A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial : menarik diri
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
di sekitarnya (Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial
(Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012)
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi
Keliat, 2001).
2. Penyebab
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut
Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang
penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang
mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga,
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
3) Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mempengaruhi adalah otak . Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.
Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial
terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat volume otak serta perubahan struktur limbik.
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal meliputi:
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan
seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
2) Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
(Damaiyanti, 2012: 79)
3. Rentang respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan
bahwa manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Individu
juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.
Respon adaptif Respon maladaptif
b. Stressor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.
(Prabowo, 2014: 111)
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15) 6
6. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik
diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami pasien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo, 2014: 112).
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam
dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009).
7. Mekanisme koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi.
(Damaiyanti, 2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku.
8. Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall
yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam
otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam
proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan
jujur kepada pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)
9. Pohon masalah
Risiko Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi
Effect
Core Problem
Causa
A. MASALAH UTAMA
Ganguan persepsi sensori : halusinasi
1) Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa
stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014 : 129)
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan.
Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012:
53)
2) Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sehjak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
1. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya
neutransmitter otak.
2. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyataa menuju alam hayal.
3. Faktor Genetik dan Pola Asuh
3) Jenis Halusinasi
4. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan
respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:
Rentang Respon
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif :
b. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan
c. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada
kenyataan
d. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan
yang timbul dari pengalaman ahli
e. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran
f. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan
12. Respon psikosossial
Meliputi :
a. Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra
c. Emosi berlebih atau berkurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
13. Respon maladapttif
1. Farmakoterapi
(DAGANG)
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin
30-800 mg
(Thorazine)
1-40 mg
Flufenazine
(Prolixine, Permit)
Mesoridazin (
30-400 mg
Serentil)
Perfenazin 12-64 mg
(Trialon)
15-150 mg
Prokloperazin
40-1200 mg
(Compazine)
Promazine 150-800 mg
(Sparine) Tiodazin
2-40 mg
(Mellani)
60-150 mg
Trifluopromazine
(Stelazine)
Trifluopromazine
(Vesprin)
Toksanten Kloproktisen 75-600 mg
(Tarctan)
8-30 mg
Tioktiksen
(Navane)
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Didraindolon Molindone (Moban) 225-225
c. Terapi menari
d. Terapi relaksasi
f. Terapi kelompok
Cor Problem
Perubahan sensori persepsi
Cause
Isolasi sosial : menarik diri
x. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
2. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan
korteks limbic
3. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
4. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
c. Faktor Presipitasi
1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
3) Adanya gejala pemicu
D. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi:
regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk
mengatasi ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan
persepsi, menarik diri, pada keluarga: mengingkari.
E. Fase-fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
a. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi
pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat
tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span
history ).
b. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah
banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang
tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal
self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi,
pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar,
tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi
dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar
pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan
pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena
seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol
diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan
tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan
relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar
serta ada konsekuensi sosial.
F. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!”
atau, “Saya punya tambang emas.”
b. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh
saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri
dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.”
d. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini
adalah roh-roh”.
f. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
h. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.
G. Rentang Respon
H. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan Proses Pikir: Waham
K. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien
a. Identifikasi tanda dan gejala waham.
b. Bantu orientasi realitas: Panggil nama, orientasi waktu, orang dan
tempat/lingkungan.
c. Diskusikan kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi.
d. Bantu pasien memenuhi kebutuhannya yang realistis.
e. Masukan pada jadual kegiatan pemenuhan kebutuhan.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN MASALAH : RESIKO BUNUH DIRI
a. MASALAH UTAMA
Bunuh Diri
b. PROSES TERJADINYA
1. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri
sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah
dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup
setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan
Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
a. Suicidal Ideation
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau
tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan menungkapkan
idenya apabila tidak di tekan.
b. Suicidal Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri
c. Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat
yang dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
d. Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya, tetapi sudah oada percobaan untuk melakukan
bunuh diri.
e. Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien mempunyai indikasi individu
yang ingin mati dan tidak mau diselamatkan. Misalnya, minum ibat
yang mematikan.
5. Predisposisi
a. Teori genetic
1. Genetik
Prilaku bunuh diri menurut shadock (2011) serta Varcarolis dan
Hitler (2010) merupakan sesuatu yang di turunkan
dalam keluarga kembar monozigot memiliki reriko dalam
melakukan bunuh diri stuard (2011).
2. Hubungan neurokimia
Nourotransmiter adalah zat kimia dalam otak dari sel ke saraf ,
peningkatan dan penurunan neuro transmiter mengakibatkan
perubahan pada prilaku. Neurotrasmiter yg yang di kaitkan
dengan prilaku bunuh diri adalah dopamine, neuroepineprin,
asetilkolin, asam amino dan gaba (Stuard, 2011).
3. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90 % orang dewasa yg mengahiri hidupnya dengan
bunuh diri mengalami gangguan jiwa.
4. Gangguan jiwa yang beriko menimbulkan individu untuk bunuh
diri adalah gangguan modd , penyalah gunaan zat , skizofrenia
, dan gangguan kecemasan (Stuard, 2013).
b. Faktor psikologi
i. Kebencian terhadap diri sendiri
Bunuh diri merupakan hasil dari bentuk penyerangan ataw
kemarahan terhaapp orang lain yang tidsk di trima dan di
mannifestasikan atau di tunjuksn pada diri sendiri (Stuard dan
videbeck, 2011).
ii. Ciri kepribadian
Keempat aspek kepribadian yg terkait dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah permusuhan, impulsive, depresi dan
putus asa (Stuard, 2013 ).
d. Teori psikodinamika
Menyatakan bahwa depresi kaarna kehilangan suatu yang di
cintai, rasa keputusasaan, kesepian dan kehilangan harga diri
(Shadock, 2011).
e. Faktor sosial budaya
1. Beberapa faktor yang mengarah kepada bunuh diri adalah
kemisknan dan ketikmampuan memenuhi kebutuhan dasar,
pernikahan yang hancur, keluarga dengan orang tua tunggal (
Towsend , 2009 ).
2. Faktor budaya yang di dalamnya adalah faktor spiritual, nilai
yang di anut oleh keluarga, pandangan terhadap perilaku yang
menyebabkan kematian berdampak pada angka kejadian
bunuh diri (Krch et al, 2008).
3. Kehilangan, kurangnya dukungan sosial dan peristiwa
keidupan yang negatif dan penyakit fisik kronis. Baru-baru ini
perpisahan perceraian dan penurunan dukungan sosial
merupakan faktor penting berhubungan dengan resiko bunuh
diri.(Stuard, 2013).
6. Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.
7. Rentang Respon
Menurut Fitria (2012) mengemukakanrentang harapan-putus
harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif:
Keterangan:
1. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahan diri secarawajar terhadap situasional yang
membutuhkan pertahan diri.
2. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau
beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terha
dap situasi yang seharusnyadapat mempertahankan diri, seperti
seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya
dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan
pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap
yang kurang tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri.
4. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri
atau pencederaan diriakibat hilangnya harapan terhadapsituasi
yang ada.
5. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri
sampai dengan nyawanya hilang.
8. Pohon Masalah
9. Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan
bunuh diri:
1. Resiko bunuh diri.
2. Harga diri rendah
3. Koping yang tak efektif.
A. Masalah Utama
Defisit perawatan diri
B. Proses Terjadinya
1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya,kesehatan dan kesejateraan sesuai dengan kondisi kesehatannya,
klien dinyatakan terganggu keperatawan dirinya jika tidak dapat melakukan
keperawatan diri (Depkes, 2000)
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat
dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum
secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012)
2. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab
kurang perawatan diri adalah:
a. Factor predisposisi
1) Perkembangan
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1) Body Image
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya
Dampak yang sering timbul pada maslah personal hygine
1) Dampak fisik
Adatif maladaptif
1) Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu ntuk
berperilaku adatif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri
2) Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan stressor
kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya
3) Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresso (Ade, 2011)
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000), penyebab kurang
perawatan diri adalah:
a. Factor predisposisi
1) Perkembangan
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.