Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MAKALAH PRESENTASI DAN DISKUSI PROGSUS FAAL 2019

DEPARTEMEN ILMU FAAL KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

MUHAMMAD GHIFARY MAHINDISYAH


011711133173
TUGAS GIT

Kasus Pasien 1 :
Seorang Perempuan 19th, diare-kembung-sebah sehabis meminum susu. Pmx normal.
1. Jelaskan gangguan mekanisme pencernaan yang terjadi
2. Jelaskan apa penyebab diarenya

Kasus Pasien 2:
Seorang perempuan 45th, rasa terbakar di dada, ada riwayat OA, sering meminum NSAID
1. Jelaskan mekanisme sekresi asam lambung & regulasinya
2. Jelaskan mekanisme keluhan pasien (alasan terjadi)

Kasus Pasien 3:
Seorang perempuan 17th, BAB lembek tanpa nyeri mual muntah, sedang program diet,diberi
obat inhibitor absorbsi lemak.
1. Jelaskan mekanisme absorbsi lemak
2. Kaitkan antara obat&keluhan Kalau obat di teruskan, kemungkinan yang terjadi?

Pertanyaan tambahan tugas GIT


1. Mengapa proses absorpsi air lebih banyak terjadi saat proses reabsorpsi makanan karbohidrat
dan protein?
2. Apakah hubungan dari hormon gastrin dengan HCL?
3. Apakah peranan dari larutan gula garam terhadap pasien diare?
4. Jelaskan gangguan asam basa yang terjadi pada kasus diare!
Jawaban:

Kasus pasien 1:
1. Mekanisme gangguan pencernaan.
Dispepsia1,2 atau indigesti adalah kumpulan keluhan atau gejala klinis berupa rasa tidak enak
atau sakit pada perut bagian atas yang bersifat menetap atau mengalami kekambuhan serta
sering disertai dengan asupan makanan. Keluhan refluks
gastroesofagus berupa heartburn dan regurgitasi asam lambung tidak lagi termasuk
dispepsia. Akan tetapi, penggunaan istilah yang jelas untuk keluhan dispepsia pasien tidak
dapat ditentukan sehingga penunjukan deskriptif digunakan. Sebagai contoh, dispepsia
nonulkus jika tidak ada ulkus, dispepsia flatulen jika bersendawa, dan dispepsia fungsional
jika tidak ditemukan penyebab pasti secara evaluasi klinis. Dispepsia dibagi menjadi:

 -Organik: diketahui pasti penyebabnya, seperti ulkus peptik kronik, GERD, dan
malignansi.
 -Non-organik (fungsional atau non-ulkus)è tidak diketahui penyebabnya, contoh
nyeri epigastrik yang telah dijelaskan sebelumnya.

Mekanisme terjadinya gejala dispepsia pada dispepsia fungsional:

1. Hipersensitivitas visceral: Meningkatnya persepsi distensi, Gangguan persepsi asam,


Hipersensitivitas viseral sebagai konsekuensi inflamasi kronik
2. Gangguan motilitas: Hipomotilitas antral post prandial, Menurunnya relaksasi fundus
gaster, Menurunnya atau gangguan pengosongan lambung, Refluks gastro-esofageal,
Refluks duodeno-gaster
3. Perubahan sekresi asam: Hiperasiditas
4. Infeksi kuman Helicobacter pylori
5. Stress
6. Gangguan dan kelainan psikologis
7. Predisposisi genetik

Beberapa obat dapat juga menyebabkan keluhan dispepsia seperti terlihat pada tabel 3.
Pada umumnya adalah OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) yang dapat merusak mukosa
sehingga menyebabkan gastritis.

Obat-obatan yang dapat menyebabkan keluhan dyspepsia:


1. Acarbose
2. Aspirin, Obat anti inflamasi non steroid
3. Colchicine
4. Digitalis
5. Estrogen
6. Gemfibrozil
7. Glukokortikoid
8. Preparat besi
9. Levodopa
10. Narkotik
11. Niasin
12. Nitrat
13. Orlistat
14. Potassium klorida
15. Quinidine
16. Sildenafil
17. Teofilin

Patofisiologi Dispepsia

Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi karena bermacam-


macam penyebab dan mekanismenya. Penyebab dan mekanismenya dapat terjadi sendiri atau
kombinasinya. Pembagian dispepsia berdasarkan gejalanya, seperti tercantum diatas, adalah
untuk panduan manajemen awal terutama untuk dispepsia yang tidak terinvestigasi.

Patofisiologinya yang dapat dibahas disini adalah:

1. Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum. Hanya sedikit pasien dispepsia
fungsional yang mempunyai hipersekresi asam lambung dari ringan sampai sedang.
Beberapa pasien menunjukkan gangguan bersihan asam dari duodenum dan
meningkatnya sensitivitas terhadap asam. Pasien yang lain menunjukkan buruknya
relaksasi fundus terhadap makanan. Tetapi paparan asam yang banyak di duodenum
tidak langsung berhubungan dengan gejala pada pasien dengan dispepsia fungsional.
2. Infeksi Helicobacter pylori. Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia serta
hubungannya dengan patofisiologi gastrik mungkin diperankan oleh H pylori. Walaupun
penelitian epidemiologis menyimpulkan bahwa belum ada alasan yang meyakinkan
terdapat hubungan antara infeksi H pylori dan dispepsia fungsional. Tidak seperti pada
ulkus peptikum, dimana H pylori merupakan penyebab utamanya.
3. Perlambatan pengosongan lambung 25-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai
perlambatan waktu pengosongan lambung yang signifikan. Walaupun beberapa
penelitian kecil gagal untuk menunjukkan hubungan antara perlambatan waktu
pengosongan lambung dengan gejala dispepsia. Sebaliknya penelitian yang besar
menunjukkan adanya perlambatan waktu pengosongan lambung dengan perasaan perut
penuh setelah makan, mual dan muntah.
4. Gangguan akomodasi lambung. Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat
makanan memasuki lambung ditemukan sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia
yang akan menjadi transfer prematur makanan menuju lambung distal.Gangguan dari
akomodasi dan maldistribusi tersebut berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan
berat badan.
5. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna. Gangguan fase kontraksi lambung proksimal
terjadi setelah makan dan dirasakan oleh pasien sebagai dispepsia fungsional.
Hubungannya memang belum jelas tetapi mungkin berkontribusi terhadap gejala pada
sekelompok kecil pasien.
6. Hipersensitivitas lambung. Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan
nyeri abdomen post prandial, bersendawa dan penurunan berat badan. Walaupun
disfungsi level neurologis yang terlibat dalam hipersensitivitas lambung masih belum
jelas.
7. Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antro-duodenal. Penelitian tentang manometrik
menunjukkan bahwa hipomotilitas antrum terdapat pada sebagian besar pasien dispepsia
fungsional tetapi hubungannya tidak terlalu kuat dengan gejala spesifiknya. Aktivitas
abnormal dari mioelektrikal lambung sangat umum ditemukan pada pasien tersebut,
meskipun berkorelasi dengan perlambatan pengosongan lambung tetapi tidak berkorelasi
dengan gejala dispepsianya.
8. Intoleransi lipid intra duodenal. Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan
intoleransi terhadap makanan berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya
terhadap distensi lambung yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum.
Gejalanya pada umumnya adalah mual dan perut kembung.
9. Aksis otak – saluran cerna. Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan
informasi dari reseptor sistem syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus dan spinal. Di
dalam otak, informasi yang masuk diproses dan dimodifikasi oleh fungsi afektif dan
kognitif. Kemudian otak mengembalikan informasi tersebut via jalur parasimpatik dan
simpatik yang akan memodulasi fungsi akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis.
10. Faktor psikososial: Korelasi dengan stress, Korelasi dengan hidup, Korelasi dengan
kelainan psikiatri dan tipe kepribadian, Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan
kesehatan.
11. Dispepsia fungsional pasca infeksi. Hampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan
gejala akut yang mengikuti infeksi gastrointestinal.

2. Penyebab diare

1. Intoleransi makanan

Pada sebagian orang, intoleransi makanan tertentu berkaitan dengan gejala dispepsia.
Sebagian makanan tidak dapat ditelan karena konsistensinya seperti pasien karsinoma
yang merasa tidak enak setelah makan makanan padat. Defisiensi enzim tertentu
seperti lactase juga mampu membuat pasien mengalami kram perut, distensi, diare, dan
flatulensi.
2. Aerofagia
Eruktasi (sendawa) berulang atau kronik diakibatkan oleh aerofagia (menelan
udara) bukan karena produksi gas berlebihan dalam lambung atau usus.
Aerofagia disebabkan oleh kecemasan kronik, makan cepat, minum minuman
mengandung karbonat, mengunyah permen, merokok, gigi geligi dan esofagus
yang buruk.
3. Intoleransi laktosa:
munculnya gejala-gejala klinis setelah makan/minum bahan yang mengandung laktosa
(mencret, mual, muntah, perut kembung dan sakit perut).

Bila ada defisiensi laktase, laktosa tidak akan didigesti akibatnya tidak ada penyerapan
oleh mukosa usus halus. Disakarida ini merupakan bahan osmotik yang akan menarik air
ke lumen. Jumlah air yang keluar sebanding dengan jumlah laktosa yang tinggal di
lumen usus. Penambahan volume lumen usus akan menyebabkan rasa mual , muntah
dan peningkatan peristaltik. Peristaltik usus yang meninggi menyebabkan waktu transit
usus makin pendek sehingga mengurangi kesempatan untuk digesti dan absorpsi.
Laktosa dan air/elektrolit yang tidak diserap meninggalkan usus halus sampai di kolon.
Dikolon, laktosa ini akan difermentasi oleh flora normal menjadi gas (CO2, H2 dan CH4),
asam lemak rantai pendek (butirat, propional dan asetat) dan asam laktat.
Pembentukan gas menyebabkan perut kembung dan sakit perut. Pembentukan gas
hidrogen oleh flora di kolon dapat dideteksi di udara pernafasan. Ini yang menjadi dasar
uji hidrogen pernafasan. Pembentukan asam lemak rantai pendek tadi diperlukan oleh
tubuh karena asam lemak ini dapat digunakan sebagai sumber energi. Di samping itu
pembentukan asam lemak rantai pendek ini berguna untuk nutrisi kolon, membantu
absorpsi air/elektrolit dan motilitas kolon. Lebih kurang 70 % dari nutrisi kolon berasal
dari intraluminal.11 Karena itu secara fisiologis, dalam keadaan normal dijumpai
malabsorpsi laktosa/karbohidrat. Sedangkan penyerapan asam laktat oleh kolonosit
menyebabkan asidosis metabolik. Air/elektrolit yang sampai di kolon dan hasil
fermentasi tadi diserap oleh kolonosit (colonic salvage). Bila colonic salvage dilewati,
maka asam laktat banyak dijumpai di tinja yang akan menyebabkan penurunan pH tinja.
Demikian juga bila air/elektrolit dan laktosa yang sampai ke kolon melewati colonic
salvage, maka akan menyebabkan kadar air tinja meningkat (diare osmotik) dan bahan-
bahan reduksi (laktosa) dijumpai dalam tinja.

Kasus pasien 2:
1. Fisiologi Sekresi Asam Lambung

Sekresi asam lambung adalah suatu proses kompleks dan


berkesinambungan yang dikendalikan oleh beberapa faktor sentral (neural) dan
perifer (endokrin). Setiap faktor turut berkontribusi pada peristiwa fisiologis
akhir, yaitu sekresi H oleh sel2 parietal yang terletak di badan dan fundus
lambung. Faktor neural (asetilkolin), parakrin (histamin), dan endokrin (gastrin)
berperan penting dalam pengaturan sekresi asam. Tiap faktor tersebut memiliki
reseptor spesifik (reseptor M3, H2, dan CCK2) yang secara anatomi dan/atau
farmakologi terlokalisasi di membran basolateral sel parietal. Pada sel parietal
terdapat 2 jalur pensinyalan utama; jalur bergantung AMP siklik dan jalur
bergantung Ca. Histamin menggunakan jalur yang pertama, sedangkan gastrin
dan Ach memberikan efeknya melalui jalur yang kedua. Jalur bergantung AMP
siklik menyebabkan terjadinya fosforilasi protein efektor pada sel2 parietal. Jalur
bergantung Ca menyebabkan peningkatan Ca di sitosol. Kedua jalur tersebut
mengaktivasi H,K ATPase (pompa proton). H,K-ATPase terdiri atas sebuah
subunit Alfa dan sebuah subunit beta yang lebih kecil. Pompa ini membangkitkan
gradien ion terbesar yang pernah ditemukan pada vertebrata, dengan pH
intrasel sekitar 7,3 dan pH intrakanalikula sekitar 0,8.
Struktur terpenting di SSP yang terlibat dalam stimulasi sentral sekresi
asam lambung adalah nukleus dorsal motorik pada saraf vagus (DMNV),
hipotalamus, dan nukleus traktus solitarius (NTS). Serabut efferen yang berasal
dari DMNV menurun ke arah lambung melalui saraf vagus dan membentuk
sinaps dengan sel ganglion sistem saraf enterik (ENS). Pelepasan Ach dari serabut
vagus pascaganglion dapat menstimulasi sekresi asam lambung secara langsung
melalui subtipe reseptor kolinergik muskarinik spesifik, M3, yang terletak pada
membran basolateral di sel-sel parietal. SSP kemungkinan memodulasi aktivitas
ENS dengan Ach sebgai neurotransmitter regulator utamanya. Umumnya SSP
dianggap sebagai kontributor utama pada inisiasi sekresi asam lambung sebagai
respon terhadap penglihatan, aroma, dan antisipasi makanan (fase sefalik). Ach
juga secara tidak langsung mempengaruhi sel2 parietal melalui stimulasi
pelepasan histamin dari sel-mirip-enterokromafin (ECL) di fundus dan stimulasi
pelepasan gastrin dari sel2 G di antrum lambung.
Histamin dilepaskan dari sel2 ECL melalui jalur2 multifaktor dan
merupakan suatu regulator penting dalam produksi asam melalui reseptor
subtipe H2. Sel2 ECL biasanya ditemukan di dekat sel parietal. Histamin
mengaktivasi sel parietal dengan cara yang mirip parakrin; berdifusi dari tempat
pelepasannya ke sel parietal. Keterlibatan histamin dalam sekresi asam lambung
(baik sebagai hormon efektor umum terakhir atau bukan) telah dibuktikan
secara meyakinkan dengan penghambatan sekresi asam dengan menggunakan
antagonis reseptor H2. Sel2 ECL merupakan satu2nya sumber histamin lambung
yang terlibat dalam sekresi asam.
Gastrin terutama terdapat pada sel2 G antral. Sama seperti histamin,
pelepasan gastrin diatur melalui jalur multifaktor yang melibatkan aktivasi neural
sentral, distensi lokal, serta senyawa2 kimia dalam lambung, dan faktor2 lain.
Gastrin menstimulasi sekresi asam terutama secara tidak langsung dengan
menyebabkan pelepasan histamin dari sel2 ECL; selain itu, juga terlihat efek
langsung gastrin yang kurang begitu penting terhadap sel2 parietal.
Somatostatin, yang terletak di sel2 D antral, dapat menghambat sekresi
gastrin dengan bekerja sebagai parakrin, tetapi peran somatostatin yang
sebenarnya dalam menghambat sekresi asam lambung masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Pada pasien yang terinfeksi oleh Helicobacter pylori,
tampak adanya penurunan sel2 D, hal ini dapat mengarah pada produksi gastrin
yang berlebih akibat berkurangnya penghambatan oleh somatostatin.
(Goodman&Gilman;978-979)

2. gastritis adalah proses inflamasi pada selaput lendir perut dan submukosa dan
secara histopatologi dapat dibuktikan dengan sel infiltrasi di daerah tersebut.
NSAID digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis, osteoartritis atau nyeri.
NSAID merusak lendir lambung melalui dua mekanisme yaitu topikal dan
sistemik. Kerusakan mukosa pada topikal terjadi karena NSAID bersifat asam
dan lipofilik, sehingga lebih mudah menjebak ion hidrogen memasuki mukosa
dan menyebabkan kerusakan. Efek sistemik dari NSAID lebih penting sehingga
kerusakan mukosa yang disebabkan oleh produksi prostaglandin berkurang
secara signifikan.
Kasus pasien 3:
1. MEKANISME ABSORPSI LEMAK

Pencernaan dan Absorpsi Lipid


Lipid utama dalam makanan yaitu triasilgliserol (ester alkohol gliserol dengan asam
lemak) dan mengandung sejumlah kecil fosfolipid, kolesterol, kolesterol ester, dan
vitamin larut lemak.
1. Mulut , Lambung
Lipase lingual sudah dibahas sebelumnya yang ternyata tidak memiliki makna yang
begitu berarti. Berbeda dengan lipase lambung (lipase gastrik) yang merupakan lipase
praduodenal utama. Lipase lingual dan gastrik memulai pencernaan lemak dengan
menghidrolisis triasilgliserol yang mengandung asam lemak rantai-pendek, -sedang, dan
umumnya asam lemak tak jenuh rantai-panjang, untuk membentuk terutama asam
lemak bebas serta 1,2 diasilgliserol, dengan ikatan sn-3 ester sebagai tempat hidrolisis
utamanya. Lipase praduodenal penting selama periode neonatal, yaitu saat aktivitas
lipase pankreas masih rendah sementara lemak susu harus dicerna. Lemak susu
mengandung asam lemak rantai-sedang dan -pendek yang cenderung mengalami
esterifikasi pada posisi sn-3. Asam lemak hidrofilik rantai-pendek dan –sedang yang
dilepas akan diserap melalui dinding lambung dan masuk ke dalam vena porta melalui
hati dan dilanjutkan ke sirkulasi sistemik, sementara asam lemak rantai-panjang larut
dalam droplet lemak dan terus melintas ke duodenum.
2. Duodenum
Selama pencernaan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengalirkan getah
empedu secara cepat ke dalam duodenum melalui duktus koledokus. Getah pankreas
bercampur dengan getah empedu karena keduanya mengalir dalam duktus koledokus
sesaat sebelum memasuki duodenum. Getah empedu memiliki fungsi sebagai berikut:
• Emulsifikasi: garam empedu mempunyai kemampuan cukup besar untuk menurunkan
tegangan permukaan. Kemampuan ini membuat getah empedu mampu mengemulsikan
lemak di dalam usus dan melarutkan asam lemak serta sabun yang tak larut air.
Keberadaan getah empedu dalam usus merupakan faktor pelengkap penting dalam
pencernaan lemak serta vitamin larut lemak. Jika pencernaan lemak terganggu bahan
makanan lain akan kurang terserap karena lemak bertugas membungkus partikel
makanan dan menghalangi kerja enzim pada partikel tersebut. Pada keadaan ini, bakteri
usus akan menimbulkan putrefaksi (dekomposisi enzimatik) serta produksi gas yang
cukup tinggi.
• Netralisasi asam: getah empedu dengan pH sedikit diatas 7,0 dapat menetralkan
kimus asam dari lambung.
• Ekskresi: getah empedu merupakan vehikulum penting bagi ekskresi asam empedu
dan kolesterol, tetapi juga mengeluarkan sebagian besar obat, toksin, pigmen empedu,
dan berbagai substansi anorganik, seperti tembaga, seng, dan air raksa.
Enzim getah pankreas untuk lipid (1) lipase pankreas bekerja pada interface air-minyak
droplet lipid yang teremulsi halus dan terbentuk akibat gerak agitasi mekanik di dalam
usus pada adanya produk hasil kerja lipase lingual dan gastrik, yaitu garam empedu,
kolipase (protein di dalam getah pankreas), fosfolipid, dan fosfolipase A2 (juga terdapat
di dalam getah pankreas). Fosfolipase A2 dan kolipase disekresikan dalam bentuk –pro
dan membutuhkan pengaktifan ikatan peptida spesifik oleh hidrolisis triptik. Pengaktifan
prolipase terjadi dengan pengeluaran pentapeptida dari ujung terminal amino.
Pentapeptida ini bekerja sebagai sinyal rasa kenyang untuk lipid dan diberi nama
enterostatin. Ca2+ diperlukan bagi kerja fosfolipase A2. Suatu hidrolisis terbatas
terhadap ikatan ester pada posisi 2 molekul fosfolipid oleh fosfolipase A2 akan
menghasilkan pengikatan lipase ke antarmuka substrat dan suatu laju hidrolisis
triasilgliserol yang cepat. Jelas, lipase pankreas dihambat oleh garam empedu. Fungsi
kolipase adalah untuk mengatasi hambatan ini melalui pembentukan ikatan dengan
lipase dengan rasio molar 1:1, serta juga dengan mengikat ke antar muka triasilgliserol
yang tersalut garam empedu. Hidrolisis sempurna triasilgliserol menghasilkan gliserol
dan asam lemak. Lipase pankreas pada hakekatnya bersifat spesifik bagi hidrolisis
hubungan ester primer, yaitu pada posisi 1 dan 3 triasilgliserol. Karena sulitnya ikatan
ester sekunder pada triasigliserol dihidrolisis oleh lipase pankreas, pencernaan
triasilgliserol berlangsung dengan pengeluaran bagian terminal asam lemak untuk
menghasilkan 2-monoasilgliserol. Agar terjadi hidrolisis sempurna, pengeluarannya
membutuhkan reaksi isomerisasi menjadi ikatan ester primer. Peristiwa ini merupakan
proses yang berjalan relatif lambat; akibatnya 2-monoasilgliserol menjadi produk akhir
utama pencernaan triasilglierol dan hanya kurang dari seperempat jumlah triasilgliserol
yang dikonsumsi dipecah sempurna menjadi gliserol serta asam lemak. (2) fosfolipase
A2 menghidrolisis ikatan ester yang terdapat pada posisi 2 gliserofosfolipid, baik yang
berasal dari sistem empedu maupun dari diet untuk membentuk lisofosfolipid yang
membantu emulsifikasi dan pencernaan lemak. (3) di dalam lumen usus, kolesterase
(hidrolase ester kolesteril) mengatalisis senyawa ester kolesteril, yang dengan demikian
diabsorbsi dari usus dalam bentuk bebas yang tidak teresterifikasi.
Getah usus juga mengandung fosfolipase yang menyerang fosfolipid untuk
menghasilkan gliserol, asam lemak, asam fosfat, serta basa misalnya kolin.

Absorpsi lipid senyawa 2-monoasilgliserol, asam lemak, dan sejumlah kecil senyawa 1-
monoasilgliserol meninggalkan fase minyak pada emulsi lipid dan berdifusi ke dalam
misel yang bercampur serta liposom yang terdiri atas garam empedu, fosfatidil kolin,
dan kolesterol, dilapisi oleh getah empedu. Karena bersifat larut air, misel
memungkinkan produk pencernaan diangkut melewati brush border mukosa usus.
Garam empedu berlanjut menuju mengalir ke ileum, tempat sebagian besar darinya
diserap ke dalam sirkulasi enterohepatik oleh suatu transpor aktif. Pecahan fosfolipid
dan asam lemak juga diserap oleh misel. Kolesterol bebas, bersama dengan sebagian
besar kolesterol sistem biliaris, diserap melalui brush border setelah transportasi di
dalam misel. Di dalam dinding usus, senyawa 1-monoasilgliserol lebih lanjut dihidrolisis
hingga menghasilkan gliserol bebas dan asam lemak; proses hidrolisis ini tidak
diperankan oleh lipase pankreas. Senyawa 2-monoasilgliserol akan diubah kembali
menjadi triasilgliserol melalui lintasan monoasilgliserol. Triasilgliserol, setelah disintesis
di dalam mukosa usus, sedikit pun tidak diangkut dalam darah vena porta. Sebaliknya,
sebagian besar lipid yang diserap, termasuk fosfolipid, ester kolesteril, kolesterol, dan
vitamin larut-lemak akan membentuk kilomikron yang membentuk cairan seperti susu,
kilus (chyle), yang dikumpulkan oleh pembuluh limfe regio abdomen dan dilewatkan ke
dalam darah sistemik melalui duktus torasikus.

2. Obat diet tersebut menahan absorbsi lemak yg dapat mengakibatkan pada malnutrisi,
hipoglikemia dan diare akut.

Soal tambahan git:


1. Karena absorpsi cairan selalu mengalami diffusi dan osmosis menyebabkan lebih dahulu
nya ini diabsorbsi tubuh
2. Gastrin adalah hormon yg merangsang Sekresi asam lambung (HCl) oleh sel parietal di
lambung untuk membantu kerja lambung. Hormon ini diperoduksi oleh sel G di
lambung, usus duabelas jari (Duodenum) dan Pankreas.
· Sekresi Gastrin, Gastrin disekresikan dari Antrum lambung sebagai Respon
terhadap lambung yang distensi setelah makan dan adanya protein di dalam makanan.
Selain itu, Sekret lambung di stimulasi oleh pelepasan Gastrin-Releasing peptide dari
saraf pleksus submukosa yg di Stimulasi saraf parasimpatis.
· Fungsi Gastrin, Gastrin bekerja untuk menstimulasi sekresi Histamin dan cairan
Lambung dari pembatas usus dan asam Hidroklorida (HCl) dari sel Parietal lambung.
- Histamin menstimulasi sekresi HCl. HCl sebaliknya mengaktifkan Pepsin, yg
merupakan enzim pencernaan paling penting di lambung.
- Pepsin dan cairan lambung mulai mencerna protein di lambung, mengurangi
stimulasi sekresi lambung lebih lanjut.
Dengan demikian, pelepasan Gastrin dihalangi dg kondisi yang lebih asam, yang
merupakan contoh terbaik dari mekanisme umpan-balik. Gastrin juga menstimulasi
motilitas usus.
· Hormon stimulan Gastrin antara lain :
- Bombensin
- Adrenalin
· Hormon Inhibatornya antara lain :
- Sekretin
- Somatostatin
- Glukagon
- Calcitonin
(Search Internet : Wikipedia indonesia)
Menurut Ilmuan, Dalam manusia, Gastrin pertama kali di deteksi oleh ilmuwan Britania
John Sydney Edkins (1905) dan diisolasikan untuk pertama kalinya pada 1964 oleh Gregory dan
Tracy di Liverpool
3. Menggantikan elektrolit garam dan gula yang hilang pada tinja dan cairan tubuh.
4. Diare menyebabkan gangguan keseimbangan asam dan basa dalam tubuh karena
bikarbonat yang dibuang pada saat diare menyebabkan tubuh kekurangan bikarbonat
dan terjadi asidosis metabolic.
Keseimbangan cairan dan pergerakan cairan

Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan
sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan
dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki
dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel
untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut
homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan
keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini
dengan mengatur pengeluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
pengeluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang
turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan ion
hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh.

Komposisi Cairan Tubuh


Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang
60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu
sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh
meliputi 50% dati total berat badan. Pada bayi dan anak-anak, prosentase ini relative lebih
besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. Dua pertiga bagian (67%) dari
cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%) berada di luar
sel (cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi
20% CES atau 15% dari total berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau
5% dari total berat badan. Selain kedua kompartmen tersebut, ada kompartmen lain yang
ditempati cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun, volumenya diabaikan karena kecil, yaitu
cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+
dan Cl-
terutama
terdapat pada cairan ekstrasel, sedangkan ion K+
di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak
dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan
plasma.
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang
memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial,
sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan
normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan dan elektrolit antar kompartmen.
Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi
perpindahan cairan atau ion antar kompartmen sehingga terjadi keseimbangan kembali.

Perpindahan Substansi Antar Kompartmen


Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat
yang akan pindah harus dapat menembus barier atan membran tersebut. Bila substansi zat
tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut.
Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeable untuk substansi
tersebut. Membran disebut semipermeabel (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat
melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya.
Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif
membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung
menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga
konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s
law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi
Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah
dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini
karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila
konsentrasi zat yang terlarut meningkat, konsentrasi air akan menurun.
Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan larutan yang
volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat yang terlarut, maka terjadi perpindahan air/
zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah ke larutan dengan
konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.
Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah.
Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan
membran, dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut
tekanan hidrostatik.
Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari
daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan
seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa
Na-K.

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan
menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka
panjang.

Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.:


a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi
karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan
luarnya. Water turnover dibagi dalam:
1. External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar. (Gambar 3)
1.1. Pemasukan air melalui makanan dan minuman 2200 ml
air metabolisme/oksidasi 300 ml
-------------
2500 ml
1.2. Pengeluaran air melalui insensible loss (paru-paru & kulit) 900 ml
urin 1500 ml
feses 100 ml
-------------
2500 ml
2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses
filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
b. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan
sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang
hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai
dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya
dan cenderung lebih dari kebutuhan.Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam.

Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:


1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal

Jumlah Na+
yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol
tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan
retensi Na+
di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+
meningkatkan retensi air
sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah
arteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau
hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi oleh
sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin
rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis
dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang
konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus
membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak
ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan
aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium
bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang
tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini
bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:

a) Perubahan osmolaritas di nefron


Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas
yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh
secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik
di tubulus proksimal (± 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat
permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler
peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi
hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam tanpa
osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi
hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi
bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di
duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung
pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor
di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus yang
menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam
darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin
dengan resptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di
membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukan aquaporin ini memungkinkan
terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di
duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam
tubuh tetap dapat dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus
sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali
normal.
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas
yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh
secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik
di tubulus proksimal (± 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat
permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler
peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi
hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam tanpa
osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi
hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi
bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di
duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung
pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor
di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus yang
menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam
darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin
dengan resptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di
membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukan aquaporin ini memungkinkan
terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di
duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam
tubuh tetap dapat dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus
sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali
normal.
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh
system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit melali baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotiikus,
osmoreseptor di hypothalamus, dan volumereseptor atau reseptor regang di atrium.
Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami
kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH dengan
meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume
cairan tubuh, maka hormone atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi volume
natrium dan air .
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan. Sebagai
contoh
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit diantaranya
ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit.

Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35.
Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion H
terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu
akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme
lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebalikny pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:
1. mengaktifkan sistem dapar kimia
2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian
mempertahankan
kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan ammonia.
Ketidakseimbangan asam-basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukan
H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru.
Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis uremia akibat
gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H
bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defisiensi
asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi
karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis.
Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir
bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.
Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan
ginjal sangat penting.
Kesimpulan
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang
turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion
hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
Tugas sirkulasi

Blood Flow, Blood Pressure, and Resistance


Aliran darah mengacu pada pergerakan darah melalui pembuluh, jaringan, atau organ, dan
biasanya dinyatakan dalam volume darah per unit waktu. Ini diprakarsai oleh kontraksi
ventrikel jantung. Kontraksi ventrikel mengeluarkan darah ke dalam arteri utama,
menghasilkan aliran dari daerah yang tekanannya lebih tinggi ke daerah yang tekanannya lebih
rendah, ketika darah bertemu dengan arteri dan arteriol yang lebih kecil, kemudian kapiler,
kemudian venula dan vena dari sistem vena. Bagian ini membahas sejumlah variabel penting
yang berkontribusi terhadap aliran darah ke seluruh tubuh. Ini juga membahas faktor-faktor
yang menghambat atau memperlambat aliran darah, sebuah fenomena yang dikenal sebagai
resistensi.
Seperti disebutkan sebelumnya, tekanan hidrostatik adalah gaya yang diberikan oleh fluida
karena tarikan gravitasi, biasanya terhadap dinding wadah di mana ia berada. Salah satu
bentuk tekanan hidrostatik adalah tekanan darah, gaya yang diberikan oleh darah ke dinding
pembuluh darah atau bilik jantung. Tekanan darah dapat diukur dalam kapiler dan vena, serta
pembuluh sirkulasi paru-paru; namun, istilah tekanan darah tanpa deskriptor spesifik biasanya
merujuk pada tekanan darah arteri sistemik — yaitu, tekanan darah yang mengalir di arteri
sirkulasi sistemik. Dalam praktik klinis, tekanan ini diukur dalam mm Hg dan biasanya diperoleh
dengan menggunakan arteri brakialis lengan.
Komponen Tekanan Darah Arteri

Tekanan darah arteri di pembuluh yang lebih besar terdiri dari beberapa komponen yang
berbeda: tekanan sistolik dan diastolik, tekanan nadi, dan tekanan arteri rerata.

Tekanan Sistolik dan Diastolik

Ketika tekanan darah arteri sistemik diukur, itu dicatat sebagai rasio dua angka (mis., 120/80
adalah tekanan darah orang dewasa normal), dinyatakan sebagai tekanan sistolik di atas
tekanan diastolik. Tekanan sistolik adalah nilai yang lebih tinggi (biasanya sekitar 120 mm Hg)
dan mencerminkan tekanan arteri yang dihasilkan dari pengusiran darah selama kontraksi
ventrikel, atau sistol. Tekanan diastolik adalah nilai yang lebih rendah (biasanya sekitar 80 mm
Hg) dan mewakili tekanan arteri darah selama relaksasi ventrikel, atau diastol.
Tekanan Nadi

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan
diastolik adalah tekanan nadi. Misalnya, seseorang dengan tekanan sistolik 120 mm Hg dan
tekanan diastolik 80 mm Hg akan memiliki tekanan nadi 40 mmHg.
Umumnya, tekanan nadi harus setidaknya 25 persen dari tekanan sistolik. Tekanan nadi di
bawah level ini digambarkan rendah atau sempit. Ini dapat terjadi, misalnya, pada pasien
dengan volume stroke rendah, yang dapat dilihat pada gagal jantung kongestif, stenosis katup
aorta, atau kehilangan darah yang signifikan setelah trauma. Sebaliknya, tekanan nadi tinggi
atau lebar umum terjadi pada orang sehat setelah melakukan olahraga berat, ketika tekanan
nadi istirahat mereka 30-40 mm Hg dapat meningkat sementara menjadi 100 mm Hg ketika
volume stroke meningkat. Tekanan nadi yang terus-menerus tinggi pada atau di atas 100 mm
Hg dapat menunjukkan resistensi yang berlebihan di arteri dan dapat disebabkan oleh berbagai
gangguan. Tekanan nadi istirahat kronis yang tinggi dapat menurunkan jantung, otak, dan
ginjal, dan memerlukan perawatan medis.
Mean arterial pressure

Mean arterial pressure (MAP) mewakili tekanan “rata-rata” darah di arteri, yaitu kekuatan rata-
rata yang mendorong darah ke pembuluh yang melayani jaringan. Berarti adalah konsep
statistik dan dihitung dengan mengambil jumlah nilai dibagi dengan jumlah nilai. Meskipun
rumit untuk diukur secara langsung dan rumit untuk dihitung, MAP dapat diperkirakan dengan
menambahkan tekanan diastolik ke sepertiga dari tekanan nadi atau tekanan sistolik dikurangi
tekanan diastolik:
MAP = BP diastolik + ((BP sistolik-diastolik) / 3)

Pada Gambar 1, nilai ini sekitar 80 + (120 - 80) / 3, atau 93,33. Biasanya, MAP berada dalam
kisaran 70-110 mm Hg. Jika nilainya turun di bawah 60 mm Hg untuk waktu yang lama, tekanan
darah tidak akan cukup tinggi untuk memastikan sirkulasi ke dan melalui jaringan, yang
mengakibatkan iskemia, atau aliran darah yang tidak mencukupi. Suatu kondisi yang disebut
hipoksia, oksigenasi jaringan yang tidak memadai, biasanya menyertai iskemia. Istilah
hipoksemia mengacu pada kadar oksigen yang rendah dalam darah arteri sistemik. Neuron
sangat sensitif terhadap hipoksia dan dapat mati atau rusak jika aliran darah dan pasokan
oksigen tidak cepat pulih.

Nadi

Setelah darah dikeluarkan dari jantung, serat-serat elastis di arteri membantu


mempertahankan gradien tekanan tinggi saat mereka mengembang untuk mengakomodasi
darah, kemudian mundur. Efek ekspansi dan rekoiling ini, yang dikenal sebagai denyut nadi,
dapat diraba secara manual atau diukur secara elektronik. Meskipun efeknya berkurang karena
jarak dari jantung, unsur-unsur komponen sistolik dan diastolik dari nadi masih jelas turun ke
tingkat arteriol.

Nadi

Setelah darah dikeluarkan dari jantung, serat-serat elastis di arteri membantu


mempertahankan gradien tekanan tinggi saat mereka mengembang untuk mengakomodasi
darah, kemudian mundur. Efek ekspansi dan rekoiling ini, yang dikenal sebagai denyut nadi,
dapat diraba secara manual atau diukur secara elektronik. Meskipun efeknya berkurang karena
jarak dari jantung, unsur-unsur komponen sistolik dan diastolik dari nadi masih jelas turun ke
tingkat arteriol.

Karena denyut nadi menunjukkan denyut jantung, itu diukur secara klinis untuk memberikan
petunjuk bagi kondisi kesehatan pasien. Ini direkam sebagai detak per menit. Baik laju dan
kekuatan nadi penting secara klinis. Denyut nadi yang tinggi atau tidak teratur dapat
disebabkan oleh aktivitas fisik atau faktor-faktor sementara lainnya, tetapi juga dapat
mengindikasikan kondisi jantung. Kekuatan nadi menunjukkan kekuatan kontraksi ventrikel
dan curah jantung. Jika nadi kuat, maka tekanan sistolik tinggi. Jika lemah, tekanan sistolik
telah turun, dan intervensi medis mungkin diperlukan.

Variabel yang Mempengaruhi Aliran Darah dan Tekanan Darah

Lima variabel mempengaruhi aliran darah dan tekanan darah:

 Cardiac output
 Compliance
 Volume of the blood
 Viscosity of the blood
 Blood vessel length and diameter

Ingat bahwa darah bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Dipompa dari jantung ke
arteri dengan tekanan tinggi. Jika Anda meningkatkan tekanan di arteri (afterload), dan fungsi
jantung tidak mengimbangi, aliran darah sebenarnya akan berkurang. Dalam sistem vena,
hubungan sebaliknya adalah benar. Tekanan yang meningkat pada vena tidak menurunkan
aliran seperti pada arteri, tetapi sebenarnya meningkatkan aliran. Karena tekanan dalam vena
biasanya relatif rendah, agar darah mengalir kembali ke jantung, tekanan di atrium selama
diastole atrium harus lebih rendah lagi. Biasanya mendekati nol, kecuali ketika kontrak atrium
Review:
Aliran darah adalah pergerakan darah melalui pembuluh, jaringan, atau organ. Perlambatan
atau pemblokiran aliran darah disebut resistensi. Tekanan darah adalah kekuatan yang
diberikan darah pada dinding pembuluh darah atau ruang jantung. Komponen tekanan darah
termasuk tekanan sistolik, yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel, dan tekanan diastolik, yang
dihasilkan dari relaksasi ventrikel. Tekanan nadi adalah perbedaan antara ukuran sistolik dan
diastolik, dan tekanan arteri rerata adalah tekanan "rata-rata" darah dalam sistem arteri, yang
mendorong darah masuk ke jaringan. Denyut nadi, pemuaian dan pemulihan arteri,
mencerminkan detak jantung. Variabel yang mempengaruhi aliran darah dan tekanan darah
dalam sirkulasi sistemik adalah curah jantung, kepatuhan, volume darah, kekentalan darah, dan
panjang serta diameter pembuluh darah. Dalam sistem arteri, vasodilatasi dan vasokonstriksi
arteriol adalah faktor signifikan dalam tekanan darah sistemik: Vasodilatasi ringan menurunkan
resistensi dan meningkatkan aliran, sedangkan vasokonstriksi ringan meningkatkan resistensi
dan menurunkan aliran. Dalam sistem arteri, ketika resistensi meningkat, tekanan darah
meningkat dan aliran berkurang. Dalam sistem vena, penyempitan meningkatkan tekanan
darah seperti di arteri; meningkatnya tekanan membantu mengembalikan darah ke jantung.
Selain itu, penyempitan menyebabkan lumen pembuluh menjadi lebih bulat, mengurangi
resistensi dan meningkatkan aliran darah. Venokonstriksi, sementara kurang penting daripada
vasokonstriksi arteri, bekerja dengan pompa otot rangka, pompa pernapasan, dan katup
mereka untuk meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
Daftar pustaka

http://www.medicinesia.com/harian/dispepsia/
https://www.psychologymania.com/2013/01/etiologi-dispepsia.html?m=1
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15641?show=full
https://arimjie.blogspot.com/2011/02/fisiologi-sekresi-lambung.html?m=1
https://isainsmedis.id/index.php/ism/article/view/37
https://resikopenyakit.blogspot.com/2013/03/mekanisme-absorpsi-lemak.html?m=1
https://contohmakalahbuddifm.blogspot.com/2011/12/gastrin-dan-sekretin-hormon-
pencernaan.html?m=1
https://www.academia.edu/9302950/MAKALAH_PENYAKIT_DIARE
https://anggiseptria.blogspot.com/2014/12/gangguan-keseimbangan-asam-basa-
pada_64.html?m=1
https://opentextbc.ca/anatomyandphysiology/chapter/20-2-blood-flow-blood-pressure-and-
resistance/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2758836/
https://bahanajarguru.blogspot.com/2012/11/makalah-pembuluh-darah.html?m=1
https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/11/makalah-tentang-tekanan-darah-
arteri.html?m=1
https://stile815.wordpress.com/2016/10/31/makalah-cairan-tubuh/
https://www.academia.edu/8645109/Makalah_Keseimbangan_Cairan_dan_Elektrolit

Anda mungkin juga menyukai