Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS APENDISITIS DI RUANG OK
TANGGAL 14 OKTOBER 2019

OLEH

NI KADEK RANIASIH
17089014071

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2019
ISI LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Defnisi Penyakit
Apendistis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu adalah sebenarnya adalah sekum (cekum). Infeksi
ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim de Jong et
al, 2005)
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi,
walaupun apendisitis dapat terjadi setiap usia, namun paling sering pada orang
dewasa muda, sebelum era antibiotic. ( dermawan, Deden.2010 )
Apenditis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan (Mansjoer, Arief,dkk,2007).
Apenditis adalah imflamsi apendiks. Penyebabnya biasanya tidak diketahui,
tetapi sering mengikuti sumbatan lumen (Gibson, john,2003).
2. Epidemiologi
Sebuah studi American Journal of Epidemiology pada tahun 1990
menemukan bahwa radang usus buntu adalah kondisi umum yang mempengaruhi
sekitar 6,7% perempuan dan 8,6% laki-laki. Di Amerika Serikat, 250.000 kasus
apendisitis dilaporkan setiap tahun.Individu dari segala usia mungkin
terpengaruh, dengan insiden tertinggi terjadi pada remaja dan dua puluhan,namun
kasus yang jarang terjadi pada apendisitis neonatal dan prenatal telah dilaporkan.
Peningkatan kewaspadaan dalam mengenali dan mengobati kemungkinan kasus
apendisitis sangat penting pada anak anak dan lanjut usia, karena populasi ini
memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi.
Gejala klasik radang usus buntu adalah nyeri samar – samar dan tumpul di ulu
hati atau di sekitar pusar. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada
muntah.Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah keperut kanan bawah, Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
tempatnya.
Gejala pada anak tidak spesifik, awalnya hanya rewel dan tidak mau
makan.Anak sering tidak bisa mengutarakan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam
akan timbul muntah muntah dan anak menjadi lemah. Karena hal ini, sering
apendisitis diketahui setelah pecah.
3. Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.Namun
terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya
obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit),
hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh,
cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi
lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.
4. Klasifikasi
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu
sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu
appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
5. Tanda dan Gejala
Gejala utama pada penyakit usus buntu adalah nyeri pada perut.Rasa nyeri
tersebut dapat berawal dari pusar, lalu bergerak kebagian kanan bawah perut.
Namun, posisi nyeri dapat berbeda-beda, tergantung usia dan posisi dari usus
buntu itu sendiri. Dalam waktu beberapa jam, rasa nyeri dapat bertambah parah,
terutama saat kita bergerak, menarik napas dalam, batuk, atau bersin. Selain itu,
rasa nyeri ini juga bisa muncul secara mendadak, bahkan saat penderita sedang
tidur. Bila radang usus buntu terjadi saat hamil, rasa nyeri bisa muncul pada perut
bagian atas, karena posisi usus buntu menjadi lebih tinggi saat hamil.
Gejala nyeri perut tersebut dapat disertai gejala lain, di antaranya:
a. Kehilangan nafsu makan
b. Perut kembung
c. Tidak bisa buang gas (kentut)
d. Mual
e. Konstipasi atau diare
f. Demam
g. Nyeri tekan pada abdomen kuadrankananbawah
h. Anoreksia, mual dan muntah
i. Tegang pada perut.
j. Tanda rovsing :nyeri yang timbul dengan melakukan palpasi kuadran kiri
bawah
6. Patofisologi terjadinya penyakit
Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikellimfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen
apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang
terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan.Semakin lama mucus semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mucus (Mansjoer, 2000).
Pada saat ini terjadi Appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium,
nausea, muntah.invasikuman E Coli dan spesi bakteroides dari lumen kelapisan
mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis
terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi
mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah.Keadaan ini yang kemudian
disebut dengan Appendisitis supuratif akut.(Mansjoer, 2000).
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan Appendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan Appendisitis perforasi. Bila
proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau
bahkan menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks
lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.Keadaan demikian ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh (Mansjoer, 2000).
7. WOC

Infeksi kuman dari kolon (E.


coli dan streptococuc)

Tersumbat fekolit atau benda


asing

Inflamasi apendiks

Edema

Meningkatnya tekanan
intraluminal

Nyeri abdomen

Apendistis

Pre op Intra Post op

Pembedahan operasi Tindakan pembedahan


Obstruksi Nekrosis apendiks
lumen
Efek obat Pergerakan
Luka insisi
Nyeri abdomen anastesi
Suplai darah menurun akibat
menurun nyeri
Kurangnya Perdarahan lemas
Mukosa terkikis pengetahuan tentang Gangguan
pembedahan mobilitas fisik
Resiko defisit Resiko injury
Peradangan pada volume cairan
Cemas
apendiks

Nyeri Akut Resiko Infeksi

Hipertermi
8. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda
vital.
b. Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat
masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
c. Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis
otot muka dan otot rahang.
d. Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak
mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya
penglihatan klien masih baik.
e. Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan
benda asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat
mendengar dengan baik.
f. Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi,
apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman
masih baik.
g. Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa
mulut apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih
baik, pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak.
h. Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe
terjadi pembesaran atau tidak.
i. Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
j. Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat,
peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba,
apakah terdapat nyeri pada abdomen.
k. Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis
dan scrotum, apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat
hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis
biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran
prostat dan konsistensinya.
1. Ekstermitas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak,
nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya.Pemeriksaan
fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai
tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok.
Pemeriksaan fisik khusus urologi
1. Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
2. Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
3. Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
4. Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium serta radiologi
b. Hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan jumlah
darah putih, jumlah leokosit mungkin lebih besar dari 10.000/mm3
c. Pemeriksaan USG bila terjadi infiltrat apendikularis
d. Pemeriksaan radiologi dan ultra sonografy menunjukkan densitas pada
kuadran bawah/tingkat aliran udara setempat
e. Pemeriksaan urin untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan saluran
kemih.
10. Penatalaksanaan medis
a. Pemeriksaan fisik
1) Psoas sign
Pasien terlentang, tungkai kanan lurus dan ditahan oleh pemeriksa. Pasien
disuruh aktif memfleksikan articulation coxae kanan, akan terasa nyeri di
perut kanan bawah ( cara aktif ) pasien miring ke kiri, paha kanan
dihiperekstensi oleh pemeriksa, akan terasa nyeri di perut kanan bawah (
cara pasif ).
2) Obturator sign
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulation coxae pada posisi
supine akan menimbulkan nyeri. Bila nyeri berarti kontak dengan
m.obturator internus, artinya appendix terletak di pelvis.
3) Pemeriksaan laboratorium
Terjadi leukositosis ringan (10.000 – 20.000 /ml ) dengan penibgkatan
jumlah netrofil.
4) Pemeriksaan Radiologi : tampak distensi sekum pada appendiditis akut.
5) USG : menunjukan densitas kuadrat kanan bawah / kadar aliran udara
terlokalisasi.
b. Pembedahan : apendiktomy – menurunkan resiko perforasi.
1) Sebelum operasi
- Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan.Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.Laksatif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk
peritomitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah ( leukosit dan hitung jenis ) diulang secara periodic. Foto abdomen
dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari keuntungan adanya penyulit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri
di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
- Intubasi bila perlu
- Antibiotic
2) Operasi apendiktomi
3) Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda – tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan.Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah.Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan.Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasakan diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu
naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring
dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat
tidur selama 2x30 menit.Padahari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di
luar kamar.Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.
11. Komplikasi
a. Perforasi apendiks :
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan
dalam masa tersebut. Tanda – tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri,
spasme otot dinding perut kuadrat kana bawah dengan tanda peritonitis umum
atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam,malaise, dan leukositosis semakin
jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah
terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan
pasti.
b. Peritonitis – abses
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi
untuk menutup asal perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba
massa di kuadrat kanan bawah yang cenderung menggelembung kea rah
rectum atau vagina.
c. Dehidrasi
d. Sepsis
e. Elektrolit darah tidak seimbang
f. Pneumonia

B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Identitas klien :nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
b. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita
akan lebih baik dari pada tinggal di lingkungan yang kotor.
c. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat
dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan.
d. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
2. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing
(Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan
terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg
sign).
3. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks
apabila letaknya sulit diketahui.Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa
nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah
pelvis.Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
4. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensisen dipanggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator
dilakukan gerakan fleksi dan andorotasisen dipanggul pada posisi
terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
e. Perubahan pola fungsi
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat
pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltic usus kembali
normal.
3. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih,
rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi
pola eliminasi urine. Pola eliminasi alviakan mengalami gangguan yang
sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan
fungsi.
4. Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
5. Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu dan tempat.
6. Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7. Pola Persepsi dan konsepdiri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan
dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
8. Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.Penderita mengalami
emosi yang tidak stabil.
9. Pola Reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama
beberapa waktu.
10. Pola penanggulangan stress
sebelum MRS : klien kalau setres mengalihkan pada hal lain
Sesudah MRS :klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum MRS :klien rutin beribadah, dan tepat waktu.
Sesudah MRS :klien biasanya tidak tepat waktu beribadah.
1. Diagnosa Keperawatan
1) Pre op
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri ditandai dengan meringis sakit
pada abdomen
b. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi ditandai
dengan gelisah
c. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada apendiks ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh
2) Intra
a. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive ditandai dengan
terdapat luka insisi bedah
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
secara aktif ditandai dengan penurunan tekanan darah
3) Post op
a. Resiko injury/cedera berhubungan dengan tindakan pembedahan ditandai
dengan kelemahan
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan gerak
dintadai dengan nyeri
2. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut Noc: Nic:
berhubungan - Pain level - Pain management
dengan agen - Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
injury Setelah dilakukan asuhan komprehensif, termasuk lokasi
ditandai keperawatan selama …x… menit 2. Kontrol lingkungan yang dapat
dengan diharapkan nyeri berkurang. mempengaruhi nyeri seperti suhu
meringis sakit Dengan kriteria hasil: ruangan, pencahayaan, dan
pada abdomen 1. Mampu mengontrol nyeri kebisingan
2. Mampu mengenali nyeri 3. Ajarkan teknik non farmakologi
3.Menyatakan rasa nyaman 4. Kolaborasikan dengan dokter
setelah nyeri berkurang dalam pemberian analgetik/obat
untuk mengurangi nyeri

2 Resiko infeksi Noc: Nic:


berhubungan - Immune status - Infection control
dengan - Knowledge (infection control) 1. Observasi TTV pasien
prosedur - Risk control 2. Cuci tangan setiap sebelum dan
invasive sesudah melakukan tindakan
ditandai Setelah dilakukan asuhan 3. Dorong masukan cairan
dengan keperawatan selama …x… 4. Kolaborasikan dengan tenaga
terdapat luka menit diharapkan pasien bebas medis dalam pemberian obat
insisi bedah dari infeksi dengan kriteria hasil: analgetik
1. Pasien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
2. Suhu ruangan normal
3. TTV normal
3 Risiko Noc: Nic:
injury/cedera - Risk kontrol - Environment management
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign
dengan asuhan keperawatan ...x... menit 2. Berikan posisi nyaman pada
tindakan diharapkan resiko cedera teratasi pasien
pembedahan dengan kriteria hasil: 3. Anjurkan pasien untuk
ditandai 1. TTV dalam rentang normal mengurangi aktivitas
dengan TTD : 120/80 mmHg 4. Kolaborasikan dengan dokter
kelemahan S : 36,0-37,0 C tentang pemberian obat
R : 18-20x/menit
N : 80-100x/menit
2. klien terbebas dari cedera

3. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan
disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
4. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dan di buat dengan melihat perkembangan pasien selama
diberikan asuhan keperawatan sesuai diagnose keperawatan dan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin,DS.2014.Apendisitis.http://repository.ump.ac.id/2334/3/Dita%20Syaeful%20A
rifin%20BAB%2011.pdf (diakses: tanggal 14 0ktober 2019, 15.00)
Alfriani, Delisa. 2016.Apendiksitis.https://www.academia.edu/8958096/Appendisitis
(diakses: tanggal 14 0ktober 2019, 15.30)
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 2.Edisi 3.Jakarta : Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai