Anda di halaman 1dari 3

Dzaky Ibrahim

2-19

Islam dan Ilmu Pengetahuan

A. Wawasan Al-Qur’an tentang Motivasi Mengembangkan Ilmu Pengetahuan


Al-Qur’an merupakan kitab yang paling agung yang membangun budaya rasionalitas
ilmiah yang menolak segala bentuk khurafat (mitos). Ia telah melakukan pemberontakan
terhadap budaya taklid buta dan menolak hegemoni praduga tak berdasar yang semata-
mata mengikuti hawa nafsu. Menurut Thahir Azhari, secara factual hanya agama Islam yang
menganjurkan manusia untuk mencari ilmu pengetahuan dan menggunakan akalnya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. (M. Thahir Azhari, 1992: 49). Sebagai bukti, banyak
sekali bagian akhir dari ayat al-Qur’an yang menganjurkan dan menggugah setiap orang
untuk berpikir seperti ungkapan-ungkapan ”afala ta’qiluun” (mengapa kamu tidak
menggunakan akal ?) dan “afala tatafakkaruun” (mengapa kamu tidak berpikir ?). al-Qur’an
juga menggunakan kata-kata “ulil al-Bab, ulin Nuha, ulil abshor” sebagai istilah-istilah yang
mengacu pada penggunaan akal pikiran
Islam adalah agama ilmu dan al-Qur’an adalah kitab ilmu pengetahuan. Demikian pula
hadis-hadis Nabi SAW sebagai sumber kedua Islam memberikan banyak motivasi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. Ada beberapa hadis yang dianggap representasi dari
banyak hadis tentang pengembangan ilmu pengetahuan.

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim” (HR Ibnu Majah)
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah SWT akan
memudahkan jalan ke surga baginya” (HR Muslim)
“Barangsiapa keluar dalam rangka menuntut ilmu maka dia
berada di jalan Allah SWT sampai dia kembali” (HR Tirmidzi)

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam


Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar
kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW ketika diutus oleh
Allah SWT sebagai Rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang, dimana paganisme
tumbuh menjadi sebuah identitas yang melekat pada masyarakat Arab masa itu. Kemudian
Islam datang menawarkan cahaya penerang, yang mengubah masyarakat Arab jahiliyah
menjadi masyarakat yangberilmu dan beradab.
Rasulullah SAW tidak hanya memberikan motivasi kepada para sahabatnya untuk belajar
dan menguasai ilmu akan tetapi Beliau langsung memberikan arahan dan menggunakan
seluruh cara untuk menghilangkan kebodohan dari ummatnya. Rasulullah SAW juga
memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Dengan cara
ini dapat menjaga kemurnian dan juga media memahami ayat-ayat al-Qur’an.
Selanjutnya pada zaman khulafaurrasyidin, pada masa ini sering disebut dengan masa
klasik awal (650 – 690 M). Pada masa klasik awal ini,merupakan peletakan dasar-dasar
peradaban Islam yang berjalan selama 40 tahun. Kemajuan yang dicapai dibidang ilmu
pengetahuan pada masa ini adalah terpusat pada usaha untuk memahami al-Qur’an dan
Hadis Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-
kisah dalam al-Qur’an. Akan tetapi yang perlu dicatat bahwa, pada masa ini telah ditanamkan
budaya tulis dan baca. Dengan budaya baca tulis maka lahirlah orang pandai dari para
sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatab yang mempunyai keahlian dibidang hukum dan
jenius pada ilmu pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keahlian dibidang
hukum dan tafsir.
Setelah masa khulafa Rasyidin berakhir perkembangan ilmu berlanjut pada masa
Dinasti umayyah. Masa ini berlangsung selama 90 tahun (661 – 750 M) Pada masa ini
perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar.
Penyusunan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan pembidangan ilmu
pengetahuan berikut;
1. Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari alQur’an dan
Hadis.
2. Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa,
nahwu, sharaf dan lain-lain.
4. Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal
dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq,kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung
dan ilmu lain yang berhubungan dengan ilmu itu.
Perkembangan ilmu berikutnya dilanjutkan oleh Dinasti abasiyah. Kekuasaan Bani
Abasiyah berlangsung mulai tahun 750 M sampai dengan 1258 M, setelah mengalahkan
Dinasti Umayah. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Islam mencapai puncak
kejayaan (ke-emasan) yang ditandai dengan masa ekspansi kedaerah-daerah yang sangat
luas,integrasi dan kemajuan dibidang ilmu dan sains. Ilmu pengetahuan dipandang sesuatu
yang sangat penting dan mulia. Para khalifah.
Pada perkembangan selanjutnya pengembangan keilmuan mengalami metamorfosis
internal sampai pada saat sekarang ini. Fase singkat metamorfosis keilmuan dalam Islam
dibagi menjadi beberapa fase, yaitu: Fase pertama, pengkajian Islam berarti mendengarkan
penjelasan Nabi SAW,baik lewat al-Qur`an maupun hadisnya. Fase kedua, ulama Islam
mencoba memahami atau menafsirkan nash tersebut, sambil memberi jawaban terhadap
kasus-kasus yang tidak secara tegas disebutkan dalam nash. Fase ketiga, pengkajian Islam
berupa mempelajari pemikiran ulama yang sudah terbangunsebagai disiplin keilmuan. Fase
keempat, sudah mulai jelas menempatkan apa yang selama ini dianggap doktrin sebagai
hasil ijtihad ulama. Fase kelima, pengkajian Islam sudah mulai usaha inovatif dan objektif
untuk menilai kembali terhadap pemikiran mengenai Islam. Fase keenam, merekonstruksi
keilmuan Islam yang dianggap baku untuk kemudian disesuaikan dengan tuntutan yang ada.

C. Kontribusi Perabadaban Islam bagi Dunia


Sekitar abad ke 6-7 Masehi obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di pangkuan
perdaban Islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal 130 | Buku
Ajar Agama Islam seperti: Al-H}āwī karya al-Rāzī (850-923) merupakan sebuah
ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Rhazas
mengarang suatu Encyclopedia ilmu kedokteran dengan judul Continens, Ibnu Sina (980-
1037) menulis buku-buku kedokteran (al-Qonun) yang menjadi standar dalam ilmu
kedokteran di Eropa. Al-Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) menyusun buku
Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad di Eropa. Ia juga
menulis perhitungan biasa (Arithmetics), yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara
desimal di Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi. Ibnu Rushd (1126-1198) seorang
filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karyakarya Aristoteles. Al Idris (1100-
1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk disampaikan
kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 1996: 42).
Dalam bidang kimia ada Jābir ibn H}ayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-
1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Hayyān memaparkan metode-metode pengolahan
berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk
menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang
Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat
khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi (W. Montgomery Watt: 60-61).
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan
filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), al-
Ghazālī (w.1111 M), Ibn Bājah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Tufayl atau Abubacer (w.
1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī
berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat
dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya
kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh alFārābī. Al-Kindī sangat ingin
memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti
yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak
pengetahuan asing (Felix Klein-Franke, 2003): 209-210)

Anda mungkin juga menyukai