Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENYAKIT TROPIS
“ANTRAKS”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8


HALIMAH (P 101 17 009)
NURWAHIDAH (P101 17 015)
SITI HAJRAH ( P101 17 165)
KIKIRISKY AMELIA ( P101 17 027)
PUTRISARMAN (P101 17 255)
NUR AINI MENGKO (P101 17 201)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena berkat limpahan rahmat, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “(Makalah Penyakit Tropis)”
dengan baik. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda tercinta
Rasulullah Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua
bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama
penyusunan “Makalah Penyakit Tropis)” ini hingga selesai. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa akan membalas segala kebaikan orang-orang yang tulus dalam
memberikan bantuan kepada penulis selama menyusun tugas ini, semoga juga
senantiasa melimpahkan kemudahan kepada mereka.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca, guna mencapai laporan yang lebih baik di masa yang akan
datang.
Akhir kata, semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat
memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca,
khususnya bagi pribadi penulis.

Palu, 11 September 2019

Penyusun

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4
A. Pengertian Penyakit Antrhaks ............................................................ 4
B. Etiologi Penyakit Antrhaks ................................................................ 4
C. Epidemiologi Penyakit Antrhaks ....................................................... 5
D. Pengenalan Penyakit Antrhaks ........................................................... 8
E. Pengendalian Penyakit Antrhaks...................................................... 11
F. Contoh kasus .................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 14
A. Kesimpulan ...................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Saat ini perkembangan penduduk terjadi di seluruh dunia, dimana
masalah kesehatan terutama menjadi ancaman di negara yang sedang
berkembang dan akibatnya masalah–masalah kesehatan semakin tidak
terkontrol. Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat di indonesia, penyakit menular tidak mengenal batas–batas daerah
administratif sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan
kerjasama antar daerah, misalnya propinsi, daerah atau bahkan negara
(Kepmenkes RI, 2003).
Menurut World Health Organitation (WHO) dalam Adji (2006) Antraks
merupakan penyakit zoonis yang sangat berbahaya bagi hewan dan manusia,
sehingga penting adanya strategi yang baik dalam menanggulanginya. Tingkat
kematian karena antraks sangat tinggi terutama pada hewan herbivora dan di
samping itu kejadian antraks juga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi dan
mengancam keselamatan manusia. Prevalensi kejadian penyakit antraks di
Indonesia cukup tinggi. Antraks menyebar ke seluruh indonesia, Kejadian
antraks menyebar sejak tahun 1884–2001 dan saat terdapat 11 propinsi yang
dapat dinyatakan sebagai daerah endemis antraks meliputi Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, Sumbar,
Jambi, Sulteng, Sultra, dan Papua. Total kasus antraks di indonesia pada tahun
1992–2001 adalah 599 kasus dengan kematian10 orang (Widoyono, 2008).
Penyakit antraks memang merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan
mudah ditularkan dari hewan ke hewan, hewan ke manusia dan sebaliknya. Hal
ini dapat dilihat pada akhir tahun 1995 terdapat kejadian letupan penyakit
antraks pada ternak di Kabupaten Ngada, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Penyakit antraks ini bersifat ganas, dalam kurun waktu 3 hari telah terjadi
kenaikan jumlah kematian sebesar 76%. (Putra Dkk, 2004).
Dan pada tahun 2004 Kabupaten Sumbawa telah diketahui sebagaian
daerah sudah tertular antraks dan kasus itu kerap muncul secara berkala.
Penyakit antraks juga sempat menyerang jawa tengah pada tahun 1990
tepatnya di kabupaten semarang, boyolali, Dan Demak dengan total kasus
mencapai 48 orang tanpa kematian (Widoyono, 2008). Saat ini salah satu
daerah endemik penyakit antraks di Jawa Tengah adalah Kabupaten Sragen,
pada bulan Januari hingga Mei tahun 2011 ditemukan sapi yang mati karena
antraks dan menimbulkan penularan ke manusia atau sebaliknya (Anurogo,
2011). Kejadian antraks di sragen memang tidak bisa dibiarkan begitu saja, di
tahun 2010 antraks sempat mencuat wilayah sragen tepatnya di kecamatan
tanon. (Daryanto, 2011). Di tahun 2011 Kabupaten sragen mencatat di wilayah
kerja Kecamatan Miri, tepatnya desa Brojol sebanyak 13 keluarga terjangkit
antraks setelah mengkonsumsi daging sapi yang terkena penyakit antraks,
sehingga Sragen dinyatakan KLB antraks (Wardoyo,2011). Kepala Desa Brojol
mengatakan kejadian antraks di sragen ini tepatnya di Desa Brojol, memang
yang pertama kali dan kejadian ini sebelumnya belum pernah menyerang
daerah tersebut, sehingga warga atau masyarakat kurang tahu apa dan
bagaimana penanganan antraks tersebut. (Wawancara kepala Desa Brojol).
Menurut data dari Dinas Peternakan dan kepala Desa Brojol saat ini jumlah
hewan ternak mencapai 877 sapi, dari 405 peternak di desa Brojol, Miri,
Sragen. Dengan melihat banyaknya hewan dan peternak sapi di daerah
tersebut, maka memungkinkan daerah tersebut dapat terserang antraks kembali
dengan melihat pengetahuan dan sikap masyarakat dan peternak sapi yang
tergolong masih cukup dalam mengetahui bagaimana cara pencegahan
Penyakit antraks. Berdasarkan studi pendahuluan, sebanyak 8 dari 10 orang
peternak sapi hanya 2 orang mengetahui pencegahan penularan penyakit
antraks. (dinas peternakan& pertanian miri, 2011). Hal ini di perkuat lagi
dengan sikap dari peternak sapi yang dapat mempengaruhi terjadinya
penularan antraks di daerah tersebut. Sikap peternak sapi di daerah tersebut
bisa di katakan cukup karena dari 10 peternak sapi hanya 4 orang yang
berpendapat pentingnya kebersihan kandang, melakukan pemeriksaan
kesehatan sapi satu minggu sekali(Puskesmas Miri, 2011).

Mengacu pada studi pendahuluan, upaya peningkatan pengetahuan dan


perubahan sikap kepada masyarakat tentang pencegahan penyakit antraks
adalah sangat diperlukan untuk daerah tersebut. Salah satu bentuk kegiatan
peningkatan pengetahuan masyarakat adalah pendidikan kesehatan pada
peternak sapi. Pengetahuan peternak sapi tentang pencegahan antraks sangat
penting karena peternak sapi sebagai pelaku utama dalam melakukan
perawatan hewan ternak. Di samping itu pendidikan kesehatan juga penting
dalam peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat. Menurut Notoatmodjo
(2003), pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi dan
mengajak orang lain baik individu, keluarga, atau masyarakat agar
melaksanakan perilaku sehat. Secara definisi operasional adalah Suatu kegiatan
penyuluhan yang di lakukan oleh peneliti yang memiliki tujuan untuk
menyampaikan informasi ke peternak sapi dan masyarkat agar dapat
meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam pencegahan antraks Berdasarkan
pada pentingnya upaya pencegah pada masyarakat, maka peneliti merasa
sangat perlu untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Tentang Pencegahan Penyakit Antraks Terhadap Pengetahuan Dan
Sikap Peternak Sapi Di Desa Brojol Miri Sragen.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penyususnan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa itu penyakit antrhaks.


2. Untuk mengetahui etiologi dari panyakit antrhaks.
3. Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit antrhaks.
4. Untuk mengenal penyakit antrhaks.
5. Untuk mengetahui bagaimnaa cara pengendalian penyakit antrhaks.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Antraks


Antraks adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Bacilus
antrhacis, biasanya bersifat akut atau perakut pada berbagai jenis ternak
(pemamah biak,kuda,babi dan sebagainya). Di tandai dengan demam tinggi
yang di sertai dengan perubahan jaringan bersifat septisemia,infiltrasi
serohemoragi pada jaringan subkutan dan subserosa, serta pembekakan akut
limpa. Berbagai jenis hewan liar (rusa,babi hutan, dan sebagainya) dapat pula
terserang.
B. Etiologi Penyakit Antraks

Penyebab antraks adalah Bacillus antrhacis, B. antrahacis berbentuk


batang lurus, dengan ujung siku, membentuk rantai panjang dalam biakan.
Dalam jaringan tubuh tidak pernah terlihat rantai panjang . Biasanya
tersusun secara tunggal atau dalam rantai pendek dari 2-6 organisme ,
berselubung( berkapsul), kadang-kadang satu selubung melingkupi beberapa
organisme. Selubung tersebut tampak jelas batasnya dan dan dengan
pewarnaan gram tidak berwarna atau bewarna lebih pucat dari tubuhnya.
Bakteri antraks bersifat aerob , membentuk spora yang letaknya sentral bila
cukup oksigen. Tidak cukupnya oksigen di dalam tubuh penderita atau di
dalam bangkai yang tidak di buka ( diseksi), baik dalam darah maupun dalam
jeroan , maka spora tidak pernah di jumpai . Bakteri bersifta gram positif, dan
mudah di warnai dengan zat-zat warna biasa.

Pada media agar bakteri antraks membentuk koloni yang suram ,


tepinya tidak teratur, pada pembesaran lemah menyerupai jalinan rambut
bergelombang , yang sering kali di sebut caput medusa. Pada media cair
mula-mula terjadi pertumbuhan di permukaan , yang kemudian turun ke dasar
tabung sebagai janjot kapas cairannya tetap jernih.
Spora tahan terhadap kekeringan untuk jangka waktu lama , bahkan
dalam tanah dengan kondisi tertentu dapat tahan sampai berpuluh-berpuluh
tahun,lainnya halnya dengan bentuk Vegetatif B , antrhacis mudah mati oleh
suhu pasteurisasi, desinfectan atau oleh proses pembusukan. Pemusnahan
spora, Antrhacis dapt di lakukan dengan uap basah bersuhu 90 derajat selama
45 menit, ir mendidih atau uap basah bersuhu 100 derajat celsius selama 10
menit, dan panas kering pada suhu 120 derajat selama 1 jam.

Meskipun antraks tersebar seluruh dunia namun pada umumnya penyakit


ini terdapat pada beberapa wilayah saja. Biasanya penyakit ini timbul secara
enzootik pada tertentu saja sepanjang tahun.

C. Epidemiolog Penyakit Antrhaks

1. Spesies rentan
Menurut penenlitian kerentanan hewan terhadap antraks dapat di
bagikan dalam beberpa kelompok sebagai berikt:
a) Hewan pemamah biak, terutama sapi dan domba, kemudian kuda,rusa,
kerbau, dan pemamah biak liar lain,marmut dan mencit (mouse) sangat
rentan.
b) Babi tidak begitu rentan
c) Anjing, kucing tikus, dan sebagian besar bangsa burung, relatif tidak
rentan tetapi dapat diinfeksi secara bautan.
d) Hewan berdarah dingin ( jenis reptila), sama sekali tidak rentan ( not
affected)
2. Pengaruh lingkungan
Antraks dapat terdapat di daerah pertanian , daerah tertentu yang
basah dan lembab, serta daerah banjir. Di daerah-daerah tersebut antraks
timbul secara enzootik hampir setiap tahun dengan derajat yang berbeda
beda. Daerah yang terserang antraks biasanya memiliki tanah berkapur dan
kaya akan bahan-bahan organik.
Di daerah iklim panas lalat mengisap darah antara lain jenis tabanus
Sp, dapat bertindak sebagai pemindah penyakit. Wabah antraks pada
umumnya da hubungannnya dengan tanah netral atau berkapur yang alkalis
yang menjadi daerah inkubator bakteri tersebut. Di daerha-daerah tersebut
spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif bila keadaan lingkungan serasi bagi
pertumbuhannya.
3. Sifat penyakit
Enzootik hampir setiap tahun dengan derajat yang berbeda-beda di
daerah –daerah tertentu. Derajat skait tiap 10.000 populasi hewan dalam
ancaman , tiap provinsi dalam tahun 1975 menunjukkan derajat yang paling
tinggi di jambi( 53 tiap 10.000) dan terendah di jawa barat ( 1 tiap 10.000)
dari laporan iupun dapat di ketahui bahwa 5 daerah mempunyai derajat
skait lebih rendah dari 50 tiap 10.000 populasi dalam ancaman dan hanya
Jambi yang mempunyai angka ekstrim.
4. Cara penularanya
Pada hakekatnya antraks”penyakit tanah” yang berarti bahwa
penyebabnya terdapat di dalam tanah, kemudian bersama makanan atau
minuman masuk kedalam tubuh hewan. Pada manusia infeksi dapat terjadi
lewat kulit , mulut atau pernafasan. Antraks tidak lazim di tularkan dari
hewan yang satu kepada yang lain secara langsung.
Bakteri antraks bergerombol di dalam jaringan hewan penderita , yang
di keluaran melalui sekresi dan eksresi menjelang kematiannya. Bila
penderita antraks mati kemudia di seksi atau di makan burung atau hewan
pemakan bangkai, maka spora dengan cepat akan terbentuk dan mencemari
tanah sekitaranya . Bila trejadi demikian maka menjadi sulit untuk
memusnahkanya. Hal tersebut tersebut lebih menjadi sulit lagi, bila spora
tersebut tersebar oleh adanya angin, air, pengolahan tanah, rumput makanan
ternak dan sebagainya.
Di daerah iklim panas lalat pengisap darah natara lain jenis tabanus
sp. Dapat bertindak sebagi penyakit. Masa tunas antraks berkisaran antara
1-3 hari, kadang-kadng ada yang sampi 14 hari, infeksi alami terjadi melalui
:
a. Saluran pencernaan
b. Saluran pernafasan
c. Permukaan kulit yang terluka
Infeksi melalui saluran pencernaan lazim di temui pada hewan
dengan tertelannya spora , meskipun demikian cara infeksi ynag lain dapat
sja terjadi. Pada manusia , biasanya infeksi berasal dari hewan melalui
permukaan kulit yang terluka , terutama pada manusia yang banyak
berhubungan dengan hewan , Infeksi melalui pernafasan mungkin terjadi
pada pekerja penyotir bulu domba ( wool-sorters disease) , sedangkan
infeksi melalui saluran pencernaan terjadi pada manusia yang makan daging
asal hewan penderita antraks.
5. Faktor predisposisi
Atraks merupakan penyakit yang menyerang pada mamalia, Faktor
predisposisi terjadinya antraks antara lain hewan dalam kondisi
kedinginan, kekurangan makanan, dan juga keletihan terutama pada hewan
–hewan yang mengandung spora bersifat laten.
6. Distribusi penyakit
Di indonesia berita tentang suatu penyakit yang sangat mnyerupai
antraks pada kerbau di daerah teluk Betuk di muat dalam” Javasche
courant” tahun 1884. Kemudia berita yang lebih jelas tentang
berjangkitnya antraks di beberapa daerah Indonesia di beritakan oleh
“kolonial Versag”, antara tahun 1914,1927 -1928, tahun 1930 tercatat
kejadian-kejadian antraks di berbagai tempat jawa dan
di luar jawa.
Insiden kasus di indonesia menurut Bulletin Veteriner TAHUN 1975
Di jabar, sultra. NTt dan NTB. Tahun 1996 di Jambi ,sultra, Sulsel, NTB,
NTT dan Jabar. 1997 di NTB, 1981 di Dki jakarta,Jabar, NTt dan NTB
1982 di NTB, jatim dan sulsel, 1983 di DKI Jakrta, NTB dan NTt dan
sulsel, 1986 di NtB, Jabar, dan Sulbar. 1988-1993 di di NTB,1991 di di
Jogja, Bali dan NTB dan 1992 -1994 di NTB. Kasus antraks di jawa
tengah tahun 1990 tercatat 97 kasus pada manusia di kabupaten semarang
dan Bayolali, di Jabar pada tahun 1974-1975 tercatat 36 kasus di
kabupaten karawang , 30 kasus di kabupaten Purwakerta, di Kabupaten
Bekasi 22 kasus pada tahun 1983 dan 25 kasus pada tahun 1985. Laporan
kasus antraks pada tahun 2000 yang di duga telah terjadi 3 bulan
sebelumnya, manyatakan kasus terjadi pada penuduk desa ciparungsari
kecamatan cempaka, kabupaten purwakerto, Jabar yang menjarah burung
Unta. (Struthio camelus) milik PT. Cisada Kema suri yang di musnahkan
karena tertular penyakit antraks.
Laporan kasus antraks terakhir trejadi pada tahun 2012 di kabupaten
Bayolali dan kab. Sragen Jawa tengah, Kab. Maros dan Kab. Takalar
sulsel, yang menyerang sapi potong dan sapi perah milik peternak

D. Pengenalan penyakit Antrhaks

1. Gejala klinis
Diikenal beberapa bentuk antraks yaitu:
a. Antraks bentuk perakut geja penyakitnya sangat mendadak dan segaera
terjadi kematian karena ada peradangan otak. Gejala tersebut berupa
sesak napas , gemetar kemudian hewan rebah. Pada beberapa kasus
menunjukkan gejala kejang pada sapi, domba dan kambing mungkin
terjadi kematian tanpa menunjukkan gejala-gejala penyakit sebelumnya.
b. Antraks bentuk akut, Pada sapi ,kuda dan domba gejala penyakitnya
mula-mula demam , penderita gelisah, depresi susah bernafas dan detak
jantung frekuensi dan dan lemah, kejang dan kemudian penderita segera
mati. Selama sakit berlangsung , demamnya mencapai 41,5 derajat
celsius ruminasi berhenti,produksi susu berkurang, pada ternak yang
sedang bunting munkin terjadi keguguran. Drai lubang-lubang alami
mungkin terjadi ekskreta berdarah, Gejala antrak pada kuda dapat berupa
demam, kedinginan,kolik yang berat, tidak ada nafsu makan,depresi
hebat,, otot-otot lemah, diare berdarah,bengkak di daerah leher,
dada,perut bagian bawah, dan di bagian kelaminluar, Kematian pada
kuda biasanya terjadi sehari atau lebih lama bila di bandingkan dengan
antraks pada ruminansia.
c. Antraks bentuk kronis, Biasanya terdapat pada babi, tetapi kadang-
kadang terdapat juga pada sapi, kuda dan anjing dengan lesi lokal yang
terbatas pada lidah dan tenggorokan. Pada satu kelompok babi yang
terinfeksi , bebrapa babi di antaranya mungkin mati karena antraks akut
tanpa menunjukkan gejala penyakit sebelumnya. Beberapa babi lai
menunjukkan pembengkakan yang cepat pada tenggorokan , yang pada
beberapa kasus menyebabkan kematian karena lemas. Kebanyakan babi
dalam kelompok itu mati karena antraks kronis. Sedangkan babi dengan
infeksi ringan , berangsur-angsur akan sembuh. Bila babi tersebut di
sembelih, pada kelenjar limfe servikal dan tonsil terdapat bakteri antraks.
2. Patologi
Bangkai hewan yang mati karena ntraks di larang untuk di bedah,
bangkai tersebut cepat membusuk karena sepsis, dan terlihat sangat
membengak. Kelakuan bangkai biasanya tidak ada atau tidak sempurna.
Darah yang bewarna hitam seperti aspal mungkin keluar dari lubang alami
seperti hidung,mulut,telinga, anus tampak bengkak, dan bangkai cepat
membusuk. Mukosa bewarna kebiruan, sering terdapat penyembulan rektum
yang di sertai perdarahan.
3. Diagnosa
a. Pemeriksaan miskroskopik langsung
Hewan yang masih dalam keadaan sakit atau baru saja mati ,
selama belum terjadi pembusukan , di lakukan pemeriksaan mikroskopik
sediaan ulas darah perifer dengan cara yang sederhana dan tepat, bakteri
berbentuk batang besar, gram positif , biasanya tersusun tunggal ,
berpasangan atau berantai pendek . Tidak terdapat spora. Dengan
pewarnaan yang baik dapat di lihat adanya selubung (kaspsul).
Jika hewan sudah mengalami pembusukan maka dari pemeriksaan
mikroskopik sediaan ulas darah perifer, agak sulit untuk membuat
diagnosa yang tepat. Sejumlah bakteri pembusuk memiliki bentuk yang
mirip dengan antraks, Biasanya bakteri-bakteri pembusuk itu agak
panjang dan tersusun dalam rantai yang lebih panjang.
b. Pemeriksaan dengan pemupukan
Bahan mengandung antraks berupa darah atau jaringan lain yang
berasal dari hewan sakit atau baru saja mati , dengan mudah dapat di
pupuk pada media buatan. Jika bahan sampel berasal dari jaringan yang
telah busuk maka akan timbul berbagai kesulitan karena bakteri
antraks mudah mati oleh pembusuk , bakteri-bakteri antrhakoid akan
ikut nampak dan tumbuh dengan baik.
c. Pemeriksaan biologis

Hewan percoba yang terbaik adallah marmut , meskipun mencit


cukup baik , tapi mencit sangta rentan terhadap kontaminan lain.
Setelah di suntk secara subkutan, marmut biasanya mati dalam waktu
36-48 jam, paling lama pada hari kelima. Jaringan marmut tersebut
penuh dengan bakteri antraks dan di bawah kulit tempat suntikan terjadi
infiltrasi gelatin. Penyuntikan hewan percobaan adalah cara yang paling
tepat untuk membedakan bakteri antraks dan bakteri antrhakoid.

d. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan ini dapat di lakukan dengan uji ascoli dan enzyme
linked immunorsobent Assay (ELISA). Uji ascoli , uji termopresipitasi
ascoli sangat berguna untuk menentukan jaringan tercemar antraks,
Untuk uji ini di perlukan serum presipitasi bertiter tinggi. Jaringan
tersangaka yang di lakukan ekstraksi dengan air dengan cara perebusan,
atau dengan penambahan kloroform , cairan jernih yang di peroleh di
sebut presipitnogen mengandung protein, antraks, di temukan secara
berlahan-lahan dengan serum presipitasi dalam tabung reaksi kecil.
Reaksi positif akan di tandai dengan terbentukny cincin putih pada batas
pertemuan antara kedua cairan tersebut.
E. Pengendalian Penyakit Antrhaks

1. Pengobatan
Pengobatannya dapat di lakukan dengan cara memebrikan suntikan
antiserum dengan dosis kuratifn 100-150 ml untuk hewan besar dan 50-
100 ml untuk untuk hewan kecil. Penyuntikan anti serum homolog Iv dan
SC ,sedangkan yang heterolog SC. Jika perlu penyuntikan pengobatan
dapat diulasi secukupnya , antiserum yang di berikan lebih dini sesudah
timbul gejala sakit , kemungkinan untuk di peroleh hasil yang baik akan
lebih besar.
Hewan tersangka sakit atau hewan yang sekandang dengan yang skait,
diberikan suntikan pencegahan antiserum, kekebalan pasif timbul seketika,
akan tetapi berlangsung tidak lebih lama dari 2 minggu. Pemberian anti
serum untuk tujuan pengobatan dapat di kombinasikan dengan pemebrian
antibiotik . Jika antiserum tidak tersedia, da[pat di coaba dengan obat-
obatan seperti procain penicilin G di larutkan dalam aqquades steril
dengan dosis hewan besar 6000-20.000 UI/kg baerat badan ,IM tiap hari,
yamg di berikan pada antraks stadium awal pada hewan kuda dan sapi.
2. Pencegahan
Antraks pada hewan dapat di cegah dengan cara pemberian
vaksinasi, vaksinasi dapat di berikan pada semua hewan ternak di daerah
zenootik antrhaks setiap tahun sekali. Dis ertai cara pengawasnan dan
pengendaliannya setiap hari.
3. Pemberantasan
a. Hewan yang menderita antraks harus diisolasi sehingga tidak dapat
kontak dengan hewan-hewan lain
b. Pengisolasian tersebut di lakukandi kandang atau di tempat dimana
hewan tersebut di temukan sakit. Didekat tempat itu di gali lubang
sedalam 2-2,5 meter,untuk menampung sisa makanan dan feses dari
kandang hewan yang sakit.
c. Setelah hewan mati , semuh atau setelah lubang itu terisi sampai 6o cm,
lubang itu di tutupi tanha yang segar,
d. Di larang menyembelih hewan yang sakit.
e. Hewan tersangka tidak boleh meninggalkan halaman dimana ia
berdiam sedangkan hewan yang lain tidak boleh di bawah ketempat itu.
Jika di antaranya yang tersangka tersebut timbul gejala penyakit , amka
hewan yang sakit tersebut di asingkan menurut cara seperti di tentukan
dalam poin 1
f. Jika di antara hewan yaang tersangka dalam waktu 14 hari tidak ada
yang sakit, hewan tersebut di bebaskan kembali
g. Di pintu-pintu yang menuju halaman. Dimana hewan yang skait atau
tersangka sakit di asingkan dipasnag papan bertuliskan “penyakit
hewan menular antrhaks” disertai nama penyakit yang di mengerti di
daerah itu.
h. Bangkai hewan yang mati karena antrhaks harus segera di musnahkan
dengan di bakar habis atau di kubur.
i. Setelah penderita mati atau sembuh kandang dan semua perlengkapan
yang tercemar harus di lakukan disinfeksi
j. Kandaang dari bambu atau alang-alang dan semua alat-alat yang tidak
dapat didisinfeksi harus di bakar
k. Dalam satu daerah penyakit telah di angap berlalu setelah lewat masa
14 hari sejak matinya atau sembuhnya penderita terkahir
l. Untuk mencegah perluasan penyakit melalui serangga , dipakai obat-
obat pembunuh serangga
m. Hewan yang mati karena antrhaks di cegah agar tidak dimakan oleh
hewan pemakan bangkai
n. Tindakan sanitasi umum terhadap manusia yang kontak dengan hewan
penderita penyakit dan untuk mencegah perluasan penyakit.
4. Pelaporan
Laporan kejadian penyakit antrhaks berisis informasi selengkapnya
mungkin , di sampaikan kepada kepala dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan dan dirjen peternakan dan kesehatan
hewan, yang di lengkapi dengan pengisisan formulir yang telah di
tentukan, seperti :
a. Laporan dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan ke pemerintah daerah , dan ke dektoral jendral peternakan dan
kesehatan hewan kementrian pertanian RI, mengenai terdapatnya
kejadian antrhaks.
b. Mengirim bahan-bahan pemeriksaan penyakit ke laboratorium veteriner
setempat untuk peneguhan adanya penyakit.
c. Pernyataan tentang terdapatnya/bebasnya suatu daerah terdapat antrhaks
oleh kepala pemerintah daerah setelah adanya peneguhan tekhnis.

F. Contoh kasus

CONTOH KASUS
Memegang Hewan Rentan dan Menangani Produknya Berisiko Besar Tertular
Antraks Kulit di Daerah Endemis
Kasus penyakit antraks tipe kulit masih terus berlangsung di wilayah
Kabupaten Bogor hampir setiap tahun. Sampai saat ini belum banyak diketahui
berbagai faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit antraks tipe
kulit tersebut. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui berbagai faktor risiko
yang berkaitan dengan kejadian penyakit antraks tipe kulit pada manusia di
Kabupaten Bogor. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yaitu :
Pada analisis ini, terhadap faktor riwayat kontak dengan hewan rentan,
seluruh variabel yang diteliti antara lain member makan/minum hewan,
memegang hewan dan menyembelih hewan menunjukkan hubungan yang
secara statistik bermakna (p<0,05). Hal ini berarti, tanpa mengontrol variabel
lain setiap variabel pada faktor riwayat kontak dengan hewan rentan
berhubungan dengan kejadian penyakit antraks tipe kulit. Aktivitas yang
berkaitan erat dengan penanganan hewan terutama di daerah endemis antraks
sangat berisiko untuk terkena penyakit antraks tipe kulit ini.
Analisis yang dilakukan terhadap faktor riwayat kontak dengan produk
hewan rentan yang terdiri dari menangani daging dan menangani kulit
menunjukkan kedua variable tersebut ada tendensi memiliki hubungan
bermakna (p<0,05) dengan kejadian penyakit antraks tipe kulit. Kejadian
penyakit antraks tipe kulit berhubungan dengan kegiatan menangani daging
terutama karena menangani daging yang mengandung kuman antraks. Daging
tersebut biasanya diperoleh dari hewan yang dipotong paksa karena sakit parah
yang mungin akibat penyakit antraks. Aktivitas menangani kulit hewan rentan
antraks juga diketahui memiliki hubungan bermakna dengan kejadian penyakit
antraks tipe kulit (nilai p=0,003) dengan OR=5,335 (95% CI: 1,742-16,342).
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kasus antraks bentuk kulit banyak
terjadi pada penduduk yang bekerja membuat kerajinan terutama berbahan
kulit yang diambil dari hewan yang terinfeksi antraks.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Antraks adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Bacilus antrhacis,
biasanya bersifat akut atau perakut pada berbagai jenis ternak (pemamah
biak,kuda,babi dan sebagainya)
2. Penyebab antraks adalah Bacillus antrhacis, B. antrahacis berbentuk batang
lurus, dengan ujung siku, membentuk rantai panjang dalam biakan. Dalam
jaringan tubuh tidak pernah terlihat rantai panjang . Biasanya tersusun
secara tunggal atau dalam rantai pendek dari 2-6 organisme , berselubung(
berkapsul), kadang-kadang satu selubung melingkupi beberapa organisme
3. Epidemiologi
a. Spesies rentan
Menurut penenlitian kerentanan hewan terhadap antraks dapat di
bagikan dalam beberpa kelompok sebagai berikt: Hewan pemamah biak,
Babi tidak begitu rentan, Anjing, kucing tikus, Hewan berdarah dingin (
jenis reptila), sama sekali tidak rentan ( not affected).
b. Pengaruh lingkunagn
Antraks dapat terdapat di daerah pertanian , daerah tertentu yang
basah dan lembab, serta daerah banjir.
c. Sifat penyakit
hampir setiap tahun dengan derajat yang berbeda-beda di daerah –
daerah tertentu. Derajat skait tiap 10.000 populasi hewan dalam
ancaman , tiap provinsi dalam tahun 1975 menunjukkan derajat yang
paling tinggi di jambi( 53 tiap 10.000) dan terendah di jawa barat ( 1 tiap
10.000) dari laporan iupun dapat di ketahui bahwa 5 daerah mempunyai
derajat skait lebih rendah dari 50 tiap 10.000 populasi dalam ancaman
dan hanya Jambi yang mempunyai angka ekstrim.
d. Cara penularanyya Pada hakekatnya antraks”penyakit tanah” yang berarti
bahwa penyebabnya terdapat di dalam tanah, kemudian bersama
makanan atau minuman masuk kedalam tubuh hewan.
e. Predisposisi
Atraks merupakan penyakit yang menyerang pada mamalia, Faktor
predisposisi terjadinya antraks antara lain hewan dalam kondisi
kedinginan, kekurangan makanan, dan juga keletihan terutama pada
hewan –hewan yang mengandung spora bersifat laten.
f. Distribusi penyakit
Di indonesia berita tentang suatu penyakit yang sangat mnyerupai
antraks pada kerbau di daerah teluk Betuk di muat dalam” Javasche
courant” tahun 1884. Kemudia berita yang lebih jelas tentang
berjangkitnya antraks di beberapa daerah Indonesia di beritakan oleh
“kolonial Versag”, antara tahun 1914,1927 -1928, tahun 1930 tercatat
kejadian-kejadian antraks di berbagai tempat jawa dan di luar jawa.
4. Pengenalan penyakit
a. Gejala klinisDiikenal beberapa bentuk antraks yaitu: Antraks bentuk
perakut , Antraks bentuk akut, Antraks bentuk kronis.
b. Patologi
Bangkai hewan yang mati karena ntraks di larang untuk di bedah,
bangkai tersebut cepat membusuk karena sepsis, dan terlihat sangat
membengak. Kelakuan bangkai biasanya tidak ada atau tidak sempurna.
Darah yang bewarna hitam seperti aspal mungkin keluar dari lubang
alami seperti hidung,mulut,telinga, anus tampak bengkak, dan bangkai
cepat membusuk. Mukosa bewarna kebiruan, sering terdapat
penyembulan rektum yang di sertai perdarahan.
c. Diagnosa
Diagnosa pada penyakit antrhaks yaitu: Pemeriksaan miskroskopik
langsung, Pemeriksaan dengan pemupukan dan Pemeriksaan biologis,
Pemeriksaan serologis
5. Pengendalian
a. Pengobatan
Pengobatannya dapat di lakukan dengan cara memebrikan
suntikan antiserum dengan dosis kuratifn 100-150 ml untuk hewan
besar dan 50-100 ml untuk untuk hewan kecil. Penyuntikan anti serum
homolog Iv dan SC ,sedangkan yang heterolog SC. Jika perlu
penyuntikan pengobatan dapat diulasi secukupnya , antiserum yang di
berikan lebih dini sesudah timbul gejala sakit , kemungkinan untuk di
peroleh hasil yang baik akan lebih besar.
b. Pencegahan
Antraks pada hewan dapat di cegah dengan cara pemberian
vaksinasi, vaksinasi dapat di berikan pada semua hewan ternak di
daerah zenootik antrhaks setiap tahun sekali. Dis ertai cara
pengawasnan dan pengendaliannya setiap hari.
c. Pemberantasan
1) Hewan yang menderita antraks harus diisolasi sehingga tidak dapat
kontak dengan hewan-hewan lain
2) Pengisolasian tersebut di lakukandi kandang atau di tempat dimana
hewan tersebut di temukan sakit. Didekat tempat itu di gali lubang
sedalam 2-2,5 meter,untuk menampung sisa makanan dan feses dari
kandang hewan yang sakit.
3) Setelah hewan mati , semuh atau setelah lubang itu terisi sampai 6o
cm, lubang itu di tutupi tanha yang segar,
4) Di larang menyembelih hewan yang sakit.
d. Pelaporan
Laporan kejadian penyakit antrhaks berisis informasi
selengkapnya mungkin , di sampaikan kepada kepala dinas yang
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dan dirjen
peternakan dan kesehatan hewan, yang di lengkapi dengan pengisisan
formulir yang telah di tentukan
6. Contoh kasus
Aktivitas menangani kulit hewan rentan antraks juga diketahui
memiliki hubungan bermakna dengan kejadian penyakit antraks tipe kulit
(nilai p=0,003) dengan OR=5,335 (95% CI: 1,742-16,342). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar kasus antraks bentuk kulit banyak
terjadi pada penduduk yang bekerja membuat kerajinan terutama berbahan
kulit yang diambil dari hewan yang terinfeksi antraks.
B. Saran

Sebaiknya pemerintah hendaknya meningkatkan pengetahuan dan sikap


peternak dalam melaksanakan pencegahan penyakit antraks untuk menjaga
kesehatan hewan ternaknaya dengan baik untuk mencegah terjadinya wabah.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, dkk. 2010. Memegang Hewan Rentan dan Menangani Produknya Berisiko
Besar Tertular Antraks Kulit di Daerah Endemis. Jurnal Veteriner. Vol.
11. No. 4. PP : 276-231. ISSN : 1411-8327.
Subronto dan Tjahati, 2008. Ilmu penyakit Ternak II( mamalia)Farmokologi
Veteriner. Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi klinis. Gadjah
mada University Press. Yogyakarta. Indonesia.
Sudrajat, H,S Gigieh. 2012. Pengaruh Pendidikan kesehatan Tentang
Pencegahan Penyakit Antrhaks Terhadap Pengetahuan dan Sikap
Peternak Sapi di Desa Brojol Miri Sragen. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai