Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat adalah ujung tombak pemberi pelayanan langsung terhadap pasien

selama 24 jam. sebagai profesi yang penting dan Aktif,dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada klien, serta berperan dan memiliki tanggung jawab

dalam memberikan asuhan keperawatan yang professional, yang secara terus

menerus berhadapan langsung dengan setiap pasien selama 24 jam. Serta demi

mewujudkan kepuasan kerja perawat dalam menjalankan semua peran dan

tanggung jawab tersebut, seorang perawat mau atau tidak mau, diharuskan untuk

melakukan interaksi dengan beberapa ragam pasien dan keluarga, demi

menjalankan kewajibannya sebagai perawat professional, serta memberikan sikap

baik kepada pasien dan keluarga, yang mana dari beberapa ragam pasien dan

keluarga yang ditemui atau diajak interaksi dalam setiap harinya dapat memicu

timbulnya stressor. dimana setiap pekerjaan tentu membawa pekerjanya pada

situasi tertentu yang menghadapkan mereka pada tuntutan atau beban kerja yang

berlebih, hingga membuat mereka mengalami stress kerja. stresor tersebut dapat

diartikan buruk oleh perawat, yang akhirnya perawat memberikan respon yang

negative, dengan menunjukkan sikap emosional seperti, mudah marah, mudah

tersinggung, acuh tak acuh, cetus, tidak sabar, serta tidak memunculkan sikap

sopan dan santun, terhadap pasien atau keluarga yang diajak interaksi.Sehingga

perawat dengan sikap yang seperti tersebut dapat mempengaruhi kepuasan kerja

perawat, yang seharusnya secara konsep perawat diharuskan melakukan

pekerjaannya secara professional, yang dengan itu dapat memicu timbulnya

1
2

kepuasan kerjanya. Harold E.Burt (As’ad.1995). Respon tersebut dianggap

sebagai, perwujudtan bahwa seorang perawat tidak memiliki suatu sikap yang

dapat mengubah suatu pikiran emosional, serta perilaku negatife menjadi positif

yaitu forgiveness. Perawat dengan sikap yang seperti tersebut dapat

mempengaruhi kepuasan kerja perawat, yang seharusnya secara konsep perawat

harus puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan dengan professional. Oleh

karena itu kepuasan kerja dapat diartikan sebagai keadaan emosional yang

menyenangkan atau positif, yang dihasilkan penilaian pekerjaan dari seseorang

atau pengalaman kerja (Persefoni et al, 2010).

Sehingga kepuasan kerja perawat dalam melakukan tindakan keperawatan

maupun asuhan keperawatan, menurut teori dalam Imogene.M.King, menjelaskan

bahwa ada kesinambungan antara forgiveness dengan kepuasan kerja perawat.

yang dikarenakan setiap tindakan dan interaksi dengan pasien maupun keluarga

pasien, yang didasari sikap forgiveness pada diri perawat akan memunculkan hasil

yang baik pula untuk pasien itu sendiri, untuk perawat dan untuk institusi,

sehingga dalam hal tersebut dapat menimbulkan kepuasan kerja perawat.

Thompson dkk 2005 mengatakan bahwa “Forgivenessdalam Bahasa

Indonesia diartikan sebagai pemaafan. Sedangkan menurut Thompson sendiri

mendefinisikan arti forgiveness adalah, sebagai upaya untuk menempatkan

peristiwa pelanggaran yang dirasakan sedemikian rupa hingga respon seseorang

terhadap pelaku, peristiwa, dan akibat dari pelanggaran tersebut diubah dari

negatif menjadi netral atau positif. Sumber pelanggaran dan objek forgiveness

dapat berasal dari diri sendiri, antara manusia dengan manusia, dan situasi yang

terjadi melebihi batas kontrol manusia. Penelitian Thompson, et al. juga


3

menemukan bahwa forgiveness memiliki hubungan yang signifikan dengan diri

sendiri, orang lain, dan situasi. Artinya forgiveness tidak hanya terjadi pada

hubungan interpesonal atau antara manusia dengan manusia, namun forgiveness

juga dapat terjadi pada diri sendiri, dan situasi. Forgiveness merupakan suatu sifat

atau karakter positif yang mana dapat menimbulkan keharmonisan sosial dan

dapat membuat seseorang (pasien dan keluarga) menjadi lebih tenang dan

nyaman. Walton (2005) mengungkapkan bahwa forgiveness menghasilkan

kebaikan hubungan interpersonal, dengan berbagai situasi permasalahan.

Forgiveness sendiri mampu meredam emosi negatife menjadi positif, yang

sehingga dapat mematangkan mental, menjernihkan serta meluaskan hati dan

pikiran, sehingga dapat menimbulkan perasaan puas dan tenang. (dalam Nashori,

Iskandar, Kusdwirati, & Siswadi, 2011)

Hasil surve pada penelitian Citizen Report Card (CRC) oleh Indonesia

Corruption Watch (ICW).2010 (Tonisiyah I.2018), yang mengambil sample dari

pasien rawat inap di 23 Rumah Sakit ( Umum dan Swasta ) di lima kota besar di

Indonesia sebanyak 738 pasien, dari 9 poin permasalahan yang ditemukan, salah

satunya yaitu sebanyak 65,4% pasien mengeluh terhadap sikap perawat yang

kurang ramah, kurang simpatik dan jarang tersenyum. Sikap perawat seperti itu

tentu tidak terjadi begitu saja, tetapi dipicu oleh banyak ragam orang maupun

situasi yang dianggap atau dirasa tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan

diantaranya seperti jumlah perawat yang tidak sebanding dengan jumlah

pasien.Pemaparan Word Health Organization (WHO) tahun 2011 bahwa beberapa

negara diasia tenggara termasuk Indonesia, dijumpai sebuah fakta jika perawat

yang bekerja di rumah sakit menjalani peningkatan beban kerja dan masih
4

mengalami kekurangan jumlah perawat (Kalendesang, Bidjuni,Malara, dalam

Tonisiyah 2017).

Selain itu, prevalensi kepuasan kerja perawatdi Internasional dan

Indonesia, antara lain Wang et al (2015) di Shanghai diketahui bahwa kepuasan

kerja perawat rendah sebesar 60,8%. Kartika (2012) di Bekasi diketahui bahwa

kepuasan kerja perawat yang rendah sebanyak 70,96%. Muhammad (2009) di

Medan bahwa kepuasan kerja perawat yang rendah sebanyak 41,4%.Hasil peneliti

masih banyak perawat yang kurang puas dengan pekerjaannya.Sektiawan (2013)

menyatakan bahwa di RS PKU Muhamadiyah Surabaya terdapat 21,42% perawat

yang merasa acuh tak acuh terhadap kondisi lingkungan kerja, serta 71,42%

perawat merasa kurang puas atas kerja perawat dan 7,16% perawat merasa puas

atas pekerjaannya.

Berdasarkan hasil studi wawancara yang telah saya lakukan di Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya pada 24 juni 2019 diketahui bahwa 6 dari

10 perawat menyatakan bahwa mereka kurang puas terhadap sikap pemaaf /

forgiveness mereka , seperti : sering memaafkan dengan terpaksa, masih ada

perasaan dendam dan kurang ikhlas dalam melakukan pekerjaan jika dalam

keadaan dendam atau belum melakukan pemaafan terhadap pelaku yang telah

menyakitinya. Berdasarkan hasil wawancara juga diperoleh data mengenai

kepuasan kerja perawat, 8 dari 10 perawat menyatakan tidak puas terhadap kerja

perawat di rumah sakit PKU muhammadiyah Surabaya. Ketidak puasan kerja

didasarkan atas lingkungan / kondisi pekerjaan, seperti tidak puas karena ada

masalah antar teman sejawat maupun dengan klien, dari 10 perawat hanya ada 2

yang merasakan acuh tak acuh terhadap kondisi masalah maupun kondisi dalam
5

pekerjaan, karena menurut mekera masalah ketika dalam sebuah pekerjaan tim

hanya hal biasan dalam sebuah pekerjaan yang melibatkan banyak orang atau

peraawat .

Seperti yang sudah diketahui dalam memenuhi peran dan tanggung jawab

sebagai perawat professional dalam proses pemberian asuhan keparawatan, demi

mewujudkan kepuasan kerja perawat, perawat diwajibkan untuk dapat berinteraksi

sebaik mungkin dengan berbagai ragam pasien, keluarga, orang terdekat dan

situasi yang dapat memicu timbulnya stressor. seperti peran organisasi,

perkembangan karir, hubungan kerja, struktur dan iklim organisasi, beban kerja

berlebih, rekan kerja yang sulit diajak kerja sama, suasan maupun lingkungan

pekerjaan, serta jumlah pasien yang melebihi jumlah perawat dan pasien serta

keluarga yang kurang kooperatif (Greenberg, 2006).Hal ini seperti yang telah

dijelaskan oleh Saam & Wahyuni (2013) dalam fajrillah dan Nurfitriani (2016)

menyatakan bahwasanya dalam rangka menjalankan pengabdiannya, perawat

setiap harinya dituntut untuk selalu berhubungan atau berinteraksi dengan banyak

orang, tidak hanya dengan pasien tetapi juga dengan keluarga pasien, teman

pasien, rekan kerja sesama perawat , yang dengan sifat dan karakter berbeda, serta

dokter dan peraturan yang ada di tempat kerja.

Ketika sesuatu yang terjadi yang tidak sesuai dengan kondisi fisik,

emosional dan keinginannya maka akan memicu timbulah stressor, baik stressor

yang dinilai baik maupun yang dinilai buruk tergantung dari individu sendiri

bagaimana memaknai stressor itu sendiri. Selam individu tersebut dapat

memaknai stressor itu dengan pikiran, emosi maupun perilaku yang positif maka

tidak terdapat masalah, jika individu memaknai dengan pikiran, emosi maupun
6

perilaku yang negative maka hal tersebut memrlukan perhatian khusus. Jika

stressor dimaknai dengan hal positif seperti memunculkan sikap forgiveness

maka, terdapat banyak manfaat bagi individu tersebut diantaranya dapat menjadi

lebih tenang, bahagia, serta merasa nyaman dengan lingkungannya, sebab

forgiveness akan memicu terciptanya keadaan baik seperti harapan, kesabaran,

dan percaya diri sekaligus dapat mengurangi rasa amarah, penderitaan batin,

lemah semangat, dan stres (Jamal & Thoif, 2009).

Apabila terdapat pikiran, emosi dan perilaku yang negative pada diri

seorang perawat maka akan berdampak pada kualitas asuhan keperawatan yang

diberikan, yang sangat berdampak besar pada kepuasan kerja perwat. Oleh sebab

itu meningkatan sikap forgiveness pada diri individu seorang perawatan sangat

lah penting, dalam meningkatkan kepuasan kerja perawat itu sendiri. Seseorang

juga dapat terhindar dari konflik sehingga mampu mengurangi tekanan di dalam

dirinya. Forgiveness terdiri dari pemaafan pada orang lain, diri sendiri, serta pada

situasi (Thompson, et al., 2005).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan melakukan penelitian

dengan judul “Hubungan Sikap Forgiveness Dengan Tingkat Kepuasan Kerja

Perawat Di Rumah Sakit Siti Khodijah Muhammadiyah Cabang Sepanjang”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah ada hubungan antara sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan

kerja perawat di Rumah Sakit Siti PKU Muhammadiyah Surabaya ?


7

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja

perawat di Rumah Sakit Siti PKU Muhammadiyah Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi sikap forgiveness perawat di Rumah Sakit Siti PKU

Muhammadiyah Surabaya.

2. Mengidentifikasi kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Surabaya.

3. Menganalisis hubungan sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja

perawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya.

1.4 Maanfaat Penulis

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan ilmu

keperawatan, khususnya dibidang manajemen keperawatan, yang terkait dengan

kepuasan kerja perawat dengan sikap forgivenessperawat seperti dapat

menetralkan suatu sikap negative menjadi positif, yang dapat memaafkan

seseorang (pasien,keluarga dan teman sejawat) dalam sebuah kesalahan mereka

yang dapat memicu timbulya emosi dalam melakukan tindakan asuhan

keperawatan.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Bagi Mahasiswa

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

menjadi literature tambahan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa saat


8

melaksanakan praktik di Rumah Sakit khususnya pada departemen

manajemen keperawatan.

2. Bagi perawat

Hasil dari penelitian ini khususnya diharapkan dapat menjadi salah satu tolak

ukur bagi para perawat untuk mengetahui kepuasan kerja dengan sikap

forgiveness perawat dan didalam kaitannya meningkatkan kualitas asuhan

keperawatan yang diberikan tetap terjaga.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan

sumber informasi bahan ajar khususnya dalam ilmu manajemen keperawatan

sehingga menjadikan mahasiswa dimasa depan sebagai tenaga kesehatan

yang professional.

4. Bagi Manajemen Rumah Sakit

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh istansi pelayanan

kesehatan untuk meningkatkan proses pemberian pelayanan kesehatan yang

berkualitas.

5. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi dasar untuk dilakukan penelitian

lanjutan tentang kepuasan kerja dengan sikap forgiveness perawat dengan

ruang lingkup yang berbeda.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan menjelaskan teori dan konsep yang berkaitan dengan

masalah penelitian, yang meliputi : (1) Konsep Forgiveness. (2) Konsep Kepuasan

Kerja.

2.1 Konsep Forgiveness

2.1.1 Pengertian Forgiveness

Berikut ini adalah pernyataan dari para Ahli tentang Forgiveness, antara

lain yaitu :

Dari para ahli mengemukakan Definisi Forgiveness adalah dimana individu

mengalami suatu titik penyusunan transgresi yang dialami, sehingga individu

dihadapkan pada transgressor, yang dimana terjadi transformasi terhadap suatu

dampak negative menjadi netral atau positif. Snyder (2002) dalam Thonisiya

(2018).

Snyder & Lopez,2007 dalam Rahmandani,2015. Juga mengemukakan

bahwa pengertian dari Forgiveness adalah suatu pendekatan ilmiah dalam

psikologi positif yang dapat diterapkan untuk mengungkapkan berbagai kekuatan

seseorang dan untuk mendorong fungsi dan sikap positif dari masing masing

individu.

Sedangkan dalam pendapat (Hearts Nashori,et al.2011) Forgiveness

diartikan sebagai kesiapan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian

negatif, dan perilaku acuh tak acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya

dengan sengaja atau tidak sengaja (dengan tidak adil). Disisi lain dengan tidak

9
10

menolak rasa sakit yang timbul, tetapi dengan menumbuhkan rasa impati, iba dan

cinta ditunjukkankepada seseorang yang menyakitinya, sehingga timbulah

perasaan atau sikap forgiveness.Forgiveness juga diartikan sebagai suatu sifat atau

karakter positif yang mana dapat menimbulkan keharmonisan sosial dan dapat

membuat seseorang (pasien dan keluarga) menjadi lebih tenang dan nyaman.

Walton (2005) mengungkapkan bahwa forgiveness menghasilkan kebaikan

hubungan interpersonal, dengan berbagai situasi permasalahan. Forgiveness

sendiri mampu meredam emosi negatife menjadi positif, yang sehingga dapat

mematangkan mental, menjernihkan serta meluaskan hati dan pikiran, sehingga

dapat menimbulkan perasaan puas dan tenang. Dalam (Thonisiya 2018)

Thompson, et al. ( 2005) Mendefinisikan bahwa Forgiveness adalah

sebagai Upaya untuk mengubah suatu sikap negatif menjadi netral atau positif,

untuk menghadapi peristiwa maupun pelanggaran yang mengakibatkan seseorang

merasa tersakiti. Thompson,dkk juga mengemukakan bahwa forgiveness memiliki

hubungan yang signifikan dengan diri sendiri, orang lain dan situasi. Dalam Arti

forgiveness tidak hanya terjadi pada hubungan interpersonal antara manusia

dengan manusia atau orang orang disekitar , namum forgiveness juga dapat terjadi

pada diri sendiri dan situsai (Setiyana,2013).

Forgiveness merupakan suatu respon individu terhadap suatu emosional

yang berorientasi pada orang lain dan menghasilkan suatu penetralan terhadap

emosional yang negative menjadi positif (Worhington & Scherer, 2003 dalam

Raudatussalam dan Susanti,2014).

Forgiveness secara erat juda dapat diakaitkan dengan kesejahteraan

individu, dengan mengubah cara bervikir, emosi dan perilaku yang negative
11

kepada seseorang menjadi positif (Thompos, dkk, 2005 dalam Raudatussalamah

dan Sutanti 2014).

2.1.2 Manfaat Forgiveness

Dalam penjelasan diatas mengenai pengertian dari forgiveness dapat

menyimpulkan beberapa manfaat forgiveness berdasarkan teori teori sebagai

berikut :

Dalam sebuah jurnal penelitian dalam sepuluh tahun terakhir ini, di negara

maju telah melakukan penelitian tentang forgiveness dan didapatkan hasil,

bahwasannya mereka yang mampu memunculkan sikap forgiveness (mampu

memaafkan), ternyata dapat menyehatkan tubuh / lebih sehat jasmani maupun

rohaninya, gejala jasmani damrohani yang awalnya timbul seperti susah tidur,

sakit punggung, dan sakit perut akibat stress sangat berkurang pada diri pemaaf

(forgiveness). Dengan Menunjukkan sikap forgiveness dapat menetralisasi sumber

stress yang dihasilkan dari suatu hubungan interpersonal yang menyakitkan

.(Jamal & Thoif,2009 dalam Setiyana,2013).

Dalam sebuah hasil penelitian Worthington, lerner dan schere 2005 dalam

setiyana (2013), juga menunjukkan bahwa pada diri pemaaf dengan menunjukkan

sikap forgiveness dapat terjadi penurunan emosi, meredakan kekesalan, rasa

benci, mengurangi pemusuhan, rasa khawatir, rasa marah dan depresi, hal ini

dapat membuktikan bahwa forgiveness terkait erat dengan kemampuan seseorang

mengendalikan emosi pada diri pemaaf itu sendiri.

Menurut sebuah buku dalam karangan luskin dengan judul forgive for

good, sikap memaafkan dapat memicu terjadinya respon bagi kesehatan dan

kebahagiaan, serta dapat memicu terciptanya suatu keadaan baik dalam pikiran
12

seorang pemaaf seperti harapan, kesabaran, dan percaya diri dengan mengurangi

suatu kemarahan, suatu penderitaan, semangat yang menurun, serta stress. ( Jamal

& Thoif,2009 dalam Setiyana,2013).

Forgiveness juga dapat mempengaruhi kerja system endokrin, yang

meningkatkan hormon norephinephrine dan serotonin yang berakibat pada

peningkatan perasaan sejahtera, yang dapat lebih bahagia, dan dapat

meningkatkan system imun dalam tubuh, serta dapat lebih merasa bermakna

menjalankan kehidupan. (Raudatussalamah & Susanti,2014).

Forgiveness dapat menjadi suatu cara yang efektif untuk dapat

memfokuskan kembali pada kekuatan individu pemaaf, pada prestasi yang

terhambat karena menyimpan rasa sakit hati yang belum dimaafkan. Forgiveness

juga mampu mengurangi suatu pikiran, perasaan, dan perilaku negative dalam

diri, dengan mengubah suatu sudut pandang individu, sehingga menjadi positif

dalam memberikan respon kognitif, emosional, serta perilaku yang timbul

trehadap kesalahan dimasa lalu, dan masalah serupa yang dapat terjadi dimasa

depan, sebab tidak berlama lama terjebak pada suatu pikiran, sebuah perasaan dan

pikiran negatif (Thompson, dkk,2005 dalam Tonisiyah,2018).

Dalam sebuah penelitian, mengemukaan manfaat dari forgiveness

merupakan suatu cara penyembuhan psikologis yang dapat mengurangi rasa sakit,

mengurangi kemarahan, dapat meningkatkan harapan kualitas hidup seseorang,

serta meningkatkan perasaan perduli terhadap orang lain dan meningkatkan

kesehajteraan seseorang baik fisik maupun emosionalnya. Dalam sebuah laporan

penelitian American Psychologi Association (2006) dalam Tonisiyah (2018).


13

2.1.3 Kategori Forgiveness

Buameister, Exline, dan Somer (1998) dalam Tonisiyah (2018)

mengkategorikan forgiveness kedalam empat kategori meliputi :

1. Noforgiveness
Dalam kategori ini, intrapsikis dan interpersonal pemaafan pada diri individu

tidak terjadi pada orang yang disakiti. Dalam arti lain seseorang yang tersakiti

tidak akan memberikan suatu pemaafan atau sikap forgiveness terhadap orang

yang menyakitinya.

2. Hallow Forgiveness

Dalam kategori ini, seseorang yang tersakiti dapat mengekspresikan

forgiveness secara kogret melalui sikap dan perilaku, namun orang yang

tersakiti belum bias memahami akan adanya atau munculnya sikap forgiveness

didalam dirinya. Sehingga orang yang tersakiti masih menyimpan rasa

dendam, rasa kebencian, walaupun individu yang tersakiti telah menyatakan “

saya memaafkan anda “ kepada pelaku yang menyakitinya. Dalam arti, pihak

yang tersakiti hanya dapat memaafkan secara lisan dan perilakunya saja,

namun dalam hati seseorang yang tersakiti masih belum bias memaafkan

secara total.

3. Silent Forgiveness

Dalam kategori ini, intrapsikis seorang pemaaf dapat dirasakan namun, tidak

melalui perubahan dalam hubungan interpersonalnya. Sehingga orang yang

tersakiti tidak lagi menyimpan suatu amarah, dendam, serta kebencian pada

pelaku yang menyakitinya, namun tidak mengekspresikannya. Individu yang

tersakiti membiarkan pelaku terus merasa bersalah dan terus bertindak seolah-

olah pelaku tetap bersalah.


14

4. Total Forgiveness
Dalam kategori ini, individu yang tersakiti memunculkan sikap forgiveness

secara total, sehingga menghilangkan suatu pikiran negative, kekecewaan,

perasaan marah, dendam, serta kebencian terhadap pelakutentang peristiwa

yang terjadi, dan pelaku dibebaskan secara lebih lanjut dari perasaan bersalah.

Setelah itu, hubungan antara individu yang menyakiti dan individu yang

tersakiti kembali menjadi baik seperti sebelum peristiwa yang menyakitkan

terjadi.

Konsep Forginevess termasuk dalam teori Imogene M.King (1971).

Mengembangkan teorinya dalampencapaian tujuan (Theory of Goal Attainment)

adalah interpersonal systems, dimana dua orang (perawat-klien) yang tidak saling

mengenal berada bersama-sama di organisasi pelayanan kesehatan untuk

membantu dan dibantu dalam mempertahankan status kesehatan sesuai dengan

fungsi dan perannya. Dalam interpersonal systems perawat-klien berinteraksi

dalam suatu area (space). Menurut King intensitas dari interpersonal systems

sangat menentukan dalam menetapkan dan pencapaian tujuan keperawatan.

Dalam interaksi tersebut terjadi aktivitas-aktivitas yang dijelaskan sebagai

sembilan konsep utama, dimana konsep-konsep tersebut saling berhubungan

dalam setiap situasi praktek keperawatan,meliputi:

1. Interaksi.

King mendefenisikan interaksi sebagai suatu proses dari persepsi dan

komunikasi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok,

individu dengan lingkungan yang dimanifestasikan sebagai perilaku verbal

dan non verbal dalam mencapai tujuan.


15

2. Persepsi.

Diartikan sebagai gambaran seseorang tentang realita, persepsi berhubungan

dengan pengalaman yang lalu, konsep diri, sosial ekonomi, genetika dan

latarbelakang pendidikan.

3. Komunikasi.

Diartikan sebagai suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada

orang lain secara langsung maupun tidak langsung.

4. Transaksi.

Diartikan sebagai interaksi yang mempunyai maksud tertentu dalam

pencapaian tujuan. Yang termasuk dalam transaksi adalah pengamatan

perilaku dari interaksi manusia dengan lingkungannya.

5. Peran.

Merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan dari posisi pekerjaannya

dalam sistem sosial. Tolok ukurnya adalah hak dan kewajiban sesuai dengan

posisinya. Jika terjadi konflik dan kebingungan peran maka akan mengurangi

efektifitas pelayanan keperawatan.

6. Stress

Diartikan sebagai suatu keadaan dinamis yang terjadi akibat interaksi manusia

dengan lingkungannya. Stress melibatkan pertukaran energi dan informasi

antara manusia dengan lingkungannya untuk keseimbangan dan mengontrol

stressor.
16

7. Tumbuh kembang.

Adalah perubahan yang kontinue dalam diri individu. Tumbuh kembang

mencakup sel, molekul dan tingkat aktivitas perilaku yang kondusif untuk

membantu individu mencapai kematangan.

8. Waktu.

Diartikan sebagai urutan dari kejadian/peristiwa kemasa yang akan datang.

Waktu adalah perputaran antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain

sebagai pengalaman yang unik dari setiap manusia.

9. Ruang.

Adalah sebagai suatu hal yang ada dimanapun sama. Ruang adalah area

dimana terjadi interaksi antara perawat dengan klien.

Kerangka Konsep Imogene M.King (Nursalam.2017 ). Meliputi :

UMPAN BALIK
PERSEPSI

PENILAIAN
PERAWAT
AKSI
REAKSI INTERAKSI TRANSAKSI
PERSEPSI

PASIEN PENILAIAN

AKSI

UMPAN BALIK

Gambar.2.1Kerangka Konsep Imogene M.King.


17

2.1.4 Proses Forgiveness

Menurut Enright dalam Tonisiyah (2018). Terdapat empat tahapan dalam

proses forgiveness meliputi :

1. Mengungkapkan kemarahan (express anger)

Dalam tahap ini, individu merasakan tindakan yang telah ia lakukan untuk

menghindari dan menghadapi rasa marah, memikirkan bahwa perasaan marah

juga dapat mempengaruhi kesehatan,memikirkan dari akibat yang akan

dialami, jika individu terus menyimpan kemarahan dan dendam.

2. Memutuskan memaafkan (decide to forgive)

Dalam tahap ini, individu menyadari bahwa segala sesuatu yang telah ia

lakukan untuk menghadapi kemarahan ternyata tidak berhasil, hal tersebut

menyebabkan individu memiliki suatu keinginan untuk melakukan proses

pemaafan sehingga memutuskan untuk memaafkan pelaku yang telah

menyakitinya.

3. Melakukan pemaafan (forgiveness)

Dalam tahap ketiga ini, individu berusaha untuk dapat memahami keputusan

memaafkan yang telah diambilnya, kemudian ia mencoba untuk melakukan

hal-hal yang baik dalam rangka mengalihkan perhatian dari suatu hal negative

yang telah dialaminya, mulai belajar untuk menerima rasa sakit.

4. Pendalaman (deepening)

Dalah tahap yang terakhir ini, individu akan menemukan suatu makna dari

sebuah penderitaan, menemukan kebutuhan untuk memaafkan, menemukan

serta memahami bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, sehingga dapat

menemukan tujuan hidup, serta menemukan suatu kebebasan dari pemaafan.


18

Dalam arti, individu yang berada dalam tahap ini, akan merasakan sebuah

kebahagiaan dalam hidupnya, bahwasannya ia menyadari, segala sesuatu yang

terjadi adalah bagian dari pembelajaran selama hidupnya.

Indicator-indikator dalam suatu sikap forgiveness adalah sebagai berikut :

1. Mudah memaafkan

2. Mudah menerima segala kondisi pasien

3. Menjadi iklas dan sabar

4. Tujuan pekerjaan tercapai sesuai dengan tarjet (waktu, target pekerjaan)

5. Kepuasan kerja tercapai.

2.1.5 Teknik Forgiveness

Teknik dan metode yang digunakan untuk mencapai proses forgiveness ,

yang dapat menimbulkan suatu kebermaknaan hidpu, yang terdiri dari sharing,

reviu, umpan balik, ceramah, refleksi, serta latihan yang meliputi (teknik imagery,

relaksasi, psikoedukasi, serta self monitoring). (Curwen, Palmer, & Ruddel,2002:

Wilding & Milne,2009 : dalam Tonisiyah (2018).

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Forgiveness

Secara garis besar, factor-faktor yang berperan dalam menentukan

tindakan forgiveness dapat dikategorikan pada dua faktor, yaitu faktor internal

(personal) serta faktor eksternal (situasional).

Faktor internal yang mempegaruhi suatu tindakan forgiveness, meliputi :

1. Negative Reciprocity Norm (perbedaan individu dalam mendukung normal

timbal balik pada perilaku nigatif. Dalam artian normal timbal balik

merupakan keyakinan yang mendukung secara benar untuk merespon suatu

tahapan perilaku yang negatif atau tidak menguntungkan.


19

2. Kepribadian. Dari hasil sebuah penelitian mengemukakan bahwa “ narcissistic

entitlement berbeda dengan arti (narcissism) yang menekankan pengaguman

diri sendiri : entitlement secara eksplisit lebih interpersonal, sehingga

entitlement memprediksi serangan lebih besar pada diri pemaaf dimasa lalu,

sehingga menekankan asumsi yang dimiliki seseorang tentang bagaimana

orang lain yang seharusnya memperlakukan dirinya menghalangi pemaafan”.

(Exline, et al, dalam Tonisiyah 2018).

3. Rumination and Supression ( perenungan kejadian dimasa lalu dan penekanan

. Seseorang yang lebih merenungkan tentang serangan, dan sulit menghapus

renungan/pikiran tentang serangan, akan lebih sulit untuk memaafkan.

Seseorang yang melaporkan akan bersikap mendukung pembalasan yang

cenderung merenungkan serangan itu (cognitive rumination) dan juga

mungkin untuk membalas dendam serta mengikuti ancaman-ancaman pada

harga diri seseorang. (McCullough, Fincham & Tsang,2003: dalam Tonisiyah,

2018).

4. Empati. Merupakan istilah yang mengacu pada tiga kualitas yang berbeda,

meliputi :

Mengetahui apa yang dirasakan orang lain, perasaan apa yang dirasakan orang

lain, serta merespon dengan belas kasihan terhadap penderitaan orang lain.

(Levenson & Ruef, dalam Tonisiyah 2018) : faktor external yang

mempengaruhi tindakan forgiveness meliputi :

1. Apology (permintaan maaf). Weiner mengemukakan bahwa pengakuan

yang meliputi permintaan maaf, penyesalan, menyalahkan diri, serta

perasaan berdosa yang mendalam atas serangan yang telah dilakukan


20

pelaku untuk korban, sehingga dapat memberikan evaluasi yang lebih

positif, dan lebih mungkin memberikan maaf. (dalam Tonisiyah 2018).

2. Offence Severity (Beratnya Kesalahan0

3. Arousal (pembangkit). Dalam pembangkit ini terdapat dua faktor yang

mempengaruhi seseorang bertidak memaafkan atau tidak, meliputi :

tingkat kebangkitan tinggi dan rendah, dalam tingkat kebangkitan tinggi

meliputi, kemarahan, ketakutan serta kenyamanan. Sedangkan tingkat

kebangkitan rendah yaitu, depresi setra kesedihan. (Tonisiyah,2018)

2.2 Konsep Kepuasan Kerja

2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja (job satisfaction) menyangkut sikap umum seorang

individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi

menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya itu (Robbins & Judge,

2008). Kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya

secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Anoraga, 2006).

Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap

pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antar pimpinan dan sesama

karyawan. Kepuasan kerja menurut Blum merupakan sikap umum yang

merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan,

penyesuaian diri dan hubungan social individu diluar kerja. (Muninjaya,2007).

pelayanan terhadap pelanggan oleh perawat merupakan suatu pengaruh terhadap

kepuasan pasien. Layanan pelanggan perawat merupakan jasa layanan yang

diberikan atau disediakan oleh karyawan dan bagian lain didalam organisasinya,
21

seperti halnya seseorang pengusaha dengan para penyalurnya (supplier) (Sari,

2009).

Kepuasan kerja terdiri dari beberapa sumber meliputi, pekerjaan yang

menantang, kondisi dan lingkungan kerja yang mendukung, serta rekan kerja yang

mendukung.(Edison,2002. Dalam Setiawati 2014). Kepuasan kerja bersifat

multidimensi yang dimana seseorang selalu merasa lebih atau bahkan kurang puas

dengan pekerjan yang dijalaninya, supervisornya, serta tempat kerjanya. Kepuasan

kerja yang multidimensial, dapat mewakili kepuasan kerja yang umum, yang

dapat mengacu pada pekerjaan seseorang. Dalam konsekuensi kepuasan kerja

dapat meningkatkan atau bahkan menurunka prestasi kerja karyawan, pergantian

karyawan atau turnover, serta pencurian. Smith, Kendal dan Hulin dalam

Sutiawati,(2014).

2.2.2 Teori Kepuasan Kerja

Dalam teori kepuasan kerja ini, dapat dilihat bahwa terdapat suatu hal

yang dapat membuat seseorang merasa lebih puas terhadap pekerjaannya. Dalam

teori ini juga mencari suatu landasan tentang perasaan orang terhadap kepuasan

kerja. Terdapat 3 macam teori-teori yang sering dikenal dalam kepuasan kerja

Menurut Wexley dan Yukl, meliputi :

1. Teori perbandingan interpersonal (Discrepancy theory)

Puas atau tidak kepuasan dalam suatu pekerjaan yang dirasakan oleh seorang

pekerja merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan

oleh diri sendiri, terhadap suatu hal yang sudah diperoleh dari pekerjaannya,

dan menjadikan harapannya. Kepuasan kerja akan dirasakan oleh seorang

pekerja apa bila perdebatan atau kesenjangan antara standar pribadi individu
22

dengan apa yang diperoleh oleh individu dari pekerjaan kecil, sebaliknya

ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu dengan apa yang diharapkan dari

pekerjaan besar.

2. Teori keadilan ( Equity theory)

Individu akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan

adanya keadilan atau tidak, atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity

atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya

dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain.

3. Teori dua faktor (Two factor theory)

Dalam teori dua faktor ini, menjelaskan bahwa kepuasan dan ketidak puasan

kerja merupakan hal yang berbeda. Dalam hal ini karakteristik pekerjaan dapat

dibedakan menjadi 2 kategori, meliputi dissatisfier, hygiene factors dan

satisfier / motivators.

Dalam teori lain juga mengungkapkan mengenai kepuasan kerja, meliputi :

4. Value theory

Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi dimana hasil pekerjaannya

diterima oleh individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang

menerima hasil, maka akan semakin menambah kepuasan, semakin sedikit

mereka menerima hasil, maka semakin sedikit pula mereka menerima

kepuasan.

5. Teori Erg Alderfer

1. Existence (kebutuhan akan keberbedaan). Kebutuhan fisiologi dan material

serta kebutuhan rasa aman seperti kebutuhan akan makanan,

minuman,pakaian, perumahan dan keamanan.


23

2. Kebutuhan akan keterkaitan (Relaredress). Keburuhan ini meliputi semua

bentuk kebersamaan dengan kepuasan hubungan antar pribadi di tempat

kerja.

3. kebutuhan akan growth (Pertumbuhan) Kebutuhan ini meliputi semua

kebutuban yang mencakup deagan developeren potensi seseorang.

6. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow (Maslow's Need Hierarchy Theary)


Teori ini dikemukakan oleh Abraham Maslow (dalam Hasibuan, 2007)

menyatakan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan pokok yang lebih

(fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih

(perwujudan diri). Pentingnya kebutuhan akan perwujudan dari dalam

motivasi telah disoroti dalam perdebatan isu organisasi. Kebutulhan yang

lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu, sebelum kebutuhan yang lebih

tinggi seperti perwujudan diri mulai mengendalikan perilaku seseorang. Dasar

dari teori hierarki Maslow (dalam Hasibuan, 2007) dapat dikelaskan sebagai

berikut:

1. Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan. la selalu menginginkan

lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti bila

akhir hayatnya tiba.

2. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi

pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi

motivator.

3. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang atau hierarki, yaitu :

1. Physiological Needs (kebutuhan fisik dan biologis).

Kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan

hidup seseorang. Seperti makan, minum, udara, perumahan dll.


24

2. Safety and Security Needs (Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan)

adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman, yakni merasa aman

dari ancaman kecelakaan, dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.

3. Affiliation or Acceptance Needs or Belongingness (kebutuhan social).

Kebutuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai dalam pergaulan

kelompok karyawan dan lingkungannya (Affiliation or Acceptance

Needs or Belongingness). Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup

berkelompok dan tidak satupun manusia ingin hidup sendiri tanpa orang

lain.

4. Esteem or status Need (kebutuhan akan penghargaan atau prestise).

Kebutuhan akan penghargaan dini (Esteem or status Need),pergakuan

dan penghargaan dari karyawan dan masyarakat serta lingkungannya.

5. Self Actualization (aktualisasi diri). Kebutuhan akan aktualisasi diri

(Self Actualization) dengan menggunakan kecakapan, kemampuan,

keterampilan serta potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang

sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.

Menurut Morgan (2007), salah satu model yang dapat digunakan

untuk menjelaskan pembentukan kepuasan atau ketidakpuasan

pelanggan perawat adalah expectancy disconfirmation model.

Berdasarkan penggunaan suatu produk pelayanan tertentu, pelanggan

membangun harapan bagaimana seharusnya kinerja suatu produk.

Harapan ini dikonfirmasikan dengan pengalaman aktual darikinerja

produk layanan tersebut. Jika mutu tidak sesuai dengan harapan maka

akan muncul perasaan tidak puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka
25

akan dihasilkan perasaan puas dan jika kinerja tidak berbeda dengan

harapan akan dikatakan harapan telah terkonfirmasi. Meskipun harapan

yang terkonfirmasi adalah pernyataan yang positif untuk pelanggan,

tetapi hal ini jika akan menghasilkan perasaan puas yang cukup kuat.

Kepuasan baru benar-benar dirasakan oleh pelanggan bila kinerja

melebihi harapan mereka.

2.2.3Faktor – Faktor Kepuasan Kerja

Menurut Nursalam (2014), terdapat beberapa faktor kepuasan kerja,

meliputi :

1. Motivasi.

Menurut Rowland dan Rowland (1997), fungsi manajer dalam meningkatkan

kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi, yang meliputi:

1. Keinginan untuk peningkatan.

2. Percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi.

3. Memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang

diperlukan.

4. Umpan balik.

5. Kesempatan untuk mencoba.

6. Instrumen penampilan untuk promosi, kerja sama, dan peningkatan

penghasilan.

Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan kunci suatu

motivasi dan kepuasan kerja. Jika seseorang bekerja, maka kebutuhan

pencapaian prestasi tersebut berubah sebagai dampak dari beberapa faktor

dalam organisasi: program pelatihan, pembagian atau jenis tugas yang


26

diberikan, tipe supervisi yang dilakukan, perubahan pola motivasi, dan faktor-

faktor lain.

Seseorang memilih pekerjaan didasarkan pada kemampuan dan

keterampilan yang dimiliki. Motivasi akan menjadi masalah apabila

kemampuan yang dimiliki tidak dimanfaatkan dan dikembangkan dalam

melaksanakan tugasnya. Dalam keadaan ini, maka persepsi seseorang

memegang peranan penting sebelum melaksanakan atau memilih

pekerjaannya.

Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk

mencoba dan mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena

itu, penghargaan psikis sangat diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan

diperhatikan serta dibimbing manakala melakukan suatu kesalahan.

2. Lingkungan.

Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam motivasi. Faktor

lingkungan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Komunikasi:

1) Penghargaan terhadap usaha yang telah dilaksanakan

2) Pengetahuan tentang kegiatan organisasi.

3) Rasa percaya diri berhubungan dengan manajemen organisasi.

2. Potensial pertumbuhan:

1) Kesempatan untuk berkembang, karier, dan promosi.

2) Dukungan untuk tumbuh dan berkembang: pelatihan, beasiswa

pendidikan dan pelatihan manajemen bagi staf yang dipromosikan.


27

3. Kebijaksanaan individu:

1) Mengakomodasi kebutuhan individu: jadwal kerja, liburan, dan cuti

sakit serta pembiayaannya

2) Keamanan pekerjaan

3) Loyalitas organisasi terhadap staf

4) Menghargai staf berdasarkan agama dan latar belakangnya

5) Adil dan konsisten terhadap keputusan organisasi.

4. Upah/gaji: gaji yang cukup untuk kebutuhan hidup.

5. Kondisi kerja yang kondusif.

3. Peran manajer.

Peran manajer dapat memengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Peran

manajer juga mungkin memengaruhi faktor lain, bergantung pada tugas

manajer (bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi). Secara umum,

peran manajer dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan

meningkatkan kepuasan staf. Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari

terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikis. Kebutuhan psikis tersebut dapat

terpenuhi melalui peran manajer dalam memperlakukan stafnya. Hal ini perlu

ditanamkan kepada manajer agar menciptakan suatu keterbukaan dan

memberikan kesempatan kepada staf untuk melaksanakan tugas dengan

sebaik-baiknya. Manajer mempunyai lima dampak terhadap faktor lingkungan

dalam tugas profesional sebagaimana dibahas sebelumnya, yaitu komunikasi,

potensial perkembangan, kebijaksanaan, gaji atau upah, dan kondisi kerja.

Dua belas kunci utama dalam kepuasan kerja (Rowland dan Rowland,

1997: 517–518), adalah:


28

1. Input.

2. Hubungan manajer dan staf;

3. Disiplin kerja;

4. Lingkungan tempat kerja;

5. Istirahat dan makan yang cukup;

6. Diskriminasi;

7. Kepuasan kerja;

8. Penghargaan penampilan;

9. Klarifikasi kebijaksanaan, prosedur, dan keuntungan;

10. Mendapatkan dan mendapatkan kesempatan;

11. Pengambilan keputusan;

12. Gaya manajer.

Sedangkan menurut pendapat Harold E. Burt mengemukakan bahwa ada tiga

faktor yangmempengaruhi kepuasan kerja yaitu: (As’ad, 1995)

1. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain :

1. Hubungan antara manager dengan karyawan baik.

2. Faktor fisis dan kondisi kerja

3. Hubungan sosial diantara karyawan

4. Sugesti dari teman sekerja

5. Emosi dan situasi kerja

2. Faktor Individu, yaitu yang berhubungan dengan :

1. Sikap orang terhadap pekerjaannya

2. Umur orang sewaktu bekerja

3. Jenis kelamin
29

3. Faktor luar (external), yang berhubungan dengan :

1. Keadaan keluarga karyawan.

2. Rekreasi
3. Pendidikan (training, up grading dan sebagainya)

2.2.4 Indikator Kepuasan Kerja Perawat

Morgan (2017), Indicator kepuasan Kerja perawat, Meliputi :

1. Perawat yang puas cenderung bekerja dengan kualitas yang lebih

tinggiPerawat yang menghasilkan kinerja baik, mempunyai sifat-sifat antara

lain:

1. Merasa senang

2. Rasional

3. Punya harga diri sebagai manusia

4. Punya visi dan cita-cita

2. Perawat yang puas cenderung bekerja dengan lebih produktif Perawat yang

mempunyai motivasi tinggi akan menyenangi pekerjaannya sehingga akan

lebih produktif daripada mereka yang kurang menyenangi pekerjaannya.

Perawat tersebut mempunyai sifat aktualisasi diri:

1. Realistis

2. Dapat menerima dirinya sendiri

3. Spontanitas, praktis, sederhana dan alamiah

4. Fokus pada inti masalah

5. Otonom, bebas dari pengaruh budaya dan lingkungan

6. Hubungan baik antar manusia

7. Memiliki nilai dan sifat-sifat demokratis


30

8. Mampu membedakan antara cara dan tujuan

9. Filosofis dan mempunyai rasa humor yang tinggi

3. Perawat yang puas cenderung bertahan lebih lama dalam perusahaanBanyak

kejadian tentang kepindahan seorang perawat dari perusahaanyang

memberikan gaji lebih besar ke perusahaan lain yang memberikan gaji lebih

sedikit. Hal ini disebabkan karena penyebab kepuasan bukan hanya

menyangkut gaji atau pendapatan, tetapi terpenuhinya lain sesuai dengan

kebutuhan Maslow. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menyebabkan perawat

menjadi betah bekerja di rumah sakit tempat kerjanya.

4. Perawat yang puas cenderung dapat menciptakan pelanggan/ pasien yang

puas. Kepuasan pasien berarti pengakuan/ penghargaan pasien atas kinerja

yang telah dilakukan oleh perawat. Pengakuan prestasi kerja ini dapat dilihat

dari ungkapan yang paling sederhana dari pasien yaitu ucapan terima kasih.

2.2.5 Faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja

Wibowo (2013), menyebutkan indicator untuk mengukur kepuasan kerja

meliputi :

1. the work itself (pekerjaan itu sendiri), mencakup seluruh tanggung jawab

pekerjaannya, kepentingan serta pertumbuhan.

2. Quality of supervision (kualitas pengawasan), yang mencakup bantuan

teknisdan dukungan social (social support).

3. Relationship whit co-workers (hubungan dengan teman kerja (sejawat), yang

mencakup keselarasan social dan rasa hormat.

4. Promotion opportunities (peluang promosi), termasuk kesempatan untuk

kemajuan selanjutnya.
31

5. Pay (bayaran) , dalam bentuk kecukupan bayaran dan perasaan keadilan

terhadap orang lain.

Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dimana

konsep ini menganggap bahwa kepuasan kerja dengan berbagai aspek situasi kerja

yang berbeda, dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep tersebut sebagai

berikut :

1. Beban kerja
2. Keamanan kerja

3. Kompetensi

4. Lingkungan kerja

5. Status dan prestise kerja

6. Kecocokan rekan kerja

7. Kebiasaan penilaian pekerjaan

8. Praktek manajemen

9. Hubungan atasan bawahan

10. Hubungan dengan klien

Porter mengembangkan, bahwa Pengukuran kepuasan kerja dapat dilihat

sebagai kebutuhan yang terpenuhi, sehingga suatu pendekatan terhadap

pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi, bahwa semua orang

memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja.

Kuesioner porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan

kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan

akan rasa aman, otonomi, social dan aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan dan

persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden menjawab 3

pertanyaan.
32

Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan, mengenai pemenuhan

kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara

beberapa yang ada sekaran, semakin kecil perbedaan maka semakin besar

kepuasannya.

Robbins (dalam Sektiawan 2013) terdapat dua macam pendekatan yang secara

luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, meliputi :

1. Single global rating, dengan ini meminta individu untuk merespon atas satu

pertanyaan seperti : dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas

anda dengan pekerjaan anda ? jawaban Responden “Highly Satisfied” dan

“Highly Dissatisfied”.

2. Summation score, yaitu mengidentifikasi elemen kunci, dalam pekerjaan dan

menanyakan perasaan pekerjaan dengan masing-masing elemen. Faktor

spesifik yang diperhitungkan adalah sifat pekerjaan, supervise, gaji,

kesempatan promosi serta hubungan dengan co-worker. Faktor ini dipengaruhi

pada skala yang distandarkan dan ditambahkan untuk menciptakan job

satisfaction score secara menyeluruh.

Kunin (2001), mengungkapkan, bahwa Salah satu alat ukuran kepuasan kerja

yang banyak dipergunakan secara luas adalah Face Scale. Face scale ini terdiri

dari serangkaian wajah-wajah dengan berbagai ekspresi emosi yang berbeda.

Responden diminta untuk dapat menunjukkan dari lima ekspresi wajah yang

tersedia ekspresi wajah manakah yang paling mewakili perasaan mereka kepada

kepuasan secara keseluruhan terhadap pekerjaan mereka. Keuntungan utama dari

face scale ini adalah kesimpelannya dan responden tidak perlu melalui sebuah

jenjang membaca yang tinggi untuk dapat menyelesaikannya. Sementara,


33

kerugian potensial dari face scale ini adalah ia tidak menyediakan informasi

mengenai kepuasan karyawan dengan aspek yang berbeda dari pekerjaan mereka.

2.2.6 Dampak Ketidak Puasan Kerja


Robbins & Judge 2011 (dalam) dituangkan dalam model teoritik yang

dinamankan EVLN-Model, yang terdiri dari Exit, Voice, Loyality, serta Neglect.

1. Exit. Responden Exit merupakan perilaku langsung dengan meninggalkan

organisasi, termasuk mencari posis baru atau mengundurkan diri / biasa

disebut dengan turnover intention.

2. Voice. Voice ini termasuk aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki

kondisi,termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan persoalandengan

atasan, dan melakukan beberapa bentuk aktifitas persarikatan.

3. Loyality. Memiliki arti secara positif, tetapi secara optimistic menunggu

kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi, menghadapi kritik

eksternal dan mempercayai organisasi serta manajemen melakukan sesuatu

yang benar / sesuai,

4. Neglect. Secara pasif memungkinkan akan memperburuk kondisi, serta

termasuk kemangkiran secara kronisatau keterlambatan, mengurangi usaha

dan meningkatkan tingkat kesalahan.

Perilaku exit dan neglect mencakup variable kinerja kita, produktivitas,

kemangkiran, serta pergantian.

2.2.7 Dampak Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja yang dirasakan pegawai akan memiliki dampak bagi pegawai

itu sendiri dan organisasi di tempat kerja. Dampak kepuasan kerja dapat diuraikan

sebagai berikut (Robbins & Judge, 2013):


34

1. Kepuasan kerja dan produktivitas

Data organisasi secara keseluruhan ditemukan bahwa organisasi dengan

karyawan yang memiliki kepuasan tinggi akan cenderung lebih efektif

dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kepuasan rendah. Karyawan

yang bahagia atau puas terhadap pekerjaannya kemungkinan besar akan

menjadi karyawan yang lebih produktif.

2. Kepuasan kerja dan prilaku organisasi

Kepuasan kerja menjadi penentu utama dari perilaku organisasi karyawan.

Karyawan dengan kepuasan kerja tampaknya lebih positif dalam berbicara

membantu orang lain, dan memiliki harapan normal dalam pekerjaan mereka.

Keadaan tersebut mungkin dikarenakan mereka ingin membalas pengalaman

positif atas kepuasan yang mereka peroleh dalam pekerjaan.

3. Kepuasan kerja dan kehadiran

Seorang karyawan yang puas akan berusaha untuk selalu hadir setiap harinya,

kecuali terdapat sesuatu hal yang benar-benar tidak bisa dielakkan sehingga

karyawan tersebut harus mangkir dari pekerjaan.

4. Kepuasan kerja dan kepuasan klien

Kepuasan kerja pegawai dapat membuat kepuasan konsumen meningkat. Pada

pelayanan organisasi retensi dan pembelotan pelanggan sangat tergantung

pada bagaimana pegawai berurusan dengan konsumen. Pegawai yang puas

akan lebih bersahabat, ramah, dan responsif dalam menghargai pelanggan.

5. Kepuasan kerja dan pengunduran diri


35

Kepuasan kerja menyebabkan retensi pegawai di tempat kerja. Pegawai yang

merasa puas dengan pekerjaannya akan merasa nyaman dan enggan untuk

pindah kerja, karena harus beradaptasi kembali di tempat yang baru.

6. Kepuasan kerja dan penyimpangan kerja

Ketidakpuasan kerja memprediksi berbagai penyimpangan kerja yang tidak

diinginkan diantaranya mencuri di tempat kerja, keterlambatan, menggunakan

waktu kerja untuk kesenangan pribadi atau mengambil persediaan kantor

untuk penggunaan pribadi.


Kerangka Konsep

Sosial Sistem Perawat Persepsi


Reaksi Interaks Transaksi
Penilaian i
Interpersonal Sistem
Aksi Kepuasan
Personal Sistem kerja
Pasien
Goal perawat
Kepuasan
Attainment
Perawat
Kepuasan
 Persepsi Forgiveness
pasien
 DiriDiri  Mengungkapkan
 Pertumbuhan Kemarahan
dan  Memutuskan
Keterangan
perkembangan memaafkan
 Citra Tubuh  Melakukan Diteliti :
 Ruang pemaafan
 Waktu Tidak Diteliti :

Pasien Gambar 2.2 Kerangka Konsep Hubungan Sikap


Forgiveness Dengan Tingkat Kepuasan
 Persepsi Kerja Perawat Di Rumah Sakit PKU
 Diri
Muhammadiyah Surabaya.
 Pertumbuhan
dan
perkembangan
 Citra Tubuh
 Ruang
 Waktu 36
Mekanisme Hubungan Sikap Forgiveness dengan Kepuasan Kerja perawat

menurut Teori Goal Attainment (M.King) adalah Suatu Hubungan Perawat –

Pasien yang berlandaskan Tiga Sistem, yaitu : Sosial Sistem, Interpersonal

Sistem, serta Personal Sistem, Dimana Dari personal system itu terdapat terdapat

konsep yang Relevan meliputi: Persepsi, Diri, Pertumbuhan dan Perkembangan,

Citra tubuh, Ruang serta Waktu. Dimana dari Respon Diri yang memiliki arti

Bagian dalam diri seseorang yang berisi benda-benda dan orang lain. Diri adalah

individu atau bila seseorang berkata “AKU”. Karakteristik diri adalah individu

yang dinamais, system terbuka, serta orientasi pada tujuaan. Sehingga dari

pengertian diri tersebut dapat Ditarik sebagai Forgiveness dimana isi dalam

forgiveness meliputi: Mengungkapkan Kemarahan, Memutuskan Memaafkan,

serta Melakukan Pemaafan. Setelah terjadi Forgivenss perawat membuat sebuah

Reaksi – Interaksi – Transaksi, sehingga setelah 3 hal tersebut Tercapai maka

Goal Attaiment tercapai, sehingga kepuasan kerja tercapai.

2.2.8 Hipotesis

Ada Hubungan Antara Sikap Forgiveness dengan Tingkat Kepuasan Kerja

Perawat di RS PKU Muhammadiyah Surabaya.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang meliputi : (1).

Desai penelitian, (2). Kerangka kerja, (3). Populasi, (4).Sampel. (5) sampling, (6)

variable penelitian, (7). Definisi operasional, (8). Pengumpulan dan pegolahan

data, (9). Serta etika penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional, karena

peneliti hanya melakukan pengukuran tanpa memberi perlakuan atau intervensi

langsung. Maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian

“Analitik Correlational dengan pendekatan Cross Sectional”yang mana penelitian

ini mencari hubungan antara variable sikap forgiveness dengan kepuasan kerja

perawat, dengan cara melakukan observasi atau pengumpulan data satu kali

dilakukan pada saat pemeriksaan atau pengkajian data. Variable independen dan

dependen dinilai secara simultan pada suatu saat (poin time approach), yang

artinya setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran

dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan. jadi tidak ada tindak lanjut selanjutnya. (Nursalam,2016).

3.2 Kerangka Kerja

Kerangka kerja Merupakan bagan kerja yang didalamnya mengenai

kegiatan penelitian yang akan dilakukan meliputi subjek penelitian, variable yang

akan diteliti dan variable yang mempengaruhi dalam penelitian. (Hidayat,2010).

38
39

Dalam penelitian ini dapat digambarkan Kerangka Kerja secara Skematis sebagai

berikut :

Populasi :
Seluruh Perawat yang berdinas di Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah
Surabaya pada tahun 2019 dengan Jumlah N = 40

Teknik Sampling :
Consecutive Sampling

Sample : n = 30
Seluruh Perawat yang berdinasdi RS PKU Muhammadiyah
Surabaya

Desain penelitian Analitik Crossectional

Variable Independen : Sikap Forgiveness. Kuesioner


Variable Dependen : Kepuasan Kerja perawat. Kuesioner

Analisis Data
Dengan Uji Chi-Square

Penyajian Hasil

Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka Kerja penelitian Hubungan Sikap Forgiveness dengan


tingkat kepuasan kerja perawat di RS PKU Muhammadiyah
Surabaya.
40

3.3 Populasi Sampel dan Sampling


3.3.1 Populasi

Menurut Nursalam (2017). Populasi merupakan Subjek dari Suatu Variabel

yang memenuhi Kriteria penelitian yang telah ditetapkan. Populasi pada

penelitian ini adalah 40 Perawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Surabaya.

3.3.2 Sampel

Menurut Nursalam (2017). Sampel merupakan bagian populasi yang akan

diteliti, yang terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian yang melalui sampling. Sampel dalam penelitian ini

adalah 30 perawat di RS PKU Muhammadiyah Surabaya, yang memenuhi

kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi :

Kriteria Inklusi merupakan Karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti oleh peneliti.

(Nursalam,2016). Kriteria Inklusi dalam penelitian ini merupakan :

1. Perawat yang sedang berdinas saat pengambilan data.

2. Perawat yang berdinas di ruang rawat inap.

b. Kriteria Eksklusi :

Kriteria Eksklusi merupakan sebuah proses menhapus atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria eksklusi dari Studi karena berbagai sebab.

(Nursalam,2016).Kriteria eksklusi dalam penelitian ini merupakan:

1. Perawat yang telah diambil menjadi sampel dalam uji validitas.


41

3.3.3 Sampling

Menurut Nursalam (2017). Sampling merupakan suatu proses menyeleksi

porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada. Dalam teknik

sampling merupakan cara yang ditempuh dalam pengambilan sample, agar dapat

memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek

penelitian. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non

probability sampling yaitu consecutive sampling, dimana cara pengambilan

datanya berdasarkan keinginan peneliti yang tertuang dari kriteria inklusi, beras

sampel berdasarkan waktu lamanya pengambilan data yaitu 1 minggu.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Independen

Menurut Nursalam (2017) Variabel Independen (bebas) merupakan suatu

Variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan variable lain. Variable

independen (bebas) biasanya, diamati, dimanipulasi, serta diukur untuk

mengetahui hubungan atau pengaruh terhadap variable lain. Pada penelitian ini,

variable independen adalah Sikap Forgiveness.

3.4.2 Variabel Dependen

Menurut Nursalam (2017). Variable Dependen merupakan Variabel yang

dipengaruhinilainya, yang ditentukan oleh Variabel lain. Pada penelitian ini,

variable dependennya adalah Kepuasan Kerja Perawat.


42

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Sikap Forgiveness Dengan Tingkat


Kepuasan Kerja Perawat di RS PKU Muhammadiyah Surabaya. Tahun
2019.

Definisi
Variabel Indikator Instrumen Skala Kategori
Operasional
Sikap Suatu sikap perawat a. Mudah memaafkan Skor :
Forgiveness yang dapat merubah b. Mudah menerima 1. Sangat tidak
suatu fikiran segala kondisi sesuai dengan
negative menjadi pasien dan rekan saya . STS= 1
positif . yaitu suatu kerja. 2. Agak sesuai
tindakan memaafkan c. Menjadi iklas dan dengan saya. S
yang terjadi ketika sabar =2
dalam melakukan d. Tujuan pekerjaan Kuisioner
Nominal 3. Sangat sesuai
pekerjaan dan tercapai sesuai dengan saya.
menghadapi pasien dengan tarjet SS =3
dan keluarga pasien (waktu, target Kategori :
yang dengan sikap pekerjaan) Noforgiveness = ≤
yang berbeda-beda. 25%
Hallow
forgiveness= 26%
- 50%
Silent
forgiveness= 51%
- 70%.
Total Forgiveness
=71%-100%.
(Thonisiyah
2018).
Kepuasan Kepuasan Kerja a. Emosi dan situasi Skor :
Kerja Perawat merupakan sikap kerja dengan 1. Sangat tidak
yang ditampilan lingkungan baik. Puas STP=1
seorang individu b. Kepuasan 2. Tidak Puas TP
terhadap kondisi terhadap pasien. Kuesioner Nominal =2
kerja yang mereka c. Kepuasan 3. Cukup Puas
alami. terhadap rekan CP = 3
kerja. 4. Puas P = 4
5. Sangat Puas
SP = 5
Kategori :
Tidak Puas=
≤33%
Puas =34%- 66%
Sangat Puas =66%
- 100%
( Susilo 2011).
43

3.6 Pengumpulan Dan Pengolahan Data

3.6.1 Instrumen

Menurut Nursalam (2016).Instrument penelitian merupakan alat ukur yang

digunakan untuk mengumpulkan data. Pada penelitian ini Instrumen yang akan

digunakan adalah :

1. Lembar Kuesioner Sikap Forgiveness Perawat di RS PKU Muhammadiyah

Surabaya.

Kisi – kisi Kuesioner :


a. Mudah memaafkan : 9 pertanyaan .

b. Mudah menerima segala kondisi pasien:3 pertanyaan.

c. Menjadi iklas dan sabar :8 pertanyaan.

d. Tujuan pekerjaan tercapai sesuai dengan tarjet (waktu, target pekerjaan) :6

pertanyaan.

2. Lembar Kuesioner Kepuasan Kerja Perawat di RS PKU Muhammadiyah

Surabaya.

Kisi – kisi Kuesioner :

a. Emosi dan situasi kerja dengan lingkungan baik : 6 pertanyaan.

b. Kepuasan terhadap pasien : 8 pertanyaan.

c. Kepuasan terhadap rekan kerja : 11 pertanyaan.

3. Uji Validitas dan Reliabelitas Kuesioner

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur atau sebuah

instrument yang akan dilakukan penelitian untuk menjadi alat ukur yang

bias diterima atau standart maka alat ukur tersebut harus melalui uji

validitas dan reliabilitas (Hidayat, 2010). Penelitian ini menggunakan


44

Person Product Moment, yaitu mengkolerasi skor masing-masing setiap

poin pertanyaan dengan skor total variabelnya.

2. Uji Reliabilitas

Setelah menguji validitas maka perlu juga menguji reliabilitas data, apakah

alat ukur dapat digunakan atau tidak (Hidayat, 2010). Untuk menguji

reliabilitas digunakan metode Alpha Cronback, dengan rumus (Sugiyono,

2007).

1. Hasil Alpha Cronback Uji Validitas Reliabelitas Dari Kuesioner

Forgiveness adalah :

1. Mudah Memaafkan, Menghasilkan Nilai Alpha Cronback adalah :

0.798

2. Mudah Menerima Segala Kondisi Pasien,Menghasilkan Nilai Alpha

Cronback: 0.778

3. Menjadi Iklas dan Sabar, Menghasilkan Nilai Alpha Cronback adalah :

0.771

4. Tujuan Pekerjaan Tercapai Sesuai dengan Tarjet, Menghasilkan Nilai

Alpha Cronback : 0.898

2. Hasil Alpha Cronback Uji Validitas Reliabelitas Dari Kuesioner

Forgiveness adalah :

1. Emosi dan Situasi Kerja , Memiliki Nilai Alpha Cronback : 0.856

2. Kepuasan Terhadap Pasien, Memiliki Nilai Alpha Cronback : 0.646

3. Kepuasan Terhadap Rekan Kerja, Memiliki Nilai Alpha Cronback :

0.842
45

3.6.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Surabaya pada bulan

Juni 2019.

3.6.3 Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap persiapan penelitian

Pada tahap ini dilakukan pemilihan lahan penelitian dan pengurusan izin

penelitian. Kemudian melakukan studi pendahuluan mengenai penelitian

yang akan dilakukan dalam menentukan masalah, studi perpustakaan,

menyusun proposal, konsultasi dengan pembimbing, pembuatan instrument,

uji validitas dari instrument dan dilakukan pemilihan lokasi dan sample

penelitian yaitu RS PKU Muhammadiyah Surabaya. Proses pengumpulan

data diperoleh setelah penelitian mendapatkan izin dan persetujuan dari

pembimbing Skripsi dan persetujuan dari Institusi / Akademik S1

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya,

serta persetujuan dari RS PKU Muhammadiyah Surabaya.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahapan – tahapan yang dilakukan adalah :

1. Identifikasi Data Primer

Data primer berupa jawaban hasil kuesioner yang diberikan pada

responden. Responden dalam penelitian ini adalah semua perawat yang

ada di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya dengan jumlah 30

orang perawat. hasil identivikasi data primer diperoleh data dengan skala

ordinal yang mempresentasikan tiap indicator masing-masing variable

yang diteliti (sikap forgiveness dan kepuasan kerja perawat).


46

Tabulasi data primer dilakukan setelah memberikan skor untuk tiap

jawaban responden dari lembar kuesioner. Hasil tabulasi data primer

diolah dengan menggunakan data statistik program SPSS.

2. Identifikasi data skunder

Data sekunder dalam penelitian ini berupa karakteristik demografi

responden, pengumpulan data karakteristik demografi dilakukan dengan

cara menyantumkan pertanyaan mengenai karakteristik demografi

responden pada bagian awal lembar kuesioner. Yang terdiri atas :

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Tingkat pendidikan terakhir

4. Masa kerja

5. Asal Universitas

6. Bagian / divisi / departemen

7. Ruangan

Data sekunder dilakukan editing untuk jawaban isian yang tidak sesuai

dengan informasi yang diharapkan. Setelah dilakukan editing data sekunder

dianalisis dengan olah data statistik program SPSS.21.0 dengan analysis chart

kemudian disajikan dalam bentuk table dan diagram.

3.6.4 Cara Analisa Data

Teknik analisa data merupakan cara mengolah data agar dapat disimpulkan

atau diinterprestasikan menjadi informasi (Nursalam, 2017). dalam proses

pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, artinya :


47

1. Editing
Merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data /

setelah data terkumpul (Hidayat,2010).Data yang didapat dari studi

pendahuluab disimpan terlebih dahulu , sebelum peneliti akan melakukan

penelitian lebih lanjut. Peneliti melakukan konfirmasi data ulang kepada

pengurus data informasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya.

2. Coding

Merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang

terdiri dari beberapa kategori (Hidayat,2010). Pada penelitian ini pemberian

kode pada lembar kuesioner untuk Sikap Forgiveness perawat menurut pada

Skala Likert, Dimana Skala Liker dipergunakan untuk mengukur skala Sikap,

pendapat serta persepsi seseorang dan mengukur sebuah pernyataan yang

menyenangkan hingga tidak menyenangkan. Dengan kode sebagai berikut :

1. Noforgiveness = ≤ 25% ( dengan kode = 1 ).

2. Hallow forgiveness= 26% - 50% ( dengan kode = 2 ).

3. Silent forgiveness= 51% - 70%. ( dengan kode = 3 ).

4. Total Forgiveness =71%-100%.( dengan kode = 4 ).

Yang dimana dari penjelasan coding dan skala diatas dapat disimpulkan

bahwa Pernyataan yang Menyenangkan seperti “ Total Forgiveness ” Diberi

Skor tertinggi yaitu 4. Sedangkan pernyataan yang tidak menyenangkan

seperti “ Noforgiveness ” Diberi Skor terendah yaitu 1.

Adapun kode kuesioner untuk kepuasan kerja perawat Menurut Skala Likert

seperti penjelasan diatas adalah :


48

1. Tidak Puas = ≤ 33% ( dengan kode 1 )

2. Puas = 34% - 66% ( dengan kode 2 )

3. Sangat Puas = 66% - 100% ( dengan kode 3 ). ( Susilo 2011).

Dimana hasil Coding diatas dapat disimpulkan bahwa suatu pernyataan yang

menyenangkan diberi skor tertinggi yaitu 3, dan pernyataan yang tidak

menyenangkan diberi skor terendah yaitu 1.

3. Scoring

Setelah diberikan kode, maka langkah selanjutnya adalah pemberian skor.

Total pemberian skor pertanyaan pada lembar kuesioner di bagi dengan

jumlah maksimal dan dikalikan 100 %, yang hasilnya berupa sebuah

presentase dengan rumus :

P = F / N x 100%

Dengan Keterangan :

P : Prosentase

F : Jumlah Skor yang diperoleh

N : Jumlah Skor Maksimal

Cara interprestasi data berdasarkan prosentase menurut Arikunto (2006)

dalam Zuhrina (2016) :

1. Angka 80% - 100% = Sangat Sesuai

2. Angka 60% - 79% = Sesuai

3. Angka ≤ 60% = Sangat Tidak Sesuai

Sedangkan cara interprestasi data berdasarkan prosentase skala likert

sebagai berikut , (Nursalam 2016):


49

1. Angka 0 – 20% = Sangat Tidak Puas

2. Angka 21% - 40% = Tidak Puas

3. Angka 41% - 60% = Cukup Puas

4. Angka 61% - 80% = Puas

5. Angka 81% - 100% = Sangat Puas

4. Tabulating

Dalam tabulating ini dilakukan penyusunan dan penghitungan data dari hasil

coding untuk kemudian disajikan dalam bentuk table dan dilakukan evaluasi.

Data yang diperoleh mulai dari studi pendahuluan sampai akhir disusun

menggunakan table .

4.6.5 Uji Statistik

Analisis data dimasukkan untuk mengetahui hubungan antara sikap

forgiveness dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Siti PKU

Muhammadiyah Surabaya. Untuk mengetahui hubungan antara sikap forgiveness

dengan tingkat kepuasan kerja perawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah

Surabaya. diuji dengan menggunakan Uji Chi-Square dengan menggunakan

program SPSS 21 .

a. Alasan menggunakan Uji Chi-Square :

1. Karena uji ini dapat digunakan untuk mengukur suatu tingkat keeratan

hubungan antara dua variable independen dan dependen yang bersakala

data ordinal dengan nilai  ≤ 0,05. Artinya jika hasil uji statistik

menggunakan  0,05 maka ada hubungan yang signifikan antara dua

variable yaitu variable sikap forgiveness dengan variable kepuasan kerja

perawat di RS PKU Muhammadiyah Surabaya.


50

2. Skala data adalah skala data nominal.

3. Data penelitian telah dilakukan Scoring.

4. Jumlah variable yang digunakan meliputi 2 variabel yaitu variable sikap

forgiveness dengan variable kepuasan kerja perawat di RS PKU

Muhammadiyah Surabaya.

3.7 Etika Penelitian

Apabila seseorang dijadikan sebagai suatu subjek penelitian, hak sebagai

manusia harus dilindungi

3.71 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden sebagai subyek yang

akan diteliti. Subjek bersedia diteliti apabila telah menandatangani lembar

persetujuan, sebaliknya jika menolak maka peneliti tidak akan memaksakan

diri. Jika Subjek ingin mengundurkan diri dari tengah – tengah penelitian

maka : Subjek harus menjelaskan maksut kenapa ingin mengundurkan diri

dari penelitian.

3.7.2 Infomed Consent

Sebelum menjadi responden, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian. Setelah responden mengerti maksud dan tujuan penelitian,

responden menandatangani lembar persetujuan.

3.7.3 Anonimity ( tanpa nama )

Menjaga kerahasiaan identitas subjek peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner, cukup

dengan menyantumkan nomer kode masing-masing pada lembar kuesioner


51

tersebut. Dalam penelitian ini data kerahasiaan identitas masing-masing

responden diberi nama initial dan kode responden mulai dari R1-R30.

3.7.4 Confidentiallity(kerahasiaan)

Keberhasilan informasi yang diberikan oleh subjek dirahasiakan oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan

sehingga rahasianya tetap terjaga.

3.7.5 Benefience and Non Malefinance

Penelitian yang dilakukan memberikan manfaat dan keuntungan untuk

responden dan peneliti, Manfaat dari penelitian ini yaitu responden dapat

menegtahui sifat forgiveness dengan tingkat kepuasan kerjanya.

Sedangkan untuk peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir semester

dengan tepat waktu.

3.7.6 Justice

Keadilan pada penelitian ini dilakukan pada semua responden yang

dilakukan penelitian dan tidak membeda-bedakan subjek yang diteliti

seperti halnya untuk pertanyaan yang diberikan kepada seluruh responden.

3.7.7 Keterbatasan Penelitian

Mengacu pada hasil penelitian, bahwa peneliti ini memiliki keterbatasan

sebagai berikut :

1. Instrument yang digunakan adalah kuesioner, sehingga memungkinkan

responden untuk memberikan jawaban yg tidak jujur, atau ( biasnya

lebih tinggi ).

2. Besar Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya 30

responden.
52

3. Untuk menggenaralisir data menjadi nilai populasi maka, perlu

menggunakan sampling probability sampling, dalam penelitian ini

menggunakan Non probability sampling. Sehingga perlu memperluas

wilayah penelitian.
BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi

gambaran umum lokasi penelitian, data demografi responden (Nama Inisial,Usia,

Lama Bekerja, Asal Universitas, Pendidikan, Ruangan) serta uraian pembahasan

hasil penelitian Hubungan sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja

perawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Surabaya.

Hasil bab ini akan dibahas mengenai hasil peneliti meliputi gambaran

umum lokasi penelitian, data demografi responden serta uraian pembahasan hasil

penelitian Hubungan sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja perawat di

rumah sakit PKU Muhammadiyah Surabaya.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya

yang dimulai pada bulan Juni 2019. Penelitian berlokasi di rumah sakit PKU

muhammadiyah Surabaya.

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya yang sekarang berdiri di Jl.

KH. Mas Mansyur No. 180-182 Surabaya menyimpan catatan sejarah sendiri

dalam perkembangannya. Jejak sejarah tersebut memiliki nilai tersendiri karena

melibatkan tokoh besar Muhammadiyah maupun tokoh nasional. Sejarah yang

sangat bermakna tersebut yang merupakan cikal bakal berdirinya Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Surabaya seperti sekarang ini.

Pada era sampai dengan tahun 2002 pelayanan yang diberikan

di PKU Muhammadiyah adalah pelayanan Poli Umum, Poli KIA, dan Rumah

53
54

Besalin. Namun seiring dengan perkembangannya, maka pada tahun 2002

dimulailah era baru dalam sejarah PKU Muhammadiyah Surabaya, yaitu pada

tanggal 19 Agustus 2002 resmi menjadi sebuah Rumah Sakit Umum.

Pembangunan fisiknya sendiri dimulai sejak 27 September 2001 sampai dengan

28 Februari 2002, yaitu dengan dibangunnya gedung A. Kemudian pada tanggal

14 Maret 2002, Walikota Surabaya Bp. Bambang D.H meresmikan Gedung Baru

Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya. Pembangunan fisik kemudian berlanjut

dengan dibangunnya Gedung B dan C pada tanggal 1 Januari 2004 sampai dengan

31 Maret 2005. Pada tanggal 5 Desember 2012 nama Rumah Sakit

Muhammadiyah Surabaya berubah menjadi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Surabaya. Sedangkan kepemimpinan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Surabaya mulai tanggal 02 Februari 2018 hingga saat ini dipegang oleh Dr. dr.

Enik Srihartati, M.Kes., Sp.KK.

1. Gambaran Umum RS PKU Muhammadiyah Surabaya

1. Nama Rumah Sakit : RS. PKU Muhammadiyah Surabaya

2. Alamat : Jl. KH. Mas Mansyur 180-182

Kelurahan : Nyamplungan

Kecamatan : Pabean Cantian

Kota : Surabaya

Provinsi : Jawa Timur

Kode Pos : 60162

Telepon/Fax : 031-3522980, 3570974, 5257390

Email : rsm_sby@yahoo.com

Website : www.rspkusby.com
55

3. Status Kepemilikan : Persyarikatan Muhammadiyah

4. Nama Direktur :Dr.dr.EnikSrihartati, M.Kes.,Sp.KK.

5. Kelas Rumah Sakit :D

6. Nomor Registrasi RS : 3578793

7. No.Ijin operasional RS : 503.445/37/P/IO.RS/436.6.3/XII/2015

8. berlaku tanggal : 9 Oktober 2015 s/d 09 Oktober 2020

9. Luas Lahan : 1108m2

10. Luas Bangunan : 2176 m2

11. Kapasitas TT : 51 TT

12. Standar Kualitas Pelayanan RS : Lulus Tingkat Perdana Akreditasi

Versi 2012

2. Sepuluh besar kasus Emergency

Rumah sakit PKU Muhammadiyah Surabaya pada 1 tahun terakhir ini

kasus terbesar adalah Gastroenteritis , Dengue Haemorrhagic Fever, Dengue

Fever, Diabetes Miletus, Bronkopneumonia, Fibrilasi Atrium, Hipertensi,

Vertigo, serta morbili.

Berdasarkan jumlah rata-rata Bed Occupancy Ratio ( BOR ) Rumah

sakir PKU Muhammadiyah Surabaya pada 1 tahun terakhir ini adalah 37,1 (

40% ). Sedangkan jumlah hari perawatan Lengt Of Stay (LOS) pada 1 tahun

terakhir yaitu 2,8 / rata-rata 3 hari perawatan.


56

4.2 Data Umum (Karakteristik Responden)

1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Perawat di Rumah


Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya Pada 28 Juni – 04 Juli
2019.

Usia Frekuensi (f) Persentase (%)


23-25 Tahun 2 6,7%
26-28 Tahun 3 10,0%
29-31 Tahun 5 16,7%
32-34 Tahun 6 20,0%
35-37 Tahun 9 30,0%
38-40 Tahun 5 16,7%
Total 30 100%

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden perawat di RS PKU Muhammadiyah Surabaya berusia 35-37

tahun sebanyak 9 responden (30,0%), sedangkan sebagian kecil responden

perawat RS PKU Muhammadiya Surabaya berusia 23-25 tahun sebanyak

2 responden (6,7%).

Rumus Interval Usia :

Usia tertua 40 tahun 40 – 23 = 17 tahun.

Usia termuda 23 tahun

K = 1 + 3,33 log 17

= 1 = 4,09

=5

I= =3
57

2. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja Perawat di


Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya Pada 28 Juni – 04
Juli 2019.

Lama Bekerja Frekuensi (f) Presentase (%)


2-4 tahun 11 36,7%
5-7 tahun 12 40,0%
8-10 tahun 2 6,7%
11-13 tahun 1 3,3%
14-17 tahun 4 13,3%
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

lama bekerja perawat RS PKU Muhammadiyah Surabaya 5-7 tahun

(40,0%), sedangkan bagian kecil lama bekerja perawat 11-13 tahun

(3,3%).

3. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Universitas

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Universitas Perawat


RS PKU Muhammadiyah Surabaya Pada 28 Juni – 04 Juli 2019.

Pendidikan Frekuensi (f) Presentase (%)


UMSurabaya 28 93,3%
UNUSA 1 3,3%
Akper 1 3,3%
Diponegoro
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa 28 responden

(93,3%) asal universitas perawat RS PKU Muhammadiya Surabaya yaitu

UMSurabaya, dan 1 responden (3,3%) beraasal dari universitas UNUSA,

sedangkan 1 responden (3,3%) berasal dari Akper Diponegoro.


58

4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Universitas Perawat


RS PKU Muhammadiyah Surabaya Pada 28 Juni – 04 Juli 2019.

Pendidikan Frekuensi (f) Presentase (%)


D III Keperawatan 17 56,7%
S1 Keperawatan 13 43,3%
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa pendidikan

perawat RS PKU Muhammadiyah yaitu DIII Keperawatan sebanyak 17

responden (56,7%), dan pendidikan S1 Keperawatan sebanyak 13

responden (43,3%).

5. Distribusi Responden Berdasarkan Ruangan

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Ruangan Perawat RS


PKU Muhammadiyah Surabaya Pada 28 Juni – 04 Junli 2019.

Ruangan Frekuensi (f) Presentase (%)


IGD 8 26,7%
NEO 7 23,3%
Ranap 13 43,3%
Managemen 2 6,7%
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa perawat yang

bertugas di Ruang Rawat Inap sebanyak 13 responden (43,3%), sebagian

di IGD sebanyak 8 responden (26,7%), dan di NEO sebanyak 7 responden

(23,3%).
59

4.3 Data Khusus

Data khusus pada penelitian ini menggunakan dua variable yaitu variable

independen (sikap forgiveness) dan variable dependen (kepuasan kerja

perawat).

4.3.1 Identifikasi Sikap forgiveness perawat di Rumah Sakit PKU

Surabaya.

Tabel 4.6 Identifikasi sikap forgiveness di Rumah Sakit PKU Surabaya pada
28 Juni – 04 Juli 2019.

Forgiveness
Jumlah Prosentase
Sikap Hallow 11 36,7%
Forgiveness
Forgiveness
Silent 19 63,3%
Forgiveness
Noforgiveness 0 0,00%
Total 0 0,00%
Forgiveness
Total 30 100 %

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 4.6 mengenani sikap forgiveness

didapatkan bahwa jumlah terbesar yaitu silent forgiveness sebesar 19 responden

dengan presentase (63,3%), dan Hallow forgiveness sebesar 11 responden dengan

presentase (36,7%). Sedangkan Noforgiveness dan Total forgiveness mendapatkan

presentase 0,00% .
60

4.3.2 Identifikasi Kepuasan Kerja Perawat di RS PKU Muhammadiyah

Surabaya

Tabel 4.7:Identifikasi Kepuasan Kerja Perawat di RS PKU Muhammadiyah


Surabaya 28 Juni – 04 Juli 2019.

Kepuasan Kerja
Jumlah Prosentase
Kepuasan Tidak 19 63,3%
Kerja
puas
Puas 9 30,0%
Sangat 2 6,7%
Puas

Total 30 100 %

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menjelaskan bahwa kepuasan kerja perawat

dengan kategori Tidak Puas yaitu 19 responden (63,3%), dan kategori Puas yaitu

9 responden (30,0%), sedangkan dengan kategori Sangat Puas yaitu 2 Responden

(6,7%) dari 30 Responden.

4.3.3 Analisa Hubungan Sikap Forgiveness dengan Tingkat Kepuasan Kerja

Perawat di RS PKU Muhammadiyah Surabaya.

Table 4.8 Identifikasi analisa Hubungan Sikap Forgiveness dengan Tingkat


Kepuasan Kerja Perawat di RS PKU Muhammadiyah Surabaya. 28
Juni – 04 Juli 2019.

Kepuasan Kerja Perawat Total %


Forgiveness
Tidak Puas % Puas %
Hallow Forgiveness 10 33,3% 1 3,33% 11 36,7%
Silent Forgiveness 9 30,0% 10 33,3% 19 63,3%
Hasil Uji Chi-Square  = 0,017   = 0,05
61

Berdasarkan Uji Chi-square untuk mengetahui Hubungan Sikap

Forgiveness dengan Tingkat Kepuasan Kerja Perawat di rumah sakit PKU

Muhammadiyah menunjukkan Hasil yang signifikan yaitu -value = 0,017  dari

 = 0,05, sehingga H0 Ditolak dan H1 diterima, artinya ada hubungan yang

signifikan antara sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja perawat di

rumah sakit PKU Muhammadiyah Surabaya.

Berdasarkan hasil diatas peneliti tidak menyantumkan presentase jumlah

yang menyatakan “ sangat puas “ ,presentase sangat puas memiliki nilai dibawah

5 lebih dari 70% ,karena dalam uji chi-square disetiap sel didalamnya tidak boleh

terdapat nilai 0 atau dibahawah 5 lebih dari 20%, sehingga nilai yang telah di

peroleh dari hasil uji chi-square dimapatkan kembali menjadi 2x2 tabel, dengan

mengurangi kategori jawaban terkecil yaitu “Sangat Puas” dimasukkan jadi satu

dalam kategori “Puas”.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Identifikasi Sikap Forgiveness Perawat di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Surabaya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa hasil

penelitian terhadap Sikap Forgiveness Perawat di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Surabaya, sebagian besar perawat menyatakan “Silent

Forgiveness” . Dalam “ Silent Forgiveness “ sikap yang ditunjukkan oleh perawat

adalah perawat tetap berinteraksi dengan pasien , rekan kerja maupun keluarga

pasien, yang telah menyakitinya namun perawat tidak mengekspresikannya bahwa

ia telah memaafkan seseorang yang telah menyakitinya.


62

Hal ini sejalan dengan konsep teori Buameister, Exline,dan Somer 1998.

Dalam (Thonisia 2018). Menyatakan bahwa “Silent Forgiveness” adalah perawat

yang melakukan pemaafan ini, intrapsikisnya dapat dirasakan, namun tidak dalam

perubahan interpersonalnya. Sehingga orang yang tersakiti tidak lagi menyimpan

suatu amarah, dendam serta kebencian terhadap pelaku yang menyakitinya,

namun dalam kategori ini orang yang disakiti tidak mengekspresikan bahwa ia

telah memaafkan kesalahnnya, agar seolah-olah pelaku terus merasa bersalah.

Dalam perspsi peneliti, silent forgiveness yang ditunjukkan oleh perawat

adalah suatu sikap yang ia berikan terhadap pasien maupun teman kerja yang telah

menyakitinya, dengan tanpa memberikan ekspresi bahwa ia telah memaafkan

pelaku, dengan alasan bahwa pemaaf tidak membiarkan pelaku melakukan

kesalahan kembali yang tidak ia inginkan, namun perawat tidak lagi menyimpan

dendam maupun amarah terhadap orang yang telah menyakitinya. Hal ini dapat

terlihat dari sikap perawat ketika penelitian, yaitu perawat menjawab kuesioner

pada indicator mudah memaafkan dalam pertanyaan nomer 3 dan nomer 2 pada

indicator Mudah menerima segala kondisi pasien dan rekan kerja, pernyataan

nomer 3 menyatakan bahwa “ Belajar dari hal buruk yang telah saya lakukan

membuat saya mudah memaafkan / melupakan kesalahan orang lain kepada saya,

namun saya tidak mengekspresikan pemaafan saya “. Serta pernyataan nomer 2

menyatakan bahwa “ seiring berjalannya waktu saya dapat melmaklumi

kesalahan-kesalahan yang telah orang lain buat “, yang rata rata dari 30 responden

memberikan pernyataannya dengan “Setuju” sehingga setelah dijumlahkan dari

seluruh pernyataan responden dan melakukan presentase dan pencodingan,

mendapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan Silent Forgiveness


63

sebanyak 19 perawat. Hal tersebut dapat dilihat dan dijadikan acuan peneliti untuk

menyimpulkan hasil penelitian.

Sedangkan bagian kecil perawat menyatakan “ Hallow Forgiveness”,

hallow forgiveness menurut konsep teori Buameister, Exline,dan Somer 1998.

Dalam (Thonisia 2018). Yaitu seseorang yang tersakiti dapat mengekspresikan

forgiveness / pemaafan secara kogret melalui sikap dan perilaku, namun orang

yang tersakiti belum bisa memahami akan adanya atau munculnya sikap

forgiveness didalam dirinya. Sehingga orang yang tersakiti masih menyimpan rasa

dendam, rasa kebencian, walaupun individu yang tersakiti telah menyatakan “

saya memaafkan anda “ kepada pelaku yang menyakitinya. Dalam arti, pihak yang

tersakiti hanya dapat memaafkan secara lisan dan perilakunya saja, namun dalam

hati seseorang yang tersakiti masih belum bisa memaafkan secara total.

Dalam hasil penelitian ini sebagian kecil perawat menyatakan bahwa ,

sering kali ia tersakiti oleh pasien atau rekan kerjanya , tetapi ia dapat memaafkan

dan mengekspresikan pemaafan / forgiveness secara langsung, bahwa ia

memaafkan orang yang telah menyakitinya atau mengatakan “Saya memaafkan

anda”. Namun perawat memaafkan orang yang menyakitinya dalam lisannya,

tetapi perawat masih menyimpan perasaan dendam, dan rasa benci terhadap orang

yang menyakitinya. Hal ini dapat terlihat dari sikap perawat ketika penelitian,

yaitu perawat menjawab kuesioner pada indicator menjadi ikhlas dan sabar dalam

pertanyaan nomer 3 , pernyataan nomer 3 menyatakan bahwa “ Apabila Orang

lain memperlakukan saya dengan tidak baik, saya akan terus menerus berpikiran

buruk tentang merka, dan saya masih tetap menyimpan rasa dendam dan benci

terhadap orang yang telah menyakiti saya “. Dengan rata rata dari 30 responden
64

memberikan pernyataannya dengan “Setuju” sehingga setelah dijumlahkan dari

seluruh pernyataan responden dan melakukan presentase dan pencodingan,

mendapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan Hallow Forgiveness

sebanyak 11 perawat. Hal tersebut dapat dilihat dan dijadikan acuan peneliti untuk

menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam penelitian ini, maka dapat disimpulan bahwa setiap manusia

memiliki sifat yang berbeda –beda , serta unik, maka mereka memiliki karakter

yang berbeda secara pribadi, ketika mereka melakukan pekerjaan, mereka

memiliki niat yang berbeda –beda pula, ada yang hanya memiliki niat untuk

mencari materi, serta ada pula yang berniat untuk iklas melakukan pekerjaannya.

Maka kita tidak tahu menggapa dalam penelitian ini muncul sikap Silent dan

Hallow Forgiveness, kemungkinan bisa dipengaruhi karena sikap mudah

memaafkan responden terhadap orang yang telah menyakitinya kurang,sehingga

perawat yang telah disakiti mampu memaafkan secara lisan tetapi tidak dengan

ikhlas melainkan masih menyimpan perasaan dendam terhadap pelaku. Serta

sikap responden yang mudah menerima segala kondisi pasien dan rekan kerjanya

yang telah kurang ia sadari bahwa setiap orang memiliki sikap yang berbeda-beda.

Maka responden dapat memberikan pemaafan / forgiveness dalam beberapa

kategodi salah satunya yaitu Hallow dan Silent Forgiveness kepada orang yang

telah menyakitinya.

Dalam hal ini ada dalam pendapat (Hearts Nashori,et al.2011) bahwa sikap

Forgiveness seseorang timbul ketika orang tersebut siap untuk meninggalkan

kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tak acuh terhadap orang lain yang

telah menyakitinya dengan sengaja atau tidak sengaja. Namun dalam hal ini
65

seseorang memaafkan dengan lisan saja tidak pada perilaku atau pada perilaku

tetapi tidak pada lisan, seseorang masih menyimpan perasaan dendam terhadap

pelaku, dengan tidak menolak rasa sakit yang timbul, seseorang tetap

menumbuhkan rasa impati, iba ditunjukkan kepada seseorang yang menyakitinya,

sehingga timbulah perasaan atau sikap forgiveness. Respon individu terhadap

suatu emosional yang berorientasi pada orang lain dan menghasilkan suatu

penetralan terhadap emosional yang negative menjadi positif. sehingga timbullah

forgiveness dalam beberapa kategori yaitu Hallow dan Silent Forgiveness .

Berdasarkan hasil penelitian Thonisia I (2018) , menyebutkan bahwa hasil

penelitian terhadap sikap forgiveness perawat sebelum dan sesudah diterapkan

metode Appreciative Inquiry, seluruh sikap forgiveness perawat pada semua

subskala maupun total skala termasuk dalam kategori silent/hallow forgiveness

yang berarti bahwa intrapsikis pemaaf diekspresikan hanya pada 1 sisi yaitu pada

lisan saja tidak pada perilaku, atau pada perilaku saja tetapi tidak pada lisan, dan

proses pelaksanaan penelitian perawat yang memiliki perubahan skor sikap

forgiveness paling tinggi merupakan perawat yang paling aktif mengikuti proses

pelaksanaan metode appreciative inquiry.

4.4.2 Identifikasi Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Surabaya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil

penelitian terhadap Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Surabaya, sebagian besar perawat menyatakan kepuasan kerjanya

adalah “Tidak Puas” namun ada pula responden mengungkapan kepuasan

kerjanya “ Puas “ , sebagian kecil responden menyatakan kepuasan kerjanya “


66

Sangat Puas “.Hal ini didasari oleh konsep Robbins & Judge (2008), bahwa

kepuasan kerja menyangkut sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.

Seseorang yang tingkat kepuasan kerjanya tinggi menunjukkan sikap yang positif

terhadap pekerjaanya itu. sehingga perawat melakukan pekerjaannya dengan baik

dan melakukanya berdasarkan emosi dan situasi kerja yang baik, dalam hal

tersebut menciptakan hasil kepuasan kerja.

Dalam penelitian ini responden yang mengungkapkan kepuasan kerja

sanagat puas dikarenakan, emosi dan situasi dalam lingkungan kerja baik, hal ini

dibuktikan dalam pernyataan kuesioner nomer 1, yang menyatakan “ dengan sikap

memaafkan saya dapat merasa puas dengan pujian / penghargaan dari pasien,

keluarga pasien, serta atasan, atas pekerjaan yang telah saya lakukan” Dengan rata

rata dari 30 responden memberikan pernyataannya dengan “Sangat Puas”

sehingga setelah dijumlahkan dari seluruh pernyataan responden dan melakukan

presentase dan pencodingan, mendapatkan hasil bahwa responden yang

menyatakan Sangat Puas sebanyak 2 perawat. Hal tersebut dapat dilihat dan

dijadikan acuan peneliti untuk menyimpulkan hasil penelitian.

Sedangkan hal lain yang menyebabkan kepuasan kerja “Tidak Puas”

dipicu karena kepuasan terhadap pasien kurang, dalam hal ini pasien terlalu

banyak menuntut terhadap perawat akan asuhan keperawatan yang telah ia

berikan, sehingga perawat kurang puas terhadap pekerjaan/asuhan keperawatan

yang ia berikan karena didasari oleh paksaan atau tekanan dari pasien, sehingga

muncul kepuasan terhadap pasien kurang “ Tidak puas”. Kepuasan kerja perawat

yang tidak puas disebabkan juga oleh tim work / rekan kerja yang kurang
67

mendukung dalam hal pekerjaan tim, perawat yang meninggalkan pekerjaannya

dengan hasil yang kurang diinginkan.

Hal ini dapat terlihat dari pernyataan perawat ketika penelitian, yaitu

perawat menjawab kuesioner pada indicator kepuassan terhadap pasien dalam

pertanyaan nomer 2 dan 8 , pernyataan nomer 2 menyatakan bahwa “ saya merasa

puas ketika dapat memaafkan pasien, yang membuat saya tersinggung dengan

perkataannya”, serta penyataan nomer 8 menyatakan bahwa “ meskipun saya

tersakiti oleh perkataan pasien, namun saya puas ketika pasien sembuh dan pulang

mengucapkan terimakasih kepada saya”, Dengan rata rata dari 30 responden

memberikan pernyataannya dengan “Tidak Puas” sehingga setelah dijumlahkan

dari seluruh pernyataan responden dan melakukan presentase dan pencodingan,

mendapatkan hasil bahwa responden yang menyatakan Tidak Puas sebanyak 19

perawat. Hal tersebut dapat dilihat dan dijadikan acuan peneliti untuk

menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam hal ini didasari oleh konsep teori Robbins dalam abadi (2015),

Kepuasan Kerja perawat salah satu yang mempengaruhi ialah hubungan

interpersonal atau hubungan antar pribadi adalah interaksi antara seseorang

dengan orang lain dalam situasi kerja dan dalam organisasi sebagai motivasi untuk

bekerjasama secara produktif, sehingga dicapai kepuasan ekonomi, psikologis dan

social. Hasibuan (2017) menyatakan bahwa kepuasan kerja berdasarkan hubungan

interpersonal merupakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, tercipta atas

kesadaran dan kesediaan melebur keinginan individu demi terpadunya

kepentingan bersama. Tujuannya adalah menghasilkan integrasi yang cukup


68

kukuh, mendorong kerja sama yang produktif dan kreatif untuk mencapai sasaran

bersama.

4.4.3 Hasil Analisis Hubungan Sikap Forgiveness dengan Tingkat Kepuasan

Kerja Perawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya.

Berdasarkan Uji Chi-square untuk mengetahui Hubungan Sikap

Forgiveness dengan Tingkat Kepuasan Kerja Perawat di rumah sakit PKU

Muhammadiyah menunjukkan Hasil yang berhubungan antara Sikap Forgiveness

dengan Kepuasan Kerja perawat dengan nilai -value = 0,017 lebih kecil dari  =

0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja perawat di rumah sakit PKU

Muhammadiyah Surabaya.

Hal ini sejalan dengan teori Goal Attainment dan menurut konsep

Imogene M.King yang menyatakan kepuasan kerja perawat itu terbentuk karena

ada Sosial Sistem, interpersonal system dan personal system. Personal system

dalam konsep Imogene M.King itu adalah Sikap Forgiveness Perawat meliputi,

perawat dapat mengungkapkan kemarahan, memutuskan memaafkan serat

melakukan pemaafan, dari sikap forgiveness tersebut menimbulkan interaksi

perawat dengan pasien, pasien dengan perawat, perawat dengan tim kerja, dalam

hal ini interaksi yang dimaksut adalah suatu proses dari persepsi dan komunikasi

antara individu dengan individu,individu dengan kelompok, seperti perawat

dengan pasien dan perawat dengan rekan kerja. Dan individu dengan lingkungan

yang dimanifestasikan sebagai perilaku verbal dan non verbal dalam mencapai

tujuan. Dari terjadinya interaksi membangun persepsi, penilaian, serta aksi,

dimana persepsi tersebut diartikan sebagai gambaran seseorang tentang realita,


69

persepsi berhubungan dengan pengalaman masa lalu, konsep diri, social ekonomi,

genetika dan latar belakang pendidikan. Dimana penilain sendiri diartikan sebuah

penilaian individu dengan individu, serta individu dengan kelompok, sehingga

dalam penilaian ini terkadang individu salah dalam melakukan penilaian terhadap

individu dan rekan kerjanya. Dimana aksi sendiri meliputi tindakan atau perilaku

yang diberikan terhadap orang lain, pasien dan rekan kerja.

Dari persepsi,penilaian,serta aksi perawat menghasilkan sebuah reaksi

yang telah keluar dari dalam dirinya, seperti marah, acuh tak acuh, serta ketus.

Sehingga terjadi interaksi langsung terhadap pasien dan rekan kerja yang

menimbulkan sebauh amarah muncul, dalam interaksi ini sifat forgivenss yang

dimiliki seorang perawat muncul, sehingga terjadi transaksi, dimana transaksi

tersebut mempunyai maksud tertentu dalam pencapaian tujuannya, sepertri

pengamatan perilaku / sikap perawat terhadap pasien dan rekan kerja dari interaksi

manusia dengan lingkungan. Dalam penelitian ini sikap forgiveness yang

ditunjukkan oleh perawat yaitu “Hallow Forgiveness dan Silent Forgiveness” .

sehingga dalam hal ini mencapai sebuah pencapaina tujuan / kepuasan kerja

dengan tingkat kepuasan yang lebih dominan adalah “Tidak Puas” bekerja dengan

memberikan sikap forgiveness yang lebih.

Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap

pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antar pimpinan dan sesama

karyawan, ketika perawat berkonflik dengan pasien maupun sesama perawat

ataupun pimpinan, maka terjadilah sebuah masalah yang sehingga mengakibatkan

sifat forgiveness perawat muncul, dan ketika forgiveness pemaaf muncul dapat

mengakibatkan sebuah hubungan pemaaf dan pelaku sedikit renggang, karena


70

tidak jarang pemaaf hanya memaafkan dengan lisan saja tidak dengan perilaku,

sehingg dengan adanya konflik tersebut dapat mengakibatkan ketidaknyamanan

dalam bekrja. Ketidak nyamanan dalam bekerja dapat mempengaruhi kepuasan

kerja perawat. Dari hasil penelitian, responden yang menyatakan pernyataanya

dalam kuesioner yang menghasilkan silent forgiveness dan hallow forgiveness

yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini di dasari oleh teori Blum yang

menyatakan bahwa sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus

terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan social individu

diluar kerja.

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa hubungan sikap forgiveness

dengan tingkat kepuasan kerja perawat di rumah sakit PKU muhammadiyah

Surabaya, mencapai hasil tertingg Sikap forgiveness dengan “ hallow forgiveness”

dan “silent forgiveness” dengan tingkat kepuasan kerja “ Tidak Puas”. Sedangkan

hasil terkecilnya pada kategori “ Puas “. Hal ini mengambarkan bahwa Sikap

forgiveness dengan tingkat Kepuasan Kerja perawatan yang ada di rumah sakit

PKU muhammadiyah surabaya dapat dikatakan “Kurang” dengan proporsi

komposisi atau hasil penelitian “ Tidak Puas “ dengan sikap Hallow/silent

forgiveness perawat.

Peningkatan Sikap forgiveness akan dapat meningkatkan kepuasan kerja

perawat di rumah sakit PKU muhammadiyah surabaya. Dimana salah satu faktor

yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Harold E.Burt yakni emosi dan

situasi kerja. Jika seorang perawat dapat meredam emosi yang negative menjadi

positif, maka artinya dia memiliki sikap forgiveness dalam dirinya. Semakin

tinggi sikap forgiveness perawat, maka akan berpengaruh positif terhadap


71

Kepuasan Kerja perawat. Sedangan pada situasi kerja merupakan suatu dimana

sesorang memiliki hubungan tempat, dimana perawat(karyawan) memiliki

hubungan antar sesama karyawan dengan menjalin relasi dengan baik, sehingga

situasi menjadi baik, begitu juga sebaliknya.

Dalam konsep forgiveness merupakan sebuah hubungan interpersonal

dalam system kesehatan baik hubungan antara rekan kerja/ teman sejawat dengan

perawat, perawat dengan pasien dalam hubungan tersebut perawat sebagai

penghubung system kesehatan yang secara 24 jam bekerja, sehingga ada hubungan

antara kepuasan kerja dengan forgiveness perawat. dalam sikap forgiveness yang

saya temukan dalam penelitian ini menunjukan paling dominan adalah hallow

forgiveness dengan “tidak puas” kerja karena, menurut Imogene M.King perawat

dituntut untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan adanya timbal balik anatara

perawat dengan pasien. Dalam penelitian ini perawat dituntut untuk memenuhi

kebutuhan pasien tanpa adanya umpan balik yang baik antara perawat pasien,

rekan kerja dengan perawat, perawat dengan instansi pekerjanan terkait ini

bertolak belakang dengan faktor faktor kepuasan kerja itu sendiri, melalui fungsi

manajemen dalam meningkatkan kepuasan kerja baik secara finansial,

komunikasi,kenyamanan dalam bekeja, rasa kepercayaan (dipercaya) sesama

karyawan sehingga tidak saling merugikan.

Dalam sikap forgiveness merupakan suatu fikiran sikap negative sesorang

(perawat) menjadi positif dimana sikap tersebut meliputi mudah maafkan, mudah

menerima segala kondisi pasien dan rekan kerja, ikhlas dalam melakukan

pekerjaan dan sabar dalam melakukan pekerjanan. Dalam penelitian yang saya

temukan hasil dominan dari kebanyakan responden adalah ketidak puasan akan
72

tetapi dari beberapa (perawatan) merasa pekerjaan tersebut adalah sebuah

tanggung jawab yang harus dilakukan dan dijalani secara ikhlas, maka dari hasil

tersebut sikap forgivness sangat berhubungan dengan tingkat kepuasan kerja

perawat di Rumah Sakit PKU Muhammdiyah Surabaya.


BAB 5

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa pembahasan mengenai hubungan

sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja perawat di rumah sakit PKU

muhammadiyah surabay yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan

sebagai berikut :

5.1 Kesimpulan

1. Sebagian besar perawat di rumah sakit PKU muhammadiyah Surabaya

menyatakan Sikap forgiveness perawat adalah “ Hallow Forgiveness ” dan

sebagian kecil menyatakan “ Silent Forgiveness” .

2. Sebagian besar perawat di rumah sakit PKU muhammadiyah Surabaya

menyatakan persepsi Kepuas kerja perawat adalah “ Tidak Puas”.

3. Adanya hubungan antara Sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja

perawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surabaya.

5.2 Saran

1. Bagi Responden

Dalam penelitian ini perawat diharapkan dapat lebih meningkatkan Sikap

Forgiveness dalam dirinya melalui pekerjaan yang ia jalani dengan iklas, sabar

dan mudah menerima segala kondisi pasien, serta teman sejawat, sehingga

dapat memberikan pelayanan kesehatan yang professional serta dapat

menciptakan Kepuasan Kerja.

73
74

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat lebih meningkatkan Sikap forgiveness yang mudah

memaafkan, mudah menerima segala kondisi lingkungan kerja ( pasien serta

teman sejawat ), karena hal ini sangat berkaitan dengan proses pelayanan

kesehatan yang diberikan , serta sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan

kerja perawat.

3. Bagi Instansi Pendidikan

Berdasarkan hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai informasi mengenai

hubungan sikap forgiveness dengan tingkat kepuasan kerja perawat. Sehingga

dapat membentuk karakter atau nilai bekerja dengan sikap forgiveness untuk

membentuk karakter mahasiswa diawali dari proses belajar mengajar,

sehingga figure ( Dosen ) sangat penting untuk membentuk karakter lulusan

yang bagus. dan dapat menjadi acuan dalam meningkatkan pembelajaran

khusunya di Manajemen Keperawatan.

4. Peneliti Selanjutnya

Penelitian selanjutnya diharapkan untuk lebih luas dalam melakukan

penelitian, seperti menambahkan instrument penelitian yaitu dengan observasi

serta lebih memper besar sampel dan memperluas wilayah penelitian, dengan

sampling probability sampling. Serta mengkaji dan meneliti lebih dalam

tentang pengaruh yang disebabkan oleh sikap forgiveness dan tingkat

kepuasan kerja perawat. penelitian selanjutnya jika melakukan uji validitas

reliabelitas harus dengan responden yang memiliki karakteristik yang sama ,

tipe Rumah Sakit yang sama, serta dinas di ruangan yang sama sesuai dengan

ketetapan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Akuba, C.A (2014). Pengaruh pelatihan pemaafan terhadap peningkatan


Optimisme Pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Ambarwati, D. (2014). Pengaruh Beban Kerja Terhadap Stres Perawat IGD


dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel Modering. Skripsi. Universitas
Diponegoro Semarang.

Annisa, R., & Marettih, A.K.E (2016). Empathy Care Training Untuk
Meningkatkan Perilaku Memaafkan Pada Remaja Akhir. Jurnal Intervensi
Psikologi : 285-303.

Apriasti, F. (2015). Proses Memaafkan Pada Korban Bullying: Studi Kasus Pada
Remaja Di Bantul Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

Doran et al. 2017. Factors Influencing Job Satisfaction Among Long-Term Care
Staff. JOEM Volume 59, Number 11, November 2017.

Feather R. 2014. Tools Assessing Nurse Manager Behaviours And RN Job


Satisfaction: A Review Of The Literature. Journal Of Nursing
Management DOI: 10.1111/jonm.12202 ª 2014 John Wiley & Sons Ltd

Hartati S, Handayani L & Sholikhah, 21 011, Hubungan Kepuasan Kerja Dengan


Prestasi Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam
Klaten, Kes Mas, Vol.5, No 1, hal 1-67, diakses 11 Februari 2014.

Hasibun, Malayu S.P.,2007 Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi,


Bumi Aksara Jakarta.

Hidayat, Aziz Alimul,2010, Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.


Surabaya Health Book Publishing.

Horner, Diane Kostrey. Mentoring: Positively Influencing Job Satisfaction and


Retention of New Hire Nurse Practitioners. Copyright © 2017 American
Society of Plastic Surgical Nurses

Ilmu ATS., Hamzah Asiah & Amiruddin R, 2012, Kepuasan Kerja Petugas
Kesehatan Di Instalasi Rawat Inap RS Islam Faisal Makasar
2013,AKK,Vol 1.

Kusbiantoro, D. (2008). Gambaran Tingkat Beban Kerja Dan Stres Kerja


Perawat Di Rung Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Muhammadiyah
Lamongan. Jurnal Surya.1

75
76

Liu Y., Aungsuroch Y., & Yunibhand J. 2016. Job satisfaction in nursing: a
concept analysis study. International Nursing Review 63. 84-91

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.(2016). Profil Kesehatan


Indonesia 2015. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Raudatussalamah dan Susanti, R. (2014). Pemaafan (Forgiveness). Dan


Psychological wellbeing pada Narapidana wanita. Jurnal Marwah. 8(2) :
219-234.

Sansoni, J et al. 2016. Nursess Job Satisfaction: An Italian Study. Ann Ig 2016;
28: 58-69

Setiyana, V.Y. (2013). Forgiveness dan Stres Kerja Terhadap Perawat. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan.1 (2): 376-396.

Seveny, M.A (2015). Hubungan Perilaku Asertif Perawat dengan Kepuasan


Rawat Inap di Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar. Skripsi. Universitas
Udayana Denpasar.

Tonisiyah, Ira. (2018). Studi Kasus Penerapan Metode Appreciative Inquiry


Dalam Merubah Sikap Forgiveness Perawat Di Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Jiwa Menur. KTI. Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Wibowo, 2013, Perilaku Dalam Organisasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai