Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Dukungan Keluarga
2.1.1.1 Pengertian
Keluarga adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari individu – individu yang
bergabung dan berinteraksi secara teratur anatara satu dengan yang lain yang
diwujudkan dengan adanya saling ketergantungan dan berhubungan untuk
mencapai tujuan bersama (Andarmoyo, 2012).
Menurut Friedman (2013), dukungan keluarga adalah proses yang terjadi terus
menerus disepanjang masa kehidupan manusia. Dukungan keluarga berfokus pada
interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang
dievaluasi oleh individu. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa
orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan
jika diperlukan.
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga adalah
suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan
penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada
yang memperhatikan (Friedman, 2010).
2.1.1.2 Fungsi Keluarga
Fungsi Keluarga Menurut Friedman (1998, dikutip dari Setiadi, (2008) fungsi
keluarga dibagi menjadi lima yaitu :
1) Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang
lain.
2) Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan
dengan orang lain di luar rumah.

7
8

3) Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan


menjaga kelangsungan keluarga.
4) Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan
individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
5) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas tinggi.

2.1.1.3 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan


Menurut Andarmoyo (2012) tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :
1) Mengenal masalah kesehatan.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
4) Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.
5) Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan
masyarakat.
Menurut Donsu, dkk (2015) tugas keluarga :
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya
masing-masing.
4) Sosialisasi antar anggota keluarga.
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6) Pemeliharaan ketertiban anggota keuarga.
7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
3 Bentuk atau Fungsi Dukungan Keluarga
Menurut Harnilawati (2013), keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan
yaitu :
9

1) Dukungan Penilaian
Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian
depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat
digunakan dalam mengahadapi stressor. Dukungan ini juga merupakan dukungan
yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu
mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi
melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat,
persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif
seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan
keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan startegi-
strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang
positif.
2) Dukungan Instrumental
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,
bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (Instrumental support
material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu
memecahkan masalah praktis, termasuk didalamnya bantuan langsung, seperti
saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-
hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat
sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan masalah.
Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi
individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan
praktis dan tujuan nyata.
3) Dukungan Informasional
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab
bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari maslah, memberikan
nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh
seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang
dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk
melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya
dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan
10

menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai


penghimpun informasi dan pemberian informasi.
4) Dukungan Emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional,
sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan
seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan
individu perasaan nyaman, merasa dicintai, empati, rasa percaya, perhatian
sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional
ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.
2.1.1.4 Manfaat Dukungan Keluarga
Menurut Setiadi (2008), dukungan sosial keluarga memiliki efek terhadap
kesehatan dan kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan. Adanya dukungan
yang kuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari
sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Selain itu, dukungan keluarga
memiliki pengaruh yang positif pada penyesuaian kejadian dalam kehidupan yang
penuh dengan stress.
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial keluarga berbeda-beda dalam berbagai
tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian dalam semua tahap siklus
kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan
berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya hal ini meningkatkan kesehatan
dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013). Sedangkan Smet (2000) mengungkapkan
bahwa dukungan keluarga akan meningkatkan :
1) Kesehatan fisik, individu yang mempunyai hubungan dekat dengan orang lain
jarang terkena penyakit dan lebih cepat sembuh jika terkena penyakit
dibanding individu yang terisolasi.
2) Manajemen reaksi stres, melalui perhatian, informasi, dan umpan balik yang
diperlukan untuk melakukan koping terhadap stres.
3) Produktivitas, melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran, kepuasan
kerja dan mengurangi dampak stres kerja.
4) Kesejahteraan psikologis dan kemampuan penyesuaian diri melalui perasaan
memiliki, kejelasan identifikasi diri, peningkatan harga diri, pencegahan
11

neurotisme dan psikopatologi, pengurangan dister dan penyediaan sumber


yang dibutuhkan.
2.1.1.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi dukungan Keluarga
Menurut Setiadi (2008) faktor – faktor yang mempengaruhi dukungan
sosial keluarga adalah:
1) Faktor internal
(1) Tahap perkembangan
Adanya dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini
adalah pertumbuhan dan pekembangan, dengan demikian setiap rentang usia
(bayi - lansia) memiliki pemahaman dan respon yang berbeda.
(2) Pendidikan dan tingkat pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel
intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan
pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir
seseorang.
(3) Faktor emosional
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan
dan cara melaksanaknnya. Seseorang yang mengalami respon stress dalam
perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat
mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang
mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama ia sakit atau bahkan ia
menyangkal.
(4) Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,
menyangkut nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, berhubungan dengan
keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
2) Faktor Eksternal
(1) Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial utama yang mempunyai ikatan emosi
yang paling besar dan terdekat dengan anggota keluarga yang sakit.
12

(2) Faktor psikososial


Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan pemahaman dan
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap anggota
keluarganya.
(3) Latar belakang budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan
individu dalam memberikan dukungan.
2.1.1.6 Instrument dukungan keluarga
Alat ukur (Blue Print) menurut Nursalam (2017) aspek-aspek yang digunakan
untuk mengukur dukungan keluarga adalah dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan fasilitas dan dukungan informasi/ pengetahuan.
Tabel 2.1.1 Indikator Alat Ukur Dukungan Keluarga. Nursalam (2017).

No Indikator
1 Dukungan emosional & dukungan penghargaan
2 Dukungan Fasilitas
3 Dukungan Informasi/pengetahuan

Pada pengisian skala ini, sampel diminta untuk menjawab pertanyaan yang
ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang
tersedia.

2.1.2 Mekanisme Koping


2.1.2.1 Pengertian Mekanisme Koping
Koping adalah proses yang di lalui individu dalam menyelesaikan situasi
stressfull. Koping tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi
yang mengancam dirinya baik secara fisik maupun psikologis (Rasmun, 2009).
Menurut Lazarus seperti yang dikutip oleh Stuart (2013) koping terdiri atas
usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan untuk mengatur hubungan eksternal
dan internal tertentu yang membatasi sumber seseorang. Koping dapat adaptif
(efektif) dan maladaptif (inefektif).
13

Mekanisme koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam


menyelesaikan situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologis
(Rasmun. 2009 dalam Rahmawati, Lestari, Setiawan. 2015).
2.1.2.2 Penggologan mekanisme koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart
dan Sundeen, 1995 dalam Nasir, 2010) yaitu:
1) Mekanisme koping adaptif
Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,
memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan
aktivitas konstruktif.
2) Mekanisme koping maladaptif
Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja berlebihan,
menghindar.
2.1.2.3 Jenis perilaku koping
Lazarus dan Folkman dalam Nursalam (2017) membagi perilaku koping
kedalam dua jenis yaitu :
1) Fokus masalah (problem-focused coping)
Yakni strategi yang di gunakan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan
stress. Perilaku ini merupakan upaya individu dalam meningkatkan situasi
melalui perubahan maupun tindakan, seperti berbicara kepada orang lain.
2) Fokus Emosi (emotion-focused coping)
Yakni strategi untuk mengatasimemosi negatif yang menyertai. Jika individu
memiliki mekanisme koping yang cukup baik maka individu tersebut akan
terbebas dari stress. Sebaliknya, apabila mekanisme koping yang dimiliki dirasa
kurang, maka individu tersebut akan mengalami stress.
2.1.2.4 Macam – macam koping
Menurut Rasmun (2009) ada beberapa macam koping yang di miliki oleh
setiap individu, diantaranya :
14

1) Koping Psikologis
Pada umumnya gejala yang di timbulkan akibat stress psikologis tergantung
pada 2 faktor yaitu :
(1) Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya
seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut terhadap
stressor yang diterimanya.
(2) Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu yang artinya dalam
menghadapi stressor, jika strategi yang di gunakan efektif maka menghasilkan
adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika
sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
2) Koping Psiko-sosial
Reaksi Psiko-sosial terhadap adanya stimulus stress yang diterima atau
dihadapi oleh klien, menurut Stuart dan Sundeen (1991), bahwa terdapat dua
kategori yang biasanya dilakukan untuk mengatasi stress dan kecemasan ;
(1) Reaksi yang berorientasi pada tugas (task-oriented reaction) cara ini
digunakan untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik dan
memenuhi kebutuhan dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada
tugas yaitu ;
a) Perilaku Menyerang (Fight)
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka
mempertahankan integritas pribadinya. Perilaku yang ditampilkan dapat
merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif. Konstruktif adalah upaya
menyelesaikan masalah secara asertif, yaitu mengungkapkan dengan kata – kata
terhadap rasa ketidaksenangannya. Destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang)
terhadap sasaran/obyek dapat berupa benda, orang lain dan diri sendiri.
Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilkan adalah berupa rasa benci, dendam
dan marah yang memanjang.
b) Perilaku Menarik Diri (withdrawal)
Perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain,
jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar pergi meninggalkan
lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya individu melarikan diri dari
sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi dan sumber infeksi. Reaksi
15

psikologis individu menampilkan seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan


tidak berminat yang menetap pada individu.
c) Kompromi
Merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk
menyelesaikan masalah, dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi
untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Secara umum kompromi
dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
(2) Reaksi yang berorientasi pada ego
Reaksi ini sering digunakan individu dalam menghadapi stress, kecemasan.
Jika individu melakukannya dalam waktu sesaat maka akan dapat mengurangi
kecemasan, tetapi jika digunakan dalam jangka waktu yang lama akan dapat
mengakibatkan gangguan orientasi realita, memburuknya hubungan interpersonal
dan menurunnya produktifitas kerja. Koping ini bekerja tidak sadar sehingga
penyelesaiannya sering sulit dan tidak realitas.
2.1.2.5 Sumber Koping
Sumber koping terdiri atas 2 faktor yaitu dari dalam (internal) dan faktor dari
luar (eksternal) (Wiscar dan Sandra, 1995 dalam Silalahi, 2014) yaitu :
1) Faktor internal meliputi : kesehatan dan energy, system kepercayaan eksistensi
(iman, kepercayaan, agama), komitmen atau tujuan hidup, pengalaman masa
lalu, tingkat pengetahuan, perasaan seseorang seperti harga diri, control dan
kemahiran, ketrampilan, pemecahan masalah.
2) Faktor eksternal meliputi : dukungan sosial dan sumber material
Menyadur dari Cobb dukungan sosial sebagai rasa memiliki rasa informasi
terhadap seseorang atau lebih dengan 3 kategori yaitu : dukungan emosi
dimana seseorang merasa dicintai; dukungan harga diri berupa pengakuan
dari orang lain akan kemampuan yang dimiliki; perasaan memiliki dalam
sebuah kelompok.
2.1.2.6 Faktor – faktor yang mempengaruhi mekanisme koping
1) Kesehatan fisik
Merupakan hal yang penting karena dalam hal mengatasi stress individu
dituntut menggunakan energi yang lebih besar.
16

2) Keyakinan atau pandangan positif.


Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting yang akan
mengarahkan individu pada ketidak berdayaan yang akan menurunkan
kemampuan strategi koping.
3) Keterampilan memecahkan masalah
Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa
situasi, mengidentifikasi masalah, dengan tujuan untuk alternative tindakan.
4) Keterampilan sosial.
Keterampilan ini meliputi kemampuan berkomunikasi dan bertingkah laku
sesuai norma sosial di masyarakat.
5) Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional serta
pengaruh dari orang lain (teman, keluarga, guru, petugas kesehatan, dan lain-lain).
6) Materi atau Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan sesorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
7) Umur
Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah umur akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.
8) Jenis kelamin
Bahwa jenis kelamin adalah faktor penting dalam perkembangan koping
seseorang.
9) Pendidikan
Bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain
menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan
mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Ahyar
Wahyudi, 2010).
2.1.2.7 Metode koping
Ada 2 metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah
psikologis (Bell, 1977 dalam Rasmun, 2009) antara lain :
17

1) Jangka panjang
Cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara efektif dan realistis dalam
menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang lama.
Contohnya adalah :
(1) Berbicara dengan orang lain ”curhat” (curah pendapat dari hati ke hati) dengan
teman, keluarga, atau profesi tentang masalah yang di hadapi.
(2) Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang di hadapi.
(3) Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan
supranatural.
(4) Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan atau masalah.
(5) Membuat berbagai alternatif tindakan atau untuk mengurangi situasi.
(6) Mengambil pelajaran dan peristiwa atau pengalaman masa lalu.
2) Jangka pendek
Cara ini digunakan untuk mengurangi stress atau ketegangan psikologis dan
cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif untuk di gunakan dalam
jangka panjang.
Contohnya adalah :
(1) Menggunakan alkohol atau obat
(2) Melamun atau fantasi
(3) Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan
(4) Tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil
(5) Banyak tidur, merokok, menangis
(6) Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.
Pada tingkat keluarga koping yang dilakukan dalam menghadapi
masalah/ketegangan seperti yang dikemukakan oleh Mc.Cubbin (1979) adalah :
(1) Mencari dukungan sosial seperti minta bantuan keluarga, tetangga, teman,
atau keluarga jauh.
(2) Reframing yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat
menanganinya dan menerima, untuk mengurangi stress/kecemasan.
(3) Mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka agama atau aktif pada
pertemuan ibadah.
(4) Menggerakkan keluarga untu mencari dan menerima bantuan.
18

(5) Penilaian secara pasif terhadap peristiwa yang dialamidengan cara menonton
televisi, atau diam saja.
2.1.2.8 Instrument mekanisme koping
Menurut Suryani dan Widyasih (2008) secara garis besar mekanisme koping
terdiri dari mekanisme koping adaptif dan maladapif.
Adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Masih mampu mengontrol emosi pada dirinya
2) Memiliki kewaspadaan yang tinggi, lebih perhatian pada masalah
3) Memiliki persepsi yang luas
4) Dapat menerima dukungan dari orang lain
Maladaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Tidak mampu berfikir apa – apa atau disorientasi
2) Tidak mampu menyelesaikan masalah
3) Perilakunya cenderung merusak
Penilaian pada penelitian ini menggunakan Cancer coping questionnaire 21
items adalah kuesioner yang dirancang untuk mengukur koping pasien kanker.
Kuesioner ini dibuat oleh Stirling Moorey, Maria Frampton, dan Steven Greer
pada tahun 2000 (Silalahi, 2014).

2.1.3 Konsep Dasar Kepatuhan


2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah perilaku yang terbentuk dari hasil hubungan saling
menghargai dan berperan aktif dalam berpartisipasi atau hubungan kerjasama
antara pasien dengan tenaga kesehatan yang didasari tanpa adanya suatu paksaan
dan manipulasi antara satu dengan lainnya (Falvo, 2011).
Sedangkan Sarafino (dalam Yetti, dkk 2011) mendefinisikan kepatuhan
sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan oleh dokternya. Dikatakan lebih lanjut, bahwa tingkat kepatuhan
pada seluruh populasi medis yang kronis adalah sekitar 20% hingga 60%.
Kepatuhan atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai: “tingkat pasien
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau
oleh orang lain”.
19

kepatuhan (Compliance) atau ketaatan (Adherence) adalah derajat dimana


pasien mengikuti anjuran klinis yang diberikan oleh dokter yang mengobatinya
(Kaplan, 1997 ; Safitri, 2013 dalam Siti Yulia, 2015).
Kepatuhan kemoterapi diartikan sebagai keterlibatan aktif atau partisipasi
pasien dalam mengikuti rejimen dari program kemoterapi yang diinstruksikan
oleh tenaga professional kesehatan (dokter) secara konsisten (Osterberg dan
Blaschke, 2005; Bosworth, Oddone, dan Weinberger, 2008 dalam Firmana, 2017).
2.1.3.2 Teori Kepatuhan
Ada tiga model kepatuhan menurut Brannon & Feist (Widyanti, 2008) :
1) Model Biomedis.
Model ini tidak menjelaskan mengapa pasien tidak patuh, namun hanya
menjelaskan faktor-faktor demografis apa yang berhubungan dengan kepatuhan
seseorang terhadap saran yang diberikan oleh dokter.
2) Model Behavioral
Kunci operant conditioning adalah penghargaan (reinforcement) yang
diterima setelah semua respon individu mengarah pada tingkah laku yang
diharapkan.
3) Teori Belajar Kognitif
Teori ini berdasar pada pada prinsip behavioral, namun dalam teori ini ada
beberapa konsep tambahan seperti interpretasi dan evaluasi dari situasi yang
dihadapi pasien, respon emosi pasien dan kemampuan pasien untuk mengatasi
gejala-gejala penyakit yang dirasakan.
4) Health Belief Model Theory
Smet (1994) menerangkan teori Health Belife Model atau biasa disebut HBM
merupakan teori yang meramalkan perilaku manusia berkaitan dengan kesehatan
atau peningkatan kesehatan.
2.1.3.3 Ketidakpatuhan Kemoterapi
Ketidakpatuhan pasien diartikan sebagai perilaku pasien yang tidak konsisten,
lalai atau menunda terapi yang dijalaninya (Bosworth, Oddone, dan Weinberger,
2008 dalam Firmana, 2017). Berdasarkan penjelasan Lapinski (2009) dan
Bosworth, Oddone, dan Weinberger (2008) terdapat dua tipe ketidakpatuhan
(Firmana, 2017) yaitu :
20

1) Ketidakpatuhan yang disengaja


Perilaku pasien pada saat mengambil keputusan untuk tidak mengikuti atau
menyimpang dari rejimen terapi yang diharuskan.
2) Ketidakpatuhan yang tidak disengaja
Perilaku yang disebabkan adanya kesalahfahaman, lupa pada instruksi yang
diberikan, kurangnya informasi atau wawasan mengenai program terapi yang
harus dijalani pasien, dan keterbatasan fasilitas kemoterapi di tempat pelayanan
kesehatan (RS).
2.1.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Kepatuhan pasien kanker dalam menjalani kemoterapi dapat di pengaruhi
oleh dua faktor (Firmana, 2017) yaitu :
1) Faktor intrinsik
Meliputi pengetahuan dan pemahaman pasien terhadap program pengobatan
atau instruksi dari petugas pelayanan kemoterapi (dokter dan/atau perawat
kemoterapi), efikasi diri (keyakinan diri, sikap dan kepribadian.
2) Faktor ekstrinsik
Terkait dengan kualitas interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien, efek
samping pengobatan, dukungan sosial keluarga, dan jangkauan (jarak) ke tempat
pelayanan kemoterapi.
3) Faktor lain
Faktor lain yang juga memiliki hubungan dengan kepatuhan pasien kanker
dalam menjalani program kemoterapi adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, dan
ekonomi.
2.1.3.5 Instrumen kepatuhan
Penilaian ini di buat berdasarkan teori kepatuhan menjalani program
kemoterapi yang terdapat dalam Firmana (2017). Instumen penilaian kepatuhan
pasien dalam melaksanakan program kemoterapi menggunakan lembar
oberservasi, dimana peneliti akan mengobservasi data kunjungan pasien untuk
melaksanakan program kemoterapi dengan mengamati lembar protokol terapi
sitostatika, dengan kriteria sebagai berikut :
21

Tabel 2.1.2 Indikator Alat Ukur Kepatuhan Kemoterapi. Firmana (2017).


Parameter Program kemoterapi
Patuh Melaksanakan Kemoterapi setiap 21 hari (3 minggu) sesuai
saran professional kesehatan.
Tidak patuh Tidak/ melaksanakan kemoterapi dalam waktu lebih dari 21
hari (3 minggu) / tidak sesuai saran professional kesehatan.

2.1.4 Konsep Kanker


2.1.4.1 Pengertian Kanker
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel–sel jaringan
tubuh yang tidak normal (Team Cancer Help, 2010). Sel–sel kanker akan
berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membelah diri.
Selanjutnya, sel kanker akan menyusup ke jaringan sekitarnya (invasif) dan terus
menyebar melalui jaringan ikat, darah, serta menyerang organ–organ penting dan
saraf tulang belakang (Desen, 2011).
Kanker, neoplasma, neoplasma ganas dan tumor adalah istilah-istilah yang
sering digunakan silih berganti oleh tenaga professional maupun masyarakat
umum. Padalah masing-masing istilah tersebut memiliki arti berbeda. Kata tumor
menunjukan pada benjolan, massa ataupun pembengkakan. Pembengkakan
tersebut dapat berupa keganasan maupun sekedar penumpukan cairan. Kata
Neoplasma (berasal dari bahasa Yunani Neos “baru” dan plasis “bentuk”)
diartikan sebagai suatu massa jaringan abnormal yang tidak memiliki fungsi dan
mungkin berbahaya bagi penderitanya. Neoplasma terbagi menjadi dua : benigna
(jinak) dan maligna (ganas). Neoplasma benigna biasanya tidaklah berbahaya dan
tidak menyebar atau menginvasi jaringan lain. Tumor benigna tidak mengisi suatu
ruang. Namun apabila terdapat pada saluran vital atau organ dapat berakibat fatal.
Contohnya adalah tumor benigna otak. Neoplasma maligna adalah suatu massa
yang berbahaya, dapat menginvasi jaringan satu sama lain dan bermetastasis
(menyebar) ke organ lain yang letaknya berjauhan (Black and Hawks, 2014).
Kanker merupakan istilah yang digunakan pada tumor yang ganas, kanker
berasal dari satu sel dengan pertumbuhan terus menerus, tidak terkontrol, dapat
berubah bentuk dan dapat tumbuh pada organ lain atau metastasis. Kanker terjadi
22

akibat gangguan atau mutasi kode genetik, yang dapat terjadi pada sel tubuh
akibat bahan kimia yang bersifat karsinogenik, radiasi, virus, atau keturunan
(Noorwati, 2007 dalam Kusumawardani; Chanif; Sukraeny, 2014).
2.1.4.2 Klasifikasi Kanker
Menurut Xiaobao L, et, al., (2014), mengatakan klasifikasi kanker langkah
yang sangat penting untuk menentukan diagnosa dan pengobatan kanker. Apabila
tanpa identifikasi tipe kanker yang benar, sangat sulit untuk menentukan
pengobatan yang baik bagi pasien yang menderita kanker.
Kanker dengan berbagai macam kelompok yang secara umum dapat
dibedakan ada yang jinak (benigna) dan ada yang ganas (malignan). Perbedaan
antara keduanya menurut Bustan (2015) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1.3 Perbandingan Karakteristik Tumor Benigna dengan Tumor Maligna.


(Bustan, 2015).
Tumor benigna Tumor maligna
Sering di sebut tumor Disebut kanker
Tidak menyebar Sering metastasis
Tidak mengancam hidup Kematian tinggi
Dapat di operasi dengan baik Sulit operasi
Pertumbuhan lambat Tumbuh cepat

2.1.4.3 Klasifikasi Stadium Kanker


Untuk menentukan stadium, umumnya suatu kanker diklasifikasikan
berdasarkan sistem TNM (Tumor, Node, Metastase) menurut (Tambayong, 1999
dalam Tita F, 2012).
1) Tumor : besar atau luas tumor asal (Tis = tumor belum menyebar ke jaringan
sekitar; T1-4 = ukuran tumor).
2) Node : penyebaran kanker ke kelenjar getah bening (N0 = tidak menyebar ke
kelenjar getah bening; N1-3 = derajat penyebaran).
3) Metastase : ada atau tidaknya penyebaran ke organ jauh (M0 = tidak ada / M1
= ada).
23

Tujuan klasifikasi stadium dengan sistem TNM adalah untuk perencanaan


pengobatan, menentukan prognosis (perkiraan kemungkinan membaik atau
sembuh), evaluasi hasil pengobatan, dan juga untuk pertukaran informasi antar
pusat pengobatan kanker (untuk rujukan). Sehingga terdapat stadium kanker I, II,
III dan IV, stadium I dan II disebut juga stadium dini, sedangkan stadium III-IV
disebut juga lokal lanjut atau stadium IV disebut juga stadium lanjut atau telah
bermetastasis.
2.1.4.4 Kategori Kanker
Kanker diidentifikasi berdasarkan jaringan asal tempat mereka tumbuh.
Akhiran “oma” biasanya ditambahkan ke istilah jaringan untuk mengidentifikasi
suatu kanker. Tita F (2010), terdapat beberapa kategori umum kanker, antara lain :
1) Karsinoma
Karsinoma adalah kanker jaringan epitel, termasuk sel-sel kulit, testis,
ovarium, kelenjar penghasil mucus (lendir), sel penghasil melanin, payudara,
serviks, kolon (usus), rectum (anus), lambung, pankreas, dan esophagus (saluran
pencernaan).
2) Limfoma
Kanker jaringan limfe yang mencakup kapiler limfe, lakteal, limpa, berbagai
kelenjar limfe. Timus dan sumsum tulang juga dapat dipengaruhi. Limfoma
spesifik antara lain adalah penyakit Hodgkin (kanker kelenjar limfe dan limpa)
dan limfoma malignum.
3) Sarkoma
Sarkoma adalah kanker jaringan ikat, termasuk sel-sel yang ditemukan di otot
dan tulang.
4) Glioma
Glioma adalah kanker sel-sel glia (penunjang) yang terdapat disusunan saraf
pusat.
2.1.4.5 Pengobatan Kanker
Menurut Sjamsuhidayat (2010) pengobatan kanker dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Pengobatan kanker
didasarkan atas tahapan penyakit dan beberapa faktor lain.
24

1) Pembedahan.
Masih sering dilakukan karena merupakan modalitas pengobatan yang
terbaik. Pembedahan mungkin dipilih sebagai metode pengobatan primer, atau
mungkin sebagai metode diagnostik, profilaktik, paliatif atau rekonstruktif.
2) Radioterapi
Terapi radiasi merupakan terapi yang menggunakan radiasi ionisasi tinggi
yang digunakan untuk mengganggu pertumbuhan selular. Terapi ini merupakan
terapi lokal yang digunakan sendiri atau kombinasi dengan terapi lain.
3) Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi anti kanker untuk membunuh sel–sel tumor dengan
mengganggu fungsi dan reproduksi seluler. Obat yang digunakan untuk
mengobati kanker menghambat mekanisme proliferasi sel. Obat–obat anti kanker
disebut sitostatika. Efek samping yang mungkin timbul dari kemoterapi ini adalah
rambut rontok, mual, diare, berat badan menurun, mulut kering.
2.1.4.6 Nonpharmacological Therapy
Menurut Pujol & Monti (2007) Intervensi nonfarmakologis adalah tambahan
penting untuk modalitas pengobatan untuk pasien dengan nyeri kanker. Berbagai
dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan gangguan suasana hati
bersamaan dan meningkatkan kualitas hidup. Beberapa modalitas nonfarmakologi
dan komplementer dan alternatif yang biasa digunakan oleh pasien dengan nyeri
kanker yaitu :
(1) Model Biopsikososial
Model ini mencakup aspek-aspek perawatan biologis, psikologis, dan sosial
dan telah diterapkan pada pasien dengan nyeri kanker.10 Ada juga aspek spiritual
atau eksistensial nyeri untuk pasien dengan kanker, terutama mereka yang
didiagnosis menderita penyakit terminal. Kualitas hidup yang berhubungan
dengan rasa sakit telah diklasifikasikan menjadi tiga variabel kesejahteraan yang
sesuai dengan representasi biopsikososial, yaitu,
a) Kesejahteraan fisik;
b) Kesejahteraan psikologis (yaitu, kognisi, perasaan, faktor spiritual, koping,
komunikasi, dan makna rasa sakit dan kanker); dan
c) Kesejahteraan interpersonal (misalnya, dukungan sosial, fungsi peran).
25

(2) Modalitas Fisik


Modalitas fisik nonfarmakologis spesifik sering digunakan untuk menambah
rencana perawatan nyeri. Misalnya:
a) Perawatan rehabilitatif seperti mengoptimalkan rentang gerak, kekuatan,
daya tahan, dan kontrol neuromuskuler dapat mengurangi ketidakstabilan dan
rasa sakit.
b) Stimulasi listrik transkutan (transcutaneous electrical stimulation/ TENS),
memberikan rangsangan listrik ringan ke daerah yang nyeri.
c) Penerapan panas atau dingin atau kombinasi keduanya. Penerapan panas
adalah yang paling sering digunakan untuk meringankan rasa sakit pasca
operasi dan rasa sakit dari proses inflamasi yang terkait dengan kanker, namun
demikian suhu panas harus di perhatikan terutama pada penggunaan pada area
dengan jaringan insensat, insufisiensi arteri, tumor metastatik, diatesis
perdarahan, atau defisit kognitif.
(3) Intervensi Psikologis
Perhatikan terhadap masalah-masalah psikologis seperti kondisi stres, koping,
dan keyakinan tentang kanker merupakan aspek penting dari program perawatan
nyeri. Rasa sakit kanker dapat diintensifkan oleh tekanan psikologis, terutama
gangguan suasana hati, depresi, ketakutan, dan kecemasan, takut perkembangan
penyakit mengarah pada kematian adalah tekanan psikologis umum pada
penderita kanker. Gangguan psikiatrik pada pasien kanker adalah umum, tetapi
tampaknya lebih umum pada pasien yang juga melaporkan nyeri yang signifikan
secara klinis. Oleh karena itu, konsultasi dini dengan profesional kesehatan mental
yang dapat mendiagnosis gangguan kejiwaan (misalnya, gangguan afektif utama,
gangguan penyesuaian, dan gangguan kecemasan) dan mengobati pasien untuk
mereka adalah penting.
(4) Intervensi Kognitif-Perilaku
Cognitive-behavioral therapy (CBT) dapat berguna untuk pasien dengan nyeri
kanker. Intervensi ini umumnya melibatkan dan meminta pasien untuk melakukan
salah satu/ kombinasi dari berikut ini :
a) Mengidentifikasi rasa sakit mereka
26

b) Mencatat pikiran dan emosi yang dirasakan pada hari yang sama selama rasa
sakit berlangsung.
c) Ikuti eksaserbasi nyeri. Pasien kemudian mendiskusikan isi pikiran dan
hubungannya dengan emosi selanjutnya dengan terapis. Koping maladaptif,
sering berasal dari pikiran dan keyakinan otomatis disfungsional, dapat
diidentifikasi dan dimodifikasi melalui intervensi terapeutik.
(5) Intervensi Perilaku
Terapi ini melibatkan analisis perilaku yang telah dipelajari atau dikondisikan
untuk mengevaluasi dan mencegah rasa sakit, dan mengobati pasien untuk rasa
sakit atau tekanan psikologis. Intervensi psikofisiologis seperti biofeedback dan
relaksasi telah dikategorikan sebagai perilaku.
Strategi kombinasi termasuk meditasi, hipnosis, terapi musik, dan desensitisasi
sistematis. Metode terakhir pasang relaksasi dengan paparan rangsangan yang
menstimulasikan kecemasan, sehingga dapat di control.
(6) Intervensi Psikososial
Rasa sakit kanker juga mempengaruhi kesejahteraan sosial. Kategori
intervensi yang dirancang untuk mengobati pasien dengan nyeri kanker, termasuk
pendidikan tentang kanker, hipnosis dan metode berbasis pencitraan, dan
pelatihan keterampilan mengatasi nyeri. Keterlibatan pendidikan difokuskan pada
membantu pasien untuk memahami penilaian nyeri dan untuk mengatasi
hambatan untuk pengobatan untuk nyeri.
(7) Pengobatan Komplementer
Modalitas pengobatan komplementer dan alternatif (Complementary and
alternative medicine/CAM) telah meningkat sejak 1993. Namun, penelitian telah
menunjukkan bahwa pasien sering tidak melaporkan penggunaan CAM untuk
dokter mereka, sering karena persepsi bahwa dokter mereka tidak siap untuk
CAM modalitas pengobatan. Beberapa modalitas pengobatan komplementer
memiliki beberapa bukti empiris yang mendukung atau data awal yang
menjanjikan: obat Cina tradisional, mind-body medicine, dan pijat terapi.
(8) Pengobatan Tradisional Cina
Pengobatan tradisional Cina sudah ada sejak lebih dari 4000 tahun dan
menganggap kesehatan sebagai keseimbangan antara individu dan lingkungan.
27

Menurut pengobatan tradisional Cina, qi, atau ch'i, adalah kekuatan energi
kehidupan yang mengalir dalam pola-pola khas (meridian) yang sesuai dengan
lima elemen (tanah, kayu, logam, air, dan api).
Penyakit fisik dan psikologis dikonseptualisasikan sebagai aliran atau
pemblokiran qi yang tidak benar di sepanjang meridian. Oleh karena itu, tujuan
pengobatan tradisional Cina adalah untuk mencapai keseimbangan di kutub yang
berlawanan dari garis meridian, yang disebut sebagai yin dan yang. Tiga aspek
pengobatan tradisional Cina adalah akupunktur, qigong dan teknik
neuroemotional (NET).

2.1.5 Konsep Kemoterapi


2.1.5.1 Pengertian kemoterapi
Kemoterapi atau disebut juga dengan istilah “kemo” adalah penggunaan obat-
obat sitotoksik dalam terapi kanker yang dapat menghambat proliferasi sel
kanker (Smeltzer, 2010). Obat kemoterapi ini dapat diberikan kepada pasien
dalam bentuk intravena (IV), intraarteri (IA), Per Oral (OP), intratekal (IT),
intraperitoneal/pleural (IP), intramuscular (IM), dan subcutan (SC).
Susanti dan Tarigan (2010) juga menjelaskan bahwa kemoterapi adalah cara
pengobatan tumor dengan memberikan obat pembasmi sel kanker (sitostatika)
yang diminum ataupun diinfuskan ke pembuluh darah.
Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara
sistemik yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, lokal
maupun metastatis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya
karena bersifat sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara
pemberian melalui infuse, dan sering menjadi pilihan metode efektif dalam
mengatasi kanker terutama kanker stadium lanjut local (Desen, 2011).
Kemoterapi adalah salah satu pengobatan bagi penderita kanker selain
bedah, terapi radiasi, terapi hormon dan pengobatan lainnya. Efek kemoterapi
pada pasien dapat mempengaruhi secara biologis atau fisik, psikologis dan
sosial (Carroll, Mustian, Morrow, Moseley, Pierre, William, 2008 dalam Firmana,
2017).
28

2.1.5.2 Program kemoterapi


Terdapat tiga program kemoterapi yang dapat diberikan pada pasien kanker
(NCl, 2009 dalam Firmana, 2017) yitu :
1) Kemoterapi primer, yaitu kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan medis
lainnya, seperti operasi atau radiasi.
2) Kemoterapi adjuvant, yaitu kemoterapi yang diberikan sesudar tindakan
operasi atau radiasi. Tindakan ini ditujukan untuk menghancurkan sel – sel
kanker yang masih tersisa atau metastasis kecil.
3) Kemoterapi neoadjuvant, yaitu kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan
operasi atau radiasi yang kemudia di lanjutkan kembali dengan kemoterapi.
Tindakan ini di tujukan untuk mengecilkan ukuran masa kanker yang dapat
mempermudah saat dilakukannya tindakan operasi atau radiasi.
Program kemoterapi yang harus di jalani pasien kanker tidak diberikan dalam
satu kali, tetapi diberikan secara berulang selama enam kali siklus pengobatan dan
jarak waktu antar siklus tersebut selama 21 hari. Pasien akan memasuki waktu
istirahat di antara siklus untuk memberikan kesempatan pemulihan pada sel-sel
yang sehat. Akan tetapi, Frekuensi dan durasi pengobatan bergantung pada
beberapa faktor, seperti jenis dan stadium kanker, kondisi kesehatan pasien, dan
jenis rejimen kemterapi yang di resepkan (Tjokronegoro, 2006; Yarbro, Wujcik,
dan Gobel, 2011; ACS, 2013 dalam Firmana 2017).
2.1.5.3 Pemeriksaan penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum dan/atau
sesudah pasien menjalani kemoterapi, diantaranya :
1) Darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, dan trombosit)
2) Fungsi hepar (SGOT/SGPT, alkali, fosfat dan bilirubin).
3) Fungsi ginjal (ureum, kreatinin dan creatinin clearance test jika ada
peningkatan serum kreatinin)
4) Audiogram (terutama jika pasien diberikan obat kemoterapi cisplatini).
5) Electrocardiography (terutama jika pasien diberikan obat kemoterapi
adriamisin atau epirubicin.
29

2.1.5.4 Tujuan pengobatan Kemoterapi


Menurut Anky, Aisyi, Edi (2008) pengobatan kanker dengan kemoterapi
memiliki beberapa tujuan :
1) Mengobati (Cure)
Jika memungkinkan, kemoterapi digunakan untuk mengobati kanker, yang
berarti bahwa penyakit kanker dapat dihilangkan dan tidak kembali . Namun,
kebanyakan dokter tidak menggunakan kata “menyembuhkan “, kecuali sebagai
kemungkinan atau niat. Ketika memberikan pengobatan pada seseorang yang
memiliki kesempatan untuk sembuh, dokter mungkin menggambarkannya sebagai
pengobatan dengan tujuan kuratif (mengobati).
2) Mengendalikan (Control)
Jika tujuan mengobati tidak mungkin, tujuannya lainnya adalah untuk
mengendalikan – untuk mengecilkan ukuran tumor dan / atau menghentikan
pertumbuhan dan penyebaran sel kanker. Hal ini dapat membantu seorang
penderita merasa lebih baik dan mungkin memiliki harapan hidup yang lebih
lama. Dalam banyak kasus, penyakit kanker tidak sepenuhnya hilang tetapi
dikendalikan dan dikelola sebagai penyakit kronis, sama seperti penyakit jantung
atau diabetes. Dalam kasus lain, penyakit kanker mungkin tampaknya sudah pergi
untuk sementara waktu, tetapi dapat muncul kembali.
3) Paliatif
Bila penyakit kanker berada pada stadium lanjut, obat kemoterapi dapat
digunakan untuk meredakan gejala yang disebabkan oleh penyakit . Ketika satu-
satunya tujuan dari pengobatan tertentu adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
seorang penderita, pengobatan itu disebut sebagai pengobatan paliatif.
4) Mencegah penyebaran kanker
5) Menyembuhkan penyakit kanker dengan menyeluruh
6) Memperlambat pertumbuhan dari sel kanker
7) Mengurangi atau meredakan gejala karena kanker
8) Membunuh sel kanker di mana kemungkinan sel kanker tersebut telah
menyebar menuju bagian yang lain.
30

2.1.5.5 Efek Samping Kemoterapi


Pasien yang menjalani kemoterapi baik secara intravena line di Rumah Sakit
(RS) maupun minum obat peroral secara mandiri di rumah, keduanya memiliki
resiko terhadap efek samping dan ketidakpatuhan menjalani pengobatan. Ada
beberapa efek samping yang membuat banyak pasien kanker mengurungkan diri
untuk melakukan kemoterapi. Beberapa pasien pada akhirnya menolak dan
memilih pengobatan alternatif yang tidak melibatkan medis. Beberapa orang juga
berpendapat bahwa efek samping kemoterapi lebih besar dibandingan manfaat
yang didapat.
Efek obat kemoterapi tidak hanya menghancurkan sel kanker, tetapi sel-sel
sehat pun ikut terbasmi. Hal ini dikarenakan obat kemoterapi tidak dapat
membedakan antara sel kanker dan sel yang sehat. Beberapa efek samping
kemoterpi diantaranya sebagai berikut (Wulansari, 2013).
1) Kerontokan rambut (Alopesia)
Kerontokan rambut merupakan salah satu konsekuensi bagi pasien yang
menjalani kemoterapi. Obat kemoterapi mampu membedakan sel sehat/normal
dengan sel yang berbahaya (kanker), sehinga sel-sel folikel rambut ikut hancur
dan terjadinya kerontokan’
2) Mual dan muntah (CINV)
Chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV) disebabkan oleh adanya
rangsangan zat obat kemoterapi dan metabolime nyaterhadap pusat mual dan
muntah.CINV dikategorikan menjadi tiga yang didasarkan pada waktu terjadinya,
yaitu :
(1) Acute
Mual muntah terjadi dalam 1 jam sampai 24 jam pertama pasca pemberian
kemoterapi dan berakhir dalam waktu 24 jam. Mual muntah ini terjadi akibat
adanya stimulasi dopamine dan serotonin pada CTZ.
(2) Delayed
Mual muntah yang muncul minimal 24 jam pertama hingga lima hari pasca
kemoterapi. Mual muntah yang lambat ini dapat muncul pada pasien yang
memperoleh agen kemoterapi Cisplatin dengan dosis 50mg/m2 atau kemoterapi
kombinasi.
31

(3) Anticipatory
Mual muntah yang muncul sebelum 12 jam dimulainya kemoterapi
selanjutnya. Hal ini terjadi pada pasien yang mengalami kegagalan dalam
mengontrol mual muntah pada kemoterapi sebelumnya dan disebabkan oleh
adanya stimulasi, seperti suasana, bau, dan suara.
3) Mulut kering, sariawan (stomatitis), sakit tenggorokan
Stomatitis atau mucositis adalah peradangan mukosa mulut dan merupakan
komplikasi utama pada kemoterapi kanker.
4) Diare (Chemotherapy-Induced Diarrhea)
Fungsi normal dalam gastrointestinal track (GIT) adalah keseimbangan antara
metabolisme, sekeresi, asupan oral, dan penyerapan cairan.
5) Alergi atau hipersensitivitas
Terjadinya alergi dipicu oleh sistem kekebalan tubuh pasien. Gejala reaksi
alergi yang dapat timbul seperti gatal-gatal atau ruam kulit, sulit bernafas,
pembengkakakan kelopak mata, bibir atau lidah.
6) Kelelahan (Fatigue)
Kelelahan yang dialami pasien kemoterapi disebabkan oleh adanya rasa nyeri,
anoreksia (kehilangan nafsu makan), kurang istirahat/tidur, dan anemia.
7) Konstipasi
Obat kemoterapi dapat menyebabkan konstipasi, terutama obat kemoterapi
golongan vinca-alkaloidyang dapat mempengaruhi suplai saraf ke usus.
8) Gangguan pada sumsum tulang belakang
Menimbulkan penurunan sel darah putih (Leukopenia) yang menyebabkan
turunnya daya tahan tubuh, sehingga lebih rentan untuk terinfeksi seperti
influenza, otitis media (infeksi telinga tengah), sinusitis, dan faringitis. Penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) sehingga mudah mengalami perdarahan dan
penurunan sel-sel darah merah (anemia) (Baradero, 2008). .
9) Gangguan sistem Neurologis
Alkaloid tumbuh dapat menyebabkan kehilangan refelks tendon profunda, dan
ileus paralitik dapat terjadi. Sering merasa kesemutan pada ekstremitas dan
kelemahan motorik (Baradero, 2008).
32

10) Bersifat Toksik


Toksisitas dini terjadi beberapa jam hingga beberapa hari setellah diberikan
terapi dan ini biasanya berkaitan dengan pengaruh sitotoksik pada sel-sel yang
aktif membelah diri pada sumsum tulang, epitel saluran cerna, kulit dan rambut
(Utami, 2012).
11) Gangguan pada kulit, mulut dan tenggorokan
Kulit tampak kering, membiru atau bahkan menghitam di sertai gatal,
sariawan dan kesulitan menelan serta ngilu pada tulang(Utami, 2012).
12) Gangguan sistem reproduksi
Fungsi testicular dan ovarium dapat dipengaruhi oleh obat-obatan kemoterapi.
Ovulasi normal dan menopause dini dapat terjadi.pasien pria dapat mengalami
azoospremia temporer atau permanen (tidak adanya spermatozoa). Sel-sel
reproduktif mungkin mengalami kerusakan selama pengobatan dan
mengakibatkan abnormalitas kromosom pada keturunan (Utami, 2012).
13) Gangguan fungsi Psikologis
Pasien kanker yang mejalani kemoterapi mengekspresikan ketidakberdayaan,
merasa malu, tidak bahagia, merasa tidak menarik lagi, perasaan kurang
diterima oleh orang lain, merasa terisolasi, takut, berduka, berlama-lama di tempat
tidur, ketidakmampuan fungsional, gagal memenuhi kebutuhan dan peran
dalam keluarga, kurang tidur, sulit berkonsentrasi, kecemasan dan depresi
(Siburian, 2012 dalam Dyanti, Suariyani, 2016).
33

2.2 Penelitian Terkait


Tabel 2.2.1 Hubungan mekanisme koping dengan kepatuhan kemoterapi pada penderita keganasan yang mengalami ansietas dan depresi
di RSUP M.Djamil Padang (Sonia; Arifin; Murni, 2014).
Desain Populasi dan Teknik sampling Hasil penelitian
penelitian responden
Desain Populasi pada penelitian Teknik pengambilan Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah
penelitian ini adalah semua sample yaitu total terdapat hubungan kuat antara mekanisme koping dengan
analitik penderita keganasan usia sampling seteleh di kepatuhan melakukan kemoterapi. Penelitian ini juga
menggunakan ≥ 18 tahun yang akan lakukan pemilahan didapatkan prevalensi ansietas pada penderita keganasan yang
metode cross dan sudah pernah pasien kemoterapi yang melakukan kemoterapi sebesar 35,6% dan depresi 59,3%.
sectional menjalani kemoterapi di mengalami ansietas dan
RSUP Dr.M. Djamil depresi. Nilai p-value antara mekanisme koping dengan tingkat
Padang. Jumlah sampel kepatuhan melakukan kemoterapi pasien ansietas dan depresi
yang digunakan 59 (p=0,000) dan koefisien kontingensi adalah 0,707.
pasien.

33
34

Tabel 2.2.2 Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kepatuhan Penderita Kanker Dalam Menjalani Kemoterapi Di Rumah Sakit Ken
Saras Semarang (Kusumawardani; Chanif; Sukraeny, 2014).
Desain Populasi dan Teknik sampling Hasil penelitian
penelitian responden
Penelitian ini Populasi pada penelitian Teknik pengambilan Kesimpulan kepatuhan penderita kanker dalam menjalani
merupakan ini adalah jumlah dengan metode kemoterapi di RS Ken Saras Semarang tahun 2014 adalah
analitik sampel 52 responden accidental sampling patuh sebesar (88,5%) sedangkan dukungan sosial pada
kuantitatif penderita kanker yang penderita kanker adalah baik yaitu sebesar (57,7%).
dengan menjalani kemoterapi di
deskriptif RS Ken Saras Semarang. Hasil uji Fisher Exact diperoleh p = 1,000 (p > 0,05), maka
korelasional dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara dukungan sosial
menggunakan dengan kepatuhan penderita kanker dalam menjalani
pendekatan kemoterapi di Rs Ken Saras Semarang. Selain itu dapat
cross disimpulkan kepatuhan penderita kanker dalam menjalani
sectional kemoterapi tidak dipengaruhi oleh dukungan sosial.

34
35

2.3 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin di teliti. Konsep adalah
suatu abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian
(Notoadmojo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut :
faktor – faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi
dukungan sosial keluarga : mekanisme koping :
 Faktor internal  Kesehatan fisik
 Tahap perkembangan  Keyakinan atau pandangan positif
 Pendidikan  Ketrampilan memecahkan
 dan tingkat pengetahuan masalah
 Faktor emosional  Keterampilan sosial
 Spiritual  Materi atau pekerjaan
 Faktor internal  Umur
 Keluarga  Jenis kelamin
 Psikososial  pendidikan
 Latar belakang budaya

Mekanisme Koping
Dukungan Keluarga (sosial) :  Adaptif
 Dukungan Penilaian  Maladaptif
 Dukungan instrumental
 Dukungan informasional
 Dukungan emosional

Faktor yang mempengaruhi


kepatuhan : Kepatuhan melaksanakan
 Pemahaman tentang instruksi program kemoterapi
 Tingkat pendidikan.
 Kesakitan dan pengobatan.
 Keyakinan, sikap dan
kepribadian.
 Dukungan Keluarga/sosial
 Tingkat ekonomi. Keterangan :
 Dukungan profesi kesehatan
Hubungan
Tidak di teliti
mempengaruhi tidak di teliti

Gambar 2.3.1 Kerangka konsep penelitian Hubungan Dukungan Keluarga dan


Mekanisme Koping dengan Kepatuhan pasien kanker
melaksanakan program kemoterapi di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
36

2.4 Hipotesis
2.4.1 Pengertian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian. Menurut La Biondo –Wood Haber (2002) hipotesis adalah suatu
pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang
diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian. Setiap hipotesis
terdiri atas suatu unit atau bagian dari permasalahan (Nursalam, 2017).
Untuk mengetahui signifikansi (p) dari suatu hasil statistic (Hypothesis test),
maka kita dapat menentukan tingkat signifikansi : (p) 0,05 (1 kemungkinan untuk
20); 0,01 (1 untuk 100); dan 0,001 (1 untuk 1.000). Adapun yang sering
digunakan adalah signifikansi level 0,05. Dengan menentukan signifikansi ini
maka kita dapat menentukan apakah hipotesis akan diterima atau ditolak (jika p <
0,05) (Voelker & Orton; Adam, 2011 dalam Nursalam, 2017).
2.4.2 Tipe hipotesis
Perbedaan tipe hubungan dan jumlah variabel di identifikasi dalam hipotesis.
Penelitian mungkin mempunyai satu, tiga atau lebih hipotesis, bergantung pada
kompleknya suatu penelitian (Nursalam, 2017).
1) Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran statistik
dan interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat sederhana atau komplek dan
bersifat sebab atau akibat.
2) Hipotesis alternative (Ha/H1) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini
menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau
lebih variabel. Hubungan, perbedaan dan pengaruh tersebut dapat sederhana
atau kompleks, dan bersifat sebab-akibat.
Rumusan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
H1 : ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien kanker
melaksanakan program kemoterapi di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
H2 : ada hubungan antara mekanisme koping dengan kepatuhan pasien kanker
melaksanakan program kemoterapi di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya

Anda mungkin juga menyukai