Anda di halaman 1dari 29

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Geologi Regional

Pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau yang telah mengalami suatu proses

tektonik yang sangat kompleks dalam waktu geologi. Bentuk pulau ini yang

menyerupai huruf “K” setidaknya memberikan gambaran bahwa pulau ini

mempunyai karakteristik berbeda khususnya kondisi geologi. Bentuk K dari pulau

Sulawesi (sebelumnya Celebes) terdiri dari empat semenanjung yang dikenal sebagai

“lengan atau arm”. Lengannya terdiri dari Lengan Selatan, Lengan Utara, Lengan

Timur dan Lengan Tenggara

Gambar 1. Pembagian mendala geologi pulau


Sulawesi (sumber: surono 2013)
Sulawesi terletak pada pertemuan tiga Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik,

dan IndoAustralia serta sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang

menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan batuan dari busur

kepulauan, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses

penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya.

Berdasarkan litotektonik pulau Sulawesi dibagi empat yaitu :

1. Mandala Barat (West and North Sulawesi Volcano-Prutonic Arc) sebgai jalur

magmatic (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian ujung

timur Paparan Sunda

2. Mandala Tengah (Central Sulawesi Methamorphic Belt) berupa batuan malihan

yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari Blok Australia

3. Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan

segmen dari kerak samudra dan batuan sedimen berumur Trias- Miosen

4. Banggai-Sula dan tukang Besi Continental Fragments, kepulauan paling timur

Banggai Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang berpindah kearah barat

karena strike-slip faults dari New Gunea.

Kolaka adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia,

yang terdiri dari 13 Kecamatan dan salah satunya adalah Kecamatan Wolo. Wilayah

Kecamatan Wolo secara administrasi berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Iwoimenda

b. Disebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone


c. Disebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Samaturu

d. Disebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Uluiwoi

Gambar 2. Peta Wilayah Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka


(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kolaka) 2014

1. Geomorfologi

Tinjauan mengenai geomorfologi regional yang meliputi Daerah Wolo dan

sekitarnya didasari pada laporan hasil pemetaan geologi lembar Kolaka, Sulawesi

Tenggara. Daerah penelitian termasuk dalam geomorfologi regional lembar Kolaka

yang dapat dibagi dalam daerah pegunungan, daerah perbukitan dan daerah

pedataran. Daerah pegunungan menempati bagian selatan dan utara. Dibagian selatan

terdapat pegunungan yakni pegunungan Blok Lapao-pao dibentuk oleh batuan granit.

Sedang bagian utara ditempati pegunungan Tamborasi disusun oleh batu gamping.

Daerah perbukitan menempati bagian timur dengan ketinggian 200-700 meter dan
merupakan perbukitan agak landai yang terletak diantara pegunungan dan pedataran.

Perbukitan ini dibentuk oleh batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir.

2. Stratigrafi

Secara regional, daerah studi terutama tersusun oleh kelompok Batuan Ultra

basa (Ku) yang berumur Kapur dan Endapan Aluvial berumur Holosen. Batuan ultra

basa di Sulawesi Tenggara merupakan kelompok batuan ofiolit (Ku) yang terdiri atas

peridotit, harsburgit, dunitd dan serpentinit. Peridotit, berwarna hitan kehijauan,

kecoklatan; berbutir sedang sampai kasar, fanerik, hablur penuh, yang tersusun oleh

mineral piroksen, olivin, dan sekitar plagioklas serta bijih.

Harsburgit, berwarna hijau kehitaman, berbutir menengah, Fanerik,

hipidiomofik, sebagian telah terserpentinkan. Dunit, berwarna hijau tua; berbutir

halus sampai sedang; granular dengan bentuk Kristal tidak sempurna (anhedral),

terdiri dari olivin dengan sedikit piroksen. Serpentinit, kelabu kehijauan; agak keras

setempat mengandung asbes; biasanya terdapat pada lajur sesar. Pada umumnya

bantuan ultramafik didaerah ini telah mengalami pelapukan cukup kuat yang

menghasilkan lapisan laterit, mencapai ketebalan beberapa meter sampai belasan

meter. Mineral garnierite, magnesit dan oksidabesi sering dijumpai didaerah ini.

Batuan ini adalah bantuan asal kerak samudera yang merupakan batuan dasar dan

lajur Hialu. Bantuan ofolit ini tertidih takselaras dengan formasi Matano yang

berumur kapur akhir, sehingga umur batuan diduga lebih tua dari kapur akhir.

Endapan Aluvial terdiri atas endapan berukuran kerikil, kerakal, pasir, lempengan dan
lumpur. Sebenarnya terdapat di daerah daratan sekitar muara sungai besar yang

didaerah penyelidikan dijumpai disekitar Lahumbuti dan sekitarnya.

3. Struktur geologi

Struktur geologi yang terdapat pada Daerah Wolo berupa sesar geser mendatar,

sesarturun, kekar yang dijumpai hampir pada semua batuan komplek mafik dan

batuan ultramafik, begitu juga perlipatan yang diduga mulai terbentuk sejak

mezosoikum . Pada daerah Wolo banyak terdapat kekar kekar yang terisi oleh

mineral-mineral sekunder, misalnya garnierit, krisopras, asbes dan kalsedon (silika).

B. Nikel Laterit

Nikel (Ni) merupakan logam berwarna putih keperakan yang keras dan tahan

korosi. Logam ini termasuk material yang cukup reaktif terhadap asam dan lambat

bereaksi terhadap udara pada suhu dan tekanan normal. Logam ini cukup stabil dan

tidak dapat bereaksi terhadap oksida, sehingga sering digunakan sebagai koin dan

pelapis yang sifatnya paduan. Dalam dunia industri, nikel adalah salah satu logam

yang paling penting dan memiliki banyak aplikasi; 62% dari logam nikel digunakan

untuk baja tahan karat, 13% sebagai superalloy dan paduan tanpa besi karena sifatnya

yang tahan korosi dan suhu tinggi (Astuti, 2012 dalam Salinita dan Nugroho, 2014).

Deposit nikel di bumi dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu bijih

sulfida dan bijih laterit (oksida dan silikat). 72% cadangan nikel dunia merupakan

nikel laterit dan baru 42% dari cadangan tersebut yang diproduksi. Meskipun 72%

dari tambang nikel berbasis bijih laterit, 60% dari produksi primer nikel berasal dari
bijih sulfide. Bijih nikel laterit banyak ditemukan di belahan bumi yang memiliki

iklim tropis atau subtropis yang terdiri dari pelapukan batuan ultramafik yang

mengandung zat besi dan magnesium kadar tinggi. Deposit sulfida nikel biasanya

lebih kecil dari deposit laterit. Deposit laterit berkadar antara 1,0 - 1,5% Ni dengan

ratarata kadar nikel 0,6 - 1,5% dengan tonase yang jauh lebih besar (Yildirim dkk.,

2012 dalam Salinita dan Nugroho 2014).

Nikel laterit merupakan bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis tinggi,

karena pada masa sekarang dan masa akan datang, kebutuhan nikel semakin

meningkat. Nikel memiliki banyak kegunaan, antara lain dalam pembuatan baja tahan

karat, sebagai bahan pembuatan alat-alat laboratorium (fisika dan kimia), katalis,

bahkan ratusan penggunaan lainnya, sehingga menarik sekali untuk diolah. Nikel

diperoleh dari endapan yang terbentuk akibat proses oksidasi dan pelapukan batuan

ultramafik yang mengandung nikel 0,2-0,4%. Jenis-jenis mineral tersebut antara lain

olivin, piroksin dan amfibol. Bahan galian ini umumnya ditemukan pada daerah

tropis, dikarenakan curah hujan yang mendukung terjadinya pelapukan, selain

topografi, drainase, tenaga tektonik dan struktur geologi. Endapan ini merupakan

bijih yang dihasilkan dari proses oksidasi dan pelapukan batuan ultrabasa yang ada di

atas permukaan bumi. Pelapukan yang ekstrim akan melarutkan semua elemen dalam

batuan tersebut. Material pelapukan tersebut hanya menyisakan ratarata 5% Ni dan

0,06% Co (Freysinnet dkk., 2005 dalam Salinita dan Nugroho 2014).

Nikel laterit merupakan salah satu mineral logam hasil dari proses pelapukan

kimia batuan ultramafik yang mengakibatkan pengkayaan unsur Ni, Fe, Mn, dan Co
secara residual dan sekunder. Nikel laterit dicirikan oleh adanya logam oksida yang

berwarna coklat kemerahan mengandung Ni dan Fe. Salah satu faktor yang

mempengaruhi pembentukan endapan nikel laterit adalah morfologi, batuan asal dan

tingkat pelapukan. Tingkat pelapukan yang tinggi sangat berperan terhadap proses

lateritisasi. Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari proses pelapukan yang

intensif pada batuan peridotit, selanjutnya infiltrasi air hujan masuk ke dalam zona

retakan batuan dan akan melarutkan mineral yang mudah larut pada batuan dasar.

Mineral dengan berat jenis tinggi akan tertinggal di permukaan sehingga mengalami

pengkayaan residu seperti unsur Ca, Mg, dan Si. Mineral lain yang bersifat mobile

akan terlarutkan ke bawah dan membentuk suatu zona akumulasi dengan pengkayaan

(supergen) seperti Ni, Mn, dan Co (Lintjewas dkk., 2019)

C. Genesa Endapan Nikel laterit

Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan dapat

berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air kemudian bereaksi dengan

udara (O2 atau CO2), menyebabkan sebagaian dari mineral itu menjadi larutan.

Selain itu, bagian unsur mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat

membentuk kristal mineral baru. Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim,

komposisi mineral dan ukuran butir dari batuan yang mengalami pelapukan.

Pelapukan akan berjalan cepat pada daerah yang lembab (humid) atau panas dari pada

di daerah kering atau sangat dingin. Curah hujan rata-rata dapat mencerminkan

kecepatan pelapukan, tetapi temperatur sulit dapat diukur. Namun secara umum,
kecepatan pelapukan kimia akan meningkat dua kali dengan meningkat temperatur

setiap 10oC. Mineral basa pada umumnya akan lebih cepat lapuk dari pada mineral

asam. Itulah sebabnya basal akan lebih cepat lapuk dari pada granit dalam ukuran

yang sama besar. Sedangkan pada batuan sedimen, kecepatan pelapukan tergantung

dari komposisi mineral dan bahan semennya (Isjudarto, 2013).

Batuan Ultrabasa hadir dalam bumi sebagai komponen utama penyusun mantel

atas di bawah kerak benua atau kerak samudera. Secara sederhana batuan beku

ultramafik adalah batuan beku yang secara kimia mengandung kurang dari 45% SiO2

dari komposisinya. Kandungan mineralnya didominasi oleh mineral-mineral berat

dengan kandungan unsur-unsur seperti Fe dan Mg. Batuan ultrabasa umumnya

tersusun atas olivin, ortopiroksen, klinopiroksen, dan fase alumina baik plagioklas,

spinel atau garnet tergantung kesetimbangan suhu dan tekanannya batuan ultramafik

merupakan batuan yang menjadi sumber bagi endapan nikel laterit dan nikel sulfida.

Selain sebagai sumber nikel, batuan ultramafik juga dapat menjadi induk dari kromit,

logam dasar, kelompok logam platinum (PGM), intan, dan bijih besi laterit (Kurniadi

dkk., 2018)
Gambar 3. Stabilitas Plagioklas, spinel, dan Garnet Lherzolit pada diagram suhu
dan tekanan: Sumber Kurniadi dkk.,2018

Batuan ultramafik yang paling segar tersusun seluruhnya oleh mineral

anhdrous. Saat mineral hydrous seperti hornblend terbentuk pada batuan ultrabasa, itu

dapat mengindikasikan hadirnya air selama proses kristalisasi. Batuan ultrabasa dan

ultrabasa yang berasal dari manapun cenderung akan mengalami alterasi hidrotermal.

Olivin dan ortopiroksen akan bereaksi dengan larutan fluida panas yang kemudian

membentuk mineral serpentin. Batuan ultrabasa yang di dominasi oleh mineral olivin

akan terubah menjadi serpentin yang disebut dengan serpentinit. Metamorfisme

tingkat rendah pada batuan ultrabasa akan menghasilkan batuan serpentin atau talk

Beberapa mineral dominan yang hadir dalam batuan ultrabasa, adalah sebagai berikut

olivin, orthopiroksen, klinipiroksen, spinel, garnet, plagioklas (Gill.,2010 dalam

Kurniadi dkk.,2018)

Serpentinisasi adalah suatu reaksi eksotermis, hidrasi di mana air bereaksi

dengan mineral mafik seperti olivin dan piroksen untuk menghasilkan lizardit,
antigorit dan / atau krisotil. Ada beberapa hal terjadinya proses serpentinisasi adalah

adanya penambahan air, adanya pelarutan magnesia (atau penambahan silika), adanya

pelepasan besi dalam olivin (Fe, Mg) , konversi besi yang lepas dari ikatan ferro

(Fe2+) menjadi ferri (Fe3+) untuk membentuk magnetit berbutir halus. Akibatnya

batuan terserpentinisasi umumnya akan menjadi lebih magnetik. Peran atau

kemunculan mineral serpentin pada batuan dasar penghasil laterit terkadang

memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap karakteritisasi tanah laterit yang

ada. Secara umum batuan dasar penghasil tanah laterit merupakan batuan-batuan

ultramafik dimana batuan yang rendah akan unsur Si, namun tinggi akan unsur Fe,

Mg dan terdapat unsur Ni yang berasal langsung dari mantle bumi. Kehadiran mineral

serpentin pada batuan ultramafik menjadi suatu peranan penting dalam pembentukan

karakteristik tanah laterit yang ada terutama pada pengkayaan unsur logam Ni pada

tanah laterit. Proses serpentinisasi akan menyebabkan perubahan tekstur mineralogi

dan senyawa pada mineral olivin maupun piroksen pengurangan atau perubahan

komposisi unsur Mg, Ni dan Fe pada mineralnya (Kurniadi dkk.,2018)

Laterit adalah produk sisa dari pelapukan kimia batuan di permukaan bumi, di

mana berbagai mineral asli atau primer mengalami ketidakstabilan karena adanya air,

kemudian larut atau pecah dan membentuk mineral baru yang lebih stabil. Laterit

penting sebagai batuan induk untuk endapan bijih ekonomi. Proses terbentuknya

nikel laterit dimulai adanya pelapukan yang intensif pada batuan peridotit/batuan

induk. Batuan induk akan terjadi perubahan menjadi serpentinit akbat adanya larutan

hidrotermal pada waktu pembekuan magma/proses serpentinisasi. Kemudian terjadi


pelapukan (kimia dan fisika ) menyebabkan terjadi dekomposisi pada batuan induk.

Sebagian unsur Ca, Mg, dan Si akan mengalami dekomposisi dan beberapa

terkayakan secara supergen ( Ni, Mn, Co, Zn). Atau terkayakan secara relative ( Fe,

Cr, Al, Ti, S, dan Cu). Air resapan yang mengandung CO2 yang berasal dari udara

meresap sampai ke permukaan tanah melindi mineral primer seperti olivine,

serpentin, dan piroksen. Air meresap secara perlahan sampai batas antara zona

limonit dan zona saprolit, kemudian mengalir secara lateral, kemudian lebih banyak

didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Untuk bahan-bahan yang sukar

atau tidak mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah

bersama larutan sebagai larutan koloid. Batuan-batuan seperti Fe, Ni, Dan Co akan

membentuk konsentrasi residual dan konsentrasi celah pada zona yang disebut

dengan zona saprolit, berwarna coklat kuning kemerahan (Kurniadi dkk.,2018)

D. Profil Nikel Laterit

Profil Nikel laterit pada umumnya adalah terdiri dari 4 zona gradasi sebagai

berikut :

1. Tanah Penutup

Tanah Penutup atau Top soil (biasanya disebut “Iron Capping”) Tanah residu

berwarna merah tua yang merupakan hasil oksidasi yang terdiri dari masa hematit,

geothit serta limonit. Kadar besi yang terkandung sangat tinggi dengan kelimpahan

unsur Ni yang sangat rendah. Tebal lapisan bervariasi antara 0-2 M. Tekstur batuan

asal tidak dapat dikenali lagi. Kandungan unsur Ni pada zona ini <1% dan Fe>30%.
2. Zona Limonit

Berwarna merah coklat atau kuning, berukuran butir halus hingga lempungan,

lapisan kaya besi dari limonit soil yang menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis

pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi pada zona limonit hampir

seluruh unsur yang mudah larut hilang terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang dari

2% berat dan kadar SiO2 berkisar 2-5% berat. Sebaliknya kadar hematite menjadi

sekitar 60–80% berat kadar Al2O3 maksimum 7% berat. Kandungan Ni pada zona ini

berada pada selang antara 1% sampai 1,4%. Zona ini didominasi oleh mineral

goethite, disamping juga terdapat magnetit, hematit, kromit, serta kuarsa sekunder.

Pada goethite terikat nikel, krom, kobalt, vanadium, serta aluminium.

3. Zona Lapisan Antara atau “Silica Boxwork”

Zona ini jarang terdapat pada batuan dasar (bedrock) yang serpentinisasi.

Berwarna putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang rekahan dan sebagian

menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotit, sebagian

mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal,

magnesit. Akumulasi dari garnierit-pimelit di dalam boxwork mungkin berasal dari

nikel ore yang kaya akan silika.

4. Zona Saprolit

Zona saprolit merupakan campuran dari sisa – sisa batuan, bersifat pasiran,

saprolitic rims, vein dari garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa

kasus terdapat silika bozwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonit ke
bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral mineral

primer yang terlapukan, chlorit. Garnierite dilapangan biasanya diidentifikasi sebagai

“colloidal talk” dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentine. Struktur dan

tekstur batuan asal masih terlihat.

5. Batuan dasar (Bedrock)

Tersusun atas bongkahan atau blok dari batuan induk yang secara umum

sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadarnya sudah mendekati atau sama

dengan batuan dasar). Bagian ini merupakan bagian terbawah dari profil laterit

(Kurniadi dkk.,2018)

Gambar 4. Profil Endapan NikeL Laterit (Sumber :Kurnia dkk.,2018)


E. Faktor-Faktor Pembentuk Endapan Nikel Laterit

1. Batuan Asal

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan

nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada

batuan ultra basa tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan

lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil,

seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan

memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

2. Iklim

Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi

kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya

proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup

besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-

rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada

batuan.

3. Reagen-Reagen Kimia dan Vegetasi.

Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsurunsur dan senyawa-

senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang

mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia.

Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan.


Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi

akan mengakibatkan:

a. Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar

pohon-pohonan

b. Akumulasi air hujan akan lebih banyak

c. Humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya

lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal

dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga

hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

4. Struktur

Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah penelitian adalah

struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui,

batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga

penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih

memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

5. Topografi

Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta

reagenreagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan

sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam

melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya

terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini
menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah

yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada

air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.

6. Waktu

Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif

karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi (Ijudarto 2013)

F. Tahap Kegiatan Eksplorasi

Sebelum melakukan ekspliotasi pada tambang nikel laterit, terlebih dahulu

dilakukan tahapan eksplorasi. Urutan kegiatan eksplorasi melalui 4 tahap yaitu

sebagai berikut : Survai tinjau, Prospeksi, Eksplorasi Umum dan Eksplorasi Rinci.

Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi mineral

(mineralization), menentukan ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitas dari

pada suatu endapan mineral untuk kemudian dapat dilakukan analisa/kajian

kemungkinan dilakukannya investasi.

1. Survai Tinjau (Reconnaissance)

Survey tinjau (Reconnaissance) adalah tahap eksplorasi untuk

mengidentifikasi daerah-daerah yang berpotensi bagi keterdapatan mineral pada skala

regional terutama berdasarkan hasil studi geologi regional, diantaranya pemetaan

geologi regional, pemotretan udara dan metoda tidak langsung lainnya, dan inspeksi

lapangan pendahuluan yang penarikan kesimpulannya berdasarkan ekstrapolasi.


Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah anomali atau mineralisasi

yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut. Perkiraan kuantitas sebaiknya hanya

dilakukan apabila datanya cukup tersedia atau ada kemiripan dengan endapan lain

yang mempunyai kondisi geologi yang sama.

2. Prospeksi (Prospecting)

Prospeksi (Prospecting) adalah tahap eksplorasi dengan jalan mempersempit

daerah yang mengandung endapan mineral yang potensial. Metoda yang digunakan

adalah pemetaan geologi untuk mengidentifikasi singkapan, dan metoda yang tidak

langsung seperti studi geokimia dan geofisika. Paritan yang terbatas, pemboran dan

pencontohan mungkin juga dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi

suatu endapan mineral yang akan menjadi target eksplorasi selanjutnya. Estimasi

kuantitas dihitung berdasarkan interpretasi data geologi, geokimia dan geofisika.

3. Eksplorasi Umum (General Exploration)

Eksplorasi (General Exploration) adalah tahap eksplorasi yang merupakan

deliniasi awal dari suatu endapan yang teridentifikasi. Metoda yang digunakan

termasuk pemetaan geologi, pencontohan dengan jarak yang lebar, membuat paritan

dan pemboran untuk evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas dari suatu endapan.

Interpolasi bisa dilakukan secara terbatas berdasarkan metoda penyeledikan tak

langsung. Tujuannya adalah untuk menentukan gambaran geologi suatu endapan

mineral berdasarkan indikasi sebaran, perkiraan awal mengenai ukuran, bentuk,


sebaran, kuantitas dan kualitasnya. Tingkat ketelitian sebaiknya dapat digunakan

untuk menentukan apakah studi kelayakan tambang dan eksplorasi rinci diperlukan.

4. Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)

Eksplorasi rinci (Detailed Exploration) adalah tahap eksplorasi untuk

mendeliniasi secara rinci dalam 3 dimensi terhadap endapan mineral yang telah

diketahui dari pencontohan singkapan, paritan, lubang bor, shafts dan terowongan.

Jarak pencontohan sedemikian rapat sehingga ukuran, bentuk, sebaran , kuantitas dan

kualitas dan ciri-ciri yang lain dari endapan mineral tersebut dapat ditentukan dengan

tingkat ketelitian yang tinggi. Uji pengolahan dari pencontohan ruah (bulk sampling)

mungkin di perlukan.

G. Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan

Sumberdaya mineral adalah suatu konsentrasi atau keterjadian dari material

yang memiliki nilai ekonomis pada atau di atas kerak bumi, dengan bentuk, kualitas

dan kuantitas tertentu yang memiliki keprospekan yang beralasan untuk pada

akhirnya dapat diekstraksi secara ekonomis. Lokasi, kuantitas, kadar, karakteristik

geologi dan kemenerusan dari sumberdaya mineral harus diketahui, diestimasi atau

diinterpretasikan berdasarkan bukti-bukti dan pengetahuan geologi yang spesifik.

Sumberdaya mineral dikelompokkan lagi berdasarkan tingkat keyakinan geologinya,

kedalam kategori tereka, tertunjuk, dan terukur (SNI 4726:2011).


1. Sumberdaya mineral tereka (Inferred Resources)

Inferred Resources merupakan bagian dari sumberdaya mineral dimana tonase,

kadar, dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat kepercayaan rendah.

Hal ini direka dan diasumsikan dari adanya bukti geologi, tetapi tidak diverifikasi

kemenerusan geologi dan/atau kadarnya. Hal ini hanya berdasarkan dari informasi

yang diperoleh melalui teknik yang memadai dari lokasi mineralisasi seperti

singkapan, paritan uji, sumuran uji, dan lubang bor tetapi kualitas dan tingkat

kepercayaannya terbatas atau tidak jelas. Sumberdaya mineral tereka memiliki tingkat

keyakinan lebih rendah dalam penerapannya dibandingkan dengan

2. Sumberdaya mineral tertunjuk (Indicated Resources)

Indicated Resources merupakan bagian dari sumberdaya mineral dimana

tonase, densitas, bentuk, karakteristik fisik, kadar, dan kandungan mineral dapat

diestimasi dengan tingkat kepercayaan yang wajar. Hal ini didasarkan pada hasil

eksplorasi, dan informasi pengambilan dan pengujian conto yang didapatkan melalui

teknik yang tepat dari lokasi-lokasi mineralisasi seperti singkapan, paritan uji,

sumuran uji, terowongan uji, dan lubang bor. Lokasi pengambilan data masih terlalu

jarang atau spasinya belum tepat untuk memastikan kemenerusan geologi

dan/ataukadar, tetapi secara meruang cukup untuk mengasumsikan kemenerusannya.

Sumberdaya mineral tertunjuk memiliki tingkat keyakinan yang lebih rendah

penerapannya dibandingkan dengan sumberdaya mineral terukur, tetapi memiliki


tingkat keyakinan yang lebih tinggi penerapannya dibandingkan dengan sumberdaya

mineral tereka (SNI 4726:2011).

3. Sumberdaya mineral terukur (Measured Resources),

Measured Resources merupakan bagian dari sumberdaya mineral dimana

tonase, densitas, bentuk, karakteristik fisik, kadar, dan kandungan mineral dapat

diestimasi dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Hal ini didasarkan pada hasil

eksplorasi rinci dan terpercaya, dan informasi mengenai pengambilan dan pengujian

conto yang diperoleh dengan teknik yang tepat dari lokasi-lokasi mineralisasi seperti

singkapan, paritan uji, sumuran uji, terowongan uji, dan lubang bor. Lokasi informasi

pada kategori ini secara meruang adalah cukup rapat untuk memastikan kemenerusan

geologi dan kadar.

Cadangan bijih adalah bagian dari sumberdaya mineral terukur dan/atau

tertunjuk yang dapat ditambang secara ekonomis. Hal ini termasuk tambahan material

dilusi ataupun ”material hilang”, yang kemungkinan terjadi ketika material tersebut

ditambang. Pada klasifikasi ini pengkajian dan studi yang tepat sudah dilakukan, dan

termasuk pertimbangan dan modifikasi dari asumsi yang realistis atas faktor-faktor

penambangan, metalurgi, ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan, sosial, dan

pemerintahan. Pada saat laporan dibuat, pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi

telah dapat dibenarkan dan masuk akal. Cadangan bijih dipisahkan berdasar naiknya

tingkat keyakinan menjadi cadangan bijih terkira dan cadangan bijih terbukti (SNI

4726:2011).
1. Cadangan bijih terkira (Probable Reserves)

Probable Reserves merupakan bagian sumberdaya mineral tertunjuk yang

ekonomis untuk ditambang, dan dalam beberapa kondisi, juga merupakan bagian dari

sumberdaya mineral terukur. Ini termasuk material dilusi dan ”material hilang” yang

kemungkinan terjadi ketika material ditambang. Pengkajian dan studi yang tepat

harus sudah dilaksanakan, dan termasuk pertimbangan dan modifikasi mengenai

asumsi faktor-faktor yang realistis mengenai penambangan, metalurgi, ekonomi,

pemasaran, hukum, lingkungan, sosial, dan pemerintahan. Pada saat laporan dibuat,

pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi telah dapat dibenarkan dan masuk akal.

Cadangan bijih terkira memiliki tingkat keyakinan lebih rendah dibandingkan dengan

Cadangan bijih terbukti, tetapi sudah memiliki kualitas yang cukup sebagai dasar

membuat keputusan untuk pengembangan suatu cebakan.

2. Cadangan bijih terbukti (Proved Reserves)

Proved Reserves merupakan bagian sumberdaya mineral terukur yang

ekonomis untuk ditambang. Hal ini termasuk material dilusi dan ”material hilang”

yang mungkin terjadi ketika material ditambang. Pengkajian dan studi yang tepat

harus telah dilaksanakan, dan termasuk pertimbangan dan modifikasi mengenai

asumsi faktor-faktor yang realistis mengenai penambangan, metalurgi, ekonomi,

pemasaran, hukum, lingkungan, sosial, dan pemerintahan. Pada saat laporan dibuat,

pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi telah dapat dibenarkan dan masuk akal.
Cadangan bijih terbukti mewakili tingkat keyakinan tertinggi dari estimasi cadangan

(SNI 4726:2011).

Gambar 2.4 Hubungan antara hasil eksplorasi, sumberdaya mineral, dan cadangan
(SNI 4726: 2011)

H. Metode Perhitungan Cadangan

Dalam melakukan metode perhitungan cadangan haruslah ideal dan sederhana,

cepat dalam pengerjaan dan dapat dipercaya sesuai dengan keperluan dan kegunaan.

Metode perhitungan harus dipilih secara hati-hati dan rumusan yang dipilih harus

sederhana dan mempermudah perhitungan sehingga dapat menghasilkan tingakat

ketepatan yang sama dengan metode yang komplek. Maka tingkat kebenaran

perhitungan cadangan tergantung pada ketepatan dan kesempurnaan pengetahuan atas

endapan mineral seperti asumsi-asumsi yang digunakan untuk menginterprestasikan


variabel-veriabel pada batas-batas endapan dan pada perumusan matematika.

Pemilihan metode untuk perhitungan cadangan tergantung pada:

a. Keadaan geologi dari endapan mineral

b. Topografi daerah penelitian berupa perbukitan bergelombang

c. Ketersediaan data tidak adanya data lubang bor yang menunjukkan ketebalan

endapan bijih nikel sehingga data merupakan indikasi secara geologi saja.

d. Jenis bahan galian. Bijih nikel merupakan jenis bahan galian golongan B yang

mempunyai bentuk dan geometri yang sederhana, dan memiliki assosiasi dengan

mineral-minerallainnya.Secara umum endapan-endapan bahan galian dapat

dikategorikan atassederhana (simple) atau kompleks (complex) tergantung dari

distribusi kadar dan bentuk geometrinya.

Saat ini kita mengenal beberapa metode yang biasa digunakan di dalam

perhitungan cadangan, mulai dari metode paling sederhana yang bisa kita kerjakan

secara manual sampai dengan metode yang cukup rumit sehingga harus dikerjakan

menggunakan bantuan software dan perangkat komputer dengan kemampuan khusus.

Penggunaan masing-masing metode dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran,

tipe dan model dan faktor-faktor lainnya. (Sujoko dan Prabowo, 2009)

Adapun metode perhitungan cadangan tersebut antara lain:

1. Metode penampang (cross section method)

Perhitungan cadangan dengan metode ini dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut:
a. Membuat irisan-irisan penampang melintang yang memotong endapan yang akan

dihitung.

b. Dari masing-masing penampang dihitung terlebih dahulu endapan pada masing-

masing endapan.

c. Setelah luasan dihitung, maka digunakan rumusan perhitungan pada metode

penampang.

Rumus-rumus yang bisa digunakan dalam perhitungan cadangan dengan

menggunakan metode penampang adalah sebagai berikut:

1) Rumus mean area

2) Rumus prismoida

3) Rumus kerucut terpancung

4) Rumus obelick

5) Rumus trapezoidal

2. Metode isoline

Metode ini digunakan pada endapan bijih dengan ketebalan kadar mengecil dari

tengah atau dapat pula dikatakan cara ini dilakukan untuk menghitung volume dengan

memanfaatkan kontur. Metode ini memerlukan jumlah data yang cukup, kerapatan

data yang sesuai serta sebaran data yang sesuai. Metode isoline hanya digunakan pada

endapan-endapan teratur yang bervariasi pada ketebalan kadar saja, terutama yang

yang mempunyai ketebalan dan kadar yang membesar ke arah tengah.Untuk endapan-
endapan yang kompleks dan diskontinyu, metode ini tidak dapat digunakan. (Sujoko

dan Prabowo, 2009)

3. Metode poligon (area of influence)

Metoda poligon disebut juga metoda daerah pengaruh (area of influence) pada

metoda ini semua faaktor ditentukan untuk suatu titik tertentu pada endapan mineral,

diekstensikan sejauh setengah jarak dari titik di sekitarnya yang membentuk suatu

daerah pengaruh. Batas daerah pengaruh terluar dari polygon ini bisa hanya sampai

pada titik-titik bor terluar saja (included area), atau diekstensikan sampai sejauh

setengah jarak (extended area). Untuk perhitungan cadangan dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Untuk setiap lubang bor ditentukan suatu batas daerah pengaruh yang dibentuk

oleh garis-garis berat antara titik tersebut dengan titik-titik terdekat di sekitarnya.

b. Masing-masing daerah atau blok diperlukan sebagai suatu polygon yang

mempunyai kadar dan ketebalan yang konstan yaitu sama dengan kadar dan

ketebalan titik bor di dalam poligon tersebut.

c. Cadangan endapan diperoleh dengan menjumlahkan seluruh tonase tiap

blok/poligon, sedangkan kadar rata-ratanya dihitung memakai pembobotan

tonase. (Sujoko dan Prabowo, 2009)

4. Metode blok model (grid)

Aspek yang paling penting dalam perhitungan cadangan adalah metode

penaksiran, terdapat bermacam-macam metode penaksiran yang bisa dilakukan yaitu


metode klasik yang terdiri dari NNP (Neighborhood Nearest Point) dan IDW

(Inverse Distance Weighting) serta metode non klasik yaitu penaksiran dengan

menggunakan Kriging. Metode Kriging adalah yang paling baik dalam hal ketepatan

penaksirannya (interpolasi), metode ini sudah memasukkan aspek spasial (posisi) dari

titik referensi yang akan digunakan untuk menaksir suatu titik tertentu. Salah satu

keunggulan dalam memperhatikan posisi dalam metode Kriging adalah adanya

prosess creening, yaitu titik referensi yang terletak tepat di belakang suatu titik yang

lebih dekat akan diabaikan. Kelebihan ini tidak mungkin ditemui pada metode klasik

yang selama ini digunakan. Setelah data-data hasil uji kualitas dari conto

dimasukkanke dalam basis data,kemudian dilakukan penaksiran data kualitas pada

titik-titik (grid) yang belum mempunyai data kualitas. Nilai data hasil taksiran

tersebut merupakan nilai rata-rata tertimbang (weighting average) dari data conto

yang telah ada. Dalam penaksiran data kadar (kualitas) ini dilakukan teknik-teknik

pembobotan yang umumnya didasarkan kepada :

a. Letak grid atau blok yang akan ditaksir terhadap letak data conto,

b. Kecenderungan penyebaran data kualitas,

c. Orientasi setiap conto yang menunjukkan hubungan letak ruang antar conto.

Pemodelan adalah kegiatan merepresentasikan kondisi lapangan berdasarkan

data hasil pengukuran dan pengujian, dengan menggunakan prosedur dan metode

tertentu agar mendekati kondisi yang sebenarnya. Dalam studi ini akan dimodelkan

bentuk bijih nikel laterit serta mengestimasi kadar antartitik pemercontohan (titik bor,
sumur uji dan sebagainya) dan di zona pengaruh, sehingga dapat dihitung jumlah

sumber daya dan cadangan (Salinita dkk, 2012)

a. Metode neighborhood nearest point (NNP)

Neighborhood nearest point (NNP) memperhitungan nilai di suatu blok

didasari oleh nilai titik yang paling dekat dengan blok tersebut. Dalam kerangka

model blok, dikenal jenis penaksiran poligon dengan jarak titik terdekat (rule of

nearest point), yaitu nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi oleh nilai conto yang

terdekat, atau dengan kata lain titik (blok) terdekat memberikan nilai pembobotan

satu untuk titik yang ditaksir, sedangkan titik (blok) yang lebih jauh memberikan nilai

pembobotan nol (tidak mempunyai pengaruh) (zibuka dkk 2016).

b. Metode invers distance weighting (idw)

Metode inverse distance weighting (IDW) adalah salah satu dari metode

penaksiran dengan pendekatan blok model yang sederhana dengan

mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi

akan lebih mirip pada data sampelyang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot

(weight) akan berubah secara linier sesuai dengan jaraknya dengan data sampel.

Bobot ini tidak akan dipengaruhi olehletak dari data sampel. Metode ini biasanya

digunakan dalam industri pertambangankarena mudah untuk digunakan. Pemilihan

nilai pada power sangat mempengaruhi hasil interpolasi. Nilai power yang tinggi

akan memberikan hasil seperti menggunakan interpolasi nearest neighbor dimana

nilai yang didapatkan merupakan nilai dari data point terdekat.


Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai

yang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap hasil interpolasi

disebut sebagi isotropik . Dengan kata lain, karena metode ini menggunakan rata-rata

dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimum atau lebih

besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat

ditampilkan dari hasil interpolasi model ini. Untuk mendapatkan hasil yang baik,

sampel data yang digunakan harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika

sampelnya agak jarang dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai

dengan yang diinginkan (Rafsanjani dkk,2016)

Adapun persamaan metode inverse distance weighting adalah:


𝑑𝑗
𝑑𝑖
𝑤𝑗 = 𝑗 1 (1)
𝑑𝑥 ∑𝑖=1 𝑛
𝑑𝑖

Keterangan :

𝑑𝑗 = kadar

𝑑𝑖 = jarak

= Kadar yang ditaksir

n = Pangkat

Metoda seperjarak ini mempunyai batasan. Metode ini hanya memperhatikan

jarak saja dan belum memperhatikan efek pengelompokan data, sehingga data dengan

jarak yang sama namun mempunyai pola sebaran yang berbeda masih akan
memberikan hasil yang sama. Atau dengan kata lain metode ini belum memberikan

korelasi ruang antara titik data dengan titik data yang lain. (Hustrulid dkk, 2013)

c. Metode kriging

Kriging adalah teknik untuk melakukan prediksi atau penaksir pada lokasi-

lokasi yang tidak tersampel berdasarkan data lokasi-lokasi yang tersampel di

sekitarnya. Penggunaan metode kriging dilakukan dalam dua tahap, yakni tahap

pertama menghitung nilai variogram atau semivariogram dan fungsi covarians. Tahap

kedua adalah melakukan prediksi pada lokasi tak tersampel (Asy’ari, 2012)

Adapaun menghitung volume, tonase, dan komposit kadar dapat dilihat

dibawah ini dengan menggunakan persamaan–persamaan berikut :

1) Perhitungan luas

Luas = panjang x lebar (2)

2) Perhitungan volume

Vol = luas x tinggi (ketebalan) (3)

3) Perhitungan tonase

Ton = Vol x density (4)

Anda mungkin juga menyukai