Anda di halaman 1dari 29

SKENARIO

Seorang laki – laki 25 tahun, mahasiswa kedokteran, datang ke dokter


pembimbingnya untuk menyampaikan kalau ia tidak dapat mengikuti kegiatan di RS
karena sakit sekaligus untuk konsultasi tentang penyakitnya. Ia mengeluh batuk berdahak
yang hebat warna mukoid, kadang kuning, pilek dan disertai demam yang hilang timbul
dialaminya sudah 10 hari. Selain itu ia juga mengeluh sakit kepala terutama pagi hari,
myalgia, anoreksia, dan kadang-kadang diare. Suhunya mencapai 38, 5˚C, denyut nadi
100X/menit, tensi 115/70 mmHg, dan pernapasannya 20X/menit. Sebelumnya ia juga
pernah menderita batuk dan beringus tapi sudah agak baikan setelah minum obat antitusif
dan antibiotic. Ini dialaminya 1 bulan sebelum sakit yang sekarang dideritanya.

KATA SULIT

1. Warna mukoid : Warna pada mucus


2. Myalgia : Nyeri otot
3. Obat Antitifus : Antitusif yaitu obat bekerja pada susunan saraf pusat menekan
pusat batuk dan menaikan ambang rangsang batuk.
4. Anorexia : Menurun atau hilangnya nafsu makan
5. Diare : Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk
dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa,
yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari
6. Antibiotik : Segolongan molekul, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi
oleh bakte
KATA KUNCI
1) Laki-laki 25 tahun
2) Batuk berdahak hebat, warna mukoid kadang warna kuning
3) Demam hilang timbul 2 minggu lalu
4) Mengeluh nyeri kepala, myalgia, anoreksia, kadang-kadang diare
5) Tanda vital :
 Suhu 38oC : normal
 Nadi 100x permenit : normal
 TD 115/70 mmHg : normal
 RR 20x permenit : normal
6) Riwayat batuk beringus sebelumnya
7) minum obat antitusif dan antibiotik

PERTANYAAN
1. Patomekanisme pada kasus
o Demam
o Batuk berdahak
o Sakit kepala
o Myalgia
o Anoreksia
o Diare
o Mekanisme mukaid kuning
2. Penyakit apa saja yang memberikan riwayat batuk
3. Deferensial Diagnosis
4. Hubungan riwayat terdahulu dengan skrang
Jawaban Pertanyaan

1) Patomekanisme pada kasus


 Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah put ih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimiayang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-
6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan
merangsang endothelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin .
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas
antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood,
2001).
 Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis
akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya
diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah
udara dalam kecepatan tertentu.Infeksi ataupun iritasi pada saluran nafas
akan menyebabkan hipersekresi mukus pada saluran napas besar,
hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditandai juga
dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan
bronkiole, menyebabkan produksi mukus berlebihan, sehingga akan
memproduksi sputum yang berlebihan. Kondisi ini kemudian
mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk mengeluarkan benda
asing yang telah mengiritasi saluran nafas. Jadi batuk berdahak terjadi
reaksi pertahanan tubuh.
 Sakit kepala karena vasodilatasi pembuluh darah otak. Vasodilatasi ini
sendiri terjadi akibat adanya obstruksi saluran napas oleh dahak yang
terakumulasi selama malam hari. Obstruksi ini mengakibatkan tubuh
kekurangan O2. Karena tubuh terutama otak sangat membutuhkan O2,
sebagai kompensasinya pembuluh darah otak mengalami vasodilatasi
untuk meningkatkan dsitribusi O2. Namun hal ini berakibat pada
penekanan reseptor nyeri sehingga timbul sakit kepala.
 Mekanisme terjadinya Myalgia karena otot sering digunakan berulang
(repetitif) dalam waktu yang lama juga akibat penggunaan dengan
kekuatan yang besar seperti mengangkat barang yang berat. karena
penggunaannya yang terus menerus maka tidak ada waktu bagi otot
tersebut untuk memperbaiki diri (recorvery) (Wahyudi G, 2013). Myalgia
pada pada pasien merupakan akibat dari rangkaian kompensasi tubuh atas
kurangnya O2 pada jaringan tubuh. Pada saat tubuh kekurangan O2 secara
otomatis, proses oksidasi jaringan tubuh mengalami perubahan dari
proses aerob menjadi anaerob. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan
energy yang sngat dibutuhkan untuk proses metabolisme. Namun energy
yang dihasilkan melalui proses ini menghasilkan produk sampingan
berupa asam laktat. Produksi asam laktat yang berlebihan dalam jaringan
tubuh menimbulkan rasa nyeri pada otot.
 Mekanisme anoreksia
Hipotalamus dinilai dapat mengatur baik rasa kenyang maupun lapar,
dengan menghasilkan homeostasis berat badan dalam keadaan yang
ideal.Hipotalamus mengintepretasikan dan mengintegrasikan sejumlah
besar masukan neural dan humoral untuk mengkoordinasikan tahapan
lapar dengan pengeluaran energi sebagai respon terhadap keadaan
perubahan keseimbangan energi. Sinyal jangka panjang yang
menghubungkan informasi tentang simpanan energi badan, status
endokrin, dan kesehatan umum terutama merupakan masukan humoral.
Sinyal jangka pendek, termasuk hormon usus dan sinyal neuran dari pusat
otak lebih tinggi dan usus, meregulasi tahapan awal dan akhir proses
makan. Hormon-hormon yang terlibat dalam proses inimencakup leptin,
insulin, kolesitokinin, grelin, polipeptida YY, polipeptida pankreas,
peptida-1 yang mirip glukagon, dan oxytomodulin. Perubahan setiap
proses humoral atau neuronal inidapat menimbulkan anoreksia.
 Mekanisme terjadinya diare Akibat rangsangan tertentu (misal oleh
toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan mediator
abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan villi gagal mengabsorbsi
natrium, sedangkan sekresi klorida disel epitel berlangsung terus atau
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit
kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.
 Infeksi/iritasi pada saluran nafas akan menyebabkan hipersekresi mukus
pada saluran nafas besar, terjadi hipertrofi kelenjar submukosa pada trakea
& bronchi. Hal ini juga ditandai dengan adanya peningkatan sekresi sel
goblet di saluran nafas kecil, bronchi, bronchiole yang menyebabkan
produksi mukus berlebihan sehingga akan memproduksi sputum (dahak)
yang berlebihan. Kondisi ini mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan
untuk mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran nafas. Jadi,
pada batuk berdahak terjadi reaksi pertahanan tubuh.
2) Penyakit yang memberikan gejala batuk
- TB Paru
- Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),
- Pneumonia
- Influenza

DIAGNOSIS BANDING
TB PARU
a. Definisi
Tuber kulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak menginfeksi
manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis kompleks. Penyakit ini
biasanyamenginfeksi paru. Transmisi penyakit biasanya melalaui saluran nafas yaitu
melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien yang terinfeksi TB paru (Mario dan Richard,
2005).Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yangmenyerang jaringan (parenkim)
paru,tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus (Depkes, 2007)
b. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran
dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk dari bakteri
ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung
tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama
asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan
bakteri tahan asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering
dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang
lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau
dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara (Widoyono,2011).
Sebagianbesar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ
tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan asam dan
merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai
senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan
pertumbuhan pada media kultur biasanyadapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu (Putra,
2010). Mikobakteria cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia daripada bakteri
yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang
bergerombol. Mikobakteria ini kayaakan lipid. mencakup asam mikolat (asam lemak
rantai-panjang C78-C90), lilin dan fosfatida.Dipeptida muramil (dari peptidoglikan)
yang membentuk kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan
granuloma; fosfolipid merangsang nekrosis kaseosa.Lipid dalam batas-batas tertentu
bertanggung jawabterhadap sifat tahan-asam bakteri (Brooks, et al. 1996)

c. Epidemiologi
dalam situasi TB Di dunia yang memburuk dengan meningkatnya jumlah
kasus TB pada 22 negara yakni india, cina, Indonesia, bangladash, Nigeria,
Pakistan, afrika selatan, Filipina, Thailand, Zimbabwe, kamboja, Myanmar,
Uganda, afganistan dan mozambik. Pada bulan maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. Program pengendalian Tb
Nasional di Indonesia di mulai sejak tahun 1969 oleh daparteman kesehatan
Republik Indonesia. Indonesia adalah Negara dengan prelevan TB ke-3 tertinggi
di dunia tetapi pada tahun 2011 menempati urutan ke-4 setelah india,cina dan
afrika selatan. Di Indonesia menerapkan strategi DOTS di seluruh puskesmas dan
rumah sakit pemerintah dan beberapa di rumah sakit swasta. Di samping program
DOTS Pada tahun 2006 di mulai juga program tatalaksana pengobatan Tb yang
benar dengan mengikuti metode ISTC (Internatinal Standard for Tuberculosis
Care ).
d. Gejala Klinis TB paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batukdarah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan
gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes, 2007).
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 go longan yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori.
1. Gejala respiratori
Gejala respiratori sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai
gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik
terdiri dari :
- Batuk produktif ≥2 minggu.
- Batuk darah.
- Sesak nafas.
- Nyeri dada.
2. Gejala sistemik
Gejala sistemik yang timbul dapatberupa :
- Demam.
- Keringat malam.
- Anoreksia
- Berat badan menurun (PDPI, 2011).
e. Patomekanisme
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan,infeksi tuberculosis
terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai
permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di
saluran hidung ataucabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau bagian atas
lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkanreaksi peradangan, leukosit
polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh
organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian
sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis
kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis
menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk
jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi
primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami
pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan
dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi
tuberkel yang dilepaskan daridinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses inidapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitis untuk kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut yang terdapat
dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan
perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak
menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus
dan menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau
lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran
ini terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price &
Wilson,2005)
Efek primer dengan limfadenitis regional

SEMBUH MENYEBAR SEMBUH DGN BEKAS:

FIBROSIS

PERKAPURAN

PERKONTINUITATUM HEMATOGEN/LYMPOGEN BRONKOGEN

SEMBUH SEMBUH DGN SEKUELE MENINGGAL


TB Post primer

TUBERKULOSIS PRIMER

TUBERKULOSIS POST PRIMER (U:15-40 TH)

KAVITAS
SEMBUH DGN : FIBROSIS
SEMBUH
PERKAPURAN
MELUAS SEMBUH

AKTIF LAGI
TUBERKULOMA

KAVITAS AKTIF
SEMBUH
KAVITAS

• Penularan
Sumber penularan
- orang yg tidak sadar menderita tb

- pend. Tb manifestasi

• Cara penularan
- Aerogen = lgs (bicara), tdk lgs (droplet)
- Enteral = anak minum asi /susu sapi
- Perlutan / mukosa
• Fakt. Yg mempengaruhi penularan
usia, kelamin (lk > wnt), sosial
ekonomi, stress psikis/fisik

Gejala

A. Gejala respiratprik
- Batuk  3 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
B. Gejala sistemik
- Demam - anoreksia
- Malaise - bb menurun
- Keringat malam
Pemeriksaan Fisik

a. tergantung luas & kelainan struktural paru


b. Lokalisasi umumnya apex lob superior segmen posterior; apex lobus inferior
c. suara napas melemah : ronki basah tanda-tanda penarikan paru, diafragma&
mediastinum.

Pemeriksaan laboratorium

Cara Pengambilan & Pengiriman :

o Dahak, 3 kali setiap pagi / SPS


o Pengiriman dalam pot (cair), pada gelas objek (difiksasi) atau dahak dengan
kertas saring
o Tulis identitas penderita sesuai formulir permintaan
Pemeriksaan dahak & bahan lain :

Pemeriksaan bakteriologik

 Mikroskopik
 biasa
 fluoresens
 Biakan & uji resistensi
 konvensional
 biakan radiometrik

Diagnosis

• ANAMNESIS , LABORATORIUM  BTA (+)


• Tes Tuberculin (-)  (+)
• Pemeriksaan Fisik
DIAGNOSIS PASTI : Bila BTA Sputum (+)

SUSPEK : FISIK (+), radiologi (+) , BTA (-)

Tujuan pengobatan

• menyembuhkan
• mencegah kematian
• mencegah kekambuhan
• mencegah resistensi terhadap OAT
• memutuskan mata rantai penularan
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk.
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:
o Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
o Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
o Bayangan bercak milier.
o Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif:
o Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
o Kalsifikasi.
o Penebalan pleura

f. Penatalaksanaan
Pencegahan
1. Proteksi terhadap paparan TB Diagnosis dan tatalaksana dini merupakan cara
terbaik untuk menurunkan paparan terhadap TB. Risiko paparan terbesar terdapat di
bangsal TB dan ruang rawat, dimana staf medis dan pasien lain mendapat paparan
berulang dari pasien yang terkena TB. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kemungkinan transmisi antara lain :
 Cara batuk
Cara ini merupakan cara yang sederhana, murah, dan efektif dalam
mencegah penularan TB dalam ruangan. Pasien harus menggunakan sapu tangan untuk
menutupi mulut dan hidung, sehingga saat batuk atau bersin tidak terjadi penularan
melalui udara.
 Menurunkan konsentrasi bakteri
-Sinar Matahari dan Ventilasi Sinar matahari dapat membunuh kuman TB dan ventilasi
yang baik dapat mencegah transmisi kuman TB dalam ruangan.
-Filtrasi
Penyaringan udara tergantung dari fasilitas dan sumber daya
yang tersedia.
- Radiasi UV bakt erisida l
M.tuberculosis sangat sensitif terhadap radiasi UV bakterisidal. Metode radiasi ini
sebaiknya digunakan di ruangan yang dihuni pasien TB yang infeksius dan ruangan
dimana dilakukan tindakan induksi sputum ataupun bronkoskopi.
 Masker
Penggunaan masker secara rutin akan menurunkan penyebaran
kuman lewat udara. Jika memungkinkan,pasien TB dengan batuk tidak terkontrol
disarankan menggunakan masker setiap saat. Staf medis juga disarankan menggunakan
masker ketika paparan terhadap sekret saluran nafas tidak dapat dihindari.
d.Rekomendasi NTP (National TB Prevention)terhadap paparan TB:
- Segera rawat inap pasien dengan TB paru BTA (+) untuk pengobatan fase intensif, jika
diperlukan.
- Pasien sebaiknya diisolasi untuk mengurangi risiko paparan TB
ke pasien lain.
- Pasien yang diisolasi sebaiknya tidak keluar ruangan tanpa
memakai masker.
- Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi TB sebaiknya
tidak ditempatkan di ruangan yang dihuni oleh pasien yang
immunocompromised, seperti pasien HIV, transplantasi, atau onkologi.

2. Vaksinasi BCG
BCG merupakan vaksin hidup yang berasal dari M.bovis
Fungsi BCG adalah melindungi anak terhadap TB diseminata dan TB ekstra paru berat
(TB meningitis dan TB milier). BCG tidak memiliki efek menurunkan kasus TB paru
pada dewasa. BCG diberikan secara intradermal kepada populasi yang belum terinfeksi
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat.
(Muttaqin, 2008)
Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis
depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin
( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin,
kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin
merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).

Komplikasi dan Prognosis


Penyakit TB Paru bila tidak di tangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi di bagi atas :
o Komlikasi dini : pleuritis, efusi pleura, emfisema, laryngitis, dan TB usus.
o Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas (sindrom obstruktif pasca TB),
kerusakan parenkim berat (fibrosis paru), amiloidosis paru, sindrom gagal gagal
nafas dewasa, TB Miller, jamur paru dan kavitas

g. Prognosis
Dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu, keadaan
immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Pada suatu
penelitian TB di Malawi, 12 dari 199 orang meninggal, dimana faktor ri siko terjadinya
kematian diduga akibat BMI yang rendah, kurangnya respon terhadap terapi dan
keterlambatan diagnosa (Herchline, 2013).
Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non-MDR dan non-XDR TB,
ketika regimen pengobatan selesai. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi
dengan sistem DOTS memiliki tingkat kekambuhan 0-14 %. Pada negara dengan
prevalensi TByang rendah, kekambuhan biasanya timbul 12 bulan setelah pengobatan
selesai dan biasanya diakibatkan oleh relaps. Hal ini berbeda pada negara dengan
prevalensi TB yang tinggi, dimana kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi
(Herchline,2013).

PNEUMONIA

Defenisi

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru


(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi
akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas
cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah
frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia < 2 bulan, 50 kali per
menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit
atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun (Depkes RI, 2002b).
Definisi lainnya disebutkan pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
biasanya terjadi pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa
kanak-kanak dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer atau
komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Menurut Misnadiarly
(2008), pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencim paru, dari broncheolus
terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. UNICEF/WHO (2006)
menyatakan pneumonia merupakan sakit yang terbentuk dari infeksi akut dari daerah
saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik mempengaruhi paru-paru dan
Depkes RI (2007) mendefenisikan pneumonia sebagai 11 salah satu penyakit infeksi
saluran pernafasan akut yang mengenai bagian paru (jaringan alveoli).

Etiologi

Bakteri

1. Streptococcus pneumonia

Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif. Bakteri ini, yang


sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai
polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik. Organisme
ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia dan dapat
menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia, meningitis, dan proses
infeksi lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan kira-kira 75% kasus
pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus bakteremia pneumokokus yang
fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23 merupakan penyebab yang paling sering.
Pneumokokus menyebabkan penyakit melalui kemampuannya berbiak dalam jaringan.
Bakteri ini tidak menghasilkan toksin yang bermakna. Virulensi organisme disebabkan
oleh fungsi simpainya yang mencegah atau menghambat penghancuran sel yang
bersimpai oleh fagosit. Serum yang mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe
spesifik akan melindungi terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi dengan polisakarida
tipe spesifik, serum tersebut akan kehilangan daya pelindungnya. Hewan atau manusia
yang diimunisasi dengan polisakarida pneumokokus tipe tertentu selanjutnya imun
terhadap tipe pneumokokus itu dan mempunyai antibodi presipitasi dan opsonisasi untuk
tipe polisakarida tersebut.

Pada suatu saat tertentu, 40-70% manusia adalah pembawa pneumokokus virulen,
selaput mukosa pernapasan normal harus mempunyai imunitas alami yang kuat terhadap
pneumokokus. Infeksi pneumokokus menyebabkan melimpahnya cairan edema fibrinosa
ke dalam alveoli, diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit, yang mengakibatkan
konsolidasi beberapa bagian paru-paru. Banyak pneumokokus ditemukan di seluruh
eksudat, dan bakteri ini mencapai aliran darah melalui drainase getah bening paru-paru.
Dinding alveoli tetap normal selama infeksi. Selanjutnya, selsel mononukleus secara
aktif memfagositosis sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun diabsorbsi kembali.
Pneumokokus diambil oleh sel fagosit dan dicerna di dalam sel.

2. Hemophylus influenza

Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian


atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab meningitis yang penting pada anak-
anak dan kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak dan orang
dewasa. Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes pembengkakan
simpai menggunakan antiserum spesifik. Kebanyakan Hemophylus influenzae pada flora
normal saluran napas bagian atas tidak bersimpai. Pneumonitis akibat Hemophylus
influenzae dapat terjadi setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak
kecil dan pada orang tua atau orang yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis
atau pneumonia akibat influenzae. Hemophylus influenzae tidak menghasilkan
eksotoksin. Organisme yang tidak bersimpai adalah anggota tetap flora normal saluran
napas manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak ada antibodi antisimpai khusus.
Bentuk Hemophylus influenzae yang bersimpai, khususnya tipe b, menyebabkan infeksi
pernapasan supuratif (sinusitis, laringotrakeitis, epiglotitis, otitis) dan, pada anak-anak
kecil, meningitis. Darah dari kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun
mempunyai daya bakterisidal kuat terhadap Hemophylus influenzae, dan infeksi klinik
lebih jarang terjadi. Hemophylus influenzae tipe b masuk melalui saluran pernapasan.
Tipe lain jarang menimbulkan penyakit. Mungkin terjadi perluasan lokal yang mengenai
sinus-sinus atau telinga tengah. Hemophylus influenzae tipe b dan pneumokokus
merupakan dua bakteri penyebab paling sering pada otitis media bakterial dan sinusitis
akut. Organisme ini dapat mencapai aliran darah dan dibawa ke selaput otak atau, jarang,
dapat menetap dalam sendi-sendi dan menyebabkan artritis septik. Hemophylus
influenzae sekarang merupakan penyebab tersering meningitis bakteri pada anak-anak
berusia 5 bulan sampai 5 tahun di AS.

Virus

Setengah kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang


sering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas pada balita,
gangguan ini bias memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia
jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi
bersamaan dengan virus influenza, gangguan bias berat dan kadang menyebabkan
kematian (Misnadiarly, 2008).

Mikoplasma Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan


penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bias diklasifikasikan sebagai virus maupun
bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia


pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocysititis Carinii Pneumonia (PCP).
Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan
penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga
dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii
pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru (Misnadiarly, 2008).
Epidemiologi

1. Host Penjamu adalah manusia atau organisme yang rentan terhadap pengaruh agent.
Dalam penelitian ini yang diteliti dari faktor penjamu adalah faktor balita (umur, jenis
kelamin, status imunisasi campak, imunisasi DPT, status pemberian vitamin A, riwayat
menderita campak, status gizi balita, pemberian ASI Eksklusif, berat badan lahir, riwayat
asma).

2. Agent Agent penyebab Pneumonia disebabkan infeksi Streptococcus pneumoniae dan


Hemophylus influenza, dimana merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian
tentang etiologi pneumonia di negara berkembang

3. Environment Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian
agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu. Dalam
penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi faktor lingkungan
(pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sosial ekonomi)

Patogenesis dan Penularan Pneumonia Pada pneumonia

Mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya


mikroorganisme yang terdapat di saluran nafas bagian atas sama dengan di saluran nafas
bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian ditemukan jenis mikroorganisme
yang berbeda. Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Agen-agen
mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer yaitu
aspirasi secret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring, infeksi aerosol yang infeksius dan penyebaran hematogen dari bagian
ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi
(Perhimpunan Ahli Paru, 2003).

Menurut WHO (2010), pneumonia dapat menyebar dalam beberapa cara. Virus
dan bakteri biasanya ditemukan di hidung atau tenggorokan anak yang dapat menginfeksi
paru-paru jika dihirup. Virus juga dapat menyebar melalui droplet udara lewat batuk atau
bersin. Selain itu, radang paru-paru bias menyebar melalui darah, terutama selama dan
segera setelah lahir.

Faktor Risiko

Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) menunjukkan


bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA 28%. Artinya bahwa dari 100 bayi yang
meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA dan terutama 80% kasus kematian ISPA
pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian akibat pneumonia pada akhir
tahun 2000 diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita (Surkesnas, 2001). Menurut Depkes RI
(2002), pneumonia dapat menyerang semua orang, semua umur, jenis kelamin serta
tingkat sosial ekonomi. Kejadian kematian pneumonia pada balita berdasarkan SKRT
(2001) urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah pneumonia, diare,
tetanus, infeksi saluran pernafasan akut sementara proporsi penyakit menular penyebab
kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%), diare (19,2%), infeksi pernafasan akut
(7,5%), malaria (7%) serta campak (5,2%).

Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab


kematian bayi dan balita di Indonesia. Pneumonia merupakan penyebab kematian balita
kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita) dan selalu berada pada daftar 10
penyakit terbesar yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa
pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama
yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian pada balita di Indonesia.
Kematian akibat pneumonia sangat terkait dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan akses
pelayanan kesehatan. Lebih 98% kematian balita akibat pneumonia dan diare terjadi di
Negara berkembang (Riskesdes 2007).

Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita.
Menurut Depkes (2004), dibagi menjadi faktor balita, faktor ibu dan faktor lingkungan
dan sosioekonomis. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia
antara lain umur kurang dari 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak mendapat ASI
memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, membedong
anak (menyelimuti berlebihan) dan defisiensi vitamin A. Sedangkan faktor risiko
meningkatkan angka kematian pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, tingkat
sosioekonomi rendah, gizi kurang, BBLR, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat
jangkauan pelayanan kesehatan rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak
memadai, dan menderita penyakit kronis. (Depkes RI, 2000). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia dibagi menjadi 3 faktor yaitu: faktor balita,
faktor lingkungan dam faktor perilaku.

Diagnosis Pneumonia

Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang dipakai program P2 ISPA,


diagnosis pneumonia didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai
dengan peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat sesuai umur). Menurut Misnadiarly
(2008), tanda penyakit pneumonia antara lain: batuk nonproduktif, ingus (nasal
discharge), suara nafas lemah, pemanfaatan otot bantu nafas, demam, cyanosis (kebiru-
biruan), Thorax Photo menunjukkan infiltrasi melebar, sakit kepala, kekakuan dan nyeri
otot, sesak nafas, menggigil, berkeringat, lelah, terkadang kulit menjadi lembab, mual
dan muntah.

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas akut
selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat
mencapai 40 derajat celcius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental,
terkadang dapat bewarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui
gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan dan sakit kepala.

Penatalaksanaan

Upaya Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Penyuluhan kesehatan masyarakat


dianggap sebagai upaya yang paling penting dalam pengendalian pneumonia dan tidak
dapat dipisahkan dari kegiatan penatalaksanaan kasus dan perbaikan kesehatan
lingkungan. Sasaran dari penyuluhan kesehatan adalah ibu dan pengasuh balita sebagai
sasaran primer sedangkan sasaran sekunder adalah petugas kesehatan, kader posyandu,
pengambil keputusan, perencana, pengelola program serta sektor lain yang terkait.
Tujuan dari promosi kesehatan adalah mengupayakan agar masyarakat mengambil
perilaku sehingga sesuai dengan syarat-syarat kesehatan.

Upaya Pencegahan Pneumonia Menurut WHO (2010), WHO dan UNICEF pada
tahun 2009 membuat rencana aksi global Global Action Plan For The Prevention (GAPP)
untuk pencegahan dan pengendalian pneumonia. Tujuannya adalah untuk mempercepat
kontrol pneumonia dengan kombinasi intervensi untuk melindungi, mencegah dan
mengobati pneumonia pada anak dengan tindakan yang meliputi 1) melindungi anak dari
pneumonia termasuk mempromosikan pemberian ASI Eksklusif dan mencuci tangan,
mengurangi polusi udara didalam rumah, 2) mencegah pneumonia dengan pemberian
vaksinasi, 3) mengobati pneumonia difokuskan pada upaya bahwa setiap anak sakit
memiliki akses ke perawatan yang tepat baik dari petugas kesehatan berbasis masyarakat
atau di fasilitas kesehatan jika penyakitnya bertambah berat dan mendapatkan antibiotic
serta oksigen yang mereka butuhkan untuk kesembuhan.
Komplikasi

Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia


pneumokokkus dengan balteriemi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis.
Terkadang dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa dijumpai yang
memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, antara lain gagl ginjal, gagal jantung,
emboli paru atau infark paru, dan infark miokard akut.

Prognosis

Pneumonia Komunitas

Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6


dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada usia lanjut yaitu sebesar 89%.

Pneumonia Nosokomial

Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh ps.


Aeruginosa atau Acinobacter spp
DAFTAR PUSTAKA

Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi VI


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31092/Chapter?sequen
ce=4
Handout kuliah respirasi Fakultas Kedokteran UNISA PALU
Hartonto Yanuar Budi,dkk,Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 28,EGC,
Jakarta,2011
McPhee, S.J., et al. 2003. Pathophysiology of Disease: An Introduction to
Clinical Medicine. 4th ed. United State of America: Lange Medical Book
McGraw-Hill Companies.
Sumber: Modifikasi Anderson (2000) dan Hockenberry, Wilson (2009),
Hitchock, Schubert, Thomas (2001) dan Notoatmodjo (2007)
LAPORAN KELOMPOK

MODUL BATUK DAN SESAK PADA DEWASA

BLOK RESPIRASI

Di susun oleh kelompok 1 :

 Gifta Melinda Labatjo 16777020

 Andi faresqi syam 16777021

 Muh.Fauzan Puluala 16777024

 Tedya Tajna S.Parama 16777026

 Nur Afni Ismail 16777028

 Muh.Yaqub Basri 16777030

 Adiyat Syeh Aldjufri 16777031

 Elfrida Riani Rizky 16777033

 Farid Fauzi Ayub 13777039

Koordinator : dr. Nasrun SH

Fakultas Kedokteran
Universitas Alkhairaat Palu

2017/2018

Anda mungkin juga menyukai