Anda di halaman 1dari 2

STIGMA DAN DISKRIMINASI MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN

HIV/AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah infeksi yang disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan suatu penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan
tubuh manusia. Penularan HIV/AIDS akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu
melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna
narkotika, transfusi komponen darah dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Pada tahun
2013, sudah terdapat 35 juta orang dengan HIV yang meliputi 16 juta perempuan dan 3.2 juta anak
berusia < 15 tahun di dunia. Di Indonesia sendiri, HIV juga sudah menyebar cukup luas yakni di 386
kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.

Sejak tahun 1987 di dunia, respon terhadap penyakit HIV/AIDS seperti ketakutan, penolakan,
stigma, dan diskriminasi telah muncul bersamaan dengan terjadinya epidemik. Stigma dan diskriminasi
telah tersebar secara cepat, menyebabkan terjadinya kecemasan dan prasangka terhadap orang dengan
HIV/AIDS (ODHA). Stigma sering tidak didefinisikan secara eksplisit, melainkan sepintas disebut “tanda
aib”. Erving Goffman mendefinisikan stigma sebagai atribut yang mendiskreditkan secara signifikan.
Penyimpangan label sosial memaksa individu untuk melihat stigma pada dirinya dan orang lain sebagai
tidak diinginkan atau didiskreditkan.

Di Indonesia sendiri, kerasnya stigma negatif dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pencegahan dan penanggulangan Human
Imunnodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). Stigma berasal dari pikiran
seorang individu atau masyarakat yang memercayai bahwa penyakit AIDS merupakan akibat dari
perilaku amoral yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Stigma terhadap ODHA tergambar dalam
sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan, dan pengalaman negatif terhadap ODHA. Masyarakat
juga beranggapan bahwa ODHA adalah orang yang perlu dijauhi dan penuh dengan kenistaan. Hal inilah
yang menyebabkan orang yang terinfeksi HIV menerima perlakuan yang tidak adil, diskriminasi, dan
stigma karena penyakit yang diderita. Isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam
berbagai lingkup kegiatan kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan
merupakan bentuk stigma yang banyak terjadi.

Menurut UNAIDS, terdapat sekitar 62,8% laki-laki dan perempuan berusia 15-49 tahun yang
mendiskriminasi terhadap ODHA. Penelitian Shaluhiyah menunjukkan hampir separuh dari responden
(49,7%) memiliki sikap negatif terhadap ODHA. Bentuk stigma-stigma tersebut diantaranya tidak
bersedia makan makanan yang disediakan atau dijual oleh ODHA, tidak membolehkan anaknya bermain
bersama dengan anak HIV, tidak mau menggunakan toilet bersama dengan ODHA, bahkan menolak
untuk tinggal dekat dengan orang yang menunjukkan gejala HIV/AIDS. Apabila terdapat ODHA dalam
keluarga, mereka merasa takut untuk tidur bersama dengan ODHA dan tidak bersedia merawat seperti
menyiapkan makanan dan membersihkan peralatan makan, serta duduk dekat dengan orang-orang
terinfeksi HIV yang tidak menunjukkan gejala sakit.

Stigma terhadap ODHA memiliki dampak yang besar bagi program pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS termasuk kualitas hidup ODHA. Populasi berisiko akan merasa takut untuk
melakukan tes HIV karena apabila terungkap hasilnya positif, mereka akan dijauhi dan dikucilkan. Orang
dengan HIV positif merasa takut mengungkapkan status HIV dan memutuskan menunda untuk berobat
apabila menderita sakit, yang akan berdampak pada semakin menurunnya tingkat kesehatan mereka
dan penularan HIV tidak dapat dikontrol. Dampak stigma dan diskriminasi pada perempuan ODHA yang
hamil akan lebih besar ketika mereka tidak mau berobat untuk mencegah penularan ke bayinya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, stigma juga menghalangi ODHA untuk melakukan aktivitas
sosial. ODHA menutup diri dan cenderung tidak bersedia melakukan interaksi dengan keluarga, teman,
dan tetangga. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat beranggapan bahwa orang dengan HIV
positif adalah orang berperilaku tidak baik dan penuh dengan kenistaan seperti perempuan pekerja
seksual, pengguna narkoba, dan homoseksual. Kelompok ini oleh sebagian masyarakat dianggap
memengaruhi epidemi HIV/AIDS dan membuat masyarakat menjadi menolak dan membenci kelompok
tersebut

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya stigma terhadap ODHA di kalangan masyarakat,
salah satunya adalah pendidikan yang masih rendah dan ketidaktahuan masyarakat tentang informasi
HIV/AIDS yang benar dan lengkap, khususnya dalam mekanisme penularan HIV, kelompok orang
berisiko tertular HIV dan cara pencegahannya termasuk penggunaan kondom. Pengetahuan tentang
HIV/AIDS sangat mempengaruhi sikap seseorang terhadap ODHA. Kesalahpahaman atau kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS sering kali berdampak pada ketakutan masyarakat terhadap
ODHA, sehingga memunculkan penolakan terhadap ODHA. Pemberian informasi lengkap, baik melalui
penyuluhan, konseling maupun sosialisasi tentang HIV/AIDS kepada masyarakat berperan penting untuk
mengurangi stigma.

Pemberian pengetahuan atau informasi terkait HIV yang benar dan lengkap adalah salah satu
cara yang efektif untuk menghapuskan stigma pada ODHA, bisa dengan melalui media informasi seperti
televisi, majalah, radio, dan internet, meskipun hal tersebut belum terjadi di semua negara dan semua
kalangan masyarakat. Selain itu, keluarga dari ODHA sendiri juga berperan dalam dukungan sosial, yang
membuat ODHA tidak merasa sendiri, merasa disayangi dan mereka lebih berpeluang untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh ODHA memungkinkan
peningkatan pengetahuan, saling berbagi informasi terkait HIV/AIDS serta meningkatkan kepatuhan
terapi antiretroviral (ARV). Tokoh masyarakat juga berperan penting dalam upaya penurunan stigma
terhadap ODHA, yaitu melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan yang sebagai contoh bagi masyarakat
untuk meluruskan mitos dan penularan HIV/AIDS agar tidak terjadi kekhawatiran dan ketakutan
masyarakat terhadap ODHA.

Anda mungkin juga menyukai