiqh


1. Sejarah Fiqh
Periode ini berlangsung selama 20 tahun beberapa bulan yang dibagi kepada 2
masa:
a) Priode Pertumbuhan
Pertama, ketika nabi masih ada di mekkah melakukan dakwah
perorangan secara sembunyi-sembunyi dengan memberi penekanan kepada
aspek tauhid. Kemudian diikuti dengan dakwah terbuka. Masa itu
berlangsung kurang lebih 13 tahun dan sedikit ayat ayat hukum yang di
turunkan.
Kedua, sejak nabi hijrah ke Madinah (16 juli 622m). pada masa ini
terbentuklah Negara islam yang dengan sendirinya memerlukan seperangkat
aturan hukum untuk mengatur system masyarakat islam madinah. Sejak
masa ini berangsur angsur ayat yang berisi hukum turun, baik karena suatu
peristiwa kemasyarakatan ataupun adanya pertanyaan pertanyaan yang
diajukan oleh masyarakat, atau wahyu yang di turunkan tanpa sebab. Pada
masa ini fiqih lebih bersifat praktis dan realis, artinya kaum muslimin
mencari hukum dari peristiwa yang betul betul terjadi.
b) Preode Sahabat
Periode ini bermula dari tahun 11 H (sejak nabi wafat) sampai abad
pertama hijriyah (kurang lebih 101 H)
Pada periode ini kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syariat
yang sempurna berupa Al Quran dan Hadist rasul. Tetapi tidak semua orang
memahami materi atau kaidah hukum yang terdapat pada kedua sumber
tersebut.
Karena :
 Karena tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama
maupun karena masa atau pergaulan mereka yang tidak begitu dekat
dengan nabi.
 Karena belum tersebar luasnya materi atau teori teori hukum di
kalangan kaum muslimin akibat perluasan daerah.
 Banyaknya peristiwa baru yang belum pernah terjadi pada masa
Rasulullah saw yang ketentuan hukum nya tidak di temukan dalam
nash syariat.
Oleh sebab inilah sumber hukum pada masa sahabat ini bertambah
dengan ijtihad sahabat untuk menentukan hukum suatu peristiwa yang tidak
ada ketentuan hukumnya dalam Al Quran dan Hadist.
c) Periode Kesempurnaan
Perode ini disebut juga sebagai periode pembinaan dan pembukuan
hukum islam. Pada masa ini fiqih islam mengalami kemajuan yang pesat
sekali. Penulisan dan pembukuan hukum islam dilakukan dengan intensif,
baik berupa penulisan hadist- hadist nabi, fatwa para sahabat dan tabi’in,
tafsir Al Quran, kumpulan pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu
ushul fiqih.
Di antara faktor yang menyebabkan pesatnya gerakan ijtihad pada masa
ini adalah karena meluasnya daerah kekuasaaan islam, mulai dari perbatasan
Tiongkok di sebelah timur sampai ke Andalusia(spanyol) sebelah barat.
Kondisi ini yang menyebabkan lahirnya pemikir-pemikir besar dengan
berbagai karya besarnya11, seperti Imam Abu Hanifiah dengan salah
seorang muridnya yang terkenal Abu Yusuf(Penyusun kitab ilmu ushul fiqh
yang pertama), Imam Malik dengan kitab al-Muwatha’, Imam Syafi’i
dengan kitabnya al-Umm atau al-Risalat, Imam Ahmad dengan kitabnya
Musnad, dan beberapa nama lainnya beserta karya tulis dan murid-muridnya
masing-masing.
Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu
fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah
sebagai berikut: 12
 Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu
fiqh khususnya.
 Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi- diskusi
ilmiah diantara para ulama.
 Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al- Qur’an
(pada masa khalifah rasyidin), hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn
Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang
dirintis Ibnu Abbas (wafat 68H) dan muridnya Mujahid(wafat 104H)
dan kitab-kitab lainnya.
d) Periode Kemunduran
Pada periode ini, pemerintah Bani Abbasiyah akibat berbagai konflik
politik dan berbagai faktor sosiologis lainnya dalam keadaan lemah. Banyak
daerah melepaskan diri dari kekuasaanya. Pada umumnya ulama pada masa
itu sudah lemah kemauannya untuk mencapai tingkat mujtahid mutlak
sebagaimana dilakukan oleh para pendahulu mereka pada periode kejayaan.
Periode Negara yang berada dalam konflik, tegang dan lain sebagainya itu
ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang mengakji ajaran
Islam langsung dari sumber aslinya Al-Qur’an dan hadist. Mereka puas
hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada, dan
meningkatkan diri kepada pendapat tersebut ke dalam mazhab-mahzhab
fiqhiyah. Sikap seperti inilah kemudian mengantarakan umat islam
terperangkap kedalam pkikiran yang jumud dan statis.
Beberapa faktor yang mendorong lahirnya sikap taklid dan kemuduran
adalah :
 Efek samping dari pembukuan fiqih pada masa sebelumnya Dengan
adanya kitab-kitab fiqih yang di tulis oleh ulama-ulama sebelumya.
 Fanatisme mahab yang sempit
 Pengangkatan hakim-hakim muqalli
e) Periode Kebangkitan kembali
Pada periode ini umat islam menyadari kemunduran dan kelemahan
mereka sudah berlangsung semakin lama itu. Ahli sejarah mencatat bahwa
kesadaran itu terutama sekali muncul ketika Napoleon Bonaparte
menduduki Mesir pada tahun 1789 M. Kejatuhan mesir ini menginsafkan
umat Islam betapa lemahnya mereka dan betapa di Dunia Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Dunia Islam.
Para raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir bagaimana
meningkatakan mutu dan kekuatan umat islam kembali. Dari sinilah
kemudian muncul gagasan dan gerakan pembaharuan dalam islam, baik
dibidang pendidikan, ekonomi, militer, sosial, dan gerakan intelektual
lainnya.
Gerakan pembaharuan ini cukup berpengaruh pula terhadap
perkembangan fiqih. Banyak di antara pembaharuan itu juga adalah ulama-
ulama yang berperan dalam perkembangan fiqih itu sendiri. Mereka berseru
agar umat islam meninggalkan taklid dan kembali kepada Al-Qur’an dan
hadist-mengikuti jejak para ulamadi masa sahabat dan tabi’in terdahulu.
Mereka inilah disebut golongan salaf seperti Muhammad Abdul Wahab di
Saudi Arabia, Muhammad Al- Sanusi di Libya dan Maroko, Jamal Al-Din
Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad asyid Rida, dimesir, dan lain
sebagainya.

2. Sejarah Usul Fiqh


Secara garis besar perkembangan Ushul Fiqh melalui 3 periode yaitu:
a) Zaman Rasulullah
Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-
Quran dan Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu
turunnya wahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak
turun, maka Rauslullah SAW menetapkan hukum kasus tersebut melalui
sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadits atau sunnah.
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan fiqih
(hukum Islam) dikembalikan kepada Rasul. Pada masa ini dapat dikatakan
bahwa sumber fiqih adalah wahyu Allah SWT. Namun demikian juga terdapat
usaha dari beberapa sahabat yang menggunakan pendapatnya dalam
menentukan keputusan hukum. Hal ini didasarkan pada Hadis muadz bin Jabbal
sewaktu beliau diutus oleh Rasul .16 Sebelum berangkat, Nabi bertanya kepada
Muadz.
Artinya “Sesungguhnya Rasulullah Saw mengutus Mu’adz ke Yaman.
Kemudian Nabi bertanya kepada Muadz bin Jabbal: Bagaimana engkau akan
memutuskan persoalan?, ia menjawab: akan saya putuskan berdasarkan Kitab
Allah (al-Quran), Nabi bertanya: kalau tidak engkau temukan di dalam
Kitabullah?, ia jawab: akan saya putuskan berdasarkan Sunnah Rasul SAW,
Nabi bertanya lagi: kalau tidak engkau temukan di dalam Sunnah Rasul?, ia
menjawab: saya akan berijtihad dengan penalaranku, maka Nabi bersabda:
Segala puji bagi Allah yang telah memberi Taufiq atas diri utusan Rasulullah
SAW”. (HR. Tirmizi).
Ushul Fiqih secara teori telah digunakan oleh beberapa sahabat,
walaupun pada saat itu Ushul Fiqih masih belum menjadi nama keilmuan
tertentu. Salah satu teori Ushul Fiqih adalah, jika terdapat permasalahan yang
membutuhkan kepastian hukum, maka pertama adalah mencari jawaban
keputusannya di dalam al-Quran, kemudian Hadis. Jika dari kedua sumber
hukum Islam tersebut tidak ditemukan maka dapat berijtihad.17

b) Zaman sahabat
Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar dalam
pembentukan hukum islam adalah para sahabat nabi. Periode ini dimulai pada
tahun 11 H sampai pertengahan abad 50
H. Meninggalnya Rasulullah memunculkan tantangan bagi para sahabat.
Munculnya kasus-kasus baru menuntut sahabat untuk memecahkan hukum
dengan kemampuan mereka atau dengan fasilitas khalifah. Sebagian sahabat
sudah dikenal memiliki kelebihan di bidang hukum, di antaranya Ali bin Abi
Thalib, Umar bin Khattab, Abdullah Ibnu Mas’ud, Abdullah Ibn Abbas, dan
Abdullah bin Umar. Karir mereka berfatwa sebagian telah dimulai ada masa
Rasulullah sendiri. Pada era sahabat ini digunakan beberapa cara baru untuk
pemecahan hukum, di antaranya ijma sahabat dan maslahat mursalah.
c) Zaman tabi’in
Pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan perdebatan
antara para ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang
ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan saja antara ulama satu
daerah dengan daerah yang lain, tetapi juga antara para ulama yang sama-sama
tinggal dalam satu daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama
untuk menyusun kaidah-kaidah syari’ah yakni kaidah-kaidah yang bertalian
dengan tujuan dan dasar-dasar syara’ dalam menetapkan hukum dalam
berijtihad.

C. Ruang Lingkup Fiqh dan Usul Fiqh


1. Ruang Lingkup Fiqh
Ruang lingkup ilmu Fiqh, meliputi berbagai bidang di dalam hukum-hukum
syara’, antara lain :
 Ruang lingkup Ibadat, ialah cara-cara menjalankan tata cara peribadatan
kepada Allah SWT.
 Ruang lingkup Mu’amalat, ialah tata tertib hukum dan peraturan
hubungan antar manusia sesamanya.
 Ruang lingkup Munakahat, ialah hukum-hukum kekeluargaan dalam
hukum nikah dan akibat-akibat hukumnya.
 Ruang lingkup Jinayat, ialah tindak pelanggaran atau penyimpangan dari
aturan hukum Islam sebagai tindak pidana kejahatan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi pribadi, keluarga, masyarakat, dan Negara.
2. Ruang Lingkup Usul Fiqh
Berdasarkan kepada beberapa definisi di atas, terutama definisi yang dikemukakan
oleh al Baidhawi dalam kitab Nihayah al-Sul, yang menjadi ruang lingkup kajian
(maudhu’). Ushul fiqh, secara global adalah sebagai berikut:
 Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
 Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
 Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
 Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid )
dengan berbagai permasalahannya.

D. Kegunaan Fiqh dan Usul Fiqh


Kegunaan utama ushul fiqh adalah untuk mengetahui kaidah- kaidah yang
bersifat kulli (umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada
dalil-dalil tafsili (terperinci) sehinggan dapat diistinbathkan hukum syara’ yang di
tunjukkannya. Dengan ushul fiqh dapat dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan
dalil-dalil yang kelihatan bertentangan satu sama lain.
Sementara kegunaan utama fiqh untuk dapat menerapkan hukum syara’
terhadap segala perbuatan dan perkataaan mukallaf. Fiqh hukum syara’ terhadap segala
perbuatan dan perkataaan mukallaf. Fiqh merupakan rujukan bagi hakim dalam
menetapakan putusannya dan menjadi pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa.
Bahkan fiqh menjadi petunjuk berharaga bagi setiap mukallaf dalam menetapkan
hukum perkataan dan perbuatannya sehari-hari.
E. Kesimpulan
1. Fiqh adalah Sekumpulan hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan yang
diketahui melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan jalan ijtihad.
Sedangkan Ushul fiqh adalah ilmu kaidah- kaidah dan pembahasan-pembahasannya
yang merupakan cara untuk menemukan hukum-hukum syara yang amaliah dari
dalil-dalilnya yang terperinci. Ushul fiqh mengkaji hukum-hukum syara’ yang
meliputi tuntunan berbuat, meninggalkan. Kajian Fiqh adalah semua perbuataan
mukallaf yang berkaitan dengan hukum syara’, yang membahas tentang seluk beluk
hukum-hukum islam dan yang ada hubungannya dengan tindakan mukallaf.

2. .Kegunaan utama ilmu ini adalah untuk mengeathui kaidah-kaidah yang bersifat kulli
(umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada dalil-dalil
tafsili (terperinci) sehingga dapat di istinbathkan hukum syara’yang ditunjukkan.
Dan dengan ushul fiqh dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang
kelihatan bertentangan satu sama lain. Dan juga kegunaannya dapat menerapkan
hukum syara’ terhadap segala perbuatan dan perkataan mukallaf, yang merupakan
rujukan bagi hakim dalam menetapkan keputusannya dan menjadi pedoman bagi
mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan fiqh menjadi petunjuk berharga bagi
setiap mukallaf dalam menetapkan hukum perktaaan dan perbuatannya sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fikih Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2002.
Aliddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. 3, 2004
Dedi rohayana, ilmu Ushul fiqih (pekalongan: STAIN Press, 2006)
Rachmat Syafe’I, MA. Ilmu ushul fiqh, Pustaka Setia. 2015 cet-5
Syaikh Muhammad Al-Khudhari Biek, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007)

Anda mungkin juga menyukai