Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN NUTRISI

A. PENDAHULUAN

Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien yang masuk ke
rumah sakit.Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan nutrien,
gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi. Sebanyak 40% pasien dewasa
menderita malnutrisi yang cukup serius yang dijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit
dan dua pertiga dari semua pasien mengalami perburukan status nutrisi selama mereka dirawat
di rumah sakit. Untuk pasien kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) sering kali
menerima nutrisi yang tidak adekuat akibat salah memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien
dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian nutrisi.
Pasien-pasien yang masuk ke ICU umumnya bervariasi, yaitu pasien elektif pasca operasi
mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, sepsis atau gagal napas. Kebanyakan dari
pasien-pasientersebut ditemukan malnutrisi sebelum dimasukkan ke ICU.
Keparahan penyakit dan terapinya dapat mengganggu asupan makanan normal dalam
jangka waktu yang lama. Selanjutnya, lamanya tinggal di ICU dan kondisi kelainan
sebelumnya, seperti alkoholisme dan kanker dapat memperburuk status nutrisi.
Respon hipermetabolik komplek terhadap trauma akan mengubah metabolisme tubuh,
hormonal, imunologis dan homeostasis nutrisi. Efek cedera atau penyakit berat terhadap
metabolisme energi, protein, karbohidrat dan lemak akan mempengaruhi kebutuhan nutrisi
pada pasien sakit kritis.
Malnutrisi sering dikaitkan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas akibat perburukan
pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator, tingginya angka infeksi dan
penyembuhan luka yang lama,sehingga menyebabkan lama rawat pasien memanjang dan
peningkatan biaya perawatan. Malnutrisi juga dikaitkan dengan meningkatnya jumlah pasien
yang dirawat kembali. Pentingnya nutrisi terutama pada perawatan pasien-pasien kritis
mengharuskan para klinisi mengetahui informasi yang benar tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi manajemen pemberian nutrisi dan pengaruh pemberian nutrisi yang adekuat
terhadap outcome penderita kritis yang dirawat di ICU

B. TUJUAN PEMBERIAN NUTRISI


1. Menyediakan sokongan nutrisi yang konsisten dengan kondisi medis pasien dan
ketersediaan rute pemberian nutrisi.
2. Mencegah dan mengatasi defisiensi makronutrien dan mikronutrien.
3. Menyediakan dosis nutrien yang sesuai dengan metabolisme yang ada.
4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan teknik pemberian nutrisi
5. Meningkatkan outcome pasien ; mengurangi morbiditas, mortalitas, dan waktu
penyembuhan.
 NUTRISI ENTERAL
Metode zat gizi dengan menggunakan saluran pencernaan melalui bantuan alat selang
makanan atau melalui mulut.

 INDIKASI
1. Saluran cerna baik namun tidak memungkinkan untuk asupan oral.
2. Malnutrisi yang beresiko menjadi lebih buruk.
3. Nafsu makan yang sangat kurang.
4. Gangguan fungsi menelan, disfungsi Oropharingeal.
5. Trauma mayor
6. Preoperasi dengan malnutrisi berat.

 KONTRAINDIKASI
1. Hemodinamik tidak stabil
2. Severe Peritonitis
3. Obstruksi / perforasi usus
4. Muntah / diare hebat
5. Ileus paralitik
6. Severe Gastrointestinal bleed
7. Severe Gastrointestinal malabsorpsi
8. Fistula hingga output 800 ml / hari
9. Gastrointestinal ischemic

 RUTE NUTRISI ENTERAL


1. Nasogastric tube (jangka pendek )
2. Nasoduadenal tube (jangka pendek )
3. Nasojejunos tube (jangka pendek )
4. Jejunostomy tube
5. Percutaneus feeding gastrostomy

 KELEBIHAN NUTRISI ENTERAL


1. Lebih fisiologis
2. Relatif Murah
3. Mencegah translokasi bakteri dari usus
4. Mempertahankan struktur mukosa usus
5. Memberikan nutrisi yang kompleks
6. Mempertahankan integritas dan fungsi gastrointestinal
 CARA PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL
 Bolus feeding : Diberikan menggunakan syringe dengan waktu singkat,
menggunakan metode gravitasi 3 – 8 kali / hari.
 Intermittent feeding : Diberikan menggunakan kantong makanan selama 30 –
45 menit dengan atau tanpa menggunakan enteral feeding pump 3 – 8 kali /
hari, dapat ditingkatkan 60 – 120 ml / jam.
 Continuous feeding : Diberikan secara ml / jam dengan menggunakan feeding
pump 10 – 40 ml / jam dan dapat ditingkatkan 10 – 20 ml / jam setiap 8 atau
12 jam.
 KOMPLIKASI
1. Gastrointestinal
 Nausea, vomiting, Gastrointestinal refluk, diare
 Aspirasi, konstipasi, malabsorpsi
2. Metabolik
 Fluid, imbalance elektrolit
 Gangguan asam basa
 Refeeding syndromedari ; Syndrome yang terdiri dari gangguan
metabolisme yang terjadi sebagai akibat dari reinstitusion ke pasien
yang kelaparan atau malnutrisi berat.
3. Mekanik
 Tube ; Misplacement, occlusion, migration, rusak, iritasi
 Burried bumper syndrome
4. Lainnya ; peristomal infection

 MONITORING NUTRISI ENTERAL


 Pengkajian (tanda klinis, tanda vital, kebutuhan cairan)
 Verifikasi posisi tube.
 Evaluasi resiko apirasi.
 Posisi Head on bed 30 – 45 derajat.
 Evaluasi residu lambung saat menggunakan syringe pump feeding.
 Cek residu / 4 jam.
 Jangan masukkan obat langsung kedalam makanan. Larutkan atau haluskan obat
dan beri air, berikan perlahan bilas dengan 15 ml air antara tiap obat, setiap obat
diberikan secara terpisah (pertimbangkan volume cairan).
 Diupayakan bila ada sediaan obat dalam bentuk cair.
 Bilas tubing dengan 30 ml air sebelum dan setelah pemberian obat.
 Beri makan tepat waktu dan beri jeda 30 menit atau lebih untuk minum obat.
 Monitor Gastric Residual Volume (GRV).
 Monitor adanya intoleransi makanan
 Beri label pada syringe pump enteral feeding dan ganti set pump setelah
penggunaan 24 jam.
 TUJUAN MONITORING PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL
1. Menghindari terjadinya aspirasi
2. Menghindari terjadinya sumbatan
3. Menghindari terjadinya iritasi
4. Menghindari peningkatan toxisitas obat
5. Menghindari pengurangan fungsi obat ; obat – obat tertentu yang berinteraksi
dengan makanan antara lain ; Phenytoin, Carbamazepine, Warfarin,
Fluoroquinolones

 NUTRISI PARENTERAL

Definisi : Pemberian nutrisi sebagian atau seluruhnya melalui intravena, dapat


melalui intravena perifer atau vena sentral.

INDIKASI
 Tractus Gastrointestinal tidak berfungsi.
 Tractus Gastrointestinal perlu di istirahatkan.
 Asupan nutrisi oral atau enteral tidak adekut.

 KONTRAINDIKASI
 Nutrisi dapat diberikan peroral atau melalui pipa gastrointestinal

 TEKNIK PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL

1. Pembuluh darah perifer


 Osmolaritas < 700 mosm / L
 Konsentrasi rendah
 Cost lebih rendah
 Komplikasi lebih rendah
 Dapat mentolerir volume besar
2. Pembuluh darah vena sentral
 Lebih efisien
 Komponen lebih bervariasi
 Cost lebih tinggi
 SISTEM PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL
1. Multiple Bottle System
 Flexible dan mudah untuk disesuaikan
 Membutuhkan pemantauan yang tepat
 Berisiko pencampuran nutrisi yang tidak adekuat

2. 3 in 1 System
 Metode yang efisien
 Relatif lebih murah
 Mengurangi resiko infeksi
 Kurang flexible dalam merubah isi

 KOMPLIKASI
1. Mekanik
 Berhubungan dengan teknik pemasangan akses vascular
 Trombosis vena, oklusi pada kateter.
2. Metabolik
 Hiper / hipoglikemia
 Abnormal elektrolit
 Gangguan asam basa
3. Komplikasi infeksi

 MONITORING NUTRISI PARENTERAL


1. Monitor tanda – tanda vital
2. Monitor area insersi
3. Monitor adanya riwayat panas
4. Monitor Balance Cairan
5. Monitor kadar glukosa
6. Ganti set infus setelah penggunaan 72 jam ( 3 in 1 sistem)

 PENGHENTIAN NUTRISI PARENTERAL


1. Goal ; Mengembalikan asupan nutrisi enteral sesegera mungkin bila fungsi
Gastrointestinal trac membaik
2. Transisi secara bertahap, ketika 60 % kebutuhan nutrisi tercukupi melalui enteral
nutrisi
C. KEBUTUHAN KALORI PADA PASIEN SAKIT KRITIS

Tujuan pemberian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi
menghindari masalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding syndrome seperti
uremia, dehidrasi hipertonik,steatosis hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-
ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia. Level yang terbaik untuk memulai pemberian
nutrisi pada pasien sakit kritis adalah 25 kkal/kgbb dari berat badan ideal per hari. Harus
diperhatikan bahwa pemberian nutrisi yang kurang atau lebih dari kebutuhan, akan merugikan
buat pasien. REE dapat bervariasi antara meningkat sampai 40% dan menurun sampai 30%,
tergantung dari kondisi pasien (tabel 1).
Tabel 1. Rumus untuk memperkirakan kebutuhan energi.

Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses penyembuhan luka,
sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger. Disamping itu, serum glukosa
dijaga antara 100 - 200 mg/dL. Hiperglisemia tak terkontrol dapat menyebabkan koma
hiperosmolar non ketotik dan resiko terjadinya sepsis, yang mempunyai angka
mortalitas sebesar 40%. Hipofosfatemia merupakan satu dari kebanyakan komplikasi
metabolik yang serius akibat Refeeding Syndrome. Hipofosfatemia yang berat dihubungkan
dengan komplikasi yang mengancam nyawa, termasuk insufisiensi respirasi,
abnormalitas jantung, disfungsi SSP, disfungsi eritrosit, disfungsi leukosit dan kesulitan untuk
menghentikan penggunaan respirator.

D. MAKRO DAN MIKRO NUTRIEN DALAM NUTRISI


 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting. Setiap gram karbohidrat
menghasilkan kuranglebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diet sebaiknya berkisar
50% - 60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet, karbohidrat tersedia dalam 2 bentuk:
pertama karbohidrat yang dapat dicerna, diabsorbsi dan digunakan oleh tubuh
(monosakarida seperti glukosa dan fruktosa; disakarida seperti sukrosa, laktosa dan
maltosa; polisakarida seperti tepung, dekstrin, glikogen) dan yang kedua karbohidrat yang
tidak dapat dicerna seperti serat.
 Lemak
Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral ataupun parenteral sebagai
emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 30 % - 50 % dari total kebutuhan. Satu
gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki fungsi antara lain sebagai sumber
energi, membantu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak, menyediakan asam lemak
esensial, membantu dan melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu tubuh
dan melumasi jaringan-jaringan tubuh.

 Protein (Asam-Asam Amino)


Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah 0,8 g/kgbb/hari atau
kurang lebih 10%dari total kebutuhan kalori. Para ahli merekomendasikan pemberian 150
kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25 gram protein setara dengan 1 gram nitrogen).
Kebutuhan protein pada pasien sakit kritis bisa mencapai 1,5 - 2 gram protein/kgbb/hari,
seperti pada keadaan kehilangan protein dari fistula pencernaan, luka bakar, dan
inflamasi yang tidak terkontrol.

Mikronutrien
Pasien sakit kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1 (tiamin), B3 (niasin), B6
(piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan asam folat yang lebih banyak dibandingkan
kebutuhan normal sehari-harinya.

 Nutrisi Tambahan
Nutrisi tambahan adalah beberapa komponen sebagai tambahan pada larutan nutrisi untuk
memodulasi respon metabolik dan sistim imun, walaupun signifikansinya belum bisa
disimpulkan. Komponen tersebut termasuk growth hormone, glutamine,branched chain
amino acids (asam amino rantai panjang), novel lipids, omega-3 fatty acids, arginine,
nucleotides.
Contoh perhitungan kalori

Misalkan berat badan pasien 60 kg


Maka kalori 30 kkal x 60 kg = 1800 kkal

1. Kebutuhan protein (1,5 – 2 gr/ kgbb)


1,5 x 60 kg = 90 gr
90 gr x 7 kkal = 630 kkal
1800 kkal – 630 = 1440 kkal

2. Kebutuhan Karbohidrat (60 % dari sisa total kalori )


1440 kkal x 60 % = 864 kkal
864 kkal / 4 gr = 216 gr

3. Kebutuhan Lemak
1440 kkal – 864 kkal = 576 kkal
576 kkal / 9 kkal = 64 gr

Anda mungkin juga menyukai