B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya
dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
c. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
d. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
e. Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
C. Klasifikasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain:
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
D. Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri.
perubahan Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden,
(1998) dalam Yusalia (2015).
E. Rentang halusinasi
G. Penatalaksanaan
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien.data pengkajian jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor
predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki pasien (stuart & Larai, 2001) dalam (Direja,
2011).
1. Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor
predisposisi meliputi:
a. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b. Faktor social Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan atau kerusuhan) dan
kehidupan yang terisolasi atau seseorang yang merasa disingkirkan disertai
stress sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya. Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap
skizofrenia dan gangguan psikotik lain tetapi diyakini sebagai peenyebab
utama gangguan.
c. Faktor Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak susunan syaraf pusat dapat
menimbulkan gangguan orientasi realitas. Gejala yang mungkin timbul
adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku
menarik diri.
d. Faktor Psikologis
a. Biologi
b. Stress lingkungan
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan kenyataan nyata dan tidak nyata. Ketidakmampuan untuk
mempersepsikan stimulus secara nyata dapat menyulitkan kehidupan
klien. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai
makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psikososio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai berikut :
a. Dimensi fisik
B. Diagnosa
Prioritas diagnosa keperawatan (Muhith, 2015) Masalah Keperawatan
1. Halusinasi
2. Harga diri rendah
3. Gangguan hubungan sosial
C. Intervensi
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi: Halusinasi Tujuan umum : klien
tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi selanjutnya Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada
teman bicara
3. Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
4. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
5. Klien mendapat dukungan dari
keluarga dalam mengontrol
halusinasinya Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan.(Deswani, 2009)
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung,2011)
DAFTAR PUSTAKA
Berhimpong, E., Rompas, S., & Karundeng, M. (2016). Pengaruh Latihan Keterampilan
Sosialisasi Terhadap Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi Sosial. E-Journal
Keperawatan
Hidayat, A. A. (2012). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
medika.
Hidayat, A. Z. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Kusumawati, F., & Hartono, R. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Maramis, W. F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press.