Anda di halaman 1dari 28

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK PEMEGANG SAHAM

(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Corporate Governance)

Dosen Pengampu: Nur Wachidah Yulianti, SE., M.S.Ak

Oleh:

Ahmad Rizky 11160820000048

Rafli Mugni Rahman 11160820000061

Sonny Prayoga K 11160820000063

Muhammad Wildan 11160820000071

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas berkat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perlindungan Terhadap Hak
Pemegang Saham” guna memenuhi tugas mata kuliah Corporate Governance.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah


mendukung dan membantu berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Kami
pun menyadari bahwa makalah ini masih memiliki keterbatasan dalam
penyajiannya, maka dari itu dengan tangan terbuka kami bersedia menerima kritik
dan saran dari pembaca guna memperbaiki dan melengkapi keterbatasan tersebut.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat menjadi
bahan referensi dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Ciputat, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah..................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. Pengertian Saham dan Pemegang Saham........................................................... 3
B. Jenis-jenis saham Perusahaan ............................................................................. 4
C. Pemegang Saham Dalam Corporate Governance .............................................. 7
D. Prinsip OECD Terkait Pemegang Saham........................................................... 8
E. Peraturan Perlindungan Terhadap Pemegang Saham Perusahaan di
Indonesia ........................................................................................................................ 9
F. Kasus PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) .............................................. 15
BAB III............................................................................................................................. 23
PENUTUP........................................................................................................................ 23
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 23
B. Saran .................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saham atau surat berharga merupakan suatu tanda bukti atau kepimilikan
seseorang atau badan tertentu dalam suatu perusahaan. Wujudnya berupa
selembar kertas yang menunjukkan pemilik dari kertas tersebut adalah pemilik
perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Pemegang saham
merupakan subjek hukum atau orang yang diberikan hak yang sesuai dengan
saham yang dimilikinya hak tersebut meliputi hak suara dalam perusahaan baik
itu untuk pemilihan dewan Direksi maupun hak untuk mendapatkan pembagian
dari pendapatan perusahaan serta memiliki hak untuk ikut serta dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dalam transaksi penjualan saham terbentuklah dua kelompok pemegang


saham yaitu pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas.
Pemegang saham minoritas adalah pemegang saham yang memiliki saham kurang
dari 50% dan tidak memiliki hak prioritas dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) pemegang saham minoritas tidak memiliki kejelasan tentang hak suara
yang dimilikinya dalam RUPS, serta pemegang saham minoritas ini memiliki
kedudukan yang sangat kecil dalam suatu perusahaan. Sedangkan terhadap
pemegang saham mayoritas pada prinsipnya perlindungan hukum terhadapnya
cukup terjamin dibandingkan dengan pemegang saham minoritas, terutama
melalui mekanisme RUPS, yaitu apabila tidak menemukan adanya keputusan
bersama maka keputusan yang diterima adalah keputusan mayoritas. Sifat putusan
yang diambil oleh mayoritas dalam RUPS tersebut dinilai tidak selamanya adil
bagi pemegang saham minoritas sehingga kepentingan minoritas kurang
diperhatikan.

Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas tidak diatur


secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

1
(UUPM), namun diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Berdasarkan pada UUPT tersebut diharapkan pemegang
saham minoritas dapat mengetahui bagaimana langkah-langkah untuk melindungi
kepentingannya.

Berdasarkan latar belakang diatas, perlindungan terhadap pemegang saham


dalam suatu perusahaan merupakan hal yang sangat penting dan perlu untuk
dilindungi. Berdasarkan paparan yang dikemukakan, maka timbul ketertarikan
untuk mengembangkan pembahasan mengenai “Perlindungan Terhadap Hak
Pemegang Saham”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian saham dan pemegang saham?
2. Apa saja jenis-jenis saham perusahaan?
3. Seberapa penting pemegang saham dalam corporate governance?
4. Bagaimana prinsip OECD mengenai pemegang saham?
5. Bagaimana peraturan hukum mengenai perlindungan terhadap pemegang
saham perusahaan di indonesia?

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui pengertian saham dan pemegang saham


2. Mengetahui jenis-jenis saham perusahaan
3. Mengetahui pentingnya pemegang saham dalam corporate governance
4. Mengetahui prinsip OECD mengenai pemegang saham
5. Mengetahui peraturan tentang perlindungan terhadap pemegang saham
perusahaan di Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Saham dan Pemegang Saham


Saham adalah dokumen berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan
atas suatu perusahaan. Dengan kata lain, ketika seseorang membeli saham maka
orang tersebut telah membeli sebagian kepemilikan atas perusahaan tersebut. Arti
saham (stock) dapat juga didefinisikan sebagai satuan nilai atau pembukuan dalam
berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah
perusahaan. Jadi, ketika seseorang membeli saham suatu perusahaan maka orang
tersebut telah memiliki hak atas asset dan pendapatan perusahaan tersebut dengan
porsi sebesar saham yang dibeli.

Secara sederhana, saham adalah suatu alat bukti kepemilikan atas sebuah
perusahaan atau badan usaha. Wujud saham umumnya berbentuk selembar kertas
dimana di dalamnya disebutkan bahwa pemilik surat berharga tersebut merupakan
pemilik perusahaan yang menerbitkan surat tersebut. Pemegang saham dalam
bahasa Inggris disebut juga Shareholder atau Stackholder yaitu seseorang atau
badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan.
Para pemegang saham juga dapat termasuk dari perusahaan tersebut.

Para pemegang saham tersebut diberikan hak secara khusus, termasuk hak
untuk memberikan suaranya (biasanya satu saham memiliki satu suara) dalam hal
memberikan suara dalam pemilihan dewan direksi, hak untuk pembagian dari
pendapatan perusahaan, dan hak terhadap asset perusahaan pada saat likuidasi
perusahaan. Dalam hal pemegang saham, pemegang saham dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu pemegang saham minoritas dan pemegang saham
mayoritas.

1. Pemegang saham mayoritas atau dalam bahasa Inggris disebut


(majority stockholders) yaitu pemegang saham yang mempunyai
kepentingan untuk melakukan pengawasan suatu perusahaan.
Persentase kepemilikan lebih dari 50% saham perlu untuk tujuan ini,

3
tetapi dalam perusahaan yang telah masuk bursa saham (go public),
suara terbanyak dapat diperoleh dengan menggabungkan pemegang
saham minoritas sehingga mencapai lebih dari 50%.
2. Pemegang saham minoritas adalah saham minoritas atau dalam bahasa
Inggris disebut (minority interest) yaitu kepentingan dan para
pemegang saham yang secara keseluruhan memiliki persentase saham
kurang dari 50 persen dan seluruh saham bank; dalam neraca
konsolidasi perusahaan, yang saham anak perusahaan itu tidak
seluruhnya dimiliki bank, kepentingan ini ditunjukkan dalam
pencatatan modal yang terpisah atau sebagai kewajiban yang tidak
memiliki batas waktu dan tidak memiliki hak prioritas.

B. Jenis-jenis saham Perusahaan

 Saham biasa

Saham biasa atau common stock merupakan jenis saham yang umum
diperdagangkan dalam pasal modal. Jenis saham yang umum diterbitkan oleh
perusahaan-perusahaan yang sudah go public. Saham jenis ini memiliki high
return dibandingkan dengan jenis saham lainnya. Di saat perusahaan mampu
memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi, maka pemegang saham jenis ini juga
akan memperoleh tingkat pengembalian berupa dividen yang nilainya tinggi pula.

Selain high return, saham biasa juga high risk. Di kala perusahaan tidak
memperoleh laba, maka pemegang saham biasa tidak akan menerima dividen. Tak
hanya itu, di kala perusahaan mengalami likuidasi atau kebangkrutan, maka
pemegang saham jenis ini hanya akan menerima hak atas sisa aset perusahaan
paling akhir setelah perusahaan melunasi semua utang atau kewajibannya kepada
pihak lain. Risikonya, apabila aset perusahaan tidak tersisa, maka pemegang
saham biasa tidak akan memperoleh apapun. Artinya, pemegang saham jenis ini
mengalami kerugian yang besar.

4
Saham biasa memberikan hak suara kepada pemegangnya dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Artinya, pemegang saham jenis ini bisa memberikan
usulan dalam RUPS. Meski demikian, tanggung jawab terhadap pihak lain
terbatas sesuai dengan proporsi saham yang dimilikinya. Selain itu, jenis saham
ini bisa dijual atau dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain. Oleh sebab itu,
pemegang saham biasa harus cermat dalam memantau perkembangan pasar
modal. Jika dirasa perusahaan tempatnya berinvestasi berisiko mengalami
kerugian, maka ia dapat melepas saham biasa yang dimilikinya dengan
menjualnya kepada pihak lain untuk mengurangi risiko kerugian.

 Saham preferen

Disebut juga sebagai preferred stock. Saham preferen merupakan


gabungan dari saham biasa dengan obligasi, karena menghasilkan pendapatan
tetap. Adapun ciri dari saham jenis ini yaitu terdapat klaim atas laba dan aktiva
sebelumnya, pembagian dividen tetap selama masa berlakunya saham, dan
memiliki hak tebus atau dapat ditukar dengan saham biasa.

Jika ditinjau dari tingkat keamanan berinvestasi, jenis saham preferen lebih aman
dibandingkan dengan saham biasa. Saham preferen memiliki hak klaim atas aset
perusahaan dan pembagian dividen lebih dulu di saat perusahaan mengalami
likuiditas. Namun dalam kondisi normal, di mana perusahaan mampu
memperoleh keuntungan, maka pembagian dividen kepada pemegang saham jenis
ini dilakukan setelah pemegang saham biasa. Selain itu, nilai dividen untuk saham
preferen lebih rendah dibandingkan dengan saham biasa. Kelemahan lain dari
saham jenis preferen adalah sulit untuk diperjualbelikan atau dialihkan
kepemilikannya kepada pihak lain.

Bagaimana membedakan antara saham preferen dengan saham biasa? Mudah saja.
Perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal menggunakan kode
saham yang terdiri dari empat huruf, itulah saham biasa. Jika terdapat lima huruf
diakhiri dengan huruf P, maka itulah jenis saham preferen.

5
Sementara jenis saham berdasarkan cara peralihan haknya dibedakan menjadi dua,
yaitu saham atas unjuk dan atas nama.

 Saham atas unjuk

Disebut juga sebagai bearer stock. Saham atas unjuk merupakan jenis
saham yang tidak mencantumkan nama pemiliknya, sehingga mudah untuk
alihkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Jenis saham ini mirip dengan
uang, mudah dialihkan. Selain itu, sertifikat saham juga dibuat mirip dengan uang
yang dibuat dengan kertas khusus berkualitas tinggi agar terhindar dari
pemalsuan.

Kemudahan untuk dialihkan pada saham atas unjuk sekaligus menjadi


risiko dari jenis saham ini. Jika sertifikat saham hilang, maka pemilik saham tidak
akan bisa meminta duplikat sebagai penggantinya. Oleh sebab itu, pemilik saham
jenis ini harus ekstra hati-hati dalam membawa dan menyimpannya.

 Saham atas nama

Saham atas nama (registered stock) merupakan kebalikan dari saham atas
unjuk, di mana pada saham atas nama tertulis dengan jelas nama pemiliknya. Jika
dilihat dari segi keamanannya, jenis saham atas nama lebih aman dibandingkan
dengan saham atas unjuk. Jika pemilik kehilangan sertifikat saham atas nama,
maka ia bisa meminta penggantinya kepada perusahaan penerbit saham, karena
nama pemilik saham telah telah tercatat dalam buku perusahaan.

Di balik keunggulan, ada pula kelemahan. Demikian pula dengan saham


atas nama. Kelemahan saham atas nama lebih sulit untuk dialihkan atau
dipindahtangankan ke pihak lain. Untuk mengalihkan saham ke pihak lain, harus
melalui prosedur tertentu yang pastinya melibatkan perusahaan penerbit saham.
Pengalihan saham atas nama harus melalui pencatatan dokumen, di mana nama
pemilik baru harus dicatat ke dalam buku khusus yang memuat daftar pemegang
saham perusahaan.

6
C. Pemegang Saham Dalam Corporate Governance

Tata kelola perusahaan yang baik keberadaannya membantu perusahaan-


perusahaan pada kondisi-kondisi tidak menguntungkan. Beberapa survey
menunjukkan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dapat meningkatkan
kinerja perusahaan mencapai 30% di atas pengembalian normal. Menurut Shleiver
dan Vishny (1997) dalam Darmawati et al (2005:66) corporate governance
merupakan serangkaian mekanisme yang dapat melindungi pihak minoritas
(outside investors/ minority shareholders) dari ekspropriasi yang dilakukan oleh
para manajer dan pemegang saham pengendali (insider) dengan penekanan pada
mekanisme legal.

Pendekatan legal dari corporate governance memiliki arti mekanisme


kunci corporate governance adalah proteksi investor eksternal (outside investors)
baik pemegang saham maupun kreditor, melalui sistem legal yang dapat diartikan
dengan hukum dan pelaksanaannya. Sedangkan menurut Keputusan Menteri
Negara BUMN No.117/2002: Corporate Governance merupakan proses
terstruktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders
lainnya berdasarkan peraturan perundangan dan nilai-nilai risiko.

Dapat dikatakan nilai saham perusahaan merupakan hasil dari penerapan


good corporate governance yang dijalankan oleh perusahaan secara baik, Dengan
melaksanakan Corporate Governance, menurut Forum of Corporate
Governance in Indonesia (FCGI) ada beberapa manfaat yang diperoleh, antara
lain :

7
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan,
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak
rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan
meningkatkancorporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia,
4. Pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus
akan meningkatkan shareholder value dan deviden.

D. Prinsip OECD Terkait Pemegang Saham

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)


merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam
pengembangan Good Governance baik untuk pemerintah maupun dunia usaha.
Pertama kali OECD mengeluarkan prinsip-prinsip Corporate Governance pada
Mei 1999 dan telah direvisi pada bulan Desember 2004. Prinsip dasar Corporate
Governance yang dikeluarkan OECD pada tahun 2004 mencakup:
1. Memastikan kerangka pengembangan Corporate Governance yang
efektif;
2. Hak Pemegang Saham dan Fungsi Utama Kepemilikan Saham;
3. Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham;
4. Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance
5. Keterbukaan dan Transparasi;
6. Tanggung Jawab Dewan (Komisaris dan Direksi).

Prinsip-prinsip tersebut menjadi acuan dalam pengkajian baik kandungan


teoritis maupun prakteknya khususnya di Pasar Modal. Pengkajian ini bertujuan
untuk melihat sejauh mana ketentuan dan peraturan di Bidang Pasar Modal dapat
secara berkelanjutan memberikan cerminan Corporate Governance. Dimensi dan

8
Indikator Corporate Governance. Hak-hak para pemegang saham (the right of
shareholders): (a) tingkat perlindungan pemegang saham umum, (b) tingkat
perlindungan bagi pemegang saham minoritas, (c) usaha perusahaan mendorong
pemegang saham menghadiri RUPS, (d) akurasi penyajian informasi keuangan
dan non keuangan, (e) penelaahan laporan keuangan perusahaan oleh pemegang
saham, (f) penolakan agenda RUPS oleh pemegang saham.

E. Peraturan Perlindungan Terhadap Pemegang Saham Perusahaan di


Indonesia

Di dalam kerangka organ korporasi, pemegang saham (shareholders)


berkedudukan sebagai pemilik perusahaan. Kepemilikan, baik pribadi atau badan
hukum, diwujudkan dengan saham sebagai bukti identitas kepemilikan. Dengan
saham menjadikannya berhak menghadiri dan mengeluarkan suaranya dalam
RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi dan
menjalankan hak-hak lainnya berdasarkan UU ini (Pasal 52 ayat (1) Undang-
undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau UUPT). Ketentuan
Pasal 52 ayat (1) menunjukkan bahwa pemegang saham terbagi di dalam dua
kategori besar hak. Pertama, hak-hak, sebagaimana diatur Pasal 52 ayat (1)
UUPT, dalam kerangka RUPS bahwa pemegang saham dapat menyatakan
pendapatnya, menerima keuntungan RUPS dalam bentuk dividen dan menerima
sisa kekayaan dari terjadinya likuidasi perusahaan. Kedua, terdapat hak-hak lain
yang tersebar (diluar hak-hak yang pertama) diatur beberapa pasal dalam UUPT.
Kedua hak-hak itu menunjukkan bahwa UUPT tidak bermaksud mengatur hak-
hak pemegang saham dalam bab tersendiri dan tidak terintegrasi pengaturannya.
Hal itu dapat dijelaskan bahwa hak-hak lain tersebut antara lain:

1. Hak Perseorangan (Personal Rights). Hak ini telah diatur oleh Pasal 61
ayat (1) UUPT yang antara lain menentukannya bahwa setiap pemegang
saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan
Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak
adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi,

9
dan/atau Dewan Komisaris. Hak ini menjadi dasar hukum gugatannya
pemegang saham terhadap perseroan. Namun, gugatan tersebut harus ada
dasar dan alas haknya. Artinya menggugatnya pemegang saham adalah
bagian dari akibat dan telah terjadi keputusan RUPS, Direksi dan/atau
Dewan Komisaris yang merugikannya. Dengan demikian, kerugian
menjadi prasyarat untuk menggugat perseroan dan sebaliknya
ketidakadaan kerugian menjadikan hak-hak pemegang saham menggugat
menjadi gugur. Gugatan pemegang saham dapat diajukan kepada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
perseroan yang digugat.
2. Hak Menilai Harga Saham (Appraisal Right). Hak ini telah diatur dalam
Pasal 62 ayat (1) UUPT menentukan bahwa setiap pemegang saham
berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dapat dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa
tindakan a. perubahan anggaran dasar; b. pengalihan atau penjaminan
kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh
persen) kekayaan bersih Perseroan; atau c. penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan. Hak ini adalah hak dasar, sebagai
pemilik saham, untuk membela kepentingannya dalam hal pemegang
saham menolak beberapa tindakan perseroan, sebagaimana diatur Pasal 62
ayat (1) UUPT yang dapat merugikannya. Untuk itu, maka
ketidaksetujuannya itu harus ditebus dengan dibeli sahamnya dengan
harga yang wajar sebagai jalan keluar terjadinya ketidaksetujuannya itu.
Sebuah perimbangan ketentuan di antara kepemilikan saham dengan hak
dalam kepemilikan saham dari pemegang saham.
3. Hak Meminta Didahulukan (Pre-Emptive Right). Hak ini telah diatur Pasal
43 ayat (1) dan Ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa (1) saham yang
dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan
kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk
klasifikasi saham yang sama; (2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan

10
untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum
pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh
pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang
dimilikinya. Hak ini juga dikenal dengan hak utama pemegang saham
untuk meminta didahulukannya dalam membeli atau berpatisipasi terhadap
saham yang akan dikeluarkan oleh perseroan dalam rangka peningkatan
modalnya. Hak ini menjadi wajar untuklah diatur, karena sebagai
pemegang yang telah ada sebelum (existing shareholders) terhadap
rencana peningkatan modal perseroan, maka harus terlebih dahulu
ditawarkan kepadanya. Apabila pemegang saham yang ada menolak dan
tidak berkehendak membelinya, maka barulah ditawarkan kepada pihak
ketiga diluar pemegang saham yang ada. Dalam kerangka ini, maka harga
yang akan ditawarkan kepada pemegang saham harus sama dengan harga
yang ditawarkan kepada pemegang saham lainnya.
4. Hak Gugatan Derivatif (Derivative Right). Hak ini diatur melalui Pasal 97
ayat (6) untuk gugatan terhadap Direksi dan Pasal 114 ayat (6) gugatan
terhadap Komisaris perseroan. Melalui kedua ketentuan ini diatur bahwa
pemegang untuk dan atas nama perseroan (tidak untuk kepentingan diri
pribadi) yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) dari jumlah
saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi atau Komisaris dikarenakan
kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian terhadap perseroan.
Hak pemegang saham ini adalah bukti dalam keterlibatan langsung
pemegang saham untuk mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan dan
adanya kemungkinan terjadinya kerugian perseroan. Dengan gugatan ini
apabila dimenangkan, maka yang berhak menerima pembayaran ganti rugi
dari tergugat adalah perseroan itu sendiri dan bukan pemegang saham
yang menggugat dengan jalan gugatan derivatif ini. Artinya, sifat utama
gugatan derivatif adalah demi dan untuk memperbaiki perseroan. Sebab,
jika ada inisiatif yang memperbaikinya, maka kerugian perseroan akan
menjadi bertambah-tambah dan tidak ada yang dapat menghentikannya.

11
Solusi hal ini dapat dicari jalan keluarnya dengan gugatan deriviatif dari
pemegang saham.
5. Hak Pemeriksaan (Enqueterecht). Hak ini oleh UUPT telah diatur khusus
Pasal 138 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa permohonan
pemeriksaan perseroan dapat diajukan a) 1 (satu) pemegang saham atau
lebih yang telah mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara; b). pihak lain yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan, anggaran dasar perseroan atau perjanjian
dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan; atau c). kejaksaan untuk kepentingan umum. Dengan dasar
ini pemegang saham diberikan hak UUPT untuk melakukan proses audit
atau pemeriksaan langsung terhadap perseroan dengan tujuan
mendapatkan keterangan dalam hal terjadinya dugaan bahwa perseroan,
Direksi dan Dewan Komisaris telah melakukan perbuatan melawan hukum
yang akan merugikan pemegang saham dan pihak ketiga. Untuk
menjalankan hak-hak itulah, maka pemegang saham dapat mengajukannya
permohonan secara tertulis, beserta dengan alasannya, kepada Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat dimana kedudukan
perseroan berada. Melalui hak ini memungkinkan pemegang saham dapat
mengetahui dengan jelas dan langsung ke permasalahan yang terjadi
tentang perbuatan melawan hukum, sehingga dapat berusaha mencegah
dan menekan kerugian yang akan dapat terus terjadi di dalam internal
perseroan.
6. Hak meminta mengadakan RUPS. Hak untuk mengadakan RUPS ini
dengan telah diatur Pasal 79 ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa
penyelenggraan RUPS dapat dimintakan oleh 1 (satu) orang atau lebih
pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh)
atau lebih dari seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali anggaran
dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil. Kehendak pemegang
saham itu harus diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat dan disertai
alasannya dengan tembusan kepada Dewan Komisaris. Direksi di dalam

12
jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah tanggal permintaan
penyelenggaran RUPS, maka wajib melakukan pemanggilan RUPS.
Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan
RUPS dalam jangka waktu 15 (lima belas), maka pemegang saham yang
meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada
ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan dimana Perseroan berada untuk menetapkan pemberian izin
kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. Dengan
hak ini, maka hak untuk menyelenggarakan RUPS tidak terbatas dari
Direksi, tetapi dapat juga dimintakan penyelenggarannya oleh pemegang
saham dengan jumlah kepemilikan saham tertentu. Artinya, pemegang
saham tidak saja memilik hak untuk mengeluarkan suaranya di dalam
RUPS, tetapi pemegang saham juga dapat mengusulkan diadakannya
RUPS dalam hal, misalnya, Direksi tidak mengadakan RUPS Tahunan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau masa jabatan para anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris telah berakhir.
7. Hak meminta pembubaran Perseroan. Hak ini telah diatur dalam Pasal
144 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa Direksi, Dewan Komisaris
atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit
1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Hak
ini ada, karena memang hak pemegang saham untuk mendirikan
perseroan, tetapi sekaligus juga menjadi hak pemegang saham
membubarkannya. Terdapat banyak alasan mengapa membubarkan
perseroan, namun dalih untuk membubarkan perseroan dapat juga
disebabkan karena setelah menjalankan kegiatan dalam waktu lama
perkembangan dan kemajuan usahanya tidak maju-maju dan bahkan
mundur, sehingga usahanya tidak dapat bertahan lama dan mengalami
kerugian terus menerus, sehingga dengan keadaan yang demikian
memaksa pemegang saham tidak berkehendak lagi melanjutkan aktivitas
usahanya. Dengan kata lain lebih baik perseroan dibubarkan saja. Telah

13
diaturnya hak ini juga menjadi dasar hukum bagi pemegang saham untuk
membubarkan diri, dengan harus persetujuan RUPS terlebih dahulu,
sebagai persetujuan bersama dari seluruh pemegang saham untuk
menyetujui membubarkan diri usahanya.

Dengan memperhatikan keseluruhan penjelasan diatas, maka pemegang


saham memiliki 10 (sepuluh) hak yang telah diatur dalam UUPT. Kesepuluh hak-
hak itu tidak diatur di dalam bab dan/pasal tersendiri dalam UUPT, tetapi
bertebaran dan masuk ke berbagai pengaturan pasal dan bab yang berbeda-beda
tergantung apa yang hendak diaturnya dalam UUPT. Tidak diatur di dalam satu
kesatuan ini berakibat kepada tidak jelas dan lengkap yang diaturnya. Hal itu
terlihat dalam hal ketentuan yang mengatur Hak Perseorangan tidak terdapat
kejelasan apa yang dimaksud dengan kerugian itu dan berapa nilai kerugiannya
juga tidak ada penjelasan lebih lanjut. Termasuk juga tidak ada apa yang
dimaksud dengan tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan
wajar. Tidak adil dan tanpa alasan yang wajar itu adalah yang seperti apa
maksudnya. Demikian pula dengan Hak Menilai Harga Saham tidak terdapat
batasan nilai harga saham yang wajar itu ukurannya apa dan berapa tidak
dijelaskan. Dalam hak gugatan derivatif tidak dijelaskan bagaimana mekanisme
pemegang saham yang hendak mengajukan gugatan derivatif terhadap Direksi dan
Komisaris itu bagaimana.

Ketidakadaan pengaturan ini berakibat kepada tidak mudahnya pemegang


saham untuk mewujudkan dan memperjuangkan hak ini. Batasan untuk
memperjuangkan hak-hak pemegang saham dengan keharusan memiliki saham
sebesar 1/10 (satu persepuluh) itu juga menjadikan tidak mudah untuk dijalankan.
Kesulitan ini terutamanya sekali untuk Perusahaan Terbuka, yang sebagian besar
sahamnya telah dikuasai atau dibeli oleh masyarakat, maka mengumpulkan
pemegang saham dalam jumlah 1/10 (satu persepuluh) tidaklah mudah dan dan
cenderung sulit. Dengan kesulitan yang demikian ini menjadikan pemegang
saham bagaikan diberikan hak-hak dalam UUPT, tetapi memperjuangkan harus
menempuh tahapan terjal merealisasikan.

14
Selain di Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dan
Peraturan Bapepam-LK, perlindungan hak pemegang saham minoritas juga
terdapat pada Undang-Undang Pasar Modal (UU PM) terkait dengan kewajiban
keterbukaan informasi sebagaimana tertuang pada pasal 85 dan pasal 86. Selain
itu, pasal 87 mengatur pelaporan kepemilikan direktur dan komisaris serta
pengungkapan pihak-pihak yang memiliki minimal 5% kepemilikan. Selain itu,
dalam peraturan Bapepam-LK Nomor X.K.6 tahun 2012 mengatur mengenai
kewajiban pengungkapan identitas pemegang saham utama atau pengendali
hingga lapis individu tertentu dalam laporan keuangan tahunan. Pengungkapan
tersebut disajikan dalam bentuk skema atau diagram.

Peraturan Bapepam-LK lainnya adalah terkait keterbukaan informasi yang


harus segera diumumkan seperti diatur pada peraturan Bapepam-LK Nomor
X.K.1. Informasi yang dimaksud berupa fakta material yang dapat mempengaruhi
harga saham dan keputusan investor seperti : penggabungan usaha, pembelian
saham, peleburan usaha, pemecahan saham, pembagian dividen.

F. Kasus PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPPA)


PT Matahari Department Store Tbk. adalah salah satu perusahaan ritel
terkemuka di Indonesia yang menyediakan perlengkapan pakaian, aksesoris,
produk-produk kecantikan dan rumah tangga dengan harga terjangkau. Matahari
berubah nama menjadi PT Matahari Department Store Tbk (MDS) sesudah
menjadi entitas terpisah dari PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) pada tahun
2009. Asia Color Company Limited, anak Perseroan CVC Capital Partners Asia
menjadi pemegang saham mayoritas Matahari pada bulan April 2010 sebesar
98,15% (90.76% dibeli dari PT Matahari Putra Prima Tbk dan 7.24% dibeli dari
PT. Pasific Asia Holding Ltd) dan sisanya 1,85% dimiliki oleh publik dan lain-
lain.

1. Profil PT. Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA)

15
PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang
merupakan anak perusahaan dari perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT
Matahari Putra Prima Tbk. terletak di Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958.
Pada tahun 1972, toko ini kemudian berkembang menjadi perintis departement
store pertama di Indonesia. Delapan tahun kemudian, toko dibuka di luar Jakarta
yaitu di Bogor dengan nama Sinar Matahari Bogor. Pada tahun 1992, perusahaan
melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya.
Visi perusahaan adalah untuk menjadi ritel pilihan pertama para
konsumen. Sedangkan misinya adalah untuk membawa nilai produk fashion dan
jasa yang meningkatkan kualitas konsumen secara konsisten. Struktur
kepemilikan saham MPP adalah PT. Multipolar Tbk sebesar 50,01%, dan pemilik
saham minoritas dan lain-lain sebesar 43,21%. Setelah saham salah satu anak
perusahaannya yakni Matahari Departemen Store resmi terjual kepada CVC pada
tanggal 26 Maret 2010, tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap struktur
kepemilikan tersebut, hal ini menunjukan bahwa transaksi penjualan saham
tersebut tidak memberikan dampak besar bagi kepemilikan MPP.
Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint
venture dengan CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity fund
untuk mendirikan PT. Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan
sahamnya adalah 80% dimiliki oleh CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun
2010 pula MAC mengakuisisi 90,7% saham MDS dari MPP dan 7,24% dari PT.
Pasific Asia Holding Ltd, sehingga total kepemilikan saham MDS sebesar
98,15%.

2. Kronologi Permasalahan
Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan
sales purchase agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan
akuisisi terhadap anak perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan
total kepemilikan sebesar 90,76% melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia
Company Limited. Kemudian pada 5 Maret 2010, Matahari Putra Prima berniat
menggelar RUPS dengan agenda persetujuan penjualan saham tersebut. MAC

16
mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk membeli 90,76% saham Matahari Putra
Prima di Matahari Department Store. MPP akan menerima pembayaran tunai
sebesar Rp. 5.28 triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20% saham biasa MAC,
20,72% saham preferen MAC, dan 8 juta warrant dengan total transaksi sebesar
Rp. 7,16 triliun. Selain membeli saham MPP yang ada pada MDS, MAC juga
berencana membeli saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar 7,24% sehingga total
kepemilikan saham MAC pada MDS adalah sebesar 80%.
Sementara seperti telah diketahui dari profil perusahaan tersebut, MAC
merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan
CVC Capital Partners. Dimana MPP memiliki kepemilikan saham sebesar 20%
pada MAC dan CVC memiliki kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu
mengindikasikan adanya insider trading yang dilakukan oleh MPP dan juga
terindikasi adanya praktek korporasi guna menaikan harga saham MDS.
Indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui insider trading adalah
aktivitas perdagangan saham ataupun sekuritas tertentu oleh individu yang
mempunyai akses tentang informasi non publik dari perusahaan tersebut. Dengan
kata lain, perdagangan efek perusahaan yang dilakukan oleh orang yang
dikategorikan sebagai orang dalam. Individu tersebut melakukan aktivitas trading
dengan memanfaatkan informasi yang sebetulnya tidak bisa diakses oleh publik.
Seorang investor dengan akses informasi dari dalam yang sebetulnya tidak dapat
diakses publik, bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan
investor lain dan investor lain yang tidak memperoleh informasi tersebut tentu
akan merasa dirugikan.
Selanjutnya, indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek
“penggorengan saham” atau pengumpulan saham, guna menaikan harga saham
MDS, dapat dilihat dari adanya lonjakan kenaikan harga saham MDS yang tidak
wajar dari akhir 2009 sampai Februari 2010, sejak adanya desas-desus mengenai
penjualan saham MDS kepada MAC. Dampak dari transaksi ini, harga saham
MDS naik dari Rp. 50 per lembar ke tingkat harga Rp. 1350 per lembar pada
tanggal 22 Januari 2010, beberapa hari sebelum MPP mengumumkan penjualan
saham MDS kepada MAC. Lonjakan yang sangat signifikan tersebut membuat

17
Bursa Efek Indonesia curiga adanya kebocoran berita mengenai penjualan saham
MDS kepada MAC.
Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada
MAC tersebut, para pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak
setara untuk setiap pemegang saham MPP, pemegang saham mayoritas dirasa
yang paling diuntungkan dalam penjualan tersebut terutama PT. Multipolar Tbk
yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT. Multipolar Tbk merupakan
anak usaha dari Lippo Group. Hasil penjualan MDS menghasilkan dana tunai
sebesar Rp 5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk melunasi hutang
kepada PT. Multipolar Tbk sebesar Rp 3,4 triliun dan sisanya sebesar Rp. 1,88
triliun akan di gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnya
dimana dividen untuk Multipolar sebesar 50,01% ( Rp 940,1 jt) dan sisanya
dibagikan untuk para pemegang saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga
publik.
Permasalahan yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian
saham dengan menggunakan dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk
membeli MDS yang sebesar Rp. 3.25 triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana
sebesar Rp. 3.25 triliun itu ternyata berasal dari dana pinjaman pada bank CIMB
Niaga dan Standard Chartered yang diajukan MDS, jaminan terhadap kedua bank
tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar 98% yang akan dibeli oleh MAC.
Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari Department Store
direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS pada
saat yang bersamaan.

3. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh MPP


3.1 Pelanggaran Regulasi
Menurut analisa pengamat, Yanuar berpendapat bahwa yang terjadi dalam
penjualan saham MDS kepada MAC adalah manipulasi pasar dan perdagangan
orang dalam, menipu dengan melibatkan pembiayaan perbankan atas transaksi
fiktif. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal. Dalam kasus ini terdapar sejumlah unsur pidana, yaitu unsur menipu

18
(Pasal 90), unsur transaksi semu (Pasal 91) unsur orang dalam (Pasal 95), unsur
transaksi orang dalam (Pasal 96), dan unsur keuntungan pihak tertentu (Pasal 92).
Menurut Yanuar, transaksi ini terjadi antar pemegang saham yang dibiayai utang
emiten ke perusahaan pemegang saham dan emiten mengambil utang ke Bank
CIMB Niaga dan Standard Chartered. Yanuar menganjurkan agar Bapepam
segera melakukan gelar perkara atas tidak terpenuhinya unsur menipu Pasal 91,
transaksi semu dan persekongkolan untuk membentuk harga. Dan kemudian Pasal
92 terkait informasi orang dalam yang melibatkan kecurigaan transaksi orang
dalam (Pasal 95-96) secara terbuka di publik. Kemudian juga terdapat beberapa
pelanggaran dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas antara lain:
(1) Pasal 3 Ayat 2 mengenai pemisahan antar kepentingan pemegang saham
dengan dengan kegiatan perseroan, guna melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas.
(2) Pasal 84 Ayat 1 mengenai setiap satu saham memiliki satu hak suara
kecuali anggaran dasar menentukan lain. Jadi setiap pemegang saham
kecuali saham preferen berhak atas hak suaranya dalam RUPS.
(3) Pasal 86 Ayat 1 yang berbunyi “RUPS dapat dilangsungkan jika dalam
RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau
anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar”
(4) Pasal 52 Ayat 1 mengenai hak-hak pemegang saham

3.2 Pelanggaran Standar


Ketika Indonesia mengadopsi standar corporate governance dari OECD
maka pelanggaran standar yang dilakukan adalah terhadap prinsip- prinsip OECD
terutama pada prinsip ketiga yang berisi bahwa :
“Tata kelola perusahaan harus mampu memberikan kesetaraan perlakuan
terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan
pemegang saham asing. Seluruh pemegang saham harus mendapatkan ganti rugi
apabila terjadi kecurangan atau penghilangan hak-haknya.”

19
Dari prinsip tersebut tentunya MPP telah melakukan pelanggaran yang
jelas karena telah dengan terbuka melakukan insider trading yang tentu telah
menghilangkan hak-hak pemegang saham minoritas. Insider Trading sendiri telah
secara dijelas dilarang dalam prinsip III B OECD, “Insider trading and abusive
self-dealing should be prohibited.”
3.3 Pelanggaran Peraturan
Transaksi penjualan MDS kepada MAC yang syarat akan benturan
kepentingan, transaksi tersebut diatur secara lebih tegas dalam Peraturan Bapepam
No.IX.E.1 sebagaimana telah diperbarui dengan Keputusan Ketua Bapepam LK
No: Kep-412/BL/2009. Berdasakan Pasal 1 huruf e peraturan tersebut, benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentngan ekonomis perusahaan dengan
kepentingan ekonomis pribadi anggota direksi, anggota dewan komisaris atau
pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud. Berikut
transaksi yang mengandung benturan kepentingan berdasarkan Peraturan
Bapepam No.IX.E.1 yang berkaitan dengan kasus Matahari :
(1) Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang
saham utama, komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau
anggota direksi atau komisaris
(2) Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris.
Atau pemegang saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur
atau komisaris
(3) Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham
utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau
komisaris

4. Penyelesaian Kasus
Kabar rencana penjualan 90,7% saham yang PT. Matahari Department
Store yang dimiliki PT. Matahari Putra Prima kepada PT. Meadow Indonesia,
banyak menuai protes dikalangan masyarakat terkait dengan berbagai kecurangan
dan manipulasi yang di duga dilakukan oleh MPP seperti insider trading dan juga
“penggorengan saham” guna menaikan harga saham Matahari Department Store.

20
Menganggapi isu tersebut, Bapepam-LK selaku badan pengawas pasar
modal di Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut.
Kemudian Bapepam-LK menyelenggarakan pertemuan dengan pihak menejemen
MPP. Pada pertemuan tersebut Bapepam LK meminta kepada pihak menejemen
MPP untuk memberikan penjelasan secara lebih rinci kepada publik mengenai
transaksi yang bernilai triliunan rupiah tersebut.
Setelah pertemuan yang pertama dengan menejemen MPP tersebut,
Bapepam LK kembali meminta kepada pihak menejemen MPP uuntuk
memberikan penjelasan kepada publik mengenai segala bentuk utang yang
dimiliki MPP dan juga rencana penggunaan dana hasil penjualan saham MDS
sebesar Rp 7,16 triliun. Dan kemudian memperoleh hasil bahwa hasil penjualan
tersebut akan digunakan untuk melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar dan
juga untuk membagikan dividen yang sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar.
Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut oleh Bapepam-LK dirasa
kurang jelas, Bapepam-LK pun meminta MPP untuk menunda pelaksanaan RUPS
dan membuat bussines plan mengenai penggunaan dana hasil penjualan tersebut
dan ditampilkan dalam bentuk public expose guna menjamin transparansi agar
pihak pemegang saham minoritas pun dapat mengetahui tujuan dari penjualan
saham tersebut.
Pada akhirnya Bapepam-LK tetap mengalami kesulitan untuk
mengumpulkan bukti-bukti penyimpangan transaksi penjualan yang dilakukan
MDS. Hal tersebut dikarenakan transaksi yang terjadi dan pihak-pihak yang
melakukan hanya sedikit jumlahnya. Walaupun analisa Bapepam-LK menemukan
indikasi transaksi mencurigakan, tetapi untuk melakukan proses hukum
memerlukan bukti yang materiil.
Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna
membahas rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder
menyetujui rencana penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara
resmi menjual 90,7% saham PT. Matahari Department Store kepada PT. Meadow
Asia Company.

21
22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya, perangkat hukum di Indonesia telah berusaha untuk
melindungi pemegang saham minoritas. Akan tetapi satu hal yang perlu
diperhatikan adalah terkait usaha untuk menempuh jalur hukum tersebut.
Misalnya dengan harus mengumpulkan 1/10 hak suara agar dapat melakukan
tuntutan hukum, dirasa terlalu berat mengingat para pemegang saham dengan
jumlah yang tidak signifikan justru sangat banyak jumlahnya. Hal ini belum
menimbang biaya yang harus dikeluarkan dansiapa yang harus
menanggungnya. Kadang pula para pemegang saham minoritas hanya
berorientasi pada keuntungan sesaat seperti perubahan harga saham sementara
tidak begitu peduli dengan aktivitas perusahaan. Dalam pembuatan regulasi
kadang juga melibatkan isu politis dimana beberapa orang berkepentingan
mempunyai peranan di sana, sementara seharusnya regulasi dibuat untuk
kepentingan publik. Peran vital pemerintah melalui UU PT, adalah
memastikan bahwa para seluruh pemegang saham mendapatkan haknya dan
tidak tercederai oleh pemegang saham mayoritas dalam berbagai mekanisme
yang berjalan di perseroan seperti RUPS, pengambilan kebijakan strategis,
dan sebagainya. Sementara itu, peran Bapepam LK (sekarang adalah OJK)
adalah terkait regulasi pengungkapan informasi sehingga tidak terdapat
asimetri informasi yang akan berakhir dengan terwujudnya tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance).

Dari pembahasan kasus diatas terlihat bahwa tidak terdapat bukti yang
materiil terhadap kasus transaksi penjualan MDS oleh MPPA yang banyak
menuai protes. Namun transaksi insider trading dan praktek korporasi untuk
menaikan saham memanglah sangat jelas terlihat dalam transaksi tersebut
terutama dalam dua transaksi berikut:

23
1. MPPA menjual saham MDS kepada MAC pada tahun 2010 dimana MAC
juga baru dibentuk pada tahun tersebut dan MPP memiliki 20%
kepemilikan terhadap MAC. Pada saat isu penjualan saham tersebut
muncul harga saham MDS melonjak naik.
2. Dana yang digunakan untuk pembelian saham tersebut adalah dana yang
dipinjam oleh MPP kepada dua bank CIMB Niaga dan Standard Chartered
dengan jaminan 90,7% saham MDS, yang kemudian dana tersebut
dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS.

B. Saran
1. Kepada OJK dan Bursa Efek Indonesia diharapkan terus mengawasi
apabila terdapat tindak kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan dan
memberi sanksi yang tegas apabila kecurangan tersebut telah terbukti.
2. Kepada Investor agar terus mengawasi dan waspada terhadap operasi
perusahaan dan hendaknya mengajukan keberatan apabila merasa telah
terjadi perampasan hak ataupun tindak kecurangan.

24
DAFTAR PUSTAKA

BAPEPAM.2009. Peraturan No.IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan


Kepentingan, Jakarta: Departemen Keuangan dan Bapepam RI.
OECD. 2004. OECD Corporate Governance Principles.
Putra, Bhakti. 2017. Kedudukan Hukum Pemegang Saham Minoritas Terhadap
Perseroan Terbatas (PT) Yang Melakukan Konsolidasi. Skripsi Universitas
Mataram. Mataram.
Republik Indonesia. 2007. Undang-undang No. 40 Tentang Perseroan Terbatas,
Jakarta: Sekretariat Negara.
Roesadi, Budiharto, dan Rinitami, 2017, “Perlindungan Pemegang Saham
Minoritas Dalam Terjadi Pengambilalihan Saham Pada Anak Perusahaan
(Kasus PT. Sumalindo Lestari Jaya, Tbk)”. Diponegoro Law Journal. Vol.6,
No.2.
Apollo. 2019. Kajian Literatur Good Corporate Governance. Diakses pada tanggal
25 September 2019, pukul 22.51, melalui:
https://www.kompasiana.com/balawadayu/5ca4afff95760e79c1725254/kaji
an-literatur-good-corporate-governance?page=all
Anonim. 2019. Pengertian Saham : Manfaat, Jenis-Jenis, dan Risiko Saham.
Diakses pada tanggal 25 September 2019, pukul 22.45, melalui:
https://www.maxmanroe.com/vid/finansial/investasi/pengertian-saham.html
Fauzi, Abdul Wahid. 2010. Bapepam Turut Periksa Kasus Saham Matahari.
Diakses pada tanggal 25 September 2019, pukul 22.45, melalui:
http://investasi.kontan.co.id/news/bapepam-turut-periksa-kasus-saham-
matahari
Riyanto, Agus. 2018. Hak-Hak Pemegang Saham di Indonesia. Diakses pada
tanggal 25 September 2019, pukul 22.51, melalui: https://business-
law.binus.ac.id/2018/02/17/hak-hak-pemegang-saham-di-indonesia/

25

Anda mungkin juga menyukai