Anda di halaman 1dari 45

I.

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN


DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial : menarik diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
di sekitarnya (Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial
(Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012)
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi
Keliat, 2001).

2. Penyebab
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut
Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang
penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang
mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga,
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.
Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial
terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat volume otak serta perubahan struktur limbik.
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal meliputi:
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan
seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79)

3. Rentang respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan
bahwa manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu
juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi menarik diri impulsif
Bekerja sama ketergantungan narcisme
Interdependen

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang


masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang
umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi:
a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam rangka membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum
berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi:
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya, merasa takut dan cemas.
b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan
dengan orang lain.
c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri.
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu
berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus,
sikapnya egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak
mendukungnya.
(Trimelia, 2011: 9)

4. Proses terjadinya masalah


a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan
mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal
ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif
seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal
yang negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
Seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

b. Stressor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.
(Prabowo, 2014: 111)

5. Tanda dan gejala

a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15) 6
6. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik
diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami pasien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo, 2014: 112).
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam
dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009).

7. Mekanisme koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi.
(Damaiyanti, 2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku.

Mekanisme koping yang muncul yaitu:


1) Perilaku curiga : regresi, represi

2) Perilaku dependen: regresi

3) Perilaku manipulatif: regresi, represi


4) Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi
(Prabowo, 2014:113)

8. Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall
yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam
otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan
jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)
9. Pohon masalah
Risiko Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi

Effect

Isolasi Sosial: menarik diri

Core Problem

Gangguan Konsep Diri

Harga Diri Rendah

Causa

10. Diagnosa keperawatan

a. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri

b. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah


(Prabowo, 2014: 114)

11. Strategi Pelaksanaan


SP 1 Isolasi Sosial (Menarik Diri)
a. Identifikasi penyebab isolasi sosial: siapa yang serumah, siapa yang dekat,
yang tidak dekat, dan apa sebabnya.
b. Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
c. Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap.
d. Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu.
e. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenala
II. LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN HALUSINASI

A. MASALAH UTAMA
Ganguan persepsi sensori : halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1) Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa
stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014 : 129)
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan.
Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012:
53)
2) Penyebab

a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sehjak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
1. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya
neutransmitter otak.
2. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyataa menuju alam hayal.
3. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh


orang tua skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia.
Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh padapenyakit ini.
(Prabowo, 2014: 132-133)
4. Faktor Presipitasi
a) Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
b) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap
stresosor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi
stress.(Prabowo, 2014 : 133)
d) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan nyata dan tidak.
e) Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu
yang lama.
f) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
g) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
h) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
i) Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya
terganggu.(Damaiyanti, 2012 : 57-58).

3) Jenis Halusinasi

Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya:

a) Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)


Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-
suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
b) Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c) Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
d) Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e) Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan.
f) Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine. (Yosep Iyus, 2007: 130)
g) Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom
obus parietalis. Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu
yang dialaminya seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56).

4. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan
respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang Respon Neurobiologist

Respon adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang kelainan


pikiran Persepsi akurat Ilusi
Halusinasi Emosi konsisten Reaksi
emosional Ketidakmampuan Perilaku sesuai
Perilaku tidak azim Emosi
Hubunngan sosial mengalami
Ketidakteraturan menarik diri

Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998)

Rentang Respon
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif :
b. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan
c. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada
kenyataan
d. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan
yang timbul dari pengalaman ahli
e. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran
f. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan
12. Respon psikosossial
Meliputi :
a. Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra
c. Emosi berlebih atau berkurang

d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
13. Respon maladapttif

Respon maladaptive adalah respon individu dalam


menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma
social budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive
antara lain :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
e. Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negative
mengancam.(Damaiyanti,2012: 54)
ii. Proses Terjadinya Masalah

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan


setiap fase memiliki karakteristik yang berdeda yaitu:
1. Fase I

Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,


kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba
berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien


mulai lepas kendali dan mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumberdipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda- tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan reaita.
3. Fase III

Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap


halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini
pasien sukar berhubungan dengan orang ain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutamajika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien


mengikuti perintah halusinasi. Di sni terjadi perikalu
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan
membahayakan. ( Prabowo, 2014: 130- 131)
iii. Tanda dan Gejala

Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi


adalah sebagai berikut:
1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
cepat, dan respon verba lambat
3. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk
menghindari diri dari orang ain
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan
keadaan yang tidak nyata
5. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan
tekanan darah
6. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya
beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman
sensorinya.
7. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) dan takut
8. Sulit berhubungan dengan orang lain

9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah

10. Tidak mampu mengikuti perintah

11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi


dan kataton. (Prabowo, 2014: 133-134)
iv. Akibat

Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang


lain dan ingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di
bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakuka
sesuatu hal diluar kesadarannya.( Prabowo, 2014: 134)
v. Mekanisme Koping

1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari

2. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan


berusaha untuk mengaliskan tanggung jawab kepada orang
lain
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimuus internal. (Prabowo, 2014 :134)
vi. Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini


peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan
perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang sehingga
keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam
hal merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang
kondusif dan sebagai pengawas minum obat

1. Farmakoterapi

Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada


penderita skizofrenia yang menahun,hasilnyalebih banyak
jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.Neuroleptika
dengan dosis efek tiftinggi bermanfaat pada penderita
psikomotorik yang meningkat.

KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN

(DAGANG)
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin
30-800 mg
(Thorazine)
1-40 mg
Flufenazine
(Prolixine, Permit)
Mesoridazin (
30-400 mg
Serentil)
Perfenazin 12-64 mg
(Trialon)
15-150 mg
Prokloperazin
40-1200 mg
(Compazine)
Promazine 150-800 mg
(Sparine) Tiodazin
2-40 mg
(Mellani)
60-150 mg
Trifluopromazine
(Stelazine)
Trifluopromazine

(Vesprin)
Toksanten Kloproktisen 75-600 mg
(Tarctan)
8-30 mg
Tioktiksen
(Navane)
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Didraindolon Molindone (Moban) 225-225

2. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk


menimbulkan kejang grand mall secara artificial dengan
melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

3. Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat


membantu karena berhubungan dengan praktis dengan
maksud mempersiapkan pasien kembali kemasyarakat,
selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong
pasien bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri
karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik,
dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama, seperti therapy modalitas yang terdiridari :
4. Terapi aktivitas
a. Terapi music
Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ;
bernyanyi. yaitu menikmati dengan relaksasi music
yang disukai pasien.
b. Terapi seni

Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui


beberapa
pekerjaan seni.

c. Terapi menari

Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

d. Terapi relaksasi

Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping/perilaku mal


adaptif/deskriptif meningkatkan partisipasi dan
kesenangan pasien dalam kehidupan.
e. Terapi social

Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain

f. Terapi kelompok

a). Terapi group (kelompok terapeutik)

b). Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group


activity therapy)
c). TAK Stimulus Persepsi;
Halusinasi Sesi 1 : Mengenal
halusinasi
Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik

Sesi 3 ; Mengontrol halusinasi dengan


melakukan kegiatan
Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-
cakap Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat
5. Terapi lingkungan

Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana d idalam


keluarga( Home Like Atmosphere).(Prabowo,2014: 134-
136)

vii. Pohon Masalah


Effect
Resiko perilaku kekerasan

Cor Problem
Perubahan sensori persepsi

Cause
Isolasi sosial : menarik diri

viii. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan sensori persepsi: halusinasi b/d menarik diri

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PASIEN DENGAN MASALAH PERUBAHAN PROSES FIKIR : WAHAM

2. KASUS (MASALAH UTAMA)


.Perubahan Proses Pikir: Waham
3. PROSES TERJADINYA MASALAH
ix. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat
terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat,
2006). Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).

x. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
2. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan
korteks limbic
3. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
4. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
c. Faktor Presipitasi
1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
3) Adanya gejala pemicu

A. Tanda dan Gejala


a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
c. Curiga
d. Bermusuhan
e. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
f. Takut dan sangat waspada
g. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
h. Ekspresi wajah tegang
i. Mudah tersingung

B. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul


a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi : verbal
c. Perubahan isi pikir : waham

C. Akibat Yang Sering Muncul


a. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
b. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
c. Fungsi emosi
Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
d. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan
yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia.
e. Fungsi sosial : kesepian
f. Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.

D. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi:
regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk
mengatasi ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan
persepsi, menarik diri, pada keluarga: mengingkari.

E. Fase-fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
a. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi
pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat
tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span
history ).
b. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah
banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang
tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal
self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi,
pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar,
tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi
dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar
pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan
pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena
seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol
diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan
tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan
relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar
serta ada konsekuensi sosial.

F. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!”
atau, “Saya punya tambang emas.”
b. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh
saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri
dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.”
d. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini
adalah roh-roh”.
f. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
h. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

G. Rentang Respon

H. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan Proses Pikir: Waham

Harga Diri Rendah


I. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Keperawatan : Perubahan Isi Pikir : Waham
a. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
b. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Perubahan Proses Pikir: Waham

K. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien
a. Identifikasi tanda dan gejala waham.
b. Bantu orientasi realitas: Panggil nama, orientasi waktu, orang dan
tempat/lingkungan.
c. Diskusikan kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi.
d. Bantu pasien memenuhi kebutuhannya yang realistis.
e. Masukan pada jadual kegiatan pemenuhan kebutuhan.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN MASALAH : RESIKO BUNUH DIRI

a. MASALAH UTAMA
Bunuh Diri
b. PROSES TERJADINYA
1. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri
sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah
dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup
setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan
Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).

2. Jenis-jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini
disebabkan oleh kondisikebudayaan atau karena masyarakat yang
menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan
integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa merekatidak
menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan merekayang menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia
cenderung untuk bunuh diri karenaindentifikasi terlalu kuat dengan
suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut
sangatmengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi
antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut
meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.
Individukehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat
atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena
tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-
kebutuhannya.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan
oleh klien untukmengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya
kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku
bunuh diri yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:
”Tolong jaga anak- anak karena saya akan pergi jauh!”
atau“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi
ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidakdisertai dengan ancaman dan
percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/
putus asa/ tidak berdaya. Klien jugamengungkapkan hal-hal
negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri
kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh
diri.Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba
bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan
sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai
atau melukai diri untukmengakhiri kehidupannya. Pada kondisi
ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan caragantung diri,
minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat tinggi.

3.Tahap-tahap Resiko Bunuh Diri

a. Suicidal Ideation
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau
tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan menungkapkan
idenya apabila tidak di tekan.
b. Suicidal Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri
c. Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat
yang dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
d. Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya, tetapi sudah oada percobaan untuk melakukan
bunuh diri.
e. Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien mempunyai indikasi individu
yang ingin mati dan tidak mau diselamatkan. Misalnya, minum ibat
yang mematikan.

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009):
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah dan mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis danmenyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
mengalami kegagalan dalamkarier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

5. Predisposisi
a. Teori genetic
1. Genetik
Prilaku bunuh diri menurut shadock (2011) serta Varcarolis dan
Hitler (2010) merupakan sesuatu yang di turunkan
dalam keluarga kembar monozigot memiliki reriko dalam
melakukan bunuh diri stuard (2011).
2. Hubungan neurokimia
Nourotransmiter adalah zat kimia dalam otak dari sel ke saraf ,
peningkatan dan penurunan neuro transmiter mengakibatkan
perubahan pada prilaku. Neurotrasmiter yg yang di kaitkan
dengan prilaku bunuh diri adalah dopamine, neuroepineprin,
asetilkolin, asam amino dan gaba (Stuard, 2011).
3. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90 % orang dewasa yg mengahiri hidupnya dengan
bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
4. Gangguan jiwa yang beriko menimbulkan individu untuk bunuh
diri adalah gangguan modd , penyalah gunaan zat , skizofrenia
, dan gangguan kecemasan (Stuard, 2013).

b. Faktor psikologi
i. Kebencian terhadap diri sendiri
Bunuh diri merupakan hasil dari bentuk penyerangan ataw
kemarahan terhaapp orang lain yang tidsk di trima dan di
mannifestasikan atau di tunjuksn pada diri sendiri (Stuard dan
videbeck, 2011).
ii. Ciri kepribadian
Keempat aspek kepribadian yg terkait dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah permusuhan, impulsive, depresi dan
putus asa (Stuard, 2013 ).
d. Teori psikodinamika
Menyatakan bahwa depresi kaarna kehilangan suatu yang di
cintai, rasa keputusasaan, kesepian dan kehilangan harga diri
(Shadock, 2011).
e. Faktor sosial budaya
1. Beberapa faktor yang mengarah kepada bunuh diri adalah
kemisknan dan ketikmampuan memenuhi kebutuhan dasar,
pernikahan yang hancur, keluarga dengan orang tua tunggal (
Towsend , 2009 ).
2. Faktor budaya yang di dalamnya adalah faktor spiritual, nilai
yang di anut oleh keluarga, pandangan terhadap perilaku yang
menyebabkan kematian berdampak pada angka kejadian
bunuh diri (Krch et al, 2008).
3. Kehilangan, kurangnya dukungan sosial dan peristiwa
keidupan yang negatif dan penyakit fisik kronis. Baru-baru ini
perpisahan perceraian dan penurunan dukungan sosial
merupakan faktor penting berhubungan dengan resiko bunuh
diri.(Stuard, 2013).

6. Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.

7. Rentang Respon
Menurut Fitria (2012) mengemukakanrentang harapan-putus
harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif:

Keterangan:
1. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahan diri secarawajar terhadap situasional yang
membutuhkan pertahan diri.
2. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau
beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terha
dap situasi yang seharusnyadapat mempertahankan diri, seperti
seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya
dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan
pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap
yang kurang tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri
atau pencederaan diriakibat hilangnya harapan terhadapsituasi
yang ada.
5. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri
sampai dengan nyawanya hilang.

8. Pohon Masalah

9. Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan
bunuh diri:
1. Resiko bunuh diri.
2. Harga diri rendah
3. Koping yang tak efektif.

10. Mekanisme Koping


Klien dengan penyakit kronis, nyeri atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien
secara sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) dalam
Yollanda, Amadea(2018) mengungkapkan bahwa mekanisme
pertahanan ego
yang berhubungan dengan perilaku destruktif diri tidak langsung adala
h penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.

11. Strategi Pelaksanaan


SP 1 Pasien
a. Identifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isarat, ancaman,
percobaan (jika percobaan segera rujuk).
b. Identifikasi benda-benda berbahaya dan mengankannya
(lingkungan aman untuk pasien).
c. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat
daftar aspek positif diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek
positif yang dimiliki.
d. Masukan pada jadual latihan berpikir positif 5 kali per hari

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN


DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah Utama
Defisit perawatan diri
B. Proses Terjadinya

1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya,kesehatan dan kesejateraan sesuai dengan kondisi kesehatannya,
klien dinyatakan terganggu keperatawan dirinya jika tidak dapat melakukan
keperawatan diri (Depkes, 2000)
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat
dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum
secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012)
2. Penyebab

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab
kurang perawatan diri adalah:
a. Factor predisposisi

1) Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan


inisiatif terganggu
2) Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang


menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. 6
4) Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi


lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1) Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri


misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial

Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik


dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus
ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.


6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain. 7
7) Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya
Dampak yang sering timbul pada maslah personal hygine
1) Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya


kebersihan perorangan dengan baik,gangguan fisik yang sering terjadi adalah:
gangguan intleglitas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi mata dan
telinga dan gangguan fisik pada kuku
2) Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah gangguan


kebutuhan aman nyaman , kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti, 2012)
3. Jenis

Menurut (Damaiyanti, 2012) jenis perawatan diri terdiri dari :


a. Defisit perawatan diri : mandi

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas


perawatan diri sendiri
b. Defisit perawatan diri : berpakaian

Hambatan kemampuan untuk melakukan ata menyelesaikan aktivitas berpakaian


dan berhias untuk diri sendiri.
c. Defisit perawatan diri : makan

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri


d. Defisit perawatan diri : eliminasi

Hambatn kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi


sendiri. 8
Pola perawatan diri seimbang
Kadang perawatan diri kadang tidak
Tidak melakukan perawatan diri pada saat stres
4. Rentang respon

Adatif maladaptif
1) Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu ntuk
berperilaku adatif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri

2) Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan stressor
kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya

3) Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresso (Ade, 2011)

5. Proses terjadinya masalah

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab kurang
perawatan diri adalah:
a. Factor predisposisi

1) Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif


terganggu
2) Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.

Anda mungkin juga menyukai