Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian bayi rata-rata mencapai 32 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan
balita mencapai 46 per 1000 kelahiran hidup. Dari jumlah kematian bayi tersebut, 19%
kematian dipicu oleh penyakit diare dan beberapa kejadian obstipasi. Data departemen
kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare diindonesia saat ini adalah 230-330
per 1000 pendududk untuk semua golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode diare setiap tahunnya
untukgolongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per
1000 balita. Di laboratorium kesehatan anak RSUD Dr. soetomo pada tahun 1996 didapatkan
871 penderita diare yang dirawat dengan dehidrasi ringan 5%, dehidrasi sedang 7,1%, dan
dehidrasi berat 23 %.tahun 2000 terdapat 1160 penderita diare yang dirawat dengan 227
(19,56 %) penderita yangmeninggal karena dehidrasi.Penyakit lainnya yang sering terjadi
pada neonatus dan bayi adalah penyakit yang berhubungan dengan kulit, diantaranya
seborrhea, bisulan dan miliariasis. Akan tetapi Goldmann mendapat kan bahwa 1/3 dari bayi
yang dirawat kurang dari 3 hari tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri pada kulitnya.
Selain itu angka kematian bayi sebagian besar dipengaruhi oleh infeksi. Infeksi pada
neonatus di Indonesia merupakan masalah yang gawat. Di Jakarta, terutama di RSCM infeksi
merupakan 10-15 % dari morbiditas perinatal. Infeksi pada bayi baru lahir lebih sering di
temukan pada BBLR. Infeksi lebih sering di temukan pada bayi yang lahir di rumah sakit
dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan
(imunitas transplasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi
terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain,
dalam hal ini bayi tidak memiliki imunitas.
Kejadian lainnya yang ditemukan pada neonatus dan bayi adalah "Sudden Infant
Death Syndrome" (SIDS). SIDS yaitu kematian bayi tiba-tiba tidak terduga sebelumnya.
Anak nampak sehat atau hanya menderita sakit ringan, terjadinya di tempat tidur/sementara
tidur dan sebabnya tidak dapat dibuktikan walaupun dengan pemeriksaan otopsi.
Umumnya kasus-kasus SIDS tidak memberi keluhan dan gejala sebelumnya, sehingga
orang tua tidak minta pertolongan medis. Usaha-usaha untuk mengenal secara dini kasus
yang tergolong risiko tinggi mengalami SIDS sudah banyak dilakukan, akan tetapi hasilnya
belum memuaskan. Di Rumah Sakit Sheffield (Inggeris), oleh Protestos dkk, kemudian
dilengkapi oleh Carpenter dkk telah dilaporkan multistage scoring system untuk mengenal
kasus-kasus risiko tinggi ini
Menurut beberapa penulis, insidensi SIDS bervariasi antara 0,3 sampai 5 per seribu
kelahiran hidup. Lebih banyak pada bangsa kulit berwarna dari pada kulit putih. Laki-laki
lebih sering daripada perempuan. Dapat terjadi sejak umur 2 minggu sampai 2 tahun, paling
banyak pada umur 2 -- 3 bulan. Lebih sering ditemukan pada musim dingin. Kematian
umumnya terjadi lepas tengah malam sampai pagi saat bayi di tempat tidur atau sementara
tidur.
Penyakit-penyakit yang terjadi pada neonatus dan bayi tersebut dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu sebagi seorang
bidan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus mampu mengidentifikasi tanda
dan gejala penyakit-penyakit yang terjadi pada neonatus dan bayi serta mampu melakukan
penatalaksanaan dengan tepat agar angka kematian bayi dapat diturunkan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui berbagai macam penyakit yang terjadi pada neonatus dan bayi dengan
masalah serta penatalaksanaannya.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi, penyebab, identifikasi gejala dan penatalaksanaan dari seborrhea
2. Mengetahui definisi, penyebab, identifikasi gejala dan penatalaksanaan dari Bisulan
3. Mengetahui definisi, penyebab, identifikasi gejala dan penatalaksanaan dari miliariasis
4. Mengetahui definisi, penyebab, identifikasi gejala dan penatalaksanaan dari Diare
5. Mengetahui definisi, penyebab, identifikasi gejala dan penatalaksanaan dari Obstipasi
6. Mengetahui definisi, penyebab, identifikasi gejala dan penatalaksanaan dari Infeksi
7. Mengetahui definisi, penyebab, identifikasi gejala dan penatalaksanaan dari Sindrom bayi
meninggal mendadak (SIDS)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seborrhea
2.2.1. Pengertian
Seborrhea adalah suatu peradangan pada kulit bagian atas, yang menyebabkan
timbulnya sisik berminyak, tebal, lengket dan biasanya berwarna kemerahan pada kulit
kepala, wajah dan kadang pada bagian tubuh lainnya.
Sering juga disebut sarap atau borokan. Dalam istilah kedokteran, disebut craddle cap atau
dermatitis seboroik.
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:
Seboroik kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-
kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang
disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan
berlapis-lapis dan sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien mengeluhkan
gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe. Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul
dari kulit kepala yang kering kemudian pasien menurunkan frekuensi pemakaian shampo,
sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian
gejala makin memburuk.
Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga
terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas,
lesinya dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada
kepala bayi disebut Cradle cap.Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan
juga sensasi terbakar pada wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada
orang dengan kumis atau jenggot, dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan.
Jika dibiarkan tidak diterapi akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat
terjadi infeksi bakterial.
Seboroik muka
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula
eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila
sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah
berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis.

Seboroik badan dan sela-sela


Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus,
krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada
permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan,
lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo,
kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.
2.2.2. Penyebab
Seborrhea muncul pada saat bayi berusia 12 minggu pertama kehidupannya.
Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Tapi pada dasarnya merupakan disfungsi atau
gangguan fungsi kelenjar minyak pada rambut.
Bayi baru lahir memiliki banyak kelenjar minyak dengan pengeluaran sebum (bahan
seperti minyak atau kelenjar lemak) yang banyak. Aktivitas kelenjar minyak ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Salah satunya ialah hormon kehamilan atau hormon androgen pada bayi
dari sang ibu, yang diperoleh melalui plasenta ketika masih di rahim dan kadarnya masih
meninggi sampai bayi lahir. Kerak yang muncul oleh disfungsi kelenjar minyak ini, biasanya
akan mengelupas dan jatuh setelah terlepas dari epidermis (kulit ari). Tapi karena kulit kepala
bayi juga berkontak dengan lingkungan seperti debu dan kotoran lain, maka debu/kotoran
tersebut akan melekat di kulit kepala yang berminyak. Sehingga timbullah sisik-sisik halus,
yang bila dibiarkan akan semakin menebal membentuk kerak yang biasa disebut
sarap/sumbukan/ sawan/ketombe tersebut atau dermatitis seboroik ringan.
Biasanya ketika bayi usia 8-12 bulan, kerak kepala ini akan sembuh sendiri walau
tanpa pengobatan. Karena di usia tersebut, jumlah hormon androgennya berkurang, sehingga
produksi kelenjar minyaknya tak sebanyak di awal-awal kelahiran. Walaupun demikian,
bukan berarti ibu membiarkan saja kerak tersebut. Karena jika tidak dibersihkan, bisa
menyebabkan kelainan kulit yang berat.
Faktor lain yang berperan terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi
spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal. Ragi genus ini dominan dan
ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea (misalnya
kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwaMalassezia tidak menyebabkan
dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel T,
meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen.
2.2.3. Gejala
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada verteks
kulit kepala (cradle cap).Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana pada
anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan
oleh oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala
klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran.
Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat sering terlibat disertai dengan
eksudat seperti keju yang bermanifestasi sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi
general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan
biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun
yang menderita dermatitis seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive
(Leiner’s disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem
imunnya.
2.2.4. Penanggulangan
Cara-cara penanggulangan seborrhea adalah :
1 Pada kasus yang ringan, oleskan minyak kelapa atau baby oil di bagian kulit yang bersisik.
Khusus pemakaian baby oil agar tak berlebihan, karena dapat mengakibatkan biang
keringat. Hal ini dikarenakan kulit bayi tertutup rapat sehingga tak bernapas.
2 Pijatlah daerah tersebut secara perlahan dan lembut, terutama di bagian yang dekat ubun-
ubun karena ubun-ubun masih terbuka dan lembek. Tindakan ini dimaksudkan untuk
melembutkan kerak sehingga mudah dibersihkan.
3 Selanjutnya sisir rambut bayi dengan sisir khusus bayi secara perlahan dan hati-hati, agar
kerak yang sudah lembut itu mengelupas. Bisa juga dengan menggunakan jari-jemari Anda
yang sudah ditutup sarung tangan berbentuk jari dan terbuat dari bahan lembut/plastik elastis
yang halus. Atau gunakan kapas yang sudah disterilkan.
4 Setelah itu cucilah rambut bayi dengan shampo khusus bayi. Gosok lembut sampai
berbusa. Hati-hati, jangan sampai mengenai matanya. Lalu basuhlah sampai bersih. Jangan
menggunakan air hangat, karena membuat kulit jadi lembab dan kulit yang lembab dapat
memicu terjadinya peradangan kelenjar minyak. Hal lain yang harus diperhatikan adalah :
Bila semua usaha tidak memberikan hasil, diperlukan intervensi obat-obatan yang sifatnya
menekan produksi kelenjar minyak. Terutama jika puncak kepala berwarna merah dan
mengeluarkan cairan kuning agak berminyak. Biasanya sudah dikatakan peradangan sedang,
sehingga tak bisa lagi diatasi dengan obat tradisional. Segeralah bawa ke dokter untuk
mendapatkan pengobatan yang semestinya.
Bila keraknya sudah menebal dan keras, jangan selalu mencuci rambut bayi setiap kali
memandikannya. Karena dapat menimbulkan kekeringan pada kulit kepala, yang akhirnya
mempercepat peradangan.Jangan pula memaksakan kerak terkelupas karena dapat
menimbulkan iritasi kulit.
Potong rambut bayi hingga pendek atau botak. Tujuannya untuk mencegah timbulnya
peradangan kelenjar minyak, terutama pada bayi yang sering berkeringat. Disamping
memperkecil risiko kerontokan.
Jangan memberi bedak atau talk di kepala karena akan membuat kerak semakin tebal.
Jangan kenakan topi pada bayi kecuali sangat diperlukan. Hal ini untuk menjaga agar kepala
bayi tidak lembab.
Kamar bayi atau ruangan bayi diusahakan bersuhu sejuk. Apalagi jika bayi sering berkeringat

2.2 Bisulan
2.2.1. Definisi
Bisul adalah suatu peradangan pada kulit yang biasanya mengenai folikel rambut
dan disebabkan oleh kuman staphylococcus aureus. Sekitar 50% bayi sering mengalami
bisul-bisul kecil atau jerawat yang dikelilingi oleh warna kulit yang kemerahan.
Gangguan dapat timbul di seluruh tubuh bayi, di bagian wajah atau badan,
punggung, tangan, kaki dan tempat-tempat lainnya. Puncak terjadinya bisul-bisul ini pada
umumnya saat bayi berusia dua hari dan biasanya dialami selama kurang lebih dua minggu.
Karena adanya bisul-bisul ini, biasanya para orang tua enggan memandikan bayinya karena
khawatir kondisi bayinya akan memburuk. Padahal dengan tidak memandikan bayi dapat
merangsang infeksi kulit, jadi bayi harus tetap dimandikan seperti biasa.
Bisul dapat muncul sejak bayi, walaupun bukan pada bayi baru lahir. Para orangtua,
terutama yang baru mempunyai anak pertama, umumnya takut memandikan dan
mengeramasi bayinya padahal bayi banyak mengeluarkan keringat. Hal ini akan
menyebabkan kuman berkembang biak terlebih jika bayi diberikan segala macam minyak
penghangat di tubuhnya. Kondisi kulit yang seperti ini juga dapat menjadi penyebab bisulan.

2.2.2. Jenis
Jenis-Jenis bisul, berdasarkan medis dapat dibedakan sebagai berikut, yaitu:
 Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan yang hanya terjadi pada umbi akar rambut saja (folikel).
Berdasarkan letak munculnya, bisul jenis ini dapat dibedakan menjadi 2 : a. Folikulitis
superficial
Folikulitis superficial adalah radang folikel rambut dengan pustule berdinding tipis
pada orifisium folikel yang terbatas di dalam epidermis atau hanya di permukaan saja.
Biasanya terjadi di ekstremitas terutama di tungkai bawah, kulit kepala, muka terutama
sekitar mulut. Kelainan berupa papul atau pustule yang eritematosa dan di tengahnya terdapat
rambut, biasanya multiple dan sembuh setelah beberapa hari. Infeksi mungkin terjadi setelah
gigitan serangga, tergores, atau akibat garukan dan trauma kulit lainnya.
Cara penanganannya yaitu dengan membersihkan daerah yang terkena dengan sabun
antiseptic dan air 2x/hari dan berikan salep antibiotic, misalnya mupirosin 5 %.
b. Folikulitis profunda
Folikulitis profunda adalah infeksi stafilokokus berupa pustule perifolikuler kronik
ditandai dengan adanya papul atau pustule dan sering terjadi rekurensi, merupakan folikulitis
dengan infeksi yang meluas ke dalam folikel di dermis bawah.
Gejalanya berupa gatal, terdapat eritema, rasa terbakar.Folikulitis bisa terjadi di
bagian kulit manapun,biasanya terjadi didaerah dagu, daerah kumis, alis, aksila, pubis dan
paha. Biasanya merupakan akibat dari kerusakan folikel rambut karena:
- Bergesekan dengan pakaian
- Penyumbatan folikel rambut
- Pencukuran.
Pada kulit yang akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal. Di sekitar folikel rambut
tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah lalu mengering dan membentuk
keropeng. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memastikan bahwa
penyebabnya adalah stafilokokus, bisa dilakukan pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi
di laboratorium. Kompres hangat bisa mempercepat pengempesan folikulitis. Untuk
mengendalikan infeksi, bisa diberikan antibiotik (salep maupun kapsul).

 Furunkel
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan sekitarnya biasanya jumlahnya
hanya satu, bulat, nyeri dan berbatas tegas. Bisul (furunkel) adalah infeksi kulit yang meliputi
seluruh folikel rambut dan jaringansubkutaneus di sekitarnya. Penyebabnya adalah
bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri lainnya atau jamur. Paling sering
ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul
di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan.
Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah.
lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning
(membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan
nanahnya, kadang mengandung sedikit darah. Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan sampai
sedang. Kulit di sekitarnya tampak kemerahan atau meradang kadang disertai demam, lelah
dan tidak enak badan. Jika furunkel sering kambuhan maka keadaannya disebut furunkulosis.

Furunkel
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Pembiakan contoh jaringan kulit
bisa dilakukan untuk memastikan bahwa penyebabnya adalah stafilokokus. Jika bisul timbul
di sekitar hidung biasanya akan diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) karena infeksi
bisa dengan segera menyebar ke otak.
 Frunkellosis
Disebut frunkellosis apabila jumlah frunkelnya lebih dari satu
 Karbunkel
Bila di saat yang bersamaan ada beberapa/sekelompok furunkel yang menyebabkan
pengelupasan kulit yang luas serta pembentukan jaringan parut. Penyebabnya adalah
bakteri stafilokokus. , secara medis diistilahkan sebagai karbunkel. Pembentukan dan
penyembuhan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan bisul tunggal dan bisa
menyebabkan demam serta lelah karena merupakan infeksi yang lebih serius. Lebih sering
terjadi pada pria dan paling banyak ditemukan di leher bagian belakang. Karbunkel juga
cenderung mudah diderita oleh penderitadiabetes, gangguan sistem kekebalan dan dermatitis.
Beberapa bisul bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki beberapa
titik pengaliran nanah. Massa ini letaknya bisa lebih dalam di bawah kulit dibandingkan
dengan bisul biasa. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa
ditularkan ke orang lain. Tidak jarang beberapa orang dalam sebuah rumah menderita
karbunkel pada saat yang sama.

Karbunkel
Faktor resiko terjadinya karbunkel adalah:
- Tingkat Kebersihan Yang Buruk
- Keadaan Fisik Yang Menurun
- Gesekan Dengan Pakaian
- Pencukuran.
Pada kulit yang terkena ditemukan beberapa bisul yang bersatu disertai nyeri yang
sifatnya ringan atau sedang. Kulit tampak merah dan membengkak. Karbunkel yang pecah
akan mengeluarkan nanah lalu mengering dan membentuk keropeng. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi atau
pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi. Untuk mengendalikan infeksi diberikan sabun
anti-bakteri, antibiotik topikal (salep atau krim) dan antibiotik per-oral. Kompres hangat bisa
membantu mempercepat penyembuhan. Jangan pernah ditekan atau mencoba memecahkan
karbunkel di rumah, karena bisa memperburuk dan menyebarkan infeksi. Jika nanahnya
sudah mengering, luka yang tertinggal harus sering dibersihkan dan sesudah menangani
karbunkel, tangan harus dengan bersih.
 Abses multiple kelenjar keringat
Bisul ini biasanya berupa benjolan yang tidak bermata, jumlahnya banyak,
bergerombol di beberapa tempat, seperti di dada dan sebagainya. Bisul jenis ini paling
banyak menyerang anak-anak.

Abses multiple kelenjar keringat


 Skrofulo Derma
Skrofuloderma adalah tuberkulosis kutis murni sekunder yang terjadi
secara pekontinuitatum dari jaringan di bawahnya, misalnya kelenjar getah bening, otot dan
tulang. Bentuknya seperti bisul tapi sebenarnya merupakan benjolan yang terdapat pada getah
bening yang diakibatkan oleh penyakit TBC. Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak
dan dewasa muda pada bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang
kelihatan tulangnya. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan.
Dimulai dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya berkembang menjadi periadenitis.
Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk suatu kantong kelenjar
“klier packet”. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, mencari jalan
keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk fistel. Fistel tersebut
semakin melebar, membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat khas.

Terapi pembedahan berupa eksisi dapat dilakukan pada skofuloderma yang terjadi
pada ekstremitas bawah. Pengobatan topikal pada tuberkulosis kutis tidak sepenting
pengobatan sistemik. Pada skofuloderma jika ulkus masih mengandung pus dikompres,
misalnya dengan larutan kalium permanganas 1/5000.
2.2.3. Gejala
Walaupun jenis bisul bermacam-macam, tetapi biasanya masyarakat menganggap
semuanya sama. Hal tersebut dikarenakan gejala yang ditimbulkan hampir mirip.
Gejalanya antara lain :
 Gatal
Apabila bisul yang muncul masih berupa folikulitis, gejala yang ditimbulkan biasanya gatal-
gatal di daerah benjolan dan sekitarnya.
 Nyeri
Nyeri biasanya timbul Pada bisul yang berjenis furunkel atau karbunkel yang diawali dengan
gatal.
 Berbentuk kerucut dan “bermata”
Bisul jenis frunkel & karbunkel biasanya berbentuk kerucut dan bermata, mudah pecah &
mengeluarkan cairan dari dalamnya.
 Berbentuk kubah
Bisul yang muncul pada kelenjar keringat biasanya berbentuk bulat seperti kubah, tidak
bermata & tanpa disertai rasa nyeri. Bisul seperti ini biasanya tidak mudah pecah.

 Demam
Gejala bisul yang muncul pada kelenjar apokrin biasanya disertai demam.
2.2.4. Penyebab
- Faktor kebersihan
Pada dasarnya bisul muncul karena adanya kuman. Orang tua yang tidak menjaga
kebersihan tubuh bayi dari lingkungannya dengan baik, resiko terpapar kuman penyebab
bisul (staphylococcus aureus) akan meningkat. Maka tidak heran apabila mereka yang tinggal
di daerah pemukiman padat, di daerah pengungsian, dimana faktor kebersihannya terabaikan
akan lebih mudah terkena bisulan. Tetapi harus diingat, walaupun berada di tempat yang
bersih apabila tidak menjaga kebersihan badan, kemungkinan terpapar kuman pun akan
terjadi.
- Daerah tropis
Secara geografis Indonesia termasuk daerah tropis. Dimana udaranya panas
sehingga dengan mudah orang akan berkeringat. Keringat pun bisa menjadi salah satu pemicu
munculnya bisul. Terutama bisul yang terjadi pada kelenjar keringat.
- Menurunnya daya tahan tubuh
Menurunnya daya tahan tubuh bisa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
kurang gizi, biasanya faktor pemicu itu tidak muncul sendirian, melainkan ada beberapa yang
terjadi secara bersamaan. Sebagai contoh : orang yang selalu berkeringat kemudian akan
muncul biang keringat. Demikian pula jika terasa gatal, kemudian digaruk serta tidak
menjaga kebersihan ditambah dengan keadaan gizi yang rendah akan menyababkan bisul.

2.2.5 Terapi
 Kompres panas selama 30 menit, 2x sehari sampai abses ataupun bisul matang.
 Jika abses dan bisul berada pada atau di sekitar dubur dan selangkangan dilakukan
rendam duduk selama 30 menit, 2x sehari.

2.2.6. Asuhan kebidanan


 Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tua bayi.
 Menganjurkan kepada orang tua agar memperhatikan kebersihan anaknya (kebersihan
badan)
 Memberitahukan kepada ibu apabila timbul keluhan seperti gatal-gatal, ibu harus
waspada karena hal ini merupakan gejala awal timbulnya bisul.
 Memberitahukan kepada ibu apabila terdapat benjolan, jangan di tekan menggunakan
tangan terlebih jika tangan yang digunakan untuk menekan benjolan tersebut tidak bersih
karena hal itu dapat menimbulkan infeksi.
 Memberitahukan kepada ibu agar tidak menggunakan antibiotic tanpa resep dokter
untuk mengobati bisul walaupun bentuknya hanya berupa cream, karena antibiotic dapat
menimbulkan kekebalan/resistensi.
 Menganjurkan kepada ibu agar memperhatikan gizi anak. Asupan gizi yang baik akan
mempengaruhi terhadap daya tahan tubuhnya.
 Memberitahukan ibu, apabila anak sedang dalam kondisi yang tidak sehat, maka
sebaiknya hindari tempat-tempat yang tidak bersih.
2.3 Milliariasis
Miliarisis atau prickle heat dan yang lebih sering dikenal dengan sebutan biang
keringat adalah gangguan kulit berupa ruam yang disertai rasa gatal. Keluhan ini sering
dialami oleh bayi dan balita. Tetapi sebenarnya bisa menyerang anak di usia berapapun.
Biang keringat sering juga disebut keringat buntet dan biasa timbul di daerah dahi, leher,
kepala, dada, punggung, atau tempat-tempat tertutup yang mengalami gesekan dengan
pakaian.
Miliarisis dapat diklasifikasikan menurut letak obstruksinya:
 Miliaria kristalina : Pada sumbatan superfisial, terjadi bintik-bintik kecil dengan isi
serupa air.
 Miliaria fustulosa : Dalam waktu 24 jam sampai 48 jam dapat terjadi invasi sel-sel
polimorfonuklear.
 Miliaria rubra : Bila obstruksi dalam, terjadi lesi eritematosa papulovesikula.

Gambar miliaria kristalina pada dahi miliaria kristalina pada dada


Gambar miliaria fustulosa pada kaki miliaria fustulosa

Gambar miliaria rubra miliaria rubra

Gejala
 Rasa gatal yang menyengat seperti ditusuk-tusuk.
 Kulit berwarna kemerahan dan muncul bentolan (gelembung) berair kecil-kecil
seperti kristal bening (1-2 mm). Gelembung bisa tersebar di seluruh permukaan kulit atau
berkelompok pada bagian tertentu saja.
Penyebab
Penyumbatan pori-pori yang berasal dari kelenjar keringat. Sumbatan ini dapat
diakibatkan oleh debu atau radang pada kulit anak. Butiran-butiran keringat yang
terperangkap di bawah kulit akan mendesak ke permukaan kulit dan menimbulkan bintik-
bintik kecil yang terasa gatal.

Pencegahan
 Gantilah pakaian yang basah oleh keringat
 Bila anak berkeringat seka kulit dengan handuk kecil yang dibasahi air, lalu lap
dengan handuk kering Setelah itu, lipatan-lipatan tubuhnya boleh ditaburi bedak bayi tipis-
tipis. Lebih baik jika bedak khusus untuk biang keringat.
 Hindari pemakaian bedak berulang-ulang tanpa mengeringkan keringat terlebih
dahulu karena dapat memperparah penyumbatan dan memudahkan terjadinya infeksi bakteri
atau jamur.
 Jaga kebersihan tubuh anak, mandikan minimum dua kali sehari, dan beri talk.
 Berikan anak pakaian yang menyerap keringat, misalnya yang terbuat dari bahan
katun.
 Bila sudah timbul biang keringat, rasa gatal dapat dikurangi dengan bedak atau losyen
yang mengandung calamine.
 Jagalah agar anak tidak menggaruk daerah biang keringat tersebut, karena bila terjadi
luka maka kuman dapat masuk dan menimbulkan infeksi.
 Bila sudah timbul infeksi, dokter akan memberikan krim atau salep yang mengandung
antibiotik.
 Ruangan dengan ventilasi udara cukup sangat dianjurkan, terutama di kota-kota besar
yang panas dan pengap.
 Usahakan sirkulasi di kamar balita cukup baik.
Meskipun biang keringat sudah hilang namun Anda tetap harus waspada. Pasalnya
penyakit ini dapat berulangkali kambuh. Terutama bila udara panas dan anak berkeringat.

Penanggulangan
 Pada pripsipnya, tak perlu pengobatan khusus. Cukup dengan merawat kulit bayi
secara benar dan bersih.
 Bila biang keringat berupa gelembung kecil tanpa kemerahan pada kulit, kering, dan
tanpa keluhan, bayi cukup diberi bedak tabur/bedak kocok segera setelah mandi.
 Jika biang keringat menjadi luka yang basah, jangan dibedaki karena akan timbul
gumpalan-gumpalan yang memperparah sumbatan kelenjar keringat dan menjadi sarang
kuman yang dapat menyebabkan infeksi. - Untuk keluhan yang parah, gatal, pedih, luka atau
lecet, rewel dan sulit tidur, segera bawa ke dokter.
 Bila timbul bisul, jangan dipijit karena kuman akan menyebar dan meluas ke
permukaan kulit lainnya.

2.4 Diare
Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Amati
konsistensi tinja dan frekuensi buang air besar bayi atau balita. Jika tinja encer dengan
frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari, maka bayi atau balita tersebut
menderita diare. Biasanya timbul secara mendadak dan berlangsung < 2 minggu.
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah
putih. Namun, untuk mengetahui organisme penyebab diare, perlu dilakukan pembiakan
terhadap contoh tinja.
A. Anatomi fisiologi
Saluran gastrointestinal yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus
sampai anus. Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang
punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang
panjangnya kira-kira 25 cm (10 inchi) menjadi distensi bila makanan melewatinya.
Bagian sisa dari saluran gastrointestinal terletak di dalam rongga peritoneal. Lambung
ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah
diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-
kira ± 1500 ml. Lambung dapat dibagi ke dalam empat bagian anatomis, kardia, fundus,
korpus dan pilorus.
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal, yang jumlah
panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Untuk sekresi dan absorbsi, usus
halus dibagi dalam 3 bagian yaitu bagian atas disebut duodenum, bagian tengah disebut
yeyunum, bagian bawah disebut ileum. Pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak
dibagian bawah kanan duodenum. Ini disebut sekum pada pertemuan ini yaitu katup
ileosekal. Yang berfungsi untuk mengontrol isi usus ke dalam usus besar, dan mencegah
refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis. Usus besar
terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum yang memanjang
dari abdomen atas kanan ke kiri dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Yang mana
fungsinya mengabsorbsi air dan elektrolit yang sudah hampir lengkap pada kolon. Bagian
ujung dari usus besar terdiri dua bagian. Kolon sigmoid dan rektum kolon sigmoid berfungsi
menampung massa faeces yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon
mengabsorbsi sekitar 600 ml air perhari sedangkan usus halus mengabsorbsi sekitar 8000 ml
kapasitas absorbsi usus besar adalah 2000 ml perhari. Bila jumlah ini dilampaui, misalnya
adalah karena adanya kiriman yang berlebihan dari ileum maka akan terjadi diare. Rektum
berlanjut pada anus, jalan keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik
sfingter internal dan eksternal
B. Etiologi
Faktor infeksi
Infeksi internal, yaitu saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare.
Pada sat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab itu dapat digolongkan lagi kedalam
penyakit yang ditimbulkan adanya virus, bakteri, dan parasit usus. Penyebab utama oleh virus
yang terutama ialah rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah virus Norwalk,
astrovirus, calcivirus, coronavirus, minirotavirus dan virus bulat kecil. Bakteri-bakteri yang
dapat menyebabkan penyakit itu adalah aeromonashidrophilia, bacillus cereus, campylobacter
jejuni, clostridium defficile, clostridium perfringens, E, coli, plesiomonas, shigelloides,
salmonella spp, staphylococcus aureus, vibrio cholerae, dan yersinia enterocolitica.
C. Menilai Diare
Anak yang menderita diare dinilai dalam hal :
1. Berapa lama anak menderita diare?
Untuk mengetahui berapa lama anak menderita diare dapat ditanyakan kepada
orangtua. Apabila diare telah berlangsung lebih dari 14 hari atau lebih maka disebut dengan
diare persisten.
2. Apakah ada darah dalam tinja?
Hal ini juga dapat ditanyakan kepada orangtua.
3. Periksa tanda-tanda dehidrasi
Bayi dan balita yang mengalami dehidrasi biasanya gelisah atau rewel. Jika dehidrasi
berlanjut, bayi menjadi letargis atau tidak sadar. Karena bayi kehilangan cairan, matanya
mungkin kelihatan cekung (cowong). Jika kulit perut dicubit, kulitnya akan kembali dengan
lambat atau sangat lambat.
Perhatikan keadaan umum bayi
Periksa apakah bayi atau anak letargis atau tidak sadar. Letargis atau tidak sadar pada diare
bisa dilihat untuk mengklasifikasikan diare.
Perhatikan apakah bayi gelisah atau rewel jika anak itu selalu gelisah atau rewel tiap kali
anak disentuh atau diperiksa. Gelisah atau rewel pada bayi yang menderita diare bisa
merupakan salah satu tanda dehidrasi ringan / sedang. Apabila bayi atau seorang anak dalam
keadaan tenang pada saat diteteki tetapi menjadi gelisah atau rewel lagi jika berhenti diteteki,
maka anak atau bayi tersebut menunjukkan tanda gelisah atau rewel. Banyak anak yang
terganggu hanya karena mereka berada dalam klinik. Biasanya anak-anak ini dapat di bujuk
dan ditenangkan. Maka bayi atau balita tersebut tidak menunjukkan tanda gelisah atau rewel.
Mata cekung
Mata anak yang mengalami dehidrasi tampak cekung. Tentukan apakah menurut ibu mata
anak terlihat lain dari biasanya atu terlihat cekung.
Bisa minum, malas minum, minum dengan lahap atau haus.
Mintalah ibu untuk memberikan air dari cangkir atau sendok. Perhatikan anak ketika minum.
a. Tidak bisa minum jika anak tidak dapat memasukkan cairan ke dalam mulutnya dan
menelannya. Misalnya seorang anak mungkin tidak bisa minum karena letargis atau tidak
sadar. Atau jika anak tidak dapat menghisap atau menelan
b. Malas minum : jika anak lemah dan tidak bisa minum tanpa dibantu. Anak mungkin dapat
menelan apabila cairan dimasukkan ke dalam mulutnya.
c. Minum dengan lahap, haus : jika jelas bahwa anak mau minum dan ingin minum lagi.
Turgor kulit
Periksa dengan mencubit kulit perut bayi untuk mengetahui turgor. Jika turgor kulit
kemnalinya sangat lambat (> 2 detik) atau lambat. Cubit kulit perut bayi ( di tengah-tengah
antara pusar dan sisi perut bayi) dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Jangan
menggunakan ujung jari, karena dapat menimbulkan rasa sakit. Letakkan tangan pemeriksa
sedemikian rupa sehingga lipatan cubitan sejajar dengan tubuh bayi (memanjang dari atas ke
bawah – tidak melintang tubuh bayi). Angkat semua lapisan kulit dan jaringan di bawahnya
dengan mantap. Cubit kulit selama satu detik dan kemudian lepaskan. Amati dan lihat apakah
kulit yang dicubit itu kembali lagi dengan :
a. Sangat lambat (lebih dari 2 detik)
b. Lambat
c. Segera.
D. Klasifikasi Dehidrasi
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi dehidrasi
ringan, sedang, atau berat.
1. Diare tanpa dehidrasi
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang.
2. Dehidrasi ringan/Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
 Gelisah, cengeng
 Kehausan
 Mata cekung
 Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke
posisi semula.
3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
 Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk (letargi)
 Mata cekung, bibir kering dan biru
 Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
 Tidak bisa minum, tidak mau makan
 Muntah terus-menerus
 Berak cair terus-menerus
 Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil berkurang/kurang dari 6
popok/hari.
 Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
4. Diare persisten
Jika diare yang dialami telah berlangsung selama 14 hari atau lebih.
5. Disentri
Diare disertai darah dalam tinja dan tidak ada gangguan saluran cerna.

D. Penyebab Diare
Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang menjadi
pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa penyebab diare, yaitu:
1. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit.
2. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu.
3. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti: Campak,
Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll.

4. Pemanis buatan
Berdasarkan metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu
kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya
akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di
antaranya juga karena rotavirus.
Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi
rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini
mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna
kemudian segera masuk ke usus besar. Makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus
akan menarik air dari dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini proses transit di usus
menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap oleh usus besar. Hal inilah yang
menyebabkan tinja berair pada diare.
Sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara berlebihan tapi juga
elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare ini kemudian dapat menimbulkan
dehidrasi. Dehidrasi inilah yang mengancam jiwa penderita diare. Selain karena rotavirus,
diare juga bisa terjadi akibat kurang gizi, alergi, tidak tahan terhadap laktosa, dan sebagainya.
Bayi dan balita banyak yang memiliki intoleransi terhadap laktosa dikarenakan tubuh tidak
punya atau hanya sedikit memiliki enzim laktose yang berfungsi mencerna laktosa yang
terkandung susu sapi.
Tidak demikian dengan bayi yang menyusu ASI. Bayi tersebut tidak akan mengalami
intoleransi laktosa karena di dalam ASI terkandung enzim laktose. Disamping itu, ASI
terjamin kebersihannya karena langsung diminum tanpa wadah seperti saat minum susu
formula dengan botol dan dot. Diare dapat merupakan efek sampingan banyak obat terutama
antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan sorbitol dan manitol yang ada dalam
permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya menimbulkan diare.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang. Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak diare. Bayi
dan balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif umumnya jarang diare karena tidak
terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat
terkontaminasi bakteri dan virus.
E. Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih
dalam sehari, yang kadang disertai:
 Muntah
 Badan lesu atau lemah
 Panas
 Tidak nafsu makan
 Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare
yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-
tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam,
penurunan nafsu makan atau kelesuan.
Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan
kejang perut, serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang,
dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja
mengandung darah atau demam tinggi. Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit (misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan
irama jantung maupun perdarahan otak.
Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya
menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun
menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa
berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.
F. Pencegahan Diare
Diare termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease).
Meskipun demikian, jangan remehkan diare karena dapat mengancam jiwa. Dua pembunuh
terbesar anak-anak balita (bawah lima tahun) adalah diare dan radang paru-paru.
Penyakit diare dapat ditularkan melalui:
 Pemakaian botol susu yang tidak bersih
 Menggunakan sumber air yang tercemar
 Buang air besar disembarang tempat
 Pencemaran makanan oleh serangga (lalat, kecoa, dll) atau oleh tangan yang kotor.
Oleh karena itu diare dapat dicegah dengan cara :
1. Pemberian ASI
2. Pemberian makanan pendamping ASI yang bersih dan bergizi setelah bayi berumur 4 bulan
Faktor kebersihan ternyata ikut andil dalam menyebabkan anak diare. Mulai dari
kebersihan alat makan anak sampai kebersihan setelah buang air kecil/buang air besar. Semua
yang dapat mengenai tangan anak atau langsung masuk ke dalam mulut anak harus diawasi.
Ada cara yang mudah untuk mencegah terkena diare yaitu mencuci tangan dengan sabun
G. Penanganan Diare dengan Tepat
Tidak selamanya diare itu buruk. Sebenarnya diare adalah mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Racun yang dihasilkan oleh virus, bakteri, parasit dan
sebagainya akan dibuang keluar bersama dengan tinja yang encer. Kehilangan cairan tubuh
yang mengandung elektrolit penting adalah penyebab kematian pada penderita diare.
Dehidrasi ini berbahaya karena dapat menimbulkan gangguan irama jantung dan menurunkan
kesadaran pasien.
Sebagian besar diare akut (diare mendadak) pada anak dapat disembuhkan hanya
dengan pemberian cairan dan meneruskan pemberian makanan saja. Oleh sebab itu, inti dari
pengobatan diare adalah memberikan cairan untuk menghindari terjadi dehidrasi. Prinsip
pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan
mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan,
bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis
pasien.
Pemberian oralit merupakan pertolongan pertama pada anak diare, sayangnya, orang
tua sering terlalu panik dan cemas bila anaknya diare sehingga melupakan hal tersebut.
Sebaiknya orang tua bersabar dan lebih tenang menilai kondisi anaknya, pada dasarnya diare
merupakan penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease), yang dikhawatirkan dari
diare adalah terjadinya dehidrasi, karena itu orang tua harus tahu tentang pencegahan
dehidrasi dan tanda-tanda dehidrasi pada anak yang diare. Bayi dan balita yang diare
membutuhkan lebih banyak cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang melalui tinja
dan muntah. Pemberian cairan yang tepat dengan jumlah memadai merupakan modal utama
mencegah dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit demi sedikit dengan frekuensi sesering
mungkin.
Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit sudah dilengkapi dengan elektrolit, sehingga dapat mengganti elektrolit yang ikut
hilang bersama cairan. Baca aturan penggunaan oralit dengan baik, berapa jumlah air yang
harus disiapkan untuk membuat larutan oralit, sehingga takaran oralit dapat tepat diberikan.
Larutan sup maupun air biasa cukup praktis dan hampir efektif sebagai upaya rehidrasi oral
untuk mencegah dehidrasi. Cairan yang biasa disebut sebagai cairan rumah tangga ini harus
segera diberikan pada saat anak mulai diare. Berikan cairan dengan sendok, sesendok tiap 1-2
menit. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan minum langsung dari gelas/cangkir
dengan tegukan yang sering. Jika terjadi muntah, ibu dapat menghentikan pemberian cairan
selama kurang lebih 10 menit, selanjutnya cairan diberikan perlahan-lahan (misalnya 1
sendok setiap 2-3 menit).
Selain pemberian cairan, pemberian ASI maupun makanan pendamping ASI harus
tetap dilanjutkan agar anak tidak jatuh dalam keadaan kurang gizi dan pertumbuhannya tidak
terganggu. Sebaliknya, larutan-larutan yang hiperosmoler karena kandungan gulanya tinggi
tidak boleh diberikan, contohnya adalah teh yang sangat manis,soft drink dan minuman buah
komersial yang manis. Orang tua pun harus tahu tanda-tanda memburuknya diare. Bawa anak
ke fasilitas pelayanan kesehatan atau ke dokter jika kondisinya tidak membaik dalam 3 hari
atau buang air besar cair bertambah sering, muntah berulang-ulang, makan atau minum
sangat sedikit, terdapat demam dan tinja anak berdarah. Jangan tunggu lebih lama jika anak
menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, anak bersikap sangat rewel atau justru apatis dan lesu
pada dehidrasi yang lanjut. Untuk anak-anak yang kurang dari satu tahun, dapat dilihat atau
diraba ubun-ubunnya cekung. Pada dehidrasi yang ringan dan sedang, anak tampak sangat
kehausan, namun bila dehidrasinya berat, anak justru tidak merasa haus lagi.
Dapat juga diperiksa turgor kulit pada daerah perut yang akan berkurang
kelenturannya jika anak mengalami dehidrasi. Caranya dengan menjepit atau mencubit kulit
selama 30-60 detik, kemudian lepaskan. Bila turgor kulit masih baik, kulit akan cepat
kembali ke keadaan semula. Bila tidak, kembalinya akan lambat. Selain itu anak yang
mengalami dehidrasi matanya akan terlihat cekung, menangis tidak keluar air mata, tidak
kencing, mulut dan lidah terlihat kering. Jika terjadi hal-hal tersebut maka anak perlu
ditangani oleh petugas kesehatan. Antibiotik tidak rutin diberikan, hanya pada kasus-kasus
tertentu saja dokter akan meresepkan antibiotik. Saat ini lebih sering diberikan sejenis
probiotik yang dicampurkan dalam cairan atau makanan anak. Tujuan pemberian probiotik
adalah memperbanyak "kuman baik" sehingga dapat mempersingkat episode diare. Sejauh
ini, pemberian obat antidiare pada anak dapat berisiko menimbulkan efek samping yang
cukup berbahaya. Risiko tersebut dapat berupa mual, muntah bahkan yang cukup berat,
timbulnya ileus paralitik (gangguan pada usus) yang dapat berakibat sangat fatal, bahkan
tidak jarang membutuhkan pembedahan.
H. Penggolongan Obat Diare
Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas
penyebab diare .seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare
dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep
dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal
bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum
sesuai petunjuk dokter Sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara
berlebihan tapi juga elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare ini kemudian
dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi inilah yang mengancam jiwa penderita diare.
Obat-obat diare dapat digolongkan sebagai berikut :
A. Kemoterapeutika untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab diare seperti
antibiotika,sulfonamide, kinolon dan furazolidon.
1. Racecordil
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks
terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak
kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan
di Perancis pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut.
2. Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat motilitas
saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini
berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan
loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik
abdomen (luka di bagian perut), sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali
terjadi.
3. Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli,
Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas
aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan. Obat diare ini diindikasikan
untuk diare akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan
non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.
4. Dioctahedral smectite
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in
vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta
rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan mukolisis yang
diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang
terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut.
B. Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat menghentikan diare
dengan beberapa cara:
1. Zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan
elektrolit oleh mukosa usus seperti derivat petidin (difenoksilatdan loperamida),
antokolinergik (atropine, ekstrak belladonna)
2. Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tannin)
dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.
3. Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yang pada permukaannya dapat menyerap (adsorpsi)
zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari
makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga musilago zat-zat lendir yang menutupi
selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung seperti kaolin, pektin
(suatu karbohidrat yang terdapat antara lain sdalam buah apel) dan garam-
garam bismuth serta alumunium.
C. Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali
mengakibatkan nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium.
2.4.1 Diare epidemik
1. Gastro-enteritis karena E.coli
Gastro-enteritis pada bayi seringkali menyebabkan penyebaran dengan mortalitas yang
tinggi. Penyebabnya adalah E.coli yang bersifat pathogen atau lazim disebut Entero-
Pathogenic Escherischia coli (EPEC). Kuman ini mempunyai serotip yang sangat bevariasi.
Patogenesis
EPEC merupakan sebagian dari keluarga E.coli yang merupakan penghuni normal
usus halus manusia. Kemudian, sebagian E.coli ini dapat menyebabkan diare pada manusia
dan hewan. Pada bayi EPEC ternyata dapat menyebabkan wabah diare dengan mortalitas
yang tinggi. Karena itu, jenis-jenisE.coli yang dapat menyebabkan diare adalah EPEC.
Kuman EPEC ini tidak menyerang mukosa usus, hanya bersarang dalam lumen usus. Diare
disebabkan oleh toksin yang dilepaskan oleh kuman ini dan menyebabkan sekresi usus, dapat
terjadi dehidrasi dan asidosis. Selain itu, diare karena EPEC seringkali disertai dengan
mengurangnya produksi dan aktivasi disakaridase, terutama laktase. Hal ini meningkatkan
diare kalau diberi susu dengan kadar laktosa yang tinggi. Keadaan ini sangat mempengaruhi
terapi dietik penyakit ini, yaitu kita harus memakai susu yang rendah kadar laktosanya.
Akibat defisiensi laktase, laktosa tidak dihancurkan dan tidak diserap. Karena itu,
laktosa terus ke kolon dan akibat fermentasi menjadi asam organik. Hal ini menambah
osmotik load kolon yang kemudian menarik air lagi ke dalam lumen dan menyebabkan cairan
feses bertambah.
Gambaran klinik
Penyakit ini dimulai dengan letrgi dan anoreksia, berat badan turun dan kemudian
terdapat diare serta muntah. Tinja biasanya banyak, cair, berwarna hijau atau kuning. Yang
agak khas adalah baunya seperti bau sperma. Lama kelamaan dapat terjadi dehidrasi ,
asidosis dan syok. Keadaan yang berat ini dapat terjadi dengan cepat, yaitu dalam waktu
beberapa jam saja.
Pengobatan
Pemberian makanan per os harus dihentikan untuk 6 sampai 24 jam sesuai dengan
beratnya diare. Kalau tidak terdapat dehidrasi selama ini, cukup diberi glukosa 5 % dan NaCl
0,25 N per os dalam perbandingan yang sama. Banyaknya cairan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan badan ditambah dengan cairan yang hilang akibat diare. Kalau terdapat
dehidrasi, pemberian cairan perlu ditambah. Bilamana dehidrasi telah diatasi, dapat dimulai
makanan per os dengan pemberian susu. Dalam hal ini sebaiknya dipakai susu yang rendah
kadar laktosanya.
Antibiotika dapat diberikan mula-mula berupa Neomisin 50 mg/kg berat badan sambil
menunggu biakan tinja dan sensitivity test. Selain itu, dapat sicoba sefalosporin 50 mg/kg
berat badan. Sesudah ada hasil biakan dan resistance test, dapat diberi antibiotik yang sesuai.
2. Salmonelosis
Salmonelosis disebabkan oleh salmonela Javiana, Salmonela Havana, Salmonela
Oranienburg, Salmonela Senftenberg dan lain-lain. Penyakit ini dimulai dengan diare, disertai
panas dan ikterus kemudian terjadi sepsis dan meningitis.
Patofisiologi
Mula-mula kuman menyerang menyerang traktus digestivus pada usus halus yang
mengenai bagian submukosa. Sesudah itu terjadi penyabaran hematogen yang menyebabkan
terjadinya sepsis dan meningitis
Gejala
Gejala utama ialah diare yang frekuen, tinja berwarna bening dan cair, dapat disertai
dengan lendir. Biasanya tidak ada darah. Diarenya bersifat akut dan bayi dapat jatuh dalam
dehidrasi dan asidosis. Gejala yang lain ialah suhu badan yang meningkat, ikterus, kesulitan
pernafasan, konvulsi, dan letargi.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan mikrologik yaitu biakan feses,
darah dan likuor serebrospinalis. Namun pada tempat-tempat yang endemis bila terdapat
gejala klinis seperti diare, panas dan ikterus terapi yang terarah terhadap salmonelosis dapat
dibenarkan
Pengobatan
Tahap pertama pengobatan ialah memberikan cairan dan elektrolit untuk mengatasi
dehidrasi dan asidosis. Antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini toksis dan mudah
menyebar secara homogen. Antibiotika harus sesuai dengan pemantauan resistensi kuman,
pada saat ini obat yang efektif adalah Kloromisetin dengan dosis 50 mg/kg berat badan
Prognosis
Bila pengobatan terlambat maka angka kematian dapat mencapai 50 %, karena kuman ini
cepat menyebar menjadi sepsis. Setiap diare pada neonatus yang disertai dengan panas dan
ikterus maka Samonelosis harus dipikirkan.

2.4.2. Kasus dan asuhan kebidanan


Contoh kasus
Ibu R datang ke bidan membawa anaknya yang berusia 7 hari. Ibu mengatakan bayinya
menderita diare sejak kemarin. Pada pemeriksaan berat badan bayi 3000 gr, suhu 36,8o C.
Bayi menangis kuat, mata bayi tidak cekung. Cubitan kulit perut anak kembali dengan segera.
Bayi diberikan ASI.

Diagnosa
Bayi Ny R usia 7 hari dengan Diare tanpa dehidrasi.

Asuhan bidan
1 Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu.
2 Mengatasi diare dengan rencana terapi A untuk mencegah dehidrasi, yaitu dengan cara
pemberian ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
3 Memberitahukan kepada ibu tanda-tanda dehidrasi pada diare
4 Anjurkan ibu untuk terus memantau kondisi bayi dan segera membawanya ke fasilitas
pelayanan kesehatan jika diare terus berlanjut dan semakin parah
2.5.Obstipasi
2.5.1. Pengertian
Obstipasi berasal dari bahasa Latin. Ob berarti in the way : perjalanan
Stipare berarti to compress : menekan. Secara istilah obstipasi adalah bentuk konstipasi parah
dimana biasanya disebabkan oleh terhalangnya pergerakan feses dalam usus (adanya
obstruksi usus).
2.5.2. Penyebab
Obstipasi bisa akibat obstruksi dari intralumen usus meliputi, akibat adanya kanker
dalam dinding usus atau pun obstipasi akibat obstruksi dari, ekstralumen usus, biasanya
akibat penekanan usus oleh massa intraabdomen misalnya adanya tumor dalam abdomen
yang menekan rectum.
2.5.3. Jenis
1. Obstipasi obstruksi total
Memiliki ciri tidak keluarnya feses atau flatus dan pada pemeriksaan colok dubur didapatkan
rectum yang kosong, kecuali jika obstruksi terdapat pada rectum.
2. Obstipasi obstruksi parsial.
Penyumbatan pada sebagian lumen. Memiliki ciri pasien tidak dapat buang air besar selama
beberapa hari tetapi kemudian dapat mengeluarkan feses disertai gas. Keadaan obstruksi
parsial kurang darurat daripada obstruksi total.
2.5.4. Gejala
Sakit perut, BAB mungkin disertai rasa sakit
Turun atau hilangnya napsu makan
Rewel
Mual atau muntah
Turunnya berat badan
Noda feses di celana dalam anak yang menandakan banyaknya feses yang tertahan di
rektum (bagian usus besar terdekat dengan anus). Jika anak mengalami konstipasi yang
cukup berat, ia dapat kehilangan kemampuan merasakan kebutuhan ke toilet untuk BAB
sehingga menyebabkan anak BAB di celananya. Hal ini disebut encopresis atau fecal
incontinence.
Mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat menyebabkan robekan kecil pada
lapisan mukosa anus (anal fissure) dan perdarahan
Konstipasi meningkatkan risiko infeksi saluran kemih
2.5.5. Penyebab
Konstipasi dapat disebabkan oleh:
Kecenderungan mengalami gerakan usus yang lebih lambat, misalnya pada anak dengan
riwayat feses yang lebih padat dari normal pada minggu-minggu awal setelah lahir. Feces
yang lebih padat ini biasanya diawali dengan riwayat mekonium kental pada saat lahir. Selain
itu hal ini terjadi pada bayi yang diberikan makanan pendamping ASI (PASI) lebih awal
karena PASI lebih sulit dicerna oleh bayi terutama pada minggu-minggu awal setelah lahir.
Nutrisi yang buruk, misalnya yang tinggi lemak hewani dan gula. Karena rendah serat.
Beberapa obat dapat menyebabkan konstipasi, misalnya antasid, fenobarbital (obat kejang),
obat pereda nyeri, dan obat batuk yang mengandung kodein. Karena mempengaruhi reaksi
metabolisme dan peristaltik usus.
Kebiasaan BAB yang tidak baik, misalnya tidak tersedianya cukup waktu untuk BAB
dengan tuntas. Saat BAB hendaknya dalam keadaan tenang dan tidak tergesa-gesa.
Kurangnya asupan cairan. Cairan berfungsi sebagai pengencer atau pelunak. Jika
kekurangan cairan akan membuat feses menjadi lebih keras dari pada biasanya.
Kurangnya aktivitas fisik. Aktivitas fisik mempengaruhi kinerja metabolisme pembakaran
kalori.
Adanya kondisi anus yang menyebabkan nyeri, misalnya robekan pada lapisan mukosa
anus (anal fissure). Hal ini seperti lingkaran setan karena mengedan untuk mengeluarkan
feses yang keras dapat menyebabkan terjadinya fissure, dan nyeri yang disebabkan fissure
menyebabkan anak menahan kebutuhan BAB yang memperparah konstipasi.
Toilet training yang dipaksakan. Toilet training pada anak yang belum siap secara
emosional dapat mengakibatkan anak memberontak dengan menahan keinginan BAB. Jika
anak belum siap untuk menjalani toilet training, tunggu beberapa bulan sebelum memulainya
kembali.
Konstipasi dapat merupakan akibat dari beberapa penyakit seperti tidak adanya saraf
normal di sebagian usus (Hirschprung disease), kelainan saraf tulang belakang, kurangnya
hormon tiroid, keterbelakangan mental, atau beberapa kelainan metabolik. Namun sebab-
sebab ini relatif jarang dan umumnya disertai gejala lain.

2.5.6. Penanggulangan
Umumnya masalah ini dapat ditangani dengan cara sebagai berikut:
1.Kebiasaan BAB yang baik
Anak yang mengalami konstipasi harus dilatih untuk membangun kebiasaan BAB
yang baik. Salah satu caranya adalah dengan membiasakan duduk di toilet secara teratur
sekitar lima menit setelah sarapan, bahkan jika anak tidak merasa ingin BAB. Anak harus
duduk selama lima menit, bahkan jika anak telah menyelesaikan BAB sebelum lima menit
tersebut habis. Anak juga harus belajar untuk tidak menahan keinginan BAB. Kadang anak
mengalami kekhawatiran jika harus menggunakan toilet di sekolah. Jika orang tua mencurigai
adanya masalah tersebut, orang tua hendaknya membicarakan masalah tersebut dengan anak
maupun pihak sekolah.
2.Makanan tinggi serat
Serat membuat BAB lebih lunak karena menahan lebih banyak air dan lebih mudah
untuk dikeluarkan. Memperbanyak jumlah serat dalam makanan anak dapat mencegah
konstipasi. Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan serat anak adalah:
o Berikan minimal 2 sajian buah setiap hari. Buah yang dimakan beserta kulitnya, misalnya
plum, aprikot, dan peach, memiliki banyak kandungan serat.
o Berikan minimal 3 sajian sayuran setiap hari.
o Berikan sereal yang tinggi serat sepert bran, wheat, whole grain, dan oatmeal.
o Hindari sereal seperti corn flakes.
o Berikan roti gandum (wheat) sebagai ganti roti putih.
Banyak minum dapat mencegah konstipasi. Biasakan anak untuk minum setiap kali
makan, sekali di antara waktu makan, dan sebelum tidur. Namun perlu diperhatikan bahwa
terlalu banyak susu sapi atau produk susu lainnya (keju, yogurt) justru dapat mengakibatkan
konstipasi pada sebagian anak.
3.Laksatif
Laksatif mungkin dibutuhkan untuk menangani konstipasi. Jika laksatif tidak bekerja
atau harus diberikan berulang kali, anak harus dievaluasi oleh dokter. Perlu diingat
bahwa penggunaan laksatif jangka panjang dapat berbahaya bagi anak. Karena itu, laksatif
hanya boleh digunakan dengan pengawasan dokter dan sesuai dosis yang diberikan.
4.Supositoria
Jika setelah 2-3 hari penggunaan laksatif konstipasi anak tidak membaik, supositoria
seperti glycerin ataudurolax suppositories dapat digunakan. Supositoria harus dilapisi dengan
pelicin yang larut dalam air seperti KY jelly sebelum dimasukkan ke rektum (bagian usus
besar terdekat dengan anus). Jangan gunakan vaselin karena vaselin tidak larut dalam air.
BAB biasanya akan terjadi 30 menit setelah pemberian supositoria.
5.Enema
Enema tidak boleh diberikan pada anak kecuali jika dokter memerintahkannya.
6.Irigasi usus
Hal ini hanya diperlukan pada sebagian kecil anak yang mengalami konstipasi yang
sangat berat. Hal ini dilakukan di RS dengan memberikan cairan bernama Golytely baik
dengan cara diminum atau melalui selang lambung.

2.6 Infeksi /sepsis


2.6.1 Prinsip dasar
Infeksi pada bayi baru lahir lebih sering di temukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
di temukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar
rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan (imunitas transplasenta terhadap kuman
yang berasal dari ibunya). Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari
orang lain dan terhadap kuman dari orang lain, dalam hal ini bayi tidak memiliki imunitas.
Bayi baru lahir beresiko tinggi terinfeksi apabila ditemukan:
Riwayat kehamilan:
Infeksi pada ibu selama kehamilan antara lain TORCH
Ibu menderita eklampsia
Ibu dengan diabetes melitus
Ibu mempunyai penyakit bawaan

Riwayat kelahiran:
Persalinan lama
Persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vacum, seksio sesarea)
Ketuban pecah dini
Air ketuban hijau kental
Riwayat bayi baru lahir
Trauma lahir
Lahir kurang bulan
Bayi kurang mendapat cairan dan kalori
Hipotermia pada bayi.

2.6.2 Penanganan
Pertahankan tubuh bayi tetap hangat
ASI tetap diberikan atau di beri air gula
Diberikan antibiotika berspektrum luas. Penggunaan antibiotik yang banyak dan tidak
terarah dapat menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang tahan terhadap antibiotika dan
mengakibatkan tumbuhnya jamur yang berlebihan, misalnya jenis candida albicans.
Perawatan sumber infeksi, misalnya pada infeksi tunggal tali pusat (omfalitis)di beri salep
yang mengandung neomisin dan basitrasin.

2.6.3 Jenis dan antibiotika yang dinjurkan untuk neonatus


Jenis antibiotika Dosis Frekuensi pemberian
Injeksi benzil penisilin 50.000 iu/kg/kali i.m. Tiap 12 jam
Atau
Injeksi ampisilin 50 mg/kg/kali i.m/i/v Tiap 8 jam
Dikombinasikan dengan
Injeksi aminoglikosida 2,5 mg/kg/kali i.m/i.v. Tiap 12 jam
(gentamisin)
Eritromisin 50 mg/kg/hari Dalam 3 dosis

2.6.4 Klasifikasi
Infeksi pada neonatus dapat di bagi melalui beberapa cara. Blanc (1961) membaginya
dalam 3 golongan, yaitu:
1. Infeksi antenatal
Kuman mancapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Disini kuman itu melalui batas
plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan
masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan lahir ini ialah:
(a) virus, yaitu rubella, poliomyelitis, coxsakie, variola, vaccinia, cytomegalic inclusion.
Virus rubella dapat menimbulkan penyakit menular yang biasanya disebut sebagai
campak jerman. Rubella dapat menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Bisa menyerang
orang tua, remaja, anak - anak, bahkan bayi sekalipun. Walaupun penderita rubella tidak
menampakkan gejala klinis 14-21 hari, namun virus ini sebetulnya telah berada di beberapa
tempat misalnya tenggorokan, bulu hidung, air seni, dan kotoran
manusia.

Penyakit ini biasanya menyerang pada bagian saluran pernafasan atau di dalam
tenggorokan. Cara penularannya bisa lewat udara, ludah, kontak kulit, dan dapat juga lewat
kotoran manusia. Virus ini sangat berbahaya bila menyerang ibu hamil karena bisa
mengakibatkan keguguran. Kalau tidak keguguran maka anak yang dilahirkan bisa terkena
penyakit katarak, tuli, hidrosefalus,microsefalus, hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ
tubuh seperti jantung, para - paru, dan limpa). Bisa juga menyebabkan berat bayi tidak
normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata dan beberapa
jenis penyakit lainnya, hal ini dikarenakan virus dapat menembus barier plasenta dan
langsung patogenik terhadap janin yang dikandungnya.
Biasanya anak lahir dengan berat badan
rendah, trombositopenia, purpura, mikrofthalmi,glaukoma, kornea yang keruh, rettinopati
pigmentosa, tuli dan gambaran radiolusen pada tulang. Virus dapat diekspresikan melalui
urin maupun pernafasan sampai selama 2 tahun, tetapi sebagian menetap dalam tubuh bayi
yang membentuk respons imunitas kuat. Dilaporkan pula bahwa virusrubella persisten pada
bayi dan anak, dapat menyebabkan kelainan endokrin,misalnya terjadinya hipo.
Rubella dapat ditularkan melalui kontak perpafasan dan memiliki masa inkubasi antara
2-3 minggu. Penderita dapat menularkan penyakit ini selama seminggu sebelum dan sesudah
timbulnyarash (bercak - bercak merah) pada kulit. Rash pada rubella berwarna merah jambu,
menghilang dalam waktu 2-3 hari dan tidak selalu muncul untuk semua kasus infeksi.
(b) Spirokaeta, yaitu treponema palidum
(c) Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali e.coli dan listeria
monocytogenes.Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada
plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi
cairan amnion tersebut.

2. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara lain. Mikroorganisme dari
vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama
(jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam) mempunyai
peranan panting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi
walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi
vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia
kongenital. Selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga
melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan oral
trush. Blenorea adalah aliran bebas dari permukaan mukosa khususnya suatu sekret gonorhea
dari uretra atau vagina.

3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat
perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pascanatal ini
sebelumnya sebagian besar dapat di cegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas infeksi
pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman yang sudah
tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
Diagnosis infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi
itu sendiri, tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan bayinya.
Diagnosis perinatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua
seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yang teliti,
anamnesis kahamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisis dan
labolatorium. Seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian
berdasarkan persangkaan itu, diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan selanjutnya.
Infeksi pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala
infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demkian diagnosis dini dapat ditegakkan kalau
kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku neonatus, yang seringkali merupakan
tanda permulaan infeksi umum. Neonatus, terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam
partama dan bayi tersebut tidak menderita panyakit atau kelainan kongenital tertentu, namun
tiba-tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut
mungkin sekali disebabkan oleh infeksi (Hutchinson, 1972). Gejala infeksi pada neonatus
biasanya tidak khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua atau pada anak. Beberapa
gejala yang dapat disebutkan diantaranya ialah malas minum, gelisah atau mungkin nampak
letargis, frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba menurun, pergerakan kurang,
muntah dan diare. Selain itu dapat terjadi edema, sklerema(gangguan jaringan adiposa yang
menyebabkan kulit menjadi dingin, berwarna putih kekuningan seperti papan dan keras pada
bayi preterm), purpura atau perdarahan, ikterus, hepatosplenomegali(pembesaran hati dan
limfa) dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi, normal atau dapat pula kurang dari normal.
Pada bayi BBLR seringkali terdapat hipotermia dan sklerema. Umumnya dapat dikatakan bila
bayi itu ”not doing well” kemungkinan besar ia menderita infeksi.
2.6.5 Pembagian infeksi perinatal
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan
besar, yaitu infeksi berat dan infeksi ringan.
1. Infeksi berat (major infections) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare
epidemik,pielonefritis, osteitis akut, tetanus neonatorium.
2. Infeksi ringan (minor infections) : infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum,
infeksi umbilikus (omfalitis), moniliasis.
1. Infeksi berat
a. Sepsis neonatal
Gejala sepsis pada neonatus telah diterangkan pada diagnosis infeksi perinatal.
Dengan menemukan gejala tersebut, apalagi dari anamnesis diketahui terdapat kemungkinan
adanya infeksi antenatal atau infeksi maka tindakan yang dilakukan adalah:
1. Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu biakan darah dan uji resistensi.
Antibiotika yang menjadi pilihan pertama adalah sepalosforin (sefotaksim) dengan dosis
200mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam dua dosis, dikombinasikan dengan amikasin yang
diberikan dengan dosis awal 10mg/kgbb/hari atau dengan gentamisin 6mg/kgbb/hari masing-
masing dibagi dalam dua dosis. Pilihan kedua ialah ampisilin 300-400mg/kgbb/hari
intravena, dibagi dalam empat dosis. Pilihan selanjutnya ialah kotrimoksazol 10mg/kgbb/hari
intravena dibagi dalam dua dosis selama 3 hari, dilanjutkan dengan dosis 6mg/kgbb/hari
intravena dibagi dalam dua dosis (dihitung berdasarkan dosis trimetropin). Lama pengobatan
unuk sepsis neonatal ialah 14 hari. Pada pemberian antibiotika ini yang perlu diperhatikan
ialah pemberian kloramfenikol pada neonatus tidak melebihi 50mg/kgbb/hari untuk
mencegah terjadinya sindrom ”grey baby” dan pemberian sefalosforin serta kotrimoksazol
tidak dilakukan pada bayi yang berumur kurang dari 1 minggu.
2. Pemeriksaan labolatorium rutin.
3. Biakan darah dan uji resistensi.
4. Pungsi lumbal dan biakan cairan serebrospinalis dan uji resistensi.
5. Bila ada indikasi dapat dilakukan biakan tinja dan urin.

b. Meningitis pada neonatus


Meningitis biasanya didahului oleh sepsis, karena itu pada setiap persangkaan sepsis
harus dilakukan pungsi lumbal. Penilaian cairan serebrospinalis harus hati-hati, karena pada
umumnya cairan serebrospinalis pada neonatus sifatnya xantokrom, pleiositik, reaksi
nonne dan pandy-nya positif. Penyelidikan di RSCM Jakarta oleh Monintja
dkk(1971) menunjukkan bahwa jumlah sel yang normal pada neonatus dapat mencapai
20/mm3 (60/3/mm3). Dengan demikian untuk membantu diagnosis meningitis purulenta pada
neonatus jumlah sel harus lebih dari 20/mm3. Etiologi meningitis pada neonatus di RSCM
Jakarta ialah salmonella spp, terutama e.coli, pneumococcus,
staphylococcus dan streplococcus
hemolyticus.
Gejala klinis yang mungkin ditemukan ialah mula-mula terdapat gejala seperti sepsis
yang kemudian dapat disertai kejang, ubun-ubun besar menonjol, kaku kuduk, opistotonis.
Pada neonatus kaku kuduk tidak begitu sering ditemukan.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis kehamilan atau persalinan yang
pertolongannya tidak asepik; kemungkinan adanya infeksi antenatal, intranatal atau
pascanatal disertai gejala klinis dan hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis.
Pengobatan yang diberikan sama dengan pengobatan sepsis neonatal, hanya berbeda
dalam lama pengobatan yaitu pada meningitis antibiotika diberikan selama 21 hari.
Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural (keluarnya cairan kedalam bagian
yang terletak diantaradurameter dan arakhnoid), ventrikulitis (radang ventrikel, khususnya
ventrikel otak karena terjadinya penjalaran infeksi lebih lanjut), hidrosefalus yang merupakan
komplikasi lanjutan dari efusi subdural dan ventrikulitis yang selanjutnya
menimbulkan gejala sisa neorologis.
c. Pneomonia kongenital
Infeksi terjadi intrauterin karena inhalasi likuor amnion yang septik. Hal ini terjadi
karena masuknya cairan amnion yang terinfeksi ke dalam paru-paru. Gejala pada waktu lahir
sangat menyerupai asfiksia neonatorum, penyakit membran hialin atau perdarahan
intrakranial. Kelainan ini sulit didiagnosis dengan tepat. Penting sekali mengetahui peristiwa
yang terjadi pada saat kehamilan dan kelahiran, yaitu apakah ada kemungkinan infeksi.
Gejala yang mungkin ditemukan ialah apneu neonatal atau gejala seperti penyakit membran
hialin. Diagnosis ditegakkan setelah pemeriksaan radiologis thoraks.
Pneumonia kongenital harus dicurigai bila terdapat ketuban pecah lama, air keruh
berbau dan bila terdapat kesulitan pernafasan pada saat bayi lahir. Tanda klinis pada
pemeriksaan paru misalnya ronki tidak selamanya ada.
Pengobatan yang diberikan adalah resusitasi yang baik pada saat bayi baru lahir.
Pemberian oksigen (30-40%)dengan kelembaban udara lebih dari 75%. Suhu tubuh
dipertahankan dan harus di jaga jangan sampai terjadi hipotermia bila bayi tidak dimasukkan
dalam inkubator. Diberikan antibiotika spektrum luas yaitu ampisilin 100mg/kgbb/hari
intravena dikombinasikan dengan gentamisin 3-5 mg/kgbb/hari. Bila obat tersebut tidak ada,
dapat dicoba memberikan penisilin 50.000u/kgbb/hari dikombinasikan dengan kloramfenikol
dengan dosis tidak melebihi 50mg?kgbb/hari.
d. Pneumonia aspirasi
Penyakit ini merupakan penyebab kematian utama BBLR. Hal ini disebabkan saat
pemberian makanan peroral dimulai, terjadi aspirasi yaitu karena refleks menelan dan refleks
batuk belum sempurna. Pneumonia aspirasi ini harus dicurigai bila BBLR tiba-tiba
menunjukkan gejala letargi, anoreksia, berat badan tiba-tiba menurun dan kalau terdapat
serangan apneu . Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan radiologi thoraks.
e. Pneumonia karena infeksi ”airborn”
Patogenesis panyakit ini sama dengan patogenesis bronkopneumonia pada bayi yang
lebih tua. Biasanya akibat kontak dengan orang dewasa yang menderita infeksi saluran
pernafasan bagian atas.
Penyebabnya biasanya pneumococcus, h.influenza atau virus. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh e.coli, enterococcus, proteus dan pseudomonas. Gejala klinis biasanya
didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas dengan rinitis (radang membran
mukosa hidung) dan seterusnya. Kemudian terjadi dispneu, pernapasan cuping
hidung, sianosis dan batuk. Pada pemeriksaan paru dapat ditemukan ronki basah yang
nyaring. Pada pemeriksaan radiologis thoraks dapat terlihat infiltrat. Pengobatan yang
diberikan sama seperti bronkopneumonia yang lain.
f. Pneumonia staphylococcus
Terutama terjadi pada bayi yang lahir di rumah sakit. Mula-mula terdapat
infeksistaphylococcus pada suatu tempat, kemudian terjadi penyebaran ke paru sehingga
terjadipneumonia atau piotoraks.
Proses ini terjadi dengan cepat disertai gejala sesak nafas, sianosis, keadaan umum
bayi cepat memburuk. Pengobatan yang diberikan ialah dengan pemberian antibiotika yang
masih efektif terhadap staphylococcus misalnya kloksalisin, sefalsporin. Pengobatan lain
sesuai dengan pengobatan bronkhopneumonia yang lain.
g. Infeksi traktus urinarius
Neonatus yang menderita penyakit ini biasanya menunjukkan gejala demam, tidak
mau minum, muntah, pucat dan berat badan menurun. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan urin (hasil biakan urin). Pada neonatus jumlah leukosit dalam urin menjadi
berarti bila lebih dari 15/mm3. Pengobatannya ialah dengan pemberian ampisilin dan
aminoglikosida, sambil menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi.
h. Osteitis akut
Penyakit ini biasanya diakibatkan metastatis dari fokus
infeksi staphylococcus ditempat lain. Penyebab utamanya ialah staphylococcus aureus.
Gejala penyakit ini ialah suhu tubuh meninggi, bayi tampak sakit berat; lokal terdapat
pembengkakan dan bayi menangis kalau bagian yang terkena digerakkan. Keadaan ini pada
neonatus dapat ditemukan pada beberapa tempat dan umumnya terjadi
pada maksila dan pelvis. Pengobatannya ialah dengan pemberian antibiotika yaitu kloksalisin
50mg/kgBB/hari secara parenteral. Lokal dilakukan aspirasi dari pus.
i. Tetanus neonatorum
Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi
berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan kuman anerobik Clostridium tetani yaitu kuman
yang mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. Spora kuman tersebut
masuk kedalam tubuh bayi melalui pintu masuk satu-satunya, yaitu tali pusat, yang dapat
terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir dengan alat tidak suci hama,
terutama dengan sembilu bambu oleh dukun, maupun pada saat perawatannya sebelum puput
(terlepasnya tali pusat) melalui pemakaian obat, bubuk, talkum atau daun-daunan yang di
gunakan masyarakat. Masa inkubasi 3-28 hari, rata-rata 6 hari. Apabila masa inkubasi kurang
dari 7 hari, biasanya penyakit lebih parah dan angka kematiannya tinggi. Tetanus neonatorum
masih banyak terdapat di negara-negara sedang membangun termasuk indonesia dengan
kematian bayi yang tinggi, dengan angka kematian 80%.Angka kematian kasus ( Case
Fetality Rate atau CFR) sangat tinggi. Pada kasusu tetanus neonatorum yang tidak dirawat,
angkanya mendekati 100% terutama yang memiliki masa inkubasi kurang dari 7 hari. Angka
kematian kasus tetanus neonatorum yang dirawat di rumah sakit di Indonesia bervariasi
dengan kisaran 10,8 – 55%.
Beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya tetanus neonatorum
diantaranya adalah ; pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil tidak
dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program, dan kerena
perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Sembuh dari
penyakit tetanus bukan berarti seseorang / bayi selanjutnya kebal terhadap tetanus. Toksin
tetanus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit tetanus, tidak cukup untuk
merangsang tubuh penderita dalam membentuk zat anti (antibody) terhadap tetanus. Itulah
sebabnya seseorang / bayi penderita tetanus harus menerima imunisasi TT pada saat
diagnosis dan atau setelah sembuh.
TT akan merangsang pembentukan antibody spesifik yang mempunyai peranan
penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT
dalam tubuhnya akan membentuk antibody tetanus. Seperti difteri, antibody tetanus termasuk
dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta , masuk dan menyebar melalui
aliran darah janin ke seluruh tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanus
neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak pemberian TT pertama
dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran , sangat menentukan kadar
antibody tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan
kedua, serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi, maka kadar antibody tetanus dalam
darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan mempertinggi respon
imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk menyeberangkan antibody tetanus dalam
jumlah yang cukup tinggi dari tubuh ibu hamil ketubuh bayinya.
Gejala klinik tetanus neonatorum antara lain sebagai berikut :
a. Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot rahang dan
faring (tenggorok).
b. Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan.
c. Kejang terutama apabila terkena rangsangan cahaya, suara dan sentuhan.
d. Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru.
Cara penanganan tetanus neonatorum yaitu :
Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang.
Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas. Pemasangan spatel
lidah yang dibungkus kain untuk mencegah lidah tergigit.
Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya ditali pusat atau di telinga.
Mengobati penyebab tetanus dengan dengan anti tetanus serum (ATS) dan antibiotika.
Perawatan yang adekuat : kebutuhan oksigen, makanan, keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Penderita /bayi ditempatkan dikamar yang tenang dengan sedikit sinar mengingat penderita
sangat peka akan suara dan cahaya yang dapat merangsang kejang.

Bagan penanganan tetanus neonatorum

Tanda-tanda Tiba-tiba bayi demam/panas, mendadak bayi tidak mau menetek


(mulut tertutup atau trismus), mulut mencucu seperti ikan, mudah
sekali kejang (misalnya kalau dipegang, kena sinar atau kaget),
disertai sianosis, kaku kuduk posisi punggung melengkung,
kepala mendongak ke atas (opistotonus)
Kategori Tetanus neonatorum sedang Tetanus neonatorum berat
Penilaian
- Umur bayi > 7 hari 0-7 hari
kadang-kadang
- Frekuensi kejang sering
- Bentuk kejang Mulut mencucu Mulut mencucu
Trismus kadang-kadang Trismus terus menerus
Kejang rangsang (+) Kejang rangsang (+)
- Posisi badan Opistotonus kadang-kadang Selalu opistotonus
- Kesadaran Masih sadar Masih sadar
Tali pusat kotor
-Tanda-tanda infeksi Tali pusat kotor
Lubang telinga bersih/kotor Lubang telinga bersih
/kotor
Penanganan
Puskesmas Bersihkan jalan nafas.
Masukkan sendok/spatel dibungkus kain untuk menekan lidah.
Beri oksigen.
Atasi kejang dengan:
- Diazepam 0,5 mg/kg/i.m. atau supositoria
- Apabila masih kejang, ulangi tiap 30 menit.
- Ditambah Luminal 30 mg i.m. sampai kejang berhenti.
Infus glukose 10% sebanyak 80 ml/kg/hari.
Antibiotika 1 kali (penisilin prokain 50.000 U/kg/hari/i.m.)
Bersihkan tali pusat.
Rujuk ke rumah sakit.

Rumah sakit Umur lebih dari 24 jam ditambah Bikarbonas Natrikus 1,5%
(4:1).
Dosis anti kejang i.v. dengan dosis rumat.
Diazepam 8-10 mg/kg i.v. tiap 6 jam.
ATS 10.000 mg/kg i.v. atau Prokain Penisilin 50.000 U/kg i.m.
selama 3 hari.
Ruang perawatan tenang.
2. Infeksi ringan.
a. Pemfigus neonatorum
Biasanya bersifat sebagai impetigo bulosa (vesikel-vesikel berkembang membentuk
bula / lepuhan lesi kulit yang berbatas jelas, mengandung cairan dan dapat pecah ). Infeksi ini
disebabkan oleh staphylococcus. Mula-mula timbul sebagai vesikel yang jernih kemudian
menjadi purulen, yang dikelilingi daerah yang kemerahan. Infeksi ini dapat meluas dan dapat
menyebabkan gejala sistemik yang berat. Kadang-kadang kulit mengelupas dan
menjadi dermatitis eksfoliativa (penyakit retter). Pemphigus neonatorum ini dapat
mengakibatkan suatu epidemi dalam suatu bangsal bayi baru lahir.
Pengobatannya ialah dengan mengisolasi penderita dan pada perawatan hendaknya
harus diingat syarat asepsis. Lokal dapat di cuci dengan larutan kalikus permanganas.
Antibiotika yang diberikan ialah kloksalisin 50mg/kgbb/hari. Bula di insisi dan lesi kulit yang
ringan cukup diberi pengobatan lokal dengan salep neomisin dan basitrasin.
b. Oftalmia neonatorum
Blenorea atau konjungtivitis gonoreika disebabkan oleh infeksi kuman neisseria
gonorrhoeae pada konjungtiva bayi pada waktu melewati jalan lahir. Selain itu dapat
ditularkan melalui tangan perawat yang mendapat kontaminasi kuman ini. Gejala klinisnya
adalah konjungtiva mula-mula hiperemis (konjunctiva berwarna lebih merah), terdapat edema
palpebra, bulu mata lengket karena pus dan mata mengeluarkan sekret yang purulen.
Penyakit ini biasanya bersifat bilateral. Pada stadium selanjutnya kornea akan terserang dan
dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan sekret mata.
Dengan pewarnaan gram dapat ditemukandiplococcus yang gram negatif intrasel dan
ekstrasel.
Pengobatan yang diberikan ialah penderita harus diisolasi dan lokal dapat diberikan
salep mata yang mengandung neomisin dan basitrasin, kloramfenikol atau penisilin.
Diberikan pula antibiotika sistemik yaitu penisilin. Profilaksis dengan cara crede sampai
sekarang masih diakui sebagai cara terbaik. Segera sesudah bayi lahir, mata ditetesi larutan
argenti nitral 1% yang masih baru. Bila terdapat iritasi, mata dapat dibilas dengan larutan
garam fisiologis.
c. Omfalitis
Pangkal umbilikus seringkali terkena infeksi staphylococcus aureus. Pada tempat ini
terjadi radang dan dapat mengeluarkan nanah, sekitarnya merah dan terdapat edema. Pada
keadaan yang berat, infeksi dapat menjalar ke hepar melalui ligamentum falsiforme dan
menyebabkan abses yang multipel. Pada keadaan kronik dapat terjadi granuloma (nodus
kecil) pada umbilikus. Pengobatan yang diberikan ialah lokal dapat diberikan salep yang
mengandung neomisin dan basitrasin. Selain itu dapat dipakai juga salep gentamisin. Bila
terdapat granuloma, kelainan ini dapat diberi argentinitras 3%. Pencegahan dapat dilakukan
dengan perawatan tali pusat yang baik. Bila dalam bangsal perawatan bayi terdapat banyak
infeksi dengan staphylococcus, hendaknya perawatan tali pusat dilakukan dengan
memberikan tingtura jodii pada bagian ujung tali pusat setelah dipotong, kemudian batang
tali pusat, dasar tali pusat dan kulit sekeliling tali pusat dapat diberi ”triple dye” yaitu larutan
yang merupakan campuran brilian hijau 2,29 gram, proflavin hemisulfat 1,14 gram dan
kristal violet 2,29 gram dalam 1 liter air. Sekiranya obat ini tidak ada , dapat di ganti dengan
merkurokrom atau ”povidoneiodine”10%. Tali pusat cukup ditutup dengan kasa steril dan
diganti setiap hari.
d. Moniliasis
Infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans. Candida albicans merupakan jamur
yang sering ditemukan pada neonatus, biasanya tidak menimbulkan gejala atau bersifat
saprofit. Pada keadaan tertentu bila daya tahan tubuh menurun atau pada penggunaan
antibiotika dan atau kortikosteroid yang lama, dapat terjadi pertumbuhan berebihan jamur ini
yang dapat menimbulkan kelainan berupa stomatitis (oral trush), diare, dermatitis, bahkan
infeksi parenteral. Infeksi mula-mula terdapat dimulut kemudian esofagus dan traktus
digestivus yang lain dan menyebabkan diare. Pada bayi yang mendapat makanan secara
parenteral dalam waktu yang lama sering timbul kematian karena infeksi parenteral jamur ini
(sepsis). Pengobatan stomatitis adalah dengan gentian violet 0,5% atau polesan oral daktarin
salep. Secara oral dapat diberikan obat antifungus.
oral thrush
e. Stomatitis
Biasanya dimulai sebagai bercak putih pada lidah, bibir dan mukosa mulut. Hal ini
dapat dibedakan dengan sisa susu, yaitu karena sukar dilepaskan dari dasarnya. Diagnosis
dapat dibuat dengan membuat sediaan hapus yang diwarnai biru metilen. Dalam sediaan akan
tampak miselium dan spora yang khas. Pengobatan lokal dapat diberikan gentiant violet 0,5%
yang dioleskan pada lidah dan mukosa mulut. Obat yang lebih baik tetapi lebih mahal ialah
larutan nistatin dengan dosis 3 kali 100,000 u/hari. Dapat juga dicoba ampoterisin (fungilin)
selama 1 minggu.

KASUS
Ny. A datang ke puskesmas membawa bayinya yang berusia 9 hari dengan keluhan bayinya
tiba-tiba demam/panas, mendadak tidak mau menetek, mulut mencucu seperti ikan, mudah
sekali kejang (misalnya kalau dipegang, kena sinar atau kaget), disertai sianosis, kaku kuduk
posisi punggung melengkung, kepala mendongak ke atas (opistotonus).
Diagnosa : bayi Ny.A usia 9 hari dengan tetanus neonatorum.
ASUHAN
Bersihkan jalan nafas.
Masukkan sendok/spatel dibungkus kain untuk menekan lidah.
Beri oksigen.
Atasi kejang dengan:Diazepam 0,5 mg/kg/i.m. atau supositoria
Infus glukose 10% sebanyak 80 ml/kg/hari.
Antibiotika 1 kali (penisilin prokain 50.000 U/kg/hari/i.m.)
Bersihkan tali pusat.
Rujuk ke rumah sakit.

2.7 Suddent Infant Death Syndrome (SIDS)

Sudden Infant Death Syndrome adalah sindrom kematian mendadak pada bayi. SIDS
terjadi pada bayi dibawah usia 1 tahun, frekuensi yang paling sering terjadi yaitu pada bayi
usia 2-3 bulan(1). Hingga saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Namun ada
beberapa penelitian yang telah dilakukan para ahli untuk mencari pemicu terjadinya SIDS.
Berikut ini adalah berbagai pemicu terjadinya SIDS menurut Centers for Disease
Control and Prevention, Atlanta, U.S.A.
1. Bayi tidur tengkurap atau tidur miring.
Kecenderungan untuk menidurkan bayi secara tengkurap atau miring memicu terjadinya
SIDS pada bayi tersebut daripada bayi yang ditidurkan terlentang.

2. Alas tidur yang lembut.


Seperti tidur di atas kasur air, sofa, bantal, atau memeluk mainan.
3. Tertutup selimut.
Tidur dengan bantal atau selimut sehingga kemungkinan terjadinya wajah bayi tertutup bantal
atau selimut.
4. Suhu terlampau panas.
Bayi yang kepanasan bisa disebabkan oleh terlalu banyaknya selimut atau di dalam ruangan
yang terlampau panas.
5. Asap rokok.
Ibu yang sejak mengandung tetap merokok, suasana rumah yang berasap rokok, serta
pembantu atau asisten yang merokok.
6. Suhu tempat tidur.
Bayi yang tidurnya masih menjadi satu dengan orang tua atau saudara lainnya, terlebih yang
mempunyai kebiasaan merokok, meminum alkohol.
7. Berat bayi lahir kurang.
Berat bayi lahir yang kurang dari normal atau bayi lahir prematur.

Namun suatu pelatihan pediatri mengungkapkan bahwa (2):


1. Bayi ditidurkan tengkurap untuk menjaga jalan udara agar tetap terbuka.
2. Bayi biasanya diletakkan setelah disusui, jadi ketika mereka meludah (gumoh)
tidak akan menyebabkan tersedak.

Pernyataan Academy belum didukung oleh penelitian mengenai penyebab SIDS. Jika
penelitian belum membuahkan hasil maka pendapat Academy berupa upaya-upaya yang dapat
para ibu lakukan untuk mencegah terjadinya SIDS.
Seorang dokter spesialis skoliosis pada anak, R. B. Mawhiney D. C.,
D.I.S.R.Cmengungkapkan pendapatnya. Selama 47 tahun beliau praktik, beliau belum
menemukan kasus kematian yang disebabkan oleh SIDS. Namun beliau melihat bagaimana
proses kelahiran dapat mempengaruhi keadaan seorang anak di masa yang akan datang.
Beliau berpendapat, bahwa trauma saraf frenik (terletak di tulang belakang leher)
adalah penyebab SIDS yang paling logis. Ada penjelasan mengenai informasi klinis yang
menegaskan mengapa tekanan yang merusak saraf frenik dapat menimbulkan suatu kondisi
yang dikenal sebagai SIDS. Saraf mengontrol fungsi dari diafragma, yaitu mengontrol
pernafasan kita. Saraf frenik keluar dari tulang belakang leher, dari ruas tulang belakang
(vertebra) ketiga. Banyak penyumbatan / tekanan pada saraf menyebabkan suatu gangguan di
transmisi saraf, yang berpengaruh pada fungsi diafragma (2).
Setiap saraf tulang belakang merupakan perpanjangan dari otak, yang mengontrol
seluruh fungsi tubuh. Ketika satu saraf dipotong, semua fungsi dari bagian yang dikuasai
berhenti. Hal yang sama akan terjadi jika transmisi saraf dipengaruhi oleh apapun termasuk
tekanan atau kerusakan pada lapisan pelindung saraf.
Hipotesis berdasarkan pada premis otak, yang merupakan pusat saraf pertama yang
dibentuk di dalam embrio, mengontrol fungsi dari seluruh sistem melalui saraf-saraf. Daerah
yang menjadi perhatian saat proses melahirkan adalah saraf leher yang berasal dari tulang
belakang leher. Selama kelahiran bayi menurut ilmu kebidanan, trauma yang di timbulkan di
tulang belakang leher memicu aksi penyumbatan foraminal (menutup pembukaan untuk
saraf). Seiring dengan waktu, hal ini akan mempengaruhi fungsi diafragma dan menyebabkan
gangguan pernapasan.
Beliau menyimpulkan bahwa disfungsi muskuloskeletal berperan penting dalam
mengakibatkan SIDS. Tanda-tanda awal yang harus diperhatikan yaitu ketika bayi
menghasilkan reaksi seperti berikut :
1. Bayi yang kelihatan jelas lebih suka memutar kepalanya ke arah yang sama, baik terlentang
maupun tengkurap.
2. Bayi yang memberi reaksi pada tekanan jari yang lembut di leher, seolah-olah hal itu
menyebabkan rasa tidak nyaman.
3. Gejala pernapasan atas dengan aliran udara ke hidung di atas normal yang sering terjadi.
4. Lebih banyak menangis ketika kepala ada di posisi tertentu dan akan segera berhenti ketika
kepala diputar.
Gejala-gejala ini bukanlah petunjuk langsung adanya serangan SIDS tetapi
menunjukkan bahwa terjadi beberapa tekanan abnormal pada tulang belakang leher.
Apakah yang dapat orang tua lakukan?
Letakkan bayi dengan posisi terlentang dan dengan hati-hati letakkan tangan Anda di
bawah leher sehingga telapak tangan Anda menahan leher dan dasar kepala. Lakukan sedikit
tarikan dengan lembut dan putar kepalanya perlahan-lahan dari satu sisi ke sisi yang lain.
Jangan memaksa terlalu jauh dan lakukan ini hanya tiga atau empat putaran. Hal ini tidak
akan menyebabkan sakit atau ketidaknyamanan pada bayi dan biasanya ketegangan pada
ligamen akan menggerakkan vertebra ke posisi normal. Tidak diperlukan pelatih profesional
untuk melakukan gerakan sederhana ini dan semua ibu mampu memperlakukan bayi mereka
dengan lembut.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Beberapa penyakit yang sering terjadi pada neonatus dan bayi diantaranya seborrhea,
bisulan, miliariasis, diare, obstipasi, infeksi, dan SIDS. Seborrhea adalah suatu peradangan
pada kulit bagian atas, yang menyebabkan timbulnya sisik berminyak, tebal, lengket dan
biasanya berwarna kemerahan pada kulit kepala, wajah dan kadang pada bagian tubuh
lainnya. Miliarisis atau prickle heat adalah gangguan kulit berupa ruam yang disertai rasa
gatal. Keluhan ini sering dialami oleh bayi dan balita. Diare adalah suatu kondisi dimana tinja
neonatua atau bayi encer dengan frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam
sehari. SIDS ialah kematian bayi tiba-tiba tidak terduga sebelumnya. Anak nampak sehat atau
hanya menderita sakit ringan. Sampai sekarang patogenesis dan penyebab belum diketahui.

3.2 Saran
Untuk meningkatkan kinerja didalam menangani permasalahan- permasalahan yang
terjadi pada neonatus dan bayi, seorang harus mampu mengetahui permasalahan yang terjadi,
mengidentifikasi tanda dan gejala serta mampu melaksanakan penatalaksanaan yang tepat
sesuai dengan wewenang dan melakukan tindakan rujukan dengan tepat.

http://muth-bidan.blogspot.co.id/2012/02/makalah-tentang-sheborrhea.html

Anda mungkin juga menyukai