Kasus Pasien 1 :
Seorang Perempuan 19th, diare-kembung-sebah sehabis meminum susu. Pmx normal.
1. Jelaskan gangguan mekanisme pencernaan yang terjadi
2. Jelaskan apa penyebab diarenya
Kasus Pasien 2:
Seorang perempuan 45th, rasa terbakar di dada, ada riwayat OA, sering meminum NSAID
1. Jelaskan mekanisme sekresi asam lambung & regulasinya
2. Jelaskan mekanisme keluhan pasien (alasan terjadi)
Kasus Pasien 3:
Seorang perempuan 17th, BAB lembek tanpa nyeri mual muntah, sedang program diet,diberi
obat inhibitor absorbsi lemak.
1. Jelaskan mekanisme absorbsi lemak
2. Kaitkan antara obat&keluhan Kalau obat di teruskan, kemungkinan yang terjadi?
Kasus pasien 1:
1. Mekanisme gangguan pencernaan.
Dispepsia1,2 atau indigesti adalah kumpulan keluhan atau gejala klinis berupa rasa tidak enak
atau sakit pada perut bagian atas yang bersifat menetap atau mengalami kekambuhan serta
sering disertai dengan asupan makanan. Keluhan refluks
gastroesofagus berupa heartburn dan regurgitasi asam lambung tidak lagi termasuk
dispepsia. Akan tetapi, penggunaan istilah yang jelas untuk keluhan dispepsia pasien tidak
dapat ditentukan sehingga penunjukan deskriptif digunakan. Sebagai contoh, dispepsia
nonulkus jika tidak ada ulkus, dispepsia flatulen jika bersendawa, dan dispepsia fungsional
jika tidak ditemukan penyebab pasti secara evaluasi klinis. Dispepsia dibagi menjadi:
-Organik: diketahui pasti penyebabnya, seperti ulkus peptik kronik, GERD, dan
malignansi.
-Non-organik (fungsional atau non-ulkus)è tidak diketahui penyebabnya, contoh
nyeri epigastrik yang telah dijelaskan sebelumnya.
Beberapa obat dapat juga menyebabkan keluhan dispepsia seperti terlihat pada tabel 3.
Pada umumnya adalah OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) yang dapat merusak mukosa
sehingga menyebabkan gastritis.
Patofisiologi Dispepsia
1. Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum. Hanya sedikit pasien dispepsia
fungsional yang mempunyai hipersekresi asam lambung dari ringan sampai sedang.
Beberapa pasien menunjukkan gangguan bersihan asam dari duodenum dan
meningkatnya sensitivitas terhadap asam. Pasien yang lain menunjukkan buruknya
relaksasi fundus terhadap makanan. Tetapi paparan asam yang banyak di duodenum
tidak langsung berhubungan dengan gejala pada pasien dengan dispepsia fungsional.
2. Infeksi Helicobacter pylori. Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia serta
hubungannya dengan patofisiologi gastrik mungkin diperankan oleh H pylori. Walaupun
penelitian epidemiologis menyimpulkan bahwa belum ada alasan yang meyakinkan
terdapat hubungan antara infeksi H pylori dan dispepsia fungsional. Tidak seperti pada
ulkus peptikum, dimana H pylori merupakan penyebab utamanya.
3. Perlambatan pengosongan lambung 25-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai
perlambatan waktu pengosongan lambung yang signifikan. Walaupun beberapa
penelitian kecil gagal untuk menunjukkan hubungan antara perlambatan waktu
pengosongan lambung dengan gejala dispepsia. Sebaliknya penelitian yang besar
menunjukkan adanya perlambatan waktu pengosongan lambung dengan perasaan perut
penuh setelah makan, mual dan muntah.
4. Gangguan akomodasi lambung. Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat
makanan memasuki lambung ditemukan sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia
yang akan menjadi transfer prematur makanan menuju lambung distal.Gangguan dari
akomodasi dan maldistribusi tersebut berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan
berat badan.
5. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna. Gangguan fase kontraksi lambung proksimal
terjadi setelah makan dan dirasakan oleh pasien sebagai dispepsia fungsional.
Hubungannya memang belum jelas tetapi mungkin berkontribusi terhadap gejala pada
sekelompok kecil pasien.
6. Hipersensitivitas lambung. Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan
nyeri abdomen post prandial, bersendawa dan penurunan berat badan. Walaupun
disfungsi level neurologis yang terlibat dalam hipersensitivitas lambung masih belum
jelas.
7. Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antro-duodenal. Penelitian tentang manometrik
menunjukkan bahwa hipomotilitas antrum terdapat pada sebagian besar pasien dispepsia
fungsional tetapi hubungannya tidak terlalu kuat dengan gejala spesifiknya. Aktivitas
abnormal dari mioelektrikal lambung sangat umum ditemukan pada pasien tersebut,
meskipun berkorelasi dengan perlambatan pengosongan lambung tetapi tidak berkorelasi
dengan gejala dispepsianya.
8. Intoleransi lipid intra duodenal. Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan
intoleransi terhadap makanan berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya
terhadap distensi lambung yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum.
Gejalanya pada umumnya adalah mual dan perut kembung.
9. Aksis otak – saluran cerna. Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan
informasi dari reseptor sistem syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus dan spinal. Di
dalam otak, informasi yang masuk diproses dan dimodifikasi oleh fungsi afektif dan
kognitif. Kemudian otak mengembalikan informasi tersebut via jalur parasimpatik dan
simpatik yang akan memodulasi fungsi akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis.
10. Faktor psikososial: Korelasi dengan stress, Korelasi dengan hidup, Korelasi dengan
kelainan psikiatri dan tipe kepribadian, Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan
kesehatan.
11. Dispepsia fungsional pasca infeksi. Hampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan
gejala akut yang mengikuti infeksi gastrointestinal.
2. Penyebab diare
1. Intoleransi makanan
Pada sebagian orang, intoleransi makanan tertentu berkaitan dengan gejala dispepsia.
Sebagian makanan tidak dapat ditelan karena konsistensinya seperti pasien karsinoma
yang merasa tidak enak setelah makan makanan padat. Defisiensi enzim tertentu
seperti lactase juga mampu membuat pasien mengalami kram perut, distensi, diare, dan
flatulensi.
2. Aerofagia
Eruktasi (sendawa) berulang atau kronik diakibatkan oleh aerofagia (menelan
udara) bukan karena produksi gas berlebihan dalam lambung atau usus.
Aerofagia disebabkan oleh kecemasan kronik, makan cepat, minum minuman
mengandung karbonat, mengunyah permen, merokok, gigi geligi dan esofagus
yang buruk.
3. Intoleransi laktosa:
munculnya gejala-gejala klinis setelah makan/minum bahan yang mengandung laktosa
(mencret, mual, muntah, perut kembung dan sakit perut).
Bila ada defisiensi laktase, laktosa tidak akan didigesti akibatnya tidak ada penyerapan
oleh mukosa usus halus. Disakarida ini merupakan bahan osmotik yang akan menarik air
ke lumen. Jumlah air yang keluar sebanding dengan jumlah laktosa yang tinggal di
lumen usus. Penambahan volume lumen usus akan menyebabkan rasa mual , muntah
dan peningkatan peristaltik. Peristaltik usus yang meninggi menyebabkan waktu transit
usus makin pendek sehingga mengurangi kesempatan untuk digesti dan absorpsi.
Laktosa dan air/elektrolit yang tidak diserap meninggalkan usus halus sampai di kolon.
Dikolon, laktosa ini akan difermentasi oleh flora normal menjadi gas (CO2, H2 dan CH4),
asam lemak rantai pendek (butirat, propional dan asetat) dan asam laktat.
Pembentukan gas menyebabkan perut kembung dan sakit perut. Pembentukan gas
hidrogen oleh flora di kolon dapat dideteksi di udara pernafasan. Ini yang menjadi dasar
uji hidrogen pernafasan. Pembentukan asam lemak rantai pendek tadi diperlukan oleh
tubuh karena asam lemak ini dapat digunakan sebagai sumber energi. Di samping itu
pembentukan asam lemak rantai pendek ini berguna untuk nutrisi kolon, membantu
absorpsi air/elektrolit dan motilitas kolon. Lebih kurang 70 % dari nutrisi kolon berasal
dari intraluminal.11 Karena itu secara fisiologis, dalam keadaan normal dijumpai
malabsorpsi laktosa/karbohidrat. Sedangkan penyerapan asam laktat oleh kolonosit
menyebabkan asidosis metabolik. Air/elektrolit yang sampai di kolon dan hasil
fermentasi tadi diserap oleh kolonosit (colonic salvage). Bila colonic salvage dilewati,
maka asam laktat banyak dijumpai di tinja yang akan menyebabkan penurunan pH tinja.
Demikian juga bila air/elektrolit dan laktosa yang sampai ke kolon melewati colonic
salvage, maka akan menyebabkan kadar air tinja meningkat (diare osmotik) dan bahan-
bahan reduksi (laktosa) dijumpai dalam tinja.
Kasus pasien 2:
1. Fisiologi Sekresi Asam Lambung
2. gastritis adalah proses inflamasi pada selaput lendir perut dan submukosa dan
secara histopatologi dapat dibuktikan dengan sel infiltrasi di daerah tersebut.
NSAID digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis, osteoartritis atau nyeri.
NSAID merusak lendir lambung melalui dua mekanisme yaitu topikal dan
sistemik. Kerusakan mukosa pada topikal terjadi karena NSAID bersifat asam
dan lipofilik, sehingga lebih mudah menjebak ion hidrogen memasuki mukosa
dan menyebabkan kerusakan. Efek sistemik dari NSAID lebih penting sehingga
kerusakan mukosa yang disebabkan oleh produksi prostaglandin berkurang
secara signifikan.
Kasus pasien 3:
1. MEKANISME ABSORPSI LEMAK
Absorpsi lipid senyawa 2-monoasilgliserol, asam lemak, dan sejumlah kecil senyawa 1-
monoasilgliserol meninggalkan fase minyak pada emulsi lipid dan berdifusi ke dalam
misel yang bercampur serta liposom yang terdiri atas garam empedu, fosfatidil kolin,
dan kolesterol, dilapisi oleh getah empedu. Karena bersifat larut air, misel
memungkinkan produk pencernaan diangkut melewati brush border mukosa usus.
Garam empedu berlanjut menuju mengalir ke ileum, tempat sebagian besar darinya
diserap ke dalam sirkulasi enterohepatik oleh suatu transpor aktif. Pecahan fosfolipid
dan asam lemak juga diserap oleh misel. Kolesterol bebas, bersama dengan sebagian
besar kolesterol sistem biliaris, diserap melalui brush border setelah transportasi di
dalam misel. Di dalam dinding usus, senyawa 1-monoasilgliserol lebih lanjut dihidrolisis
hingga menghasilkan gliserol bebas dan asam lemak; proses hidrolisis ini tidak
diperankan oleh lipase pankreas. Senyawa 2-monoasilgliserol akan diubah kembali
menjadi triasilgliserol melalui lintasan monoasilgliserol. Triasilgliserol, setelah disintesis
di dalam mukosa usus, sedikit pun tidak diangkut dalam darah vena porta. Sebaliknya,
sebagian besar lipid yang diserap, termasuk fosfolipid, ester kolesteril, kolesterol, dan
vitamin larut-lemak akan membentuk kilomikron yang membentuk cairan seperti susu,
kilus (chyle), yang dikumpulkan oleh pembuluh limfe regio abdomen dan dilewatkan ke
dalam darah sistemik melalui duktus torasikus.
2. Obat diet tersebut menahan absorbsi lemak yg dapat mengakibatkan pada malnutrisi,
hipoglikemia dan diare akut.
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan
sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan
dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki
dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel
untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut
homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan
keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini
dengan mengatur pengeluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
pengeluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang
turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan ion
hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh.
Jumlah Na+
yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol
tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan
retensi Na+
di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+
meningkatkan retensi air
sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah
arteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau
hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi oleh
sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin
rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis
dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang
konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus
membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak
ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan
aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium
bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang
tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini
bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35.
Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion H
terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu
akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme
lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebalikny pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian
mempertahankan
kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan ammonia.
Ketidakseimbangan asam-basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukan
H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru.
Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis uremia akibat
gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H
bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defisiensi
asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi
karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis.
Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir
bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan
ginjal sangat penting.
Kesimpulan
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang
turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion
hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
Tugas sirkulasi
Tekanan darah arteri di pembuluh yang lebih besar terdiri dari beberapa komponen yang
berbeda: tekanan sistolik dan diastolik, tekanan nadi, dan tekanan arteri rerata.
Ketika tekanan darah arteri sistemik diukur, itu dicatat sebagai rasio dua angka (mis., 120/80
adalah tekanan darah orang dewasa normal), dinyatakan sebagai tekanan sistolik di atas
tekanan diastolik. Tekanan sistolik adalah nilai yang lebih tinggi (biasanya sekitar 120 mm Hg)
dan mencerminkan tekanan arteri yang dihasilkan dari pengusiran darah selama kontraksi
ventrikel, atau sistol. Tekanan diastolik adalah nilai yang lebih rendah (biasanya sekitar 80 mm
Hg) dan mewakili tekanan arteri darah selama relaksasi ventrikel, atau diastol.
Tekanan Nadi
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan
diastolik adalah tekanan nadi. Misalnya, seseorang dengan tekanan sistolik 120 mm Hg dan
tekanan diastolik 80 mm Hg akan memiliki tekanan nadi 40 mmHg.
Umumnya, tekanan nadi harus setidaknya 25 persen dari tekanan sistolik. Tekanan nadi di
bawah level ini digambarkan rendah atau sempit. Ini dapat terjadi, misalnya, pada pasien
dengan volume stroke rendah, yang dapat dilihat pada gagal jantung kongestif, stenosis katup
aorta, atau kehilangan darah yang signifikan setelah trauma. Sebaliknya, tekanan nadi tinggi
atau lebar umum terjadi pada orang sehat setelah melakukan olahraga berat, ketika tekanan
nadi istirahat mereka 30-40 mm Hg dapat meningkat sementara menjadi 100 mm Hg ketika
volume stroke meningkat. Tekanan nadi yang terus-menerus tinggi pada atau di atas 100 mm
Hg dapat menunjukkan resistensi yang berlebihan di arteri dan dapat disebabkan oleh berbagai
gangguan. Tekanan nadi istirahat kronis yang tinggi dapat menurunkan jantung, otak, dan
ginjal, dan memerlukan perawatan medis.
Mean arterial pressure
Mean arterial pressure (MAP) mewakili tekanan “rata-rata” darah di arteri, yaitu kekuatan rata-
rata yang mendorong darah ke pembuluh yang melayani jaringan. Berarti adalah konsep
statistik dan dihitung dengan mengambil jumlah nilai dibagi dengan jumlah nilai. Meskipun
rumit untuk diukur secara langsung dan rumit untuk dihitung, MAP dapat diperkirakan dengan
menambahkan tekanan diastolik ke sepertiga dari tekanan nadi atau tekanan sistolik dikurangi
tekanan diastolik:
MAP = BP diastolik + ((BP sistolik-diastolik) / 3)
Pada Gambar 1, nilai ini sekitar 80 + (120 - 80) / 3, atau 93,33. Biasanya, MAP berada dalam
kisaran 70-110 mm Hg. Jika nilainya turun di bawah 60 mm Hg untuk waktu yang lama, tekanan
darah tidak akan cukup tinggi untuk memastikan sirkulasi ke dan melalui jaringan, yang
mengakibatkan iskemia, atau aliran darah yang tidak mencukupi. Suatu kondisi yang disebut
hipoksia, oksigenasi jaringan yang tidak memadai, biasanya menyertai iskemia. Istilah
hipoksemia mengacu pada kadar oksigen yang rendah dalam darah arteri sistemik. Neuron
sangat sensitif terhadap hipoksia dan dapat mati atau rusak jika aliran darah dan pasokan
oksigen tidak cepat pulih.
Nadi
Nadi
Karena denyut nadi menunjukkan denyut jantung, itu diukur secara klinis untuk memberikan
petunjuk bagi kondisi kesehatan pasien. Ini direkam sebagai detak per menit. Baik laju dan
kekuatan nadi penting secara klinis. Denyut nadi yang tinggi atau tidak teratur dapat
disebabkan oleh aktivitas fisik atau faktor-faktor sementara lainnya, tetapi juga dapat
mengindikasikan kondisi jantung. Kekuatan nadi menunjukkan kekuatan kontraksi ventrikel
dan curah jantung. Jika nadi kuat, maka tekanan sistolik tinggi. Jika lemah, tekanan sistolik
telah turun, dan intervensi medis mungkin diperlukan.
Cardiac output
Compliance
Volume of the blood
Viscosity of the blood
Blood vessel length and diameter
Ingat bahwa darah bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Dipompa dari jantung ke
arteri dengan tekanan tinggi. Jika Anda meningkatkan tekanan di arteri (afterload), dan fungsi
jantung tidak mengimbangi, aliran darah sebenarnya akan berkurang. Dalam sistem vena,
hubungan sebaliknya adalah benar. Tekanan yang meningkat pada vena tidak menurunkan
aliran seperti pada arteri, tetapi sebenarnya meningkatkan aliran. Karena tekanan dalam vena
biasanya relatif rendah, agar darah mengalir kembali ke jantung, tekanan di atrium selama
diastole atrium harus lebih rendah lagi. Biasanya mendekati nol, kecuali ketika kontrak atrium
Review:
Aliran darah adalah pergerakan darah melalui pembuluh, jaringan, atau organ. Perlambatan
atau pemblokiran aliran darah disebut resistensi. Tekanan darah adalah kekuatan yang
diberikan darah pada dinding pembuluh darah atau ruang jantung. Komponen tekanan darah
termasuk tekanan sistolik, yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel, dan tekanan diastolik, yang
dihasilkan dari relaksasi ventrikel. Tekanan nadi adalah perbedaan antara ukuran sistolik dan
diastolik, dan tekanan arteri rerata adalah tekanan "rata-rata" darah dalam sistem arteri, yang
mendorong darah masuk ke jaringan. Denyut nadi, pemuaian dan pemulihan arteri,
mencerminkan detak jantung. Variabel yang mempengaruhi aliran darah dan tekanan darah
dalam sirkulasi sistemik adalah curah jantung, kepatuhan, volume darah, kekentalan darah, dan
panjang serta diameter pembuluh darah. Dalam sistem arteri, vasodilatasi dan vasokonstriksi
arteriol adalah faktor signifikan dalam tekanan darah sistemik: Vasodilatasi ringan menurunkan
resistensi dan meningkatkan aliran, sedangkan vasokonstriksi ringan meningkatkan resistensi
dan menurunkan aliran. Dalam sistem arteri, ketika resistensi meningkat, tekanan darah
meningkat dan aliran berkurang. Dalam sistem vena, penyempitan meningkatkan tekanan
darah seperti di arteri; meningkatnya tekanan membantu mengembalikan darah ke jantung.
Selain itu, penyempitan menyebabkan lumen pembuluh menjadi lebih bulat, mengurangi
resistensi dan meningkatkan aliran darah. Venokonstriksi, sementara kurang penting daripada
vasokonstriksi arteri, bekerja dengan pompa otot rangka, pompa pernapasan, dan katup
mereka untuk meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
Daftar pustaka
http://www.medicinesia.com/harian/dispepsia/
https://www.psychologymania.com/2013/01/etiologi-dispepsia.html?m=1
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15641?show=full
https://arimjie.blogspot.com/2011/02/fisiologi-sekresi-lambung.html?m=1
https://isainsmedis.id/index.php/ism/article/view/37
https://resikopenyakit.blogspot.com/2013/03/mekanisme-absorpsi-lemak.html?m=1
https://contohmakalahbuddifm.blogspot.com/2011/12/gastrin-dan-sekretin-hormon-
pencernaan.html?m=1
https://www.academia.edu/9302950/MAKALAH_PENYAKIT_DIARE
https://anggiseptria.blogspot.com/2014/12/gangguan-keseimbangan-asam-basa-
pada_64.html?m=1
https://opentextbc.ca/anatomyandphysiology/chapter/20-2-blood-flow-blood-pressure-and-
resistance/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2758836/
https://bahanajarguru.blogspot.com/2012/11/makalah-pembuluh-darah.html?m=1
https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/11/makalah-tentang-tekanan-darah-
arteri.html?m=1
https://stile815.wordpress.com/2016/10/31/makalah-cairan-tubuh/
https://www.academia.edu/8645109/Makalah_Keseimbangan_Cairan_dan_Elektrolit