oleh:
Josi Novarianto, S.Kep
NIM 082311101061
b. Etiologi
Meatal stenosis dapat disebabkan oleh beberapa hal, namunseringnya
penyakit ini terjadi karena adanya peradangan yang disebabkan oleh
kegiatan sunat bayi yang baru lahir. Peradangan ini kemudian dapat
mengarah ke pertumbuhan jaringan normal dan juga jaringan parut di
uretra. Padaanak yang disirkumsisi, paparanterus-menerusdariurinterhadap
meatus dan trauma mekanisujung distal glans terhadaphasilpopokbasah
(dermatitis amonia) mengakibatkanhilangnyaepitel meatus, danfusidaritepi
ventral nya. Hal inimenghasilkanlubang pinpoint di ujung glans.
Penyebablain stenosis meatus meliputi:
Kegagalanoperasihipospadia
Trauma pada ujung glan penis
penggunaan kateterjangka panjang
Balanitisxeroticaobliterans.
Balanitisxeroticaobliterans (BXO), yang merupakankondisi abnormal
glans penis yang
menyebabkanperubahanwarnakeputihandanpenampilankering glans yang
akhirnyadapatmenyebabkan stenosis meatus.
c. Patofisiologi
Setelahdisirkumsisi, meatus ataumuaraakhirsalurankemihanak yang
tidakterlatihkekamarmanditerus-menerusakanterpaparterhadapurin, yang
lama kelamaanmengakibatkanperadangan (dermatitis amonia) dan trauma
mekanikakibat meatus menggosokterhadappopokbasah. Hal
inimenyebabkanhilangnyalapisanepitelhalusuretra
distal.Kehilanganlapisanepitelinidapatmengakibatkanperlekatankembalidar
ilapisanepitel di sisi ventral olehjaringanikat (jaringanfibrotik)
akibatdariterputusnyasusunanjaringanepiteltersebut, meninggalkanlubang
pinpoint di ujung glans. Karenakondisiinisangatjarangterjadipadaanak-
anaktidakdisirkumsisi, sirkumsisidiyakinimenjadifaktorpenyebab yang
paling pentingterjadinya stenosis meatus.
Penyebabhipotetis lain
darikondisiiniadalahiskemiaakibatkerusakanarterifrenularselamasrikumsisi
sehinggasuplaidarah yang kurangkebagian distal glans penis
sehinggamenyebabkanpembentukanjaringanikatdanakhirnyamenyebabkan
stenosis meatusPenyebabhipotetis lain
darikondisiiniadalahiskemiaakibatkerusakanarterifrenularselamasrikumsisi
sehinggasuplaidarah yang kurangkebagian distal glans penis
sehinggamenyebabkanpembentukanjaringanikatdanakhirnyamenyebabkan
stenosis meatus.
e. Komplikasi
1. Residu urin. Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi
makin kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan
timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih
ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini
tidak ada.
2. Refluks vesiko ureteral. Dalam keadaan normal pada waktu buang air
kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra
dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi
refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali
ke ureter bahkan sampai ginjal.
3. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal. Dalam keadaan normal, buli-
buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan buli-
buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan
dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka bulibuli
mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-
buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun
kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.
f. Pemeriksaan penunjang
1) PemeriksaanFisik
Stenosis meatus dapat diketahui melalui pemeriksaaninpeksi,
saatterdapat meatus yang lebihkecildari normal, terutamajika
dilakukantraksi lateral, tepi ventral meatus
tampakmenyatu.Pengamatananaksaatberkemihsangatmembantudalam
mengkonfirmasikan diagnosis kelainan ini. Jika ingin
dilakukankalibrasi meatus, Litvak et al melaporkanbahwa meatus
padaanakberusiakurangdari 1 tahunsecara normal dapat
dimasukiselangkateter 5F yang sudah dilumasi, sedangkan
padapadaanakusia 1-6 tahun, sebuahselang 8F
haruslolostanpakesulitan.Jika dicurigai terdapat gangguan eliminasi,
urodynamics non-invasif seperti uroflowmetri dengan elektromiografi
(pad elektroda) dan pengukuran kapasitas kandung kemih dan residu
urin setelah berkemih bisa ditunjukkan. Jika suspek infeksi, urinalisis
bisa dilakukan.
2) Uroflowmetri
Uroflowmetriadalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada
pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan
pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi (Patel,
2005).
g. Penatalaksanaan
1. Meatotomy
Meatotomy adalah pengobatan definitif untuk stenosis meatus.
Meatotomy adalah prosedur sederhana di mana ventrum dari
meatus dihancurkan (untuk hemostasis) selama 60 detik dengan
mosquito hemostat lurus dan kemudian disisihkan dengan gunting
khusus
Prosedur ini dapat dilakukan menggunakan anestesi topikal lokal
dioleskan secara bebas dan menyeluruh pada seluruh permukaan glans
penis yang ditutup menggunakan kasa dan dibiarkan obatnya bekerja
selama setidaknya satu jam. Setelah satu jam, kasa tadi dibuang dan
penis disiapkan dan dibungkus menjadi bidang steril. Sepanjanng
prosedur ini, yakinkan anak dan katakan padanya apa yang akan
dilakukan. Dengan salah satu pisau hemostat langsung diletakkan ke
meatus dan menghancurkan ventrum dari meatus (sekitar 3 mm)
dengan menutup hemostat tersebut.
1. Identitas pasien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: kebanyakan usia pada usia anak anak
Jenis kelamin: kebanyakan terjadi pada laki-laki
Suku bangsa:
Pekerjaan:
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: meatal stenosis
2. Identitas penangung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.Alasan MRS dan Keluhan Utama: Keluhan
penderita yang utama adalah antara Gangguan pancaran urin
(dibelokkan ke atas), peningkatan kecepatan aliran urin, nyeri
terbakar pada meatus, bercak darah di celana
3. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga
keluhan muncul sejak kapan, hal-hal yang telah dilakukan oleh
pasien dan keluarga untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum
MRS.
4. Riwayat penyakit dahulu: Kegagalan operasi hipospadia, Trauma
pada ujung glan penis, penggunaan kateter jangka panjang, Balanitis
xerotica obliterans.
5. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga
pasien ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien atau
apakah keluarga ada yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien
6. Riwayat psikososial dan spiritual: Peranan pasien dalam keluarga,
status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial
terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien
rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
A. Pengkajian
7.Identitas pasien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: kebanyakan usia diatas 40 tahun
Jenis kelamin: kebanyakan terjadi pada laki-laki
Suku bangsa:
Pekerjaan:
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: striktur uretra
8. Identitas penaggung jawab meliiputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
9. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Keluhan penderita yang utama
adalah antara lain disuria, kesuliran berkemih, pancaran kemih yang
menurun, frekuensi kemih yang abnormal, rasa tidak nyaman,
hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan
kantung kemih yang tidak puas. Riwayat penyakit sekarang:
tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan muncul sejak kapan,
hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk
mengatasi keluhan tersebut sebelum MRS.
10. Riwayat penyakit dahulu: ISK, glomerulonefritis, batu uretra,
operasi, cedera, pemasangan kateter, infeksi saluran kemih
11. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga
pasien ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien atau
apakah keluarga ada yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien
12. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga,
status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial
terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien
rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
13. Pemeriksaan fisik
1) kepala
biasanya pada pemeriksaan fisik kepala tidak ada gangguan pada
kepala pasien dimana kepala pasien dalam keadaan normal yaitu
simetris, warna rambut hitam, rambut tersebar normal, tidak bau,
tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.
2) mata
biasanya pada pemeriksaan fisik mata tidak ada gangguan dimana
mata pasien dalam keadaan normal yaitu simetris kanan dan kiri.
Tidak ada edema palpebra, konjungtive merah muda, pupil
isokor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
3) telinga
biasanya pada pemeriksaan fisik mata tidak ada gangguan dimana
mata pasien dalam keadaan normal yaitu telinga simetris, lubang
telinga bersih, tidak ada serumen, tidak ada benjolan, tidak ada
nyeri tekan
4) hidung
biasanya pada pemeriksaan fisik mata tidak ada gangguan dimana
mata pasien dalam keadaan normal yaitu hidung simetris, terlihat
bersih, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
5) Mulut
B. biasanya pada pemeriksaan fisik mata tidak ada gangguan dimana mata
pasien dalam keadaan normal yaitu mukosa bibir kering, lidah bersih,
mulut dan gigi bersih Pengkajian
12) Dada
Paru
Inspeksi: bentuk simetris, pengembanagan dada simetris, warna
kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak menggunakan alat
bantu pernafasan, rr dalam batas normal
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka jejas, tidak ada
benjolan, fikal fremitus+ gerakan seimbang antara lapang patu
kanan dan kiri
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler, irama teratur
Jantung
Inspeksi: dada simetris, tidak ada jejas, ictus cordis tidak tampak
Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: pekak
Auskultasi: s1 s2 tunggal tidak ada suara jantung tambahan
13) abdomen
biasanya pada pmeriksaan fisik abdomen, abdomen bagian bawah
tampak membesar dan penuh dan perut keras karena kandung
kemih penuh oleh urin
14) urogenital
pada pemeriksaan fisik urogenital biasanya ketika BAK tidak
lancar dan memancar/bercabang, penurunan aliran urin,
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
C. Pengkajian
21) Dada
Paru
Inspeksi: bentuk simetris, pengembanagan dada simetris, warna
kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak menggunakan alat
bantu pernafasan, rr dalam batas normal
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka jejas, tidak ada
benjolan, fikal fremitus+ gerakan seimbang antara lapang patu
kanan dan kiri
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler, irama teratur
Jantung
Inspeksi: dada simetris, tidak ada jejas, ictus cordis tidak tampak
Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: pekak
Auskultasi: s1 s2 tunggal tidak ada suara jantung tambahan
22) abdomen
biasanya pada pmeriksaan fisik abdomen, abdomen bagian bawah
tampak membesar dan penuh dan perut keras karena kandung
kemih penuh oleh urin
23) urogenital
pada pemeriksaan fisik urogenital biasanya ketika BAK tidak
lancar dan memancar/bercabang, penurunan aliran urin,
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
D. Pengkajian
30) Dada
Paru
Inspeksi: bentuk simetris, pengembanagan dada simetris, warna
kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak menggunakan alat
bantu pernafasan, rr dalam batas normal
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka jejas, tidak ada
benjolan, fikal fremitus+ gerakan seimbang antara lapang patu
kanan dan kiri
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler, irama teratur
Jantung
Inspeksi: dada simetris, tidak ada jejas, ictus cordis tidak tampak
Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: pekak
Auskultasi: s1 s2 tunggal tidak ada suara jantung tambahan
31) abdomen
biasanya pada pmeriksaan fisik abdomen, abdomen bagian bawah
tampak membesar dan penuh dan perut keras karena kandung
kemih penuh oleh urin
32) urogenital
pada pemeriksaan fisik urogenital biasanya ketika BAK tidak
lancar dan memancar/bercabang, penurunan aliran urin,
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
33) Leher
biasanya pada pemeriksaan fisik mata tidak ada gangguan dimana
mata pasien dalam keadaan normal tidak ada pembesaran tyroid
dan leher simetris, warna sama dengan warna sekitarnya, tidak
tampak pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena
jugularis.
34) Dada
Paru
Inspeksi: bentuk simetris, pengembanagan dada simetris, warna
kulit sama dengan sekitarnya, tidak tampak menggunakan alat
bantu pernafasan, rr dalam batas normal
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka jejas, tidak ada
benjolan, fikal fremitus+ gerakan seimbang antara lapang patu
kanan dan kiri
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler, irama teratur
Jantung
Inspeksi: dada simetris, tidak ada jejas, ictus cordis tidak tampak
Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: pekak
Auskultasi: s1 s2 tunggal tidak ada suara jantung tambahan
35) abdomen
biasanya pada pmeriksaan fisik abdomen, abdomen bagian bawah
tampak membesar dan penuh dan perut keras karena kandung
kemih penuh oleh urin
36) urogenital
pada pemeriksaan fisik urogenital biasanya ketika BAK tidak
lancar dan memancar/bercabang, penurunan aliran urin,
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway
adalah sebagai berikut (NANDA, 2013).
1. nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf nyeri
2. gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urin
3. kerusakan integritas kulit behubungan dengan insisi pembedahan
4. resiko infeksi berhungan dengan terputusnya continuitas jaringan
5. kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan filtrasi
glumerolus
Tujuan dan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
4. Referensi
1) Baradero, Mary. 2008. Pasien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
2) Chandrasoma, P. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
3) Mansjoer, Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius
4) Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta: PT. Gramedia. Jakarta: Erlangga.
5) Price, Sylvia. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep
klinis proses-proses penyakit ed: 6. Jakarta : EGC.
6) Suwitra, K. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
7) Nanda International. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
8) Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004.
Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth Edition.
Mosby: United States America
9) Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC