Anda di halaman 1dari 68

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Orang melakukan pengindraan

terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).10

Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang

didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yakni:10

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini

sikap subjek sudah mulai timbul.

9
10

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik

lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

seperti ini, di mana didasari dengan pengetahuan dan sikap yang positif maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila

perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak

berlangsung lama. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif

mempunyai enam tingkat, yakni:10

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
11

itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,

dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat meng-

interprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kempuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat
12

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pasa suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lainsintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:7

a. Cara tradisional atau nonilmiah

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau

metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan

pengetahuan pada periode ini antara lain:


13

1) Cara coba salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini

dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan,

dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka akan dicoba

dengan kemungkinan yang lain.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa terlebh

dulu menguji atau membuktikan kebenaran, baik berdasarkan fakta

empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan

karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa

apa yang dikemukakannya adalah benar.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini

dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan pada masa yang lalu.

Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi

dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dari

pengalaman dengan benar diperlukan berpikir dan logis.


14

4) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah

menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun

deduksi. Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan itu melalui

pernyataan-pernyataan khusus pada umum. Deduksi adalah proses

pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus.

b. Cara modern atau ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat

ini lebih sistematik, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan

dilakukan dengan cara mengadakan observasi langsung dan membuat

pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek

penelitiannya.

2.2 Remaja

2.2.1 Definisi Remaja

Remaja dalam ilmu psikologi diperkenalkan dengan istilah lain,

seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris),

berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh kearah

kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan kematangan yang

fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologi.8


15

Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-

kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang

pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga memengaruhi terjadinya

perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran

sosial.8

Dalam budaya amerika periode remaja ini dipandang sebagai masa

“Storm & Stress”, frustasi dan penderitaan, konflik dan kritis penyesuaian,

mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari

kehidupan sosial budaya orang dewasa.20

Piaget (1991) menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah

suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa,

suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat

orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar.8

Sementara Salzman mengemukakan bahwa remaja merupakan masa

perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah

kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, perhatian

terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.20

2.2.2 Batasan Usia Remaja

Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya

setempat. WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia

remaja.8 Selanjutnya, WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian,


16

yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai pemuda

(youth) dalam rangka keputusan mereka untuk menetapkan tahun 1985

sebagai tahun pemuda internasional.14

Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah

dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun (Ali dan

Asrori, 2015: 9). Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB

tentang pemuda adalah kurun usia 15-24 tahun.14 Definisi remaja yang

digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19

tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BKKBN (Direktorat Remaja

dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10-21 tahun.8

Masa remaja menurut Mappiare (1982) berlangsung sanatara umur 12

tahun samapai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22

tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian,

yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan

usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun adalah remaja akhir.3

Mohammad (1994) mengemukakan bahwa remaja adalah anak berusia

13-25 tahun, dimana usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas pada

umumnya, yaitu ketika secara secara biologis sudah mengalami kematangan

seksual dan usia 25 tahun adalah usia ketika mereka pada umumnya secara

sosial dan psikologis mampu mandiri.10


17

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat

penting yang diawali dengan matangnya oragan-organ fisik (seksual) sehingga

mampu berproduksi. Menurut Konopka, masa remaja ini meliputi (a) remaja

awal: 12-15 tahun; (b) remaja madya: 15-18 tahun; (c) remaja akhir: 19-22

tahun.20

2.2.3 Karakteristik Remaja

Karakteristik remaja berdasarkan umur:8

a. Masa remaja awal (10-12 tahun)

1) Lebih dekat dengan teman sebaya.

2) Ingin bebas.

3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.

4) Mulai berpikir abstrak.

b. Masa remaja pertengahan (13-15 tahun)

1) Mencari identitas diri.

2) Timbul keinginan untuk berkencan.

3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam.

4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.

5) Berkhayal tentang aktivitas seks.

c. Remaja akhir (17-21 tahun)

1) Pengungkapan kebebasan diri.

2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya.


18

3) Mepunyai citra tubuh (body image) terhadap dirinya sendiri.

4) Dapat mewujudkan rasa cinta.

2.2.4 Tugas Perkembangan Remaja

Seiring dengan tumbuh dan berkembangnnya seorang individu, dari

masa anak-anak sampai dewasa, individu memiliki tugas masing-masing pada

setiap tahap perkembangannya. Tugas yang dimaksud pada setiap tahap

perkembangan adalah setiap tahapan usia, individu tersebut mempunyai

tujuan untuk mencapai suatu kepandaian, keterampilan, pengetahuan, sikap,

dan fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan pribadi. Kebutuhan pribadi itu

sendiri muncul dari dalam diri yang dirangsang oleh kondisi sekitarnya atau

masyarakat.8

Tugas perkembangan remaja difokuskan pada upaya meningalkan sikap

dan prilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan

bersikap dan berprilaku secara dewasa.Adapun tugas perkembangan remaja

menurut Hurlock (1991) adalah sebagai berikut.8

a. Mampu menerima keadaan fisiknya.

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang

berlainan jenis.

d. Mencapai kemandirian ekonomi.


19

Remaja merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usaha sendiri.Ini

terutama sangat penting bagi laki-laki.Akan tetapi dewasa ini bagi kaum

wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi semakin penting.

a. Mencapai kemandirian emosional.

b. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

c. Memahami dan menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

d. Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa.

e. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

f. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

keluarga.

2.2.5 Perubahan yang Terjadi pada Masa Remaja

Episentrum (2010) masa remaja adalah suatu masa perubahan.Pada

masa remaja terjadi perubahan yang cepat, baik secara fisik, maupun

psikologis. Perubahan-perubahan yang terjadi menimbulkan ciri-ciri yang

khas pada remaja, antara lain:9

a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal

yang dikenal dengan sebagai masa badai dan stress. Peningkatan

emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon

yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi social, peningkatan
20

emosi ini merupakan tanda bahwa remaja dalam kondisi baru yang

berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan

tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya meraka diharapkan untuk

tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan

bertanggung jawab. kemandirian dan ini akan terbentuk seiring

berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada remaja akhir yang duduk

di awal-awal masa kuliah.

b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.

Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri

dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara

cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan

sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat

badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri

remaja.

c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan

orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya

dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru

dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang

lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat

mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting.

Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak
21

lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,

tetapi juga dengan lawan jenis dan dengan orang dewasa.

d. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa

kanak-kanak menjadi kurang penting karena sidah mendekati dewasa.

e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan

yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi

lain meraka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan

tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul

tanggung jawab tersebut.

2.2.6 Tumbuh Kembang Remaja

Tumbuh kembang adalah pertumbuhan fisik atau tubuh dan

perkembangan kejiwaan/psikologis/emosi. Tumbuh kembang remaja

merupakan proses atau tahap perubahan atau transisi dari masa kanak-kanak

menjadi masa dewasa yang ditandai dengan berbagai perubahan, diantaranya

adalah sebagai berikut.8

1) Perubahan fisik meliputi perubahan badaniah, baik yang bias dilihat dari

luar maupun yang tidak dilihat.

2) Perubahan emosional yang tercermin dari sikap dan tingkah laku.

3) Perkembangan kepribadian dimana masa ini tidak hanya dipengaruhi oleh

orang tua dan lingkungan keluarga tetapi juga lingkungan luar sekolah.
22

2.2.7 Perkembangan Fisik Remaja

Masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya

perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh

dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).

Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang

paling penting, berlangsung cepat drastis, tidak beraturan dan terjadi pada

sistem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi

organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta memengaruhi

terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan

perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik

seksual sekunder.9

a. Tanda-tanda seks primer

Tanda-tanda seks primer yang dimaksud adalah yang berhubungan

langsung dengan organ seks.Dalam Modul Kesehatan Reproduksi Remaja

(Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah

sebagai berikut .8

1) Remaja laki-laki.

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila

telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada

remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun. Mimpi basah sebetulnya

merupakan salah satu cara tubuh laki-laki ejakulasi. Ejakulasi terjadi


23

karena sperma yang terus-menerus diproduksi perlu dikeluarkan.Ini

adalah pengalaman normal bagi laki-laki.

2) Remaja wanita.

Pada remaja wanita sebagai tanda kematangan organ

reproduksi adlah ditandai dengan datangnya menstruasi (menarche).

Menstruasi adalah proses peluruhan lapisan dalam atau endometrium

yang banyak mengandung pembuluh darah dari uterus melalui

vagina. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa menopause

yaitu ketika seorang berumur sekitar 40-50 tahun.

b. Tanda-tanda seks sekunder

Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut .8

1) Remaja laki-laki.

a) Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang; tangan dan kaki

bertambah besar.

b) Bahu melebar, pundak serta dada bertambah besar dan

membidang, pinggul menyempit.

c) Pertumbuhan rambut disekitar kelamin, ketiak, dada, tangan, dan

kak.

d) Tulang wajah memanjang dan membesar tidak tampak seperti

anak kecil lagi.

e) Tumbuh jakun, suara menjadi besar.


24

f) Penis dan buah zakar membesar.

g) Kulit menjadi lebih kasar, tebal dan berminyak.

h) Rambut lebih menjadi berminyak

i) Produksi keringat menjadi lebih banyak.

2) Remaja wanita.

a) Lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, tangan dan kaki

bertambah besar.

b) Pinggul lebar, bulat, dan membesar.

c) Tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak dan vagina.

d) Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar.

e) Pertumbuhan payudara, puting susu membesar dan menonjol,

serta kelenjar susu berkembang, payudara menjadi lebih besar

dan lebih bulat.

f) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-

pori bertambah besar, kelenjar lemak, dan kelenjar keringat

menjadi lebih aktif.

g) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada

pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga

memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

h) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.


25

Gambar 2.1 Perubahan fisik pada masa remaja laki-laki dan wanita.8

2.2.8 Pengaruh Pertumbuhan Fisik terhadap Tingkah Laku

Konsisten dengan konsep dasar bahwa individu merupakan satu

kesatuan psiko-fisik yang tidak dapat dipisahkan maka pertumbuhan fisik

mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku. Anak kecil berumur belasan

bulan mungkin sudah dapat berjalan. Namun, karena pertumbuhan otot pada

tungkai dan pertumbuhan alat keseimbangan belum sempurna, jalannya

menjadi masih terhuyung-huyung dan belum tegap seperti orang dewasa.3

Pertumbuhan fisik pada gilirannya akan membawa sampai pada suatu

kondisi jasmaniah yang siap untuk melaksanakan tugas perkembangan secara

lebih memadai, yaitu kesiapan individu untuk melaksanakan tugas-tugas

perkembangan pada periode berikutnya. Pada gilirannya, terjadilah perubahan


26

tingkah laku yang progresif dan semakin sempurna. Beberapa ilustrasi berikut

dapat menjadi gambaran tentang bagaimana pertumbuhan fisik dapat

memengaruhi tingkah laku individu. Pertumbuhan semakin sempurna pada

otak menyebabkan susunan syaraf menjadi lebih kompleks dan sistem syaraf

menjadi lebih sempurna sehingga kemampuan berpikir menjadi lebih tinggi.3

2.3 Perilaku

2.3.1 Definisi Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, semua mahluk

hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu

berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga

yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat

luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

menulis, membaca dan sebagainya.11 Bahkan kegiatan internal (internal

activity) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku

manusia.10 Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia)

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.11


27

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme

tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu

merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk perilaku manusia.

Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk

perkembangan perilaku mahluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan

lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.

Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka terbentuknya

perilaku disebut proses belajar (learning process).10

Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi

atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Robert kwick (1974)

menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme

yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.7

Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori skinner

ini disebut teory “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Skinner

membedakan adanya dua respons.11

a. Respondent response atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut


28

eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif

tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk

makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebaginya.

Respondent response ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya

mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian

meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

b. Operant response atau instrumental response, yakni respons yang timbul

dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena

memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan

melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap uraian tugasnya

atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya

(stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi

dalam melaksanakan tugasnya.

2.3.2 Pengelompokan Perilaku

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua.11

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang


29

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut covert

behavior atau unobservable behavior, misalnya seorang ibu hamil tahu

pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS

dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya. Ebntuk perilaku

tertutup lainnya adalah sikap, yakni penilaian terhadap objek.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt

behavior, tindakan nyata atau praktik (practice) misal, seorang ibu

memriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk

diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur dan sebagainya.

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons

organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek

tersebut. Respons ini berbentuk dua macam, yakni:7

a. Bentuk pasif, yaitu respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,

misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.


30

b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan pengetahuan dan sikap merupakan

respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat

terselubung dan disebut covert behaviour. Sedangkan tindakan nyata

seseorang sebagai respons terhadap stimulus (practice) adalah merupakan

overt behaviuor.7

2.3.3 Mekanisme Pembentukan Perilaku

a. Menurut Aliran Behaviorisme

Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku dapat

dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforment)

dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus

(rangsangan) tertentu dalam lingkungan. Behaviorisme menjelaskan

mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya perilaku individu dapat

digambarkan dalam bagan berikut: S > R atau S>O>R. S = Stimulus

(rangsangan), R = Respons (perilaku, aktivitas) dan O = Organisme

(individu /manusia).

Karena stimulus datang dari lingkungan (W = World) dan R juga

ditujukan kepadanya, maka mekanisme terjadi dan berlangsungnya

dapat dilengkapkan seperti tampak dalam bagan berikut ini: W > S > O

>R>W
31

Yang dimaksud dengan lingkungan (W = World) di sini dapat

dibagi ke dalam dua jenis yaitu:

1) Lingkungan objektif (umgebung = segala sesuatu yang ada di

sekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan S).

2) Lingkungan efektif (umwelt = segala sesuatu yang aktual

merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga

menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia

meresponnya).

3) Perilaku yang berlangsung seperti dilukiskan dalam bagan di atas

biasa disebut dengan perilaku spontan.7

b. Menurut Aliran Holistik (Humanisme)

Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu

bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari

dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu

perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan.

Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu

dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan why (mengapa). What

(apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang

hendak dicapai dengan perilaku itu sendiri. Sedangkan why (mengapa)

menunjukkan kepada motivasi yang menggerakkan terjadinya dan

berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu


32

sendiri (motivasi instrinsik) maupun yang bersumber dari luar individu

(motivasi ekstrinsik).7

2.3.4 Prosedur Pembentukan Perilaku

Seperti yang telah disebutkan diatas, sebagian besar perilaku manusia

adalah operant response. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau

perilaku perlu diciptakan adanaya suatu kondisi tertentu yang disebut operant

conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini

menurut Skiner adalah sebagai berikut.11

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau

reinforce beruapa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan

dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil

yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-

komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada

terbentuknya perilaku yang dimaksud.

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan

sementara, mengidentifikasi reinforce atau hadiah untuk masing-masing

komponen tersebut.

Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan,

maka hadiah diberikan. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku
33

(tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini sudah

terbentuk maka dilakukan komponen (perilaku) yang kedua kemudian diberi

hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian

berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan

dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku

yang diharapkan terbentuk.

2.3.5 Domain Perilaku

Perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons

sangat tergantung (orang), namun dalam memberikan respons sangat

tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang bersangkutan.

Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun

respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons

terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan

perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni.11

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan

fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan


34

ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku

seseorang.

Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang

merupakan hasil bersama atau resultant antara berbagai faktor, baik faktor

internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah

kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom

(1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke

dalam tiga domain sesuai dengan tujuan pendidikan. Bloom menyebutnya

ranah atau kawasan yakni:11

1) Kognitif (cognitive)

2) Afektif (affective)

3) Psikomotor (psychomotor)

Psikomotor menurut teori Skinner sama dengan tindakan atau praktik

(practice). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan

untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur

dari∶10

a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(knowledge).

b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang

diberikan (attitude).
35

c) Praktik (praksis), atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik

sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai

pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap

stimulus yang berupa materi atau objek diluarnya.Kemudian menimbulkan

pengetahuan baru pada subjek tesebut, dan selanjutnya menimbulkan respons

batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu.

Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari

sepenuhnya akan menimbulkan respons lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan

(action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namum

demikian, dalam kenyatan stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung

menimbulkan tindakan.Artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku

baru tanpa mengetahui terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang

diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus

didasari oleh pengetahuan atau sikap.10

2.3.6 Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek.Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi


36

terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.10

Newcomb salah satu seorang psikologi sosial menyatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan

reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka (tingkah laku yang terbuka).

Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek

dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.10

Stimulus Reaksi
Organisme
Rangsangan Tingkah Laku

(Terbuka)
Reaksi

(Reaksi Tertutup)

Skema 2.1.Sikap Merupakan Reaksi Tertutup.10

Dalam bagian lain Allport (1945) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai tiga komponen pokok, yakni:10

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek


37

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan, yakni:10

1) Menerima (receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat

dilihat dari keteserdiaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah

tentang gizi.

2) Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah,

berarti orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga.
38

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung dapat dilakukan dengan menanyakan bagaimana

pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara

langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis,

kemudian ditanyakan pendapat responden.10

2.3.7 Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara

lain dalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor

pendukung (support) dari pihak lain.10

Tingkat-tingkat praktik atau praksis.10

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilah berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil merupakan praksis tingkat pertama.

b. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai

dengan contoh adalah indikator praksis tingkat dua.


39

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah

dapat mencapai praksis tingkat tiga.

d. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya

sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat

dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau

kegiatan responden.

2.3.8 Teori-teori Determinan Perilaku

a. Teori Precede-Proceed (Lawrence W. Green)

Model PRECEDE-PROCEED menyediakan struktur yang

komprehensif untuk menilai kesehatan dan kualitas hidup dan kebutuhan

untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi promosi kesehatan

dan program kesehatan publik lainnya untuk memenuhi kebutuhan

tersebut. PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, dan Enabling Constructs

dalam Educational Diagnosis dan Evaluation) menguraikan proses

perencanaan diagnostik untuk membantu dalam pengembangan sasaran


40

dan fokus program kesehatan masyarakat. PROCEED (Policy,

Regulatory, dan Constructs, Organizational dalam Educational dan

Environmental, Development) memandu pelaksanaan dan evaluasi

program yang dirancang menggunakan PRECEDE.

PRECEDE terdiri dari lima langkah atau fase. Tahap pertama,

melibatkan penentuan kualitas hidup atau masalah sosial dan kebutuhan

masyarakat tertentu. Tahap kedua, terdiri dari mengidentifikasi faktor-

faktor penentu kesehatan dari masalah dan kebutuhan. Tahap ketiga,

melibatkan analisis faktor-faktor penentu perilaku dan lingkungan dari

gangguan kesehatan. Pada tahap keempat, faktor-faktor yang

memengaruhi untuk, memperkuat, dan memungkinkan perilaku dan gaya

hidup diidentifikasi. Tahap kelima, melibatkan dan memastikan promosi

kesehatan, kesehatan pendidikan dan/atau kebijakan yang berhubungan

dengan intervensi terbaik akan cocok untuk mendorong perubahan yang

diinginkan dalam perilaku atau lingkungan dan faktor-faktor yang

mendukung perilaku dan lingkungan mereka.

PROCEED terdiri dari empat tahap tambahan. Pada tahap keenam,

intervensi diidentifikasi dalam tahap lima dilaksanakan. Tahap ketujuh,

memerlukan evaluasi proses intervensi. Tahap kedelapan, melibatkan

mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor pendukung

perilaku, dan pada perilaku itu sendiri. Tahap kesembilan dan terakhir
41

terdiri evaluasi hasil adalah, menentukan efek akhir dari intervensi pada

kesehatan dan kualitas hidup penduduk.

Phase 4a Phase 3 Phase 2 Phase 1


Intervention Educational Epidemiological, Social Assessment
Alignment & Behavioral and
Ecological Environmental
Assessment Assessment

Health Precede
Program
Predisposing Generics
Educational
Strategis
Reinforcing Behavior Health
Phase 4b
Administrative Policy
& Policy Regulation Enabling Environtment
Assessment Organization
Quality of
life
Precede
Phase 5 Phase 6 Phase 7
Implementation Process evaluation Impact and outcome evaluation

Skema 2.2. PRECEDE-PROCEED Model.7

Dalam praktik sebenarnya, PRECEDE dan PROCEED merupakan

fungsi dalam suatu siklus berkelanjutan. Informasi yang dikumpulkan

dalam PRECEDE adalah panduan pengembangan tujuan program dan

sasaran dalam tahap pelaksanaan PROCEED. Informasi yang sama juga

memberikan kriteria terhadap keberhasilan program diukur dalam fase

evaluasi melanjutkan. Pada gilirannya, data yang dikumpulkan dalam

tahap pelaksanaan dan evaluasi PROCEED memperjelas hubungan

diperiksa dalam PRECEDE antara kesehatan atau kualitas hidup hasil,

perilaku, dan lingkungan yang memengaruhi mereka, dan faktor-faktor


42

yang mengarah pada perilaku yang diinginkan dan lingkungan yang

memengaruhi mereka, dan faktor-faktor yang mengarah pada perilaku

yang diinginkan dan lingkungan perubahan. Data ini juga menunjukkan

bagaimana program dapat dimodifikasi untuk lebih dekat mencapai target

dan tujuan mereka.7

b. Teori Health Belief Model

Health Belief Model, dikembangkan oleh para peneliti di US

Public Service pada yahun 1950, terinspirasi oleh sebuah studi tentang

mengapa orang mencari pemeriksaan sinak X untuk TB. Ini berusaha

untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan diberikan dari pola-pola tertentu dari keyakinan tentang

perilaku kesehatan yang dianjurkan dan masalah kesehatan bahwa

perilaku itu dimaksudkan unutk mencegah atau mengendalikan.

Model ini segera berubah bentuk ketika diterapkan pada satu set

masalah. Model ini diganti keyakinan dalam kerentanan terhadap masalah

penyakit atau kesehatan bagi kepercayaan lebih spesifik bahwa orang bisa

memiliki penyakit dan tidak tahu itu


43

Rangsangan Eksternal Proses Pesan Hasil


Proses

Keberhasilan yang Motivasi Perubahan Proses kontrol


dirasakan perlindungan adaptif bahaya
(keberhasilan diri,
respons keberhasilan)

Dianggap ancaman
Takut
(kelemahan,
Komponen kesulitan)
Proses kontrol
pesan:
Motivasi Perubahan ketakutan
 Keberhasilan
sikap maladaptif
diri
bertahan
 Respons
keberhasilan
 Kelemahan Tidak ada ancaman
 Kesulitan Yang di rasakan
(tidak ada respons)

Perbedaan individu

Skema 2.3. Teori Health Belief Model.7

Model Kepercayaan Kesehatan berkaitan terutama dengan faktor-

faktor kognitif seseorang ke perilaku kesehatan, menyimpulkan dengan

keyakinan seseorang efektivitas diri untuk perilaku tersebut. Model daun

banyak yang masih harus dijelaskan oleh faktor-faktor pendukung dan

memperkuat perilaku seseorang, dan faktor-faktor ini menjadi semakin

penting ketika model digunakan untuk menjelaskan dan memperediksi

perilaku gaya hidup yang lebih kompleks yang perlu dipertahankan

seumur hidup.

Namun demikian, model kepercayaan kesehatan terus menjadi

model yang peling sering diterapkan dalam deskripsi dipublikasikan


44

program dan penelitian dalam pendidikan kesehatan dan perilaku

kesehatan.7

c. Teori Planned Behavior (Icek Ajzen)

Dalam psikologi, teori perilaku terencana (Planned Behavior)

adalah teori tentang hubungan antara sikap dan perilaku. Ini diusulkan

Icek Ajzen sebagai perpanjangan dari teori tindakan beralasan. Ini adalah

salah satu teori persuasi yang paling prediktif. Telah diterapkan pada

studi tentang hubungan antara keyakinan, sikap, niat perilaku, dan

perilaku di berbagai bidang.

Perilaku manusia dipandu oleh tiga macam pertimbangan, yaitu

keyakinan perilaku, keyakinan normatif, dan keyakinan kontrol. Dalam

agregat masing-masing, keyakinan perilaku menghasilkan sikap terhadap

perilaku menguntungkan atau tidak menguntungkan. Keyakinan normatif

mengakibatkan norma subjektif, dan keyakinan kontrol menimbulkan

perilaku yang dirasakan.

Dalam kombinasi, “sikap terhadap perilaku”, “norma subjektif”,

dan “dirasakan kontrol” mengarah pada pembentukan “perilaku

behavioral intention”. Secara khusus, “dirasakan perilaku kontrol”

dianggap tidak hanya memengaruhi perilaku aktual secara langsung,

tetapi juga memengaruhi itu secara tidak langsung melalui niat perilaku.
45

Sebagai aturan umum, semakin menguntungkan sikap terhadap

perilaku dan norma subjektif, dan semakin besar kontrol perilaku yang

dirasakan, semakinkuat niat seseorang untuk melakukan perilaku yang

dimasksud seharusnya. Akhirnya, mengingat tingkat yang cukup kontrol

sesungguhnya atas perilaku, orang diharapkan untuk melaksanakan niat

mereka ketika ada kesempatan.

Teori model yang direncanakan dengan demikian model yang

sangat kuat dan prediktif untuk menjelaskan perilaku manusia. Itlah

sebabnya bidang kesehatan dan gizi telah menggunakan model ini sering

dalam studi penelitian mereka.7

d. Teori Predisposing Factor

Penggunaan paling umum dari “faktor predisposisi” dalam bidang

kesehatan masyarakat telah dalam konteks LW. Green PRECEDE-

PROCEED model perencanaan pendidikan kesehatan dan evaluasi dan

kelompok PRECEDE-PROCEED model yang lebih baru faktor-faktor ini

menjadi tiga jenis yaitu: predisposisi, memperkuat, dan memungkinkan

faktor. Faktor predisposisi didefinisikan dalam model ini sebagai faktor

yang memberi efek mereka sebelum perilaku terjadi, dengan

meningkatkan atau menurunkan seseorang atau motivasi penduduk untuk

melakukan perilaku tertentu.


46

Istilah “karakteristik predisposisi” awalnya digunakan dalam dua

hal lainnya berhubungan dengan model kesehatan. Dalam model ini,

istilah merujuk pada motivasi. Karakteristik predisposisi terlhat untuk

memasukkan faktor-faktor demografi (umur dan jenis kelamin), struktuk

sosial (pendidikan, pekerjaan, etnik, dan faktor lainnya mengukur status

dalam masyarakat, serta mengatasi kesehatan lingkungan fisik), dan

kepercayaan kesehatan (sikap, nilai, dan pengetahuan yang mungkin

memengaruhi persepsi kebutuhan dan penggunaan layanan kesehatan).

Versi awal dari model PRECEDE berkonsentrasi pada faktor-

faktor motivasi, dapat berubah melalui komunikasi langsung atau

educationhat, faktor yang memengaruhi individu atau populasi untuk

mengubah perilaku mereka. Faktor predisposisi yang penting untuk

pendidikan kesehatan beroperasi teutama di ranah psikologis, termasuk

pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, self-efficacy, niat perilaku, dan

keterampilan yang ada. Semua ini dilihat sebagai terget untuk perubahan

dalam promosi kesehatan atau intervensi kesehatan masyarakat.

Perubahan pada salah satu akan memengaruhi yang lain karena dorongan

manusia untuk konsistensi dampak dari faktor ini, bagaimanapun, pada

perubahan perilaku sering tergantung pada dukungan mereka dari

enabling dan reinforcing faktor.7


47

e. Teori Transtheoretical Model

Perubahan perilaku Transthoeretical Theory Model (TTM) menilai

kesiapan individu untuk bertindak pada perilaku sehat dan menyediakan

strategi-strategi, atau proses-proses perubahan untuk membimbing

individu melalui tahapan perubahan tindakan dan pemeliharaan. Ini

didasarkan pada analisis toeri yang berbeda dari psikoterapi, maka diberi

nama “Transtheoretical”. Faktor- faktor yang menegahi proses perubahan

adalah sebagai berikut.7

1) Tahapan Perubahan

Dalam Transtheoretical Theory Model (TTM), perubahan adalah

sebuah proses yang melibatkan kemajuan melalui serangkaian

tahapan berikut ini.

a) Precontemplation

b) Kontemplasi

c) Persiapan

d) Aksi

e) Pemeliharaan

f) Pemutusan

2) Tahap Tinjauan

a) Tahap 1: Precontemplastion (tidak siap)

b) Tahap 2: Kontemplasi (persiapan)


48

c) Tahap 3: Persiapan (Ready)

d) Tahap 4: Aksi

e) Tahap 5: Perawatan

f. Teori Komunikasi Persuasi

Menurut Schwerin dan Newell (1981) menyatakan bahwa

perubahan perilaku tidak akan terjadi tanpa didahului oleh perubahan

sikap. Peneliti kemudian mempelajari empat jenis variabel komunikasi,

yaitu:7

1) Komunikator (sumber)

Program komunikasi Yale menunjukkan ada beberapa variabel

yang berhubungan dengan karakteristik sumber yang mempunyai

pengaruh secara signifikan tentang penerimaan pesan dan pendegar,

misalnya keahlian, pemampilan fifik, kemampuan interpersonal, dan

verbal yang baik.

a) Keahlian

Keahilan terkait dengan kredibilitas sumber. Sesuai hasil

penelitian Hovland dan Wiess (1952), komunikasi yang

berhubungan dengan sumber kredibilitas tinggi akan

menimbulkan lebih banyak perubahan dari pada sumber

berkredibilitas rendah.
49

b) Keterandalan

Dalam berkomunikasi sebaiknya komunikaotr tidak berat

sebelah. Salah satu cara bagi komunikator untuk menunjukkan

keterandalan adalah dengan mengeukakan pendapat secara

konsisten tidak hanya untuk kepentingan pribadi saja.

Komunikaot dianggap handal dalam komunikasi kalau bisa

menimbulakn lebih banyak perubahan sikap.

c) Rasa suka

Orang akan mengubah sikap sesuai dengan sikap orang yang

mereka sukai. Segala sesuatu yang meningkatkan rasa suka

biasanya juga akan meningkatkan sikap. Kesamaan merupakan

aspek penting dalam menimbulkan rasa suka. Orang akan

cenderung mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang

mempunyai kesamaan dari pada orang yang berbeda dengannya.

d) Status

Komunikator yang dianggap memiliki status yang sama dengan

audiens, akan lebih mudah meyakinkan audiens, sehingga akan

mudah dapat mengubah perilaku.

2) Komunikasi (pesan)

Pesan (massage) adalah gagasan yang dinyatakan oleh

pengirim pesan kepada orang lain. Variabel pesan dapat

menyebabkan perubahan perilau. Ketika kita akan manyampaikan


50

pesan secara satu atau dua arah, itu akan sangat tergantung dengan

karakteristik pendengar, jika pendengar pintar sebaiknya disampaikan

dengan dua arah.

3) Penerima pesan

Hovlan et all. Menyatakan bahwa pendengar lebih mudah

dipengaruhi ketika perhatiannya terganggu, walaupun pesan

sederhana, dan pendengar yang harga dirinya rendah lebih sensitif

dari pada orang dengan harga diri tinggi. Orang dengan harga diri

rendah kurang perhatian atau cemas ketika proses penerimaan pesan,

sedangkan orang dengan harga diri tinggi kurang sensitif terhadap

dirinya.

4) Konteks pesan (situasi)

Sejauh ini faktor-faktor yang telah dijelaskan menyangkut

komunikator, pesan dan target (pendengar). Namun demikian,

komunikasi biasanya berada dalam konteks yang lebih luas di mana

hal-hal lain terjadi dan ternyata hal ini juga sering mempunyai efek

yang menentukan keberhasilan usaha persuasi dan ada beberapa

variabel situasi yang penting dalam perubahan sikap.

Bila seseorang diberitahu sebelumnya bahwa dia akan

dihadapkan pada suatu komunikasi yang senjang tentang suatu pokok

persoalan yang sangat diperhatikannya, maka dia lebih mampu

melawan persuasi pesan itu. Audiens yang telah diberi tahu


51

sebelumnya tentang suatu pokok permasalahan akan kurang

terpengaruh oleh pembicaraan itu dibanding audiens yang tidak

diberitahu. Melalui berbgai cara, peringatan memungkinkan mereka

menolak pesan yang tidak menyenangkan.

g. Teori Anteseden-Behavior-consequence

1) Antesedence

Antesedence adalah peristiwa lingkungan yang membentuk tahap

atau pemicu perilaku. Anteseden yang secara reliabel

mengisyaratkan waktu untuk menjalankan perilaku dapat

meningkatkan kecenderungan terjadinya suatu pada saat dan

temapt yang tepat. Anteseden ada dua macam, yaitu:7

a) Anteseden yang terjadi secara alamiah (naturally occurings

antesedence), yaitu perilaku yang dipicu oleh peristiwa-

peristiwa lingkungan.

b) Anteseden terencana, pada perilaku kesehatan yang tidak

memiliki anteseden alami. Komunikator nisa mengeluarkan

berbagai peringatan yang memicu perilaku sasaran.

2) Perilaku (Behavior)

Menurut Geller (2002), perilaku mengacu pada tindakan individu

yang dapat diamati orang lain. Robert Kwick mendefinisikan


52

perilaku adalah tindakan-tindakan atau perbuatan organisme

yang dapat diamati bahkan dipelajari.7

3) Konsekuensi (consequence)

Konsekuensi adalah peristiwa lingkungan yang mengikuti

sebuah perilaku, yang juga menguatkan, melemahkan atau

menghentikan suatu perilaku. Secara umum orang cenderung

mengulangi perilaku-perilaku yang membawa hasil-hasil positif

(konsekuensi positif) dan menghindari perilaku-perilaku yang

memeberikan hasil-hasil negatif. Istilah reinforcement mengacu

pada peristiwa-peristiwa yang menguatkan perilaku.7

2.3.9 Teori-teori Perubahan Perilaku

Hal yang penting dalam perubahan perilaku kesehatan adalah masalah

pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perulaku merupakan

tujuan dari promosi atau pendidikan kesehatan sebagai penunjang program-

program kesehatan lainnya. Banya teori tentang perubahan perilaku ini antara

lain akan diuraikan dibawah ini.11

a. Teori Stimulus-Organisme-Respons (S-O-R)

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya

perubahan perlaku bergantung kepada kualitas rangsangan (stimulus)

yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber

komunikasi (source) misalnya kredibilitas kepemimpinan, dan gaya


53

berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang,

kelompok, atau masyarakat.11

Hosland, et al. (1953) mengatakan perubahan perilaku pada

hakikatnya adlah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku

tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:11

1) Stimulus (rangsangan) yang diberikan kepada organisme dapat

diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau

ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian

individu dan berhenti disini. Akan tetapi bila stimulus diterima oleh

organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut

efektif.

2) Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima)

maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses

berikutnya.

3) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi

kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya

(bersikap).

4) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongabn dari lingkungan

maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu

tersebut (perubahan perilaku).


54

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah

hanya apabila stimulus (rangsangan) yang diberikan benar-benar melebihi

dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini

berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme.

Dalam meyakinkan organisme ini faktor reinforcement memegang

peranan penting.11

Proses perubahan perilaku berdasarkan Teori S-O-R ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Stimulus Organisme:
- Perhatian
- Pengertian
- Penerimaan

Respons:
Reaksi Tertutup
(Perubahan Sikap)

Reaksi Terbuka
(Perubahan Praktik)

Skema 2.4. Teori S-O-R.11

b. Teori Disonan (Dissonance Thoery) Festinger

Teori Festinger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi

sosial. Teori ini sama dengan konsep ‘imbalance’ (= tidak seimbang). Hal

ini berarti bahwa keadaan ‘cognitif dissonance’ merupakan keadaan

ketidakseimbangan psikologi yang diliputi oleh ketegangan diri yang


55

berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi

keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah tidak terjadi

ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut ‘consonance’

(keseimbangan).10

Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu

terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud

dengan elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan.

Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus

tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang

berbeda/bertentangan dalam diri individu sendiri, maka terjadilah

dissonance. Festinger merumuskan dissonance itu sebagai berikut:10

Pentingnya stimulus x jumlah kognitif dissonance


Dissonance =
Pentingnya stimulus x jumlah kognitif consonance

Skema 2.5. Teori Disonan Festinger.10

Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri

seseorang yang akkan menyebabkan perubahan perilaku terjadi

disebabkan karena adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang tidak

seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang serta

sama-sama pentingnya. Hal ini akan menimbulkan konflik pada diri

individu tersebut.10

Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri

secara kognitif. Dengan penyelesaian diri ini maka akan terjadi


56

keseimbangan kembali. Keberhasilan tercapainya keseimbangan kembali

ini menunjukkan adanya perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi

perubahan perilaku.10

c. Teori Fungsi (Katz)

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu

tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat

mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat

dimengerti dalam konteks kebutuhan tersebut. Menurut Katz (1960)

perilaku dilatar belakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan.

Katz berasumsi bahwa:11

1) Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan

memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat

bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan

kebutuhannya. Sebaliknya, bila objek tidak dapat memenuhi ke-

butuhannya maka ia akan berperilaku negatif.

2) Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai

pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya, dengan

perilakunya, dengan tindakan-tindakannya manusia dapat melindungi

ancaman-ancaman yang datang dari luar.

3) Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti. Dalam

perannya dengan tindakan itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri


57

dengan lingkunganya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut

seseorang melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek

atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan mengakibatkan

tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam

waktu, yang singkat.

4) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam

menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konse diri

seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab

itu, perilaku dapat merupakan layar dimana segala ungkapan diri

orang dapat dilihat.

Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk

menghadapai dunia luar individu, senantiasa menyesuaikan diri dengan

lingkungannya menurut kebutuhan. Oleh sebab itu di dalam kehidupan

manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.11

d. Teori Keseimbangan (Kurt Lewin)

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah

suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pen-dorong

(driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces).

Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara

kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang.10


58

Sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada

diri seseorang itu, yakni:10

1) Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena

adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya

perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-

penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan perilaku

yang bersangkutan.

Kekuatan pendorong Meningkat


Perilaku semula

Kekuatan penahan

Perilaku baru

Skema 2.6 Kekuatan-kekuatan Pendorong Meningkat.10

2) Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena

adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan

tersebut.

Pendorong Pendorong
Perilaku semula

penahan Menurun

Perilaku baru

Skema 2.7 Kekuatan-kekuatan Penahan Menurun.10


59

3) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan pendorong menurun.

Dengan keadaaan semacam ini jelas juga akan terjadi

perubahan perilaku.

Pendorong Pendorong
Perilaku semula

Penahan Menurun

Perilaku baru

Skema 2.8. Kekuatan Pendorong Meningkat


Kekuatan Pendorong Menurun.10

2.3.10 Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep

yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku.

Dibawah ini diuraikan bentuk-bentuk perubahan perilaku manurut WHO,

perubahan perilaku menurut WHO. Menurut WHO, perubahan perilaku itu

dikelompokkan menjadi tiga.11

a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan

karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu

perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka

anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perbahan.


60

b. Perubahan terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh

subjek. Misalnya pak anwar adalah perokok berat. Karena pada suatu saat

ia tterserang batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk

mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya ia berhenti merokok

sama sekali.

c. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to Change)

Apabila terjadi sutau inovasi atau program-program pembangunan

didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang

sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah

perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima

inovasi atau perubahan-tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang

mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang

berbeda-beda. Setiap orang didalam suatu masyarakat mempunyai

kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda, meskipun kondisinya sama.

2.3.11 Strategi Perubahan Perilaku

Didalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan

perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat diperlukan

usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa strategi untuk memperoleh

perubahan perilaku tersebut oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga.11


61

a. Menggunakan Kekuatan/Kekuasaan atau Dorongan

Dalam hak ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau

masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang

diharapakan. Cara ini dapat ditempuh dengan adanya peraturan-

peraturan/perundang-undangan atau intimidasi yang harus dipatuhi oleh

masyarakat. Cara ini menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan

tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama, karena

perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum berdasarkan kesadaran

sendiri.

b. Pemberian Informasi

Dengan memberikan informasi tentang cara-cara mencapai hidup

sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menhindari penyakit, dan

sebagainya akan meningkatkan pengtahuan masyarakat tentang hal

tersebut.

Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan

menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan orang

berperilaku sesuai dengan peng-etahuan yang dimilikinya itu. Hasil atau

perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi

perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh

kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).


62

c. Diskusi Partisipasi

Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua yang dalam

memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi

dua arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima

informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi

tentang informasi yang diterimanya. Dengan demikian maka pengetahuan

kesehatan sebagai dasar perilaku mereka diperoleh secara mantap dan

lebih mendalam, dan akhirnya perilaku yang mereka peroleh akan lebih

mantap juga, bahkan merupakan referensi perilaku orang lain. Sudah

barang tentu cara ini akan memakan waktu yang lebih lama dari cara yang

kedua, dan jauh lebih baik dari pada cara yang pertama. Diskusi

partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan

informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.

2.4 Perilaku Seksual Remaja

2.4.1 Definisi Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki

pengertian yang sangat berbeda satu sama lainnya. Perilaku dapat diartikan

sebagai respons seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang ada.

Sedangkan seksual adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul


63

berhubungan dengan seks.10 Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual

adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini

bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku

berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang

lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.14 Jadi perilaku seksual remaja

adalah perilaku adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan

dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari

luar dirinya.10

2.4.2 Dampak Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja

Adanya penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja untuk aktif

secara seksual lebih dini. Dan adanya persepsi bahwa dirinya memiliki resiko

yang lebih rendah atau tidak beresiko sama sekali yang berhubungan dengan

perilaku seksual, semakin mendorong remaja memenuhi dorongan seksualnya

pada saat sebelum menikah. Banyak remaja tidak mengindahkan bahkan tidak

tahu dampak dari perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik

dalam waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang lebih panjang. Berikut ini

akan dibahas mengenai beberapa dampak perilaku seksual remaja pranikah

terhadap kesehatan reproduksi.10


64

a. Hamil yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)

Unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak dikehendaki) merupakan

suatu akibat dari perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru

seperti: melakukan hubungan seks pertama kali, atau hubungan seks jarang

dilakukan, atau perempuan masih muda usianya, atau bila hubungan seks

dilakukan sebelum atau sesudah menstruasi, atau bila menggunakan tehnik

coitus interuptus (senggama terputus), kehamilan tidak akan terjadi

merupakan pencetus semakin banyaknya kasus unwanted pregnancy.10

Apalagi apabila kehamilan tersebut terjadi pada masa sekolah. Siswi

yang mengalami kehamilan biasanya mendapat respon dari dua pihak.

Pertama, yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan pada

siswi, maka yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah meresponsnya

dengan sangat buruk dan berujung dikeluarkannya siswi dari tersebut

sekolah.Kedua, yaitu dari lingkungan dimana siswi tersebut tinggal,

lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengkucilkan siswi tersebut.

Hal tersebut terjadi karena masih kuatnya nilai norma kehidupan

masyarakat kita.9

Kehamilan remaja adalah isu yang saat ini mendapat perhatian dari

pemerintah. Karena masalah kehamilan remaja tiak hanya membebani

remaja sebagai individu dan bayi mereka, namun juga memengaruhi secara

luas pada seluruh strata di masyarakat dan juga membebani sumber-sumber


65

kesejahteraan. Namun, alasan-alasannya tidak sepenuhnya dimengerti.

Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya pengetahuan tentang

keluarga berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga diri

remaja dilingkungannya, perasaan remaja akan ketidaknyamanan atau

impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang sangat untuk

mendapatkan kebebasan.9

b. Aborsi pada remaja

Aborsi pada umumnya didefinisikan sebagai lahirnya embrio atau

fetus sebelum dia mampu hidup (viable) diluar kandungan. Hanya fetus

dengan berat badan diatas 500 gram yang akan mampu bertahan hidup

diluar kandungan. Fetus dengan berat badan 500 gram tersebut berada

dalam tahap perkembangan kurang dari 20 minggu, fetus dengan berat

badan 500 gram panjangnya CRL kurang dari 25cm. mengingat usia

embrio maksimal hanyalah 8 minggu maka tahap perkembangan embrio

mana pun tidak akan mungkin bagi embrio untuk bisa hidup diluar

kandungan.9

Dari data yang tersedia, 1.000.000 kebutuhan induksi haid (aborsi)

sekitar 60,0% dilakukan oleh wanita tidak menikah, termasuk para remaja.

Dan sekitar 70,0-80,0% dari angka kebutuhan itu termasuk dalam aborsi

yang tidak aman (unsafe abortion). Perlu diketahui pula bahwa unsafe
66

abortion juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian

ibu.10

c. Perkawinan usia muda

Perkawinan usia muda terdiri dari dua kata, yaitu perkawinan dan

usia muda. Usia muda menunjukkan usia belia, ini bisa digunakan untuk

menyebutkan sesuatu yang dilakukan sebelum batas usia minimal. Dengan

demikian, pernikahan usia muda berarti pernikahan yang dilaksanakan

dibawah umur enam belas tahun. Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun

1974, Pasal 1 merumuskan arti perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara

seorang pria dan wanita sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan

wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang

bahagia dengan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.9

Pasal 6 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk

melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur

21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua. Maka usia perkawinan

usia muda dapat didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan wanita sebagai suami istri di usia yang masih muda/remaja.9

Didalam masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai sebagian

masyarakat yang melangsungkan perkawinan di usia muda atau di bawah

umur. Terdapat 4,8% perempuan di Indonesia yang menyatakan telah

menikah pada usia 10-14 tahun, sedangkan untuk perempuan yang menikah
67

pada usia 15-19 tahun yaitu sebanyak 41,9%. Padahal pernikahan yang

ideal untuk perempuan adalah 19-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun.

Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah

berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan

secara fisik pun mulai matang. Perempuan yang menikah dibawah umur 20

tahun beresiko terkena kanker leher Rahim. Pada usia remaja, sel-sel

Rahim belum matang, maka kalau terpapar human papilloma virus HPV

pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.9

Mathur, Greene, dan Malhotra (2003) juga mengemukakan sejumlah

konsekuensi negative dari pernikahan dini atau menikah di usia muda:9

1) Akibatnya dengan kesehatan (Health and Related Outcomes)

Melahirkan anak terlalu dini, kehamilan yang tidak diinginkan,

dan aborsi yang tidak aman memengaruhi kesehatan remaja putri.

a) Kurangnya pengetahuan, informasi, dan akses pelayanan.

b) Tingginya tingkat kematian saat melahirkan dan abnormalitas.

c) Meningkatnya penularan penyakit seksual bahkan HIV/AIDS.

2) Akibatnya dengan kehidupan (Life Outcomes)

a) Berkurangnya kesempatan, keahlian, dan sukungan sosial.

b) Berkurangnya kekuatan dalam kaitannya dengan hokum, karena

keahlian, sumber-sumber, pengetahuan, dukungan, sosial yang

terbatas.
68

3) Akibatnya dengan anak (Outcomes for Children)

Kesehatan bayi dan anak yang buruk memiliki kaitan yang cukup

kuat dengan usia ibu yang terlalu muda, berkesinambungan dengan

ketidakmampuan wanita muda secara fisik dan lemahnya pelayanan

kesehatan reprosuktif dan sosial terhadap mereka. Anak-anak yang lahir

dari ibu yang berusia di bawah 20 tahun memiliki risiko kematian yang

cukup tinggi.

4) Akibatnya dengan perkembangan (Development Outcomes)

Hal ini berkaitan dengan Millenium Development Goals (MDGs)

seperti dukungan terhadap pendidikan dasar, dan pencegahan terhadap

HIV/AIDS. Ketika dihubungkan dngan usia saat menikah, denga jelas

menunjukkan bahwa saat menikah di usia yang tepat akan dapat

mencapai tujuan perkembangan, yang meliputi menyelesaikan

pendidikan, bekerja dan memperoleh keahlian serta informasiyang

berhubungan dengan peran di masyarakat, anggota keluarga, dan

konsumen sebagai bagian dari masa dewasa yang berhasil.

d. Penyakit menular seksual (PMS) - HIV/AIDS

Sering kali remaja melakukan hubungan seks yang tidak

aman.Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks

menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV, seperti

sifilis, gonore, herpes, klamidia, dan AIDS. Tidak terbatasnya cara

melakukan hubungan kelamin pada genital-genital saja (bisa juga


69

orogenital) menyebabkan penyakit kelamin tidak saja terbatas pada daerah

genital, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstra genital.10

Orang yang telah mengidap virus HIV/AIDS akan menjadi pembawa

dan penular AIDS selama hidupnya, walaupun tampak sehat dan tidak

merasakan sakit. AIDS merupakan penyakit yang berbahaya karena sampai

saat ini belum ada obat atau vaksin yang bisa mencegahnya.Bahaya yang

ditimbulkan AIDS adalah menurunnya system kekebalan tubuh, sehingga

serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun bisa menyebabkan

sakit atau bahkan meninggal.1

Pada saat-saat awal seseorang terinfeksi HIV, virus tersebut akan

hidup di dalam tubuhnya, tetapi orang tersebut tidak menunjukkan gejala

penyakit. Dia akan tetap terlihat sehat, aktif, dan produktif seperti biasa.

Karena gejala-gejala AIDS baru tampak setelah lebih dari tiga bulan.

Berikut adalah gejala-gejala AIDS.1

1) Berat badan turun drastic

2) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 380 C).

3) Pembesaran kelenjar dileher, ketiak, dan lipatan pada yang timbul tanpa

sebab.

4) Mencret atau diare yang berkepanjangan.

5) Timbul bercak-bercak merah kebiruan dikulit (kanker kulit atau

KAPOSI SAPKOM).
70

6) Sesak napas dan batuk yang berkepanjangan.

7) Sariawan yang tidak kunjung sembuh.

Virus AIDS tidak menular semudah virus influenza, AIDS dapat

menular melalui beberapa hal berikut.1

a) Melakukan hubungan seksual dengan pengidap AIDS.

b) Transfusi darah yang mengandung virus HIV/AIDS melalui alat suntik,

akupuntur, tato, dan alat tindik yang sudah dipakai orang yang

mengidap virus HIV/AIDS.

Hubungan prenatal, yaitu pemindahan virus dari ibu hamil yang

mengidap virus HIV/AIDS kepada janin yang dikandungnya.

2.4.3 Faktor-faktor Penyebab Masalah Seksualitas pada Remaja

a. Meningkatnya Libido Seksualitas

Menurut Robert Havighurst, seorang remaja menghadapi tugas-tugas

perkembangan (development tasks) sehubungan dengan perubahan-

perubahan fisik dan peran sosial yang sedang terjadi pada dirinya. Tugas-

tugas perkembangan itu antara lain adalah menerima kondisi fisiknya (yang

berubah) dan memanfaatkan dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang

mana pun, menerima peranan seksual masing-masing (laki-laki atau

perempuan) dan mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.14

Di dalam upaya mengisi peran sosialnya yang baru itu, seorang

remaja mendapatkan motivasinya dari meningkatnya energi seksual atau


71

libido. Menurut Sigmund Freud, energi seksual ini berkaitan erat dengan

kematangan fisik. Sedangkan menurut Anna Freud, fokus utama dari energi

seksual ini adalah perasaan-perasaan disekitar alat kelamin, objek-objek

seksual dan tujuan-tujuan sekual.14

b. Penundaan Usia Perkawinan

Di daerah-daerah pedesaan, masih terdapat banyak perkawinan

dibawah usia. Kebiasaan ini berasal dari adat yang berlaku sejak dahulu

yang masih terbawa sampai sekarang. Ukuran perkawinan dimasyarakat

seperti itu adalah kematangan fisik belaka (haid, tubuh yang sudah

menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder), atau bahkan hal-hal yang

sama sekali tidak ada kaitannya dengan calon pengantin.14

Makin meningkatnya taraf pendidikan masyarakat dan makin

banyaknya anak-anak perempuan yang bersekolah, makin tertunda

kebutuhan untuk mengawinkan anak-anak. Para orang tua menyadari

bahwa persiapan yang lebih lama diperlukan untuk lebih menjamin masa

depan anak-anak mereka, sehingga para orang tua menyuruh anak-anaknya

sekolah dulu sebelum mengawinkan mereka. Kecenderungan ini terutama

terjadi pada masyarakat kelas sosial-ekonomi menegah ke atas.14

c. Tabu-Larangan

Kebiasaan-kebiasaan dan norma-norma yang menyulitkan

perkawinan yang disebutkan oleh Fawcett tersebut muncul dalam


72

masyarakat berbagai bentuk. Perkawinan di Barat biasanya didahului atau

segera diikuti dengan hubungan seksual dan hidup bersama (cohabitation).

Tetapi, di masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang, termasuk di

jawa, terdapat kebiasaan yang lain. Di sana ada empat tahapan perkawinan

yang bisa berurutan dalam waktu dekat, tetapi juga bisa saling berjauhan

dalam waktu.14

d. Kurangnya Informasi tentang Seks

Memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang

seks. Selama hubungan pacaran berlangsung pengetahuan bukan saja tidak

bertambah, akan tetapi malah bertambah dengan informasi-informasi yang

salah. Yang terakhir disebabkan orang tua tabu membicarakan seks dengan

anaknya dan hubungan orang tua-anak sudah terlanjur jauh sehingga anak

berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman.

Sikap mentabukan seks ini tidak hanya terdapat pada orang tua saja, tetapi

juga pada anak-anak itu sendiri.14

Sikap mentabukan seks pada remaja hanya mengurangi kemungkinan

untuk membicarakannya secara terbuka namun tidak menghambat

hubungan seks itu sendiri.14

e. Pergaulan yang Makin Bebas

Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya

dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya


73

dikota-kota besar. Rex Forehand (1997) mengemukakan bahwa semakin

tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remajanya, semakin

rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa seorang remaja.

Karena itu disamping komunikasi yang baik dengan anak, orang tua juga

perlu mengembangkan kepercayaan anak kepada orang tua sehingga

remaja lebih terbuka dan mau bercerita kepada orang tua agar orang tua

bisa memantau pergaulan anak remajanya.14

2.5 Kerangka Teori

Green mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan.

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor

perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor.

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.


74

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap

dan perilaku kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat.

Pengetahuan

Sikap Behavior (Perilaku)

Tindakan

Skema 2.9. Kerangka Teori Lawrence W. Green, Teori Predisposing Factor.11

2.6 Penelitian Terkait

a. Hasil penelitian Setyadani (2013) yang meneliti tentang perilaku kesehatan

reproduksi pada anak jalanan dengan seks aktif di kota Semarang,

menunjukkan bahwa anak jalanan dengan seks aktif mulai mengenal dan

melaukan seks bebas pada usia 14-16 tahun. Mereka sering bergonta-ganti

pasangan dan melakukan seks bebas disembarang tempat. Sebagian besar

tidak menggunakan alat kontrasepsi ketika berhubungan seks, sehingga

berdampak pada penularan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan kehamilan.

Faktor pendorong melakukan seks bebas adalah kurangnya pengetahuan,

sikap, serta lingkungan mereka.


75

b. Hasil penelitian Fardilla, et al. (2012) yang meneliti tentang perilaku seksual

remaja putri di SMK I Nusantara Ciputat Tahun 2012, menunjukkan bahwa

siswi SMK Nusantara I Ciputat kurang benar dalam mengambarkan makna

seksualitas. Remaja cenderung memahami bahwa seksualitas adalah

hubungan seksual antara pria dan wanita. Beberapa perilaku seksual oleh

remaja siswa I SMK Nusantara Ciputat yaitu berpegangan tangan, pelukan,

ciuman dipipi, berciuman bibir, cupang, bahkan “grepe” (Oral seks).

c. Hasil penelitian Taufik (2013) yang meneliti tentang persepsi remaja

terhadap perilaku seks pranikah (studi kasus SMK Negeri 5 Samarinda),

remaja pelajar di SMK Negeri 5 Samarinda mempersepsikan bahwa

disekolah mereka terdapat fenomena seks pranikah dan mereka mengetahui

fenomena seks pranikah yang ada disekolah mereka. Menurut mereka

fenomena yang terjadi dilingkungan sangat memprihatinkan karena setiap

tahunnya ada saja para pelajar yang harus putus sekolah karena hamil diluar

nikah, serta mereka mengatakan bahwa perilaku seks pranikah merupakan

perilaku yang tidak senonoh, tidak patut ditiru, merusak martabat orang tua,

memalukan, melukai perasaan siapa saja yang mendengarnya dan haram

tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya Indonesia. Mereka

mempersepsikan alasan remaja melakukan seks pranikah, dikarenakan

kurangnya mendapat kasih sayang dari orang tua, kurangnya iman tidak

mengingat Tuhan Yang Maha Esa, rasa ingin tahu yang berlebih, pergaulan

bebas, menjual diri dengan pria hidung belang, sering berduaan dan
76

tingginya nafsu, bujuk rayu pacar untuk dinikahi, serta pelampiasan rasa

kecewa serta salah memilih teman dalam bergaul.

Anda mungkin juga menyukai