Oleh:
PRODI AKUNTANSI
2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas berkat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perlindungan Terhadap Hak
Pemegang Saham” guna memenuhi tugas mata kuliah Corporate Governance.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat menjadi
bahan referensi dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saham atau surat berharga merupakan suatu tanda bukti atau kepimilikan
seseorang atau badan tertentu dalam suatu perusahaan. Wujudnya berupa
selembar kertas yang menunjukkan pemilik dari kertas tersebut adalah pemilik
perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Pemegang saham
merupakan subjek hukum atau orang yang diberikan hak yang sesuai dengan
saham yang dimilikinya hak tersebut meliputi hak suara dalam perusahaan baik
itu untuk pemilihan dewan Direksi maupun hak untuk mendapatkan pembagian
dari pendapatan perusahaan serta memiliki hak untuk ikut serta dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS).
1
(UUPM), namun diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Berdasarkan pada UUPT tersebut diharapkan pemegang
saham minoritas dapat mengetahui bagaimana langkah-langkah untuk melindungi
kepentingannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian saham dan pemegang saham?
2. Apa saja jenis-jenis saham perusahaan?
3. Seberapa penting pemegang saham dalam corporate governance?
4. Bagaimana prinsip OECD mengenai pemegang saham?
5. Bagaimana peraturan hukum mengenai perlindungan terhadap pemegang
saham perusahaan di indonesia?
C. Tujuan Makalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara sederhana, saham adalah suatu alat bukti kepemilikan atas sebuah
perusahaan atau badan usaha. Wujud saham umumnya berbentuk selembar kertas
dimana di dalamnya disebutkan bahwa pemilik surat berharga tersebut merupakan
pemilik perusahaan yang menerbitkan surat tersebut. Pemegang saham dalam
bahasa Inggris disebut juga Shareholder atau Stackholder yaitu seseorang atau
badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan.
Para pemegang saham juga dapat termasuk dari perusahaan tersebut.
Para pemegang saham tersebut diberikan hak secara khusus, termasuk hak
untuk memberikan suaranya (biasanya satu saham memiliki satu suara) dalam hal
memberikan suara dalam pemilihan dewan direksi, hak untuk pembagian dari
pendapatan perusahaan, dan hak terhadap asset perusahaan pada saat likuidasi
perusahaan. Dalam hal pemegang saham, pemegang saham dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu pemegang saham minoritas dan pemegang saham
mayoritas.
3
tetapi dalam perusahaan yang telah masuk bursa saham (go public),
suara terbanyak dapat diperoleh dengan menggabungkan pemegang
saham minoritas sehingga mencapai lebih dari 50%.
2. Pemegang saham minoritas adalah saham minoritas atau dalam bahasa
Inggris disebut (minority interest) yaitu kepentingan dan para
pemegang saham yang secara keseluruhan memiliki persentase saham
kurang dari 50 persen dan seluruh saham bank; dalam neraca
konsolidasi perusahaan, yang saham anak perusahaan itu tidak
seluruhnya dimiliki bank, kepentingan ini ditunjukkan dalam
pencatatan modal yang terpisah atau sebagai kewajiban yang tidak
memiliki batas waktu dan tidak memiliki hak prioritas.
Saham biasa
Saham biasa atau common stock merupakan jenis saham yang umum
diperdagangkan dalam pasal modal. Jenis saham yang umum diterbitkan oleh
perusahaan-perusahaan yang sudah go public. Saham jenis ini memiliki high
return dibandingkan dengan jenis saham lainnya. Di saat perusahaan mampu
memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi, maka pemegang saham jenis ini juga
akan memperoleh tingkat pengembalian berupa dividen yang nilainya tinggi pula.
Selain high return, saham biasa juga high risk. Di kala perusahaan tidak
memperoleh laba, maka pemegang saham biasa tidak akan menerima dividen. Tak
hanya itu, di kala perusahaan mengalami likuidasi atau kebangkrutan, maka
pemegang saham jenis ini hanya akan menerima hak atas sisa aset perusahaan
paling akhir setelah perusahaan melunasi semua utang atau kewajibannya kepada
pihak lain. Risikonya, apabila aset perusahaan tidak tersisa, maka pemegang
saham biasa tidak akan memperoleh apapun. Artinya, pemegang saham jenis ini
mengalami kerugian yang besar.
4
Saham biasa memberikan hak suara kepada pemegangnya dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Artinya, pemegang saham jenis ini bisa memberikan
usulan dalam RUPS. Meski demikian, tanggung jawab terhadap pihak lain
terbatas sesuai dengan proporsi saham yang dimilikinya. Selain itu, jenis saham
ini bisa dijual atau dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain. Oleh sebab itu,
pemegang saham biasa harus cermat dalam memantau perkembangan pasar
modal. Jika dirasa perusahaan tempatnya berinvestasi berisiko mengalami
kerugian, maka ia dapat melepas saham biasa yang dimilikinya dengan
menjualnya kepada pihak lain untuk mengurangi risiko kerugian.
Saham preferen
Jika ditinjau dari tingkat keamanan berinvestasi, jenis saham preferen lebih aman
dibandingkan dengan saham biasa. Saham preferen memiliki hak klaim atas aset
perusahaan dan pembagian dividen lebih dulu di saat perusahaan mengalami
likuiditas. Namun dalam kondisi normal, di mana perusahaan mampu
memperoleh keuntungan, maka pembagian dividen kepada pemegang saham jenis
ini dilakukan setelah pemegang saham biasa. Selain itu, nilai dividen untuk saham
preferen lebih rendah dibandingkan dengan saham biasa. Kelemahan lain dari
saham jenis preferen adalah sulit untuk diperjualbelikan atau dialihkan
kepemilikannya kepada pihak lain.
Bagaimana membedakan antara saham preferen dengan saham biasa? Mudah saja.
Perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal menggunakan kode
saham yang terdiri dari empat huruf, itulah saham biasa. Jika terdapat lima huruf
diakhiri dengan huruf P, maka itulah jenis saham preferen.
5
Sementara jenis saham berdasarkan cara peralihan haknya dibedakan menjadi dua,
yaitu saham atas unjuk dan atas nama.
Disebut juga sebagai bearer stock. Saham atas unjuk merupakan jenis
saham yang tidak mencantumkan nama pemiliknya, sehingga mudah untuk
alihkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Jenis saham ini mirip dengan
uang, mudah dialihkan. Selain itu, sertifikat saham juga dibuat mirip dengan uang
yang dibuat dengan kertas khusus berkualitas tinggi agar terhindar dari
pemalsuan.
Saham atas nama (registered stock) merupakan kebalikan dari saham atas
unjuk, di mana pada saham atas nama tertulis dengan jelas nama pemiliknya. Jika
dilihat dari segi keamanannya, jenis saham atas nama lebih aman dibandingkan
dengan saham atas unjuk. Jika pemilik kehilangan sertifikat saham atas nama,
maka ia bisa meminta penggantinya kepada perusahaan penerbit saham, karena
nama pemilik saham telah telah tercatat dalam buku perusahaan.
6
C. Pemegang Saham Dalam Corporate Governance
7
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan,
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak
rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan
meningkatkancorporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia,
4. Pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus
akan meningkatkan shareholder value dan deviden.
8
Indikator Corporate Governance. Hak-hak para pemegang saham (the right of
shareholders): (a) tingkat perlindungan pemegang saham umum, (b) tingkat
perlindungan bagi pemegang saham minoritas, (c) usaha perusahaan mendorong
pemegang saham menghadiri RUPS, (d) akurasi penyajian informasi keuangan
dan non keuangan, (e) penelaahan laporan keuangan perusahaan oleh pemegang
saham, (f) penolakan agenda RUPS oleh pemegang saham.
1. Hak Perseorangan (Personal Rights). Hak ini telah diatur oleh Pasal 61
ayat (1) UUPT yang antara lain menentukannya bahwa setiap pemegang
saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan
Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak
adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi,
9
dan/atau Dewan Komisaris. Hak ini menjadi dasar hukum gugatannya
pemegang saham terhadap perseroan. Namun, gugatan tersebut harus ada
dasar dan alas haknya. Artinya menggugatnya pemegang saham adalah
bagian dari akibat dan telah terjadi keputusan RUPS, Direksi dan/atau
Dewan Komisaris yang merugikannya. Dengan demikian, kerugian
menjadi prasyarat untuk menggugat perseroan dan sebaliknya
ketidakadaan kerugian menjadikan hak-hak pemegang saham menggugat
menjadi gugur. Gugatan pemegang saham dapat diajukan kepada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
perseroan yang digugat.
2. Hak Menilai Harga Saham (Appraisal Right). Hak ini telah diatur dalam
Pasal 62 ayat (1) UUPT menentukan bahwa setiap pemegang saham
berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dapat dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa
tindakan a. perubahan anggaran dasar; b. pengalihan atau penjaminan
kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh
persen) kekayaan bersih Perseroan; atau c. penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan. Hak ini adalah hak dasar, sebagai
pemilik saham, untuk membela kepentingannya dalam hal pemegang
saham menolak beberapa tindakan perseroan, sebagaimana diatur Pasal 62
ayat (1) UUPT yang dapat merugikannya. Untuk itu, maka
ketidaksetujuannya itu harus ditebus dengan dibeli sahamnya dengan
harga yang wajar sebagai jalan keluar terjadinya ketidaksetujuannya itu.
Sebuah perimbangan ketentuan di antara kepemilikan saham dengan hak
dalam kepemilikan saham dari pemegang saham.
3. Hak Meminta Didahulukan (Pre-Emptive Right). Hak ini telah diatur Pasal
43 ayat (1) dan Ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa (1) saham yang
dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan
kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk
klasifikasi saham yang sama; (2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan
10
untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum
pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh
pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang
dimilikinya. Hak ini juga dikenal dengan hak utama pemegang saham
untuk meminta didahulukannya dalam membeli atau berpatisipasi terhadap
saham yang akan dikeluarkan oleh perseroan dalam rangka peningkatan
modalnya. Hak ini menjadi wajar untuklah diatur, karena sebagai
pemegang yang telah ada sebelum (existing shareholders) terhadap
rencana peningkatan modal perseroan, maka harus terlebih dahulu
ditawarkan kepadanya. Apabila pemegang saham yang ada menolak dan
tidak berkehendak membelinya, maka barulah ditawarkan kepada pihak
ketiga diluar pemegang saham yang ada. Dalam kerangka ini, maka harga
yang akan ditawarkan kepada pemegang saham harus sama dengan harga
yang ditawarkan kepada pemegang saham lainnya.
4. Hak Gugatan Derivatif (Derivative Right). Hak ini diatur melalui Pasal 97
ayat (6) untuk gugatan terhadap Direksi dan Pasal 114 ayat (6) gugatan
terhadap Komisaris perseroan. Melalui kedua ketentuan ini diatur bahwa
pemegang untuk dan atas nama perseroan (tidak untuk kepentingan diri
pribadi) yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) dari jumlah
saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi atau Komisaris dikarenakan
kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap perseroan.
Hak pemegang saham ini adalah bukti dalam keterlibatan langsung
pemegang saham untuk mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan dan
adanya kemungkinan terjadinya kerugian perseroan. Dengan gugatan ini
apabila dimenangkan, maka yang berhak menerima pembayaran ganti rugi
dari tergugat adalah perseroan itu sendiri dan bukan pemegang saham
yang menggugat dengan jalan gugatan derivatif ini. Artinya, sifat utama
gugatan derivatif adalah demi dan untuk memperbaiki perseroan. Sebab,
jika ada inisiatif yang memperbaikinya, maka kerugian perseroan akan
menjadi bertambah-tambah dan tidak ada yang dapat menghentikannya.
11
Solusi hal ini dapat dicari jalan keluarnya dengan gugatan deriviatif dari
pemegang saham.
5. Hak Pemeriksaan (Enqueterecht). Hak ini oleh UUPT telah diatur khusus
Pasal 138 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa permohonan
pemeriksaan perseroan dapat diajukan a) 1 (satu) pemegang saham atau
lebih yang telah mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara; b). pihak lain yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan, anggaran dasar perseroan atau perjanjian
dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan; atau c). kejaksaan untuk kepentingan umum. Dengan dasar
ini pemegang saham diberikan hak UUPT untuk melakukan proses audit
atau pemeriksaan langsung terhadap perseroan dengan tujuan
mendapatkan keterangan dalam hal terjadinya dugaan bahwa perseroan,
Direksi dan Dewan Komisaris telah melakukan perbuatan melawan hukum
yang akan merugikan pemegang saham dan pihak ketiga. Untuk
menjalankan hak-hak itulah, maka pemegang saham dapat mengajukannya
permohonan secara tertulis, beserta dengan alasannya, kepada Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat dimana kedudukan
perseroan berada. Melalui hak ini memungkinkan pemegang saham dapat
mengetahui dengan jelas dan langsung ke permasalahan yang terjadi
tentang perbuatan melawan hukum, sehingga dapat berusaha mencegah
dan menekan kerugian yang akan dapat terus terjadi di dalam internal
perseroan.
6. Hak meminta mengadakan RUPS. Hak untuk mengadakan RUPS ini
dengan telah diatur Pasal 79 ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa
penyelenggraan RUPS dapat dimintakan oleh 1 (satu) orang atau lebih
pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh)
atau lebih dari seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali anggaran
dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil. Kehendak pemegang
saham itu harus diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat dan disertai
alasannya dengan tembusan kepada Dewan Komisaris. Direksi di dalam
12
jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah tanggal permintaan
penyelenggaran RUPS, maka wajib melakukan pemanggilan RUPS.
Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan
RUPS dalam jangka waktu 15 (lima belas), maka pemegang saham yang
meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada
ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan dimana Perseroan berada untuk menetapkan pemberian izin
kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. Dengan
hak ini, maka hak untuk menyelenggarakan RUPS tidak terbatas dari
Direksi, tetapi dapat juga dimintakan penyelenggarannya oleh pemegang
saham dengan jumlah kepemilikan saham tertentu. Artinya, pemegang
saham tidak saja memilik hak untuk mengeluarkan suaranya di dalam
RUPS, tetapi pemegang saham juga dapat mengusulkan diadakannya
RUPS dalam hal, misalnya, Direksi tidak mengadakan RUPS Tahunan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau masa jabatan para anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris telah berakhir.
7. Hak meminta pembubaran Perseroan. Hak ini telah diatur dalam Pasal
144 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa Direksi, Dewan Komisaris
atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit
1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Hak
ini ada, karena memang hak pemegang saham untuk mendirikan
perseroan, tetapi sekaligus juga menjadi hak pemegang saham
membubarkannya. Terdapat banyak alasan mengapa membubarkan
perseroan, namun dalih untuk membubarkan perseroan dapat juga
disebabkan karena setelah menjalankan kegiatan dalam waktu lama
perkembangan dan kemajuan usahanya tidak maju-maju dan bahkan
mundur, sehingga usahanya tidak dapat bertahan lama dan mengalami
kerugian terus menerus, sehingga dengan keadaan yang demikian
memaksa pemegang saham tidak berkehendak lagi melanjutkan aktivitas
usahanya. Dengan kata lain lebih baik perseroan dibubarkan saja. Telah
13
diaturnya hak ini juga menjadi dasar hukum bagi pemegang saham untuk
membubarkan diri, dengan harus persetujuan RUPS terlebih dahulu,
sebagai persetujuan bersama dari seluruh pemegang saham untuk
menyetujui membubarkan diri usahanya.
14
Selain di Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan
Peraturan Bapepam-LK, perlindungan hak pemegang saham minoritas juga
terdapat pada Undang-Undang Pasar Modal (UU PM) terkait dengan kewajiban
keterbukaan informasi sebagaimana tertuang pada pasal 85 dan pasal 86. Selain
itu, pasal 87 mengatur pelaporan kepemilikan direktur dan komisaris serta
pengungkapan pihak-pihak yang memiliki minimal 5% kepemilikan. Selain itu,
dalam peraturan Bapepam-LK Nomor X.K.6 tahun 2012 mengatur mengenai
kewajiban pengungkapan identitas pemegang saham utama atau pengendali
hingga lapis individu tertentu dalam laporan keuangan tahunan. Pengungkapan
tersebut disajikan dalam bentuk skema atau diagram.
15
PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang
merupakan anak perusahaan dari perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT
Matahari Putra Prima Tbk. terletak di Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958.
Pada tahun 1972, toko ini kemudian berkembang menjadi perintis departement
store pertama di Indonesia. Delapan tahun kemudian, toko dibuka di luar Jakarta
yaitu di Bogor dengan nama Sinar Matahari Bogor. Pada tahun 1992, perusahaan
melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya.
Visi perusahaan adalah untuk menjadi ritel pilihan pertama para
konsumen. Sedangkan misinya adalah untuk membawa nilai produk fashion dan
jasa yang meningkatkan kualitas konsumen secara konsisten. Struktur
kepemilikan saham MPP adalah PT. Multipolar Tbk sebesar 50,01%, dan pemilik
saham minoritas dan lain-lain sebesar 43,21%. Setelah saham salah satu anak
perusahaannya yakni Matahari Departemen Store resmi terjual kepada CVC pada
tanggal 26 Maret 2010, tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap struktur
kepemilikan tersebut, hal ini menunjukan bahwa transaksi penjualan saham
tersebut tidak memberikan dampak besar bagi kepemilikan MPP.
Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint
venture dengan CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity fund
untuk mendirikan PT. Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan
sahamnya adalah 80% dimiliki oleh CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun
2010 pula MAC mengakuisisi 90,7% saham MDS dari MPP dan 7,24% dari PT.
Pasific Asia Holding Ltd, sehingga total kepemilikan saham MDS sebesar
98,15%.
2. Kronologi Permasalahan
Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan
sales purchase agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan
akuisisi terhadap anak perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan
total kepemilikan sebesar 90,76% melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia
Company Limited. Kemudian pada 5 Maret 2010, Matahari Putra Prima berniat
menggelar RUPS dengan agenda persetujuan penjualan saham tersebut. MAC
16
mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk membeli 90,76% saham Matahari Putra
Prima di Matahari Department Store. MPP akan menerima pembayaran tunai
sebesar Rp. 5.28 triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20% saham biasa MAC,
20,72% saham preferen MAC, dan 8 juta warrant dengan total transaksi sebesar
Rp. 7,16 triliun. Selain membeli saham MPP yang ada pada MDS, MAC juga
berencana membeli saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar 7,24% sehingga total
kepemilikan saham MAC pada MDS adalah sebesar 80%.
Sementara seperti telah diketahui dari profil perusahaan tersebut, MAC
merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan
CVC Capital Partners. Dimana MPP memiliki kepemilikan saham sebesar 20%
pada MAC dan CVC memiliki kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu
mengindikasikan adanya insider trading yang dilakukan oleh MPP dan juga
terindikasi adanya praktek korporasi guna menaikan harga saham MDS.
Indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui insider trading adalah
aktivitas perdagangan saham ataupun sekuritas tertentu oleh individu yang
mempunyai akses tentang informasi non publik dari perusahaan tersebut. Dengan
kata lain, perdagangan efek perusahaan yang dilakukan oleh orang yang
dikategorikan sebagai orang dalam. Individu tersebut melakukan aktivitas trading
dengan memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak bisa diakses oleh publik.
Seorang investor dengan akses informasi dari dalam yang sebetulnya tidak dapat
diakses publik, bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan
investor lain dan investor lain yang tidak memperoleh informasi tersebut tentu
akan merasa dirugikan.
Selanjutnya, indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek
“penggorengan saham” atau pengumpulan saham, guna menaikan harga saham
MDS, dapat dilihat dari adanya lonjakan kenaikan harga saham MDS yang tidak
wajar dari akhir 2009 sampai Februari 2010, sejak adanya desas-desus mengenai
penjualan saham MDS kepada MAC. Dampak dari transaksi ini, harga saham
MDS naik dari Rp. 50 per lembar ke tingkat harga Rp. 1350 per lembar pada
tanggal 22 Januari 2010, beberapa hari sebelum MPP mengumumkan penjualan
saham MDS kepada MAC. Lonjakan yang sangat signifikan tersebut membuat
17
Bursa Efek Indonesia curiga adanya kebocoran berita mengenai penjualan saham
MDS kepada MAC.
Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada
MAC tersebut, para pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak
setara untuk setiap pemegang saham MPP, pemegang saham mayoritas dirasa
yang paling diuntungkan dalam penjualan tersebut terutama PT. Multipolar Tbk
yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT. Multipolar Tbk merupakan
anak usaha dari Lippo Group. Hasil penjualan MDS menghasilkan dana tunai
sebesar Rp 5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk melunasi hutang
kepada PT. Multipolar Tbk sebesar Rp 3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp. 1,88
triliun akan di gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnya
dimana dividen untuk Multipolar sebesar 50,01% ( Rp 940,1 jt) dan sisanya
dibagikan untuk para pemegang saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga
publik.
Permasalahan yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian
saham dengan menggunakan dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk
membeli MDS yang sebesar Rp. 3.25 triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana
sebesar Rp. 3.25 triliun itu ternyata berasal dari dana pinjaman pada bank CIMB
Niaga dan Standard Chartered yang diajukan MDS, jaminan terhadap kedua bank
tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar 98% yang akan dibeli oleh MAC.
Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari Department Store
direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS pada
saat yang bersamaan.
18
(Pasal 90), unsur transaksi semu (Pasal 91) unsur orang dalam (Pasal 95), unsur
transaksi orang dalam (Pasal 96), dan unsur keuntungan pihak tertentu (Pasal 92).
Menurut Yanuar, transaksi ini terjadi antar pemegang saham yang dibiayai utang
emiten ke perusahaan pemegang saham dan emiten mengambil utang ke Bank
CIMB Niaga dan Standard Chartered. Yanuar menganjurkan agar Bapepam
segera melakukan gelar perkara atas tidak terpenuhinya unsur menipu Pasal 91,
transaksi semu dan persekongkolan untuk membentuk harga. Dan kemudian Pasal
92 terkait informasi orang dalam yang melibatkan kecurigaan transaksi orang
dalam (Pasal 95-96) secara terbuka di publik. Kemudian juga terdapat beberapa
pelanggaran dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas antara lain:
(1) Pasal 3 Ayat 2 mengenai pemisahan antar kepentingan pemegang saham
dengan dengan kegiatan perseroan, guna melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas.
(2) Pasal 84 Ayat 1 mengenai setiap satu saham memiliki satu hak suara
kecuali anggaran dasar menentukan lain. Jadi setiap pemegang saham
kecuali saham preferen berhak atas hak suaranya dalam RUPS.
(3) Pasal 86 Ayat 1 yang berbunyi “RUPS dapat dilangsungkan jika dalam
RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau
anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar”
(4) Pasal 52 Ayat 1 mengenai hak-hak pemegang saham
19
Dari prinsip tersebut tentunya MPP telah melakukan pelanggaran yang
jelas karena telah dengan terbuka melakukan insider trading yang tentu telah
menghilangkan hak-hak pemegang saham minoritas. Insider Trading sendiri telah
secara dijelas dilarang dalam prinsip III B OECD, “Insider trading and abusive
self-dealing should be prohibited.”
3.3 Pelanggaran Peraturan
Transaksi penjualan MDS kepada MAC yang syarat akan benturan
kepentingan, transaksi tersebut diatur secara lebih tegas dalam Peraturan Bapepam
No.IX.E.1 sebagaimana telah diperbarui dengan Keputusan Ketua Bapepam LK
No: Kep-412/BL/2009. Berdasakan Pasal 1 huruf e peraturan tersebut, benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentngan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi anggota direksi, anggota dewan komisaris atau
pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud. Berikut
transaksi yang mengandung benturan kepentingan berdasarkan Peraturan
Bapepam No.IX.E.1 yang berkaitan dengan kasus Matahari :
(1) Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang
saham utama, komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau
anggota direksi atau komisaris
(2) Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris.
Atau pemegang saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur
atau komisaris
(3) Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham
utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau
komisaris
4. Penyelesaian Kasus
Kabar rencana penjualan 90,7% saham yang PT. Matahari Department
Store yang dimiliki PT. Matahari Putra Prima kepada PT. Meadow Indonesia,
banyak menuai protes dikalangan masyarakat terkait dengan berbagai kecurangan
dan manipulasi yang di duga dilakukan oleh MPP seperti insider trading dan juga
“penggorengan saham” guna menaikan harga saham Matahari Department Store.
20
Menganggapi isu tersebut, Bapepam-LK selaku badan pengawas pasar
modal di Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut.
Kemudian Bapepam-LK menyelenggarakan pertemuan dengan pihak menejemen
MPP. Pada pertemuan tersebut Bapepam LK meminta kepada pihak menejemen
MPP untuk memberikan penjelasan secara lebih rinci kepada publik mengenai
transaksi yang bernilai triliunan rupiah tersebut.
Setelah pertemuan yang pertama dengan menejemen MPP tersebut,
Bapepam LK kembali meminta kepada pihak menejemen MPP uuntuk
memberikan penjelasan kepada publik mengenai segala bentuk utang yang
dimiliki MPP dan juga rencana penggunaan dana hasil penjualan saham MDS
sebesar Rp 7,16 triliun. Dan kemudian memperoleh hasil bahwa hasil penjualan
tersebut akan digunakan untuk melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar dan
juga untuk membagikan dividen yang sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar.
Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh Bapepam-LK dirasa
kurang jelas, Bapepam-LK pun meminta MPP untuk menunda pelaksanaan RUPS
dan membuat bussines plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut
dan ditampilkan dalam bentuk public expose guna menjamin transparansi agar
pihak pemegang saham minoritas pun dapat mengetahui tujuan dari penjualan
saham tersebut.
Pada akhirnya Bapepam-LK tetap mengalami kesulitan untuk
mengumpulkan bukti-bukti penyimpangan transaksi penjualan yang dilakukan
MDS. Hal tersebut dikarenakan transaksi yang terjadi dan pihak-pihak yang
melakukan hanya sedikit jumlahnya. Walaupun analisa Bapepam-LK menemukan
indikasi transaksi mencurigakan, tetapi untuk melakukan proses hukum
memerlukan bukti yang materiil.
Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna
membahas rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder
menyetujui rencana penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara
resmi menjual 90,7% saham PT. Matahari Department Store kepada PT. Meadow
Asia Company.
21
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya, perangkat hukum di Indonesia telah berusaha untuk
melindungi pemegang saham minoritas. Akan tetapi satu hal yang perlu
diperhatikan adalah terkait usaha untuk menempuh jalur hukum tersebut.
Misalnya dengan harus mengumpulkan 1/10 hak suara agar dapat melakukan
tuntutan hukum, dirasa terlalu berat mengingat para pemegang saham dengan
jumlah yang tidak signifikan justru sangat banyak jumlahnya. Hal ini belum
menimbang biaya yang harus dikeluarkan dansiapa yang harus
menanggungnya. Kadang pula para pemegang saham minoritas hanya
berorientasi pada keuntungan sesaat seperti perubahan harga saham sementara
tidak begitu peduli dengan aktivitas perusahaan. Dalam pembuatan regulasi
kadang juga melibatkan isu politis dimana beberapa orang berkepentingan
mempunyai peranan di sana, sementara seharusnya regulasi dibuat untuk
kepentingan publik. Peran vital pemerintah melalui UU PT, adalah
memastikan bahwa para seluruh pemegang saham mendapatkan haknya dan
tidak tercederai oleh pemegang saham mayoritas dalam berbagai mekanisme
yang berjalan di perseroan seperti RUPS, pengambilan kebijakan strategis,
dan sebagainya. Sementara itu, peran Bapepam LK (sekarang adalah OJK)
adalah terkait regulasi pengungkapan informasi sehingga tidak terdapat
asimetri informasi yang akan berakhir dengan terwujudnya tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance).
Dari pembahasan kasus diatas terlihat bahwa tidak terdapat bukti yang
materiil terhadap kasus transaksi penjualan MDS oleh MPPA yang banyak
menuai protes. Namun transaksi insider trading dan praktek korporasi untuk
menaikan saham memanglah sangat jelas terlihat dalam transaksi tersebut
terutama dalam dua transaksi berikut:
23
1. MPPA menjual saham MDS kepada MAC pada tahun 2010 dimana MAC
juga baru dibentuk pada tahun tersebut dan MPP memiliki 20%
kepemilikan terhadap MAC. Pada saat isu penjualan saham tersebut
muncul harga saham MDS melonjak naik.
2. Dana yang digunakan untuk pembelian saham tersebut adalah dana yang
dipinjam oleh MPP kepada dua bank CIMB Niaga dan Standard Chartered
dengan jaminan 90,7% saham MDS, yang kemudian dana tersebut
dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS.
B. Saran
1. Kepada OJK dan Bursa Efek Indonesia diharapkan terus mengawasi
apabila terdapat tindak kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan dan
memberi sanksi yang tegas apabila kecurangan tersebut telah terbukti.
2. Kepada Investor agar terus mengawasi dan waspada terhadap operasi
perusahaan dan hendaknya mengajukan keberatan apabila merasa telah
terjadi perampasan hak ataupun tindak kecurangan.
24
DAFTAR PUSTAKA
25