Harry Dwi Putra. Pengaruh Project Based Learning, Kemandirian Belajar, Mahasiswa
Harry Dwi Putra. Pengaruh Project Based Learning, Kemandirian Belajar, Mahasiswa
iii
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
ABSTRAK
Kemandirian belajar diperlukan bagi mahasiswa dalam mendukung keberhasilan belajarnya. Tidak
semua mahasiswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi. Untuk menumbuhkan kemandirian
belajar pada mahasiswa diperlukan suatu model pembelajaran yang inovatif. Dari begitu banyak
model pembelajaran inovatif, salah satu yang tepat untuk meningkatkan kemandirian belajar
mahasiswa adalah pembelajaran berbasis proyek (project based learning), karena lebih menekankan
pada pendekatan kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks, melibatkan mahasiswa dalam
melakukan investigasi pemecahan masalah dan kegiatan bermakna, memberi kesempatan bekerja
secara mandiri dalam mengkontruksi pengetahuan, serta menghasikan produk nyata. Penelitian ini
merupakan kuasi eksperimen dengan menggunakan kelompok eksperimen dan kontrol. Instrumen
yang digunakan adalah transkrip wawancara dan skala kemandirian belajar mahasiswa. Penelitian
dilaksanakan di dua kelas reguler angkatan 2014 program studi pendidikan matematika STKIP
Siliwangi. Subjek penelitian berjumlah 120 mahasiswa yang terbagi di kelas A1 dan A3. Teknik
pengambilan sampel dilakukan secara purposive, karena penelitian ini diterapkan pada kelas yang
mengambil mata kuliah media pembelajaran matematika. Berdasakan analisis data, diperoleh rerata
kemandirian belajar mahasiswa kelas eksperimen dan kontrol masing-masing sebesar 2,82 dan 2,70.
Rerata pandangan mahasiswa terhadap pembelajaran project based learning sebesar 2,78 besar dari
2,50. Dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
dengan project based learning lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran dengan metode
ekspositori. Siswa memiliki pandangan yang baik tehadap pembelajaran dengan project based
learning.
Kata Kunci: Kemandirian Belajar, Project Based Learning.
A. Pendahuluan
Aktivitas pembelajaran dalam perkuliahan merupakan interaksi aktif antara dosen dan
mahasiswa. Tugas dan tanggung jawab seorang dosen adalah mengelola pembelajaran
dengan efektif, dinamis, dan efisien yang ditandai dengan adanya keterlibatan aktif dari
mahasiswa. Dosen memberikan bimbingan dan arahan kepada mahasiswa untuk aktif
mencari informasi tentang materi yang dipelajari. Mahasiswa mesti mengkonstruksi sendiri
pengetahuan yang diperolehnya, karena pengetahuan merupakan konstruksi dari seseorang
yang mengetahui sehingga tidak bisa ditransfer begitu saja kepada penerima yang pasif.
Namun, pada pelaksanaan perkuliahan, masih ada dosen yang selalu menyajikan dan
menerangkan materi pelajaran, sedangkan mahasiswa hanya mencatat dan memperhatikan.
Aktivitas pembelajaran seperti ini akan membuat mahasiswa menjadi pasif dan tidak
menumbuhkan kemandirian belajar, karena mereka tidak diminta untuk mempelajari terlebih
dahulu materi yang akan dipelajari, sehingga ketika dosen menerangkan, mahasiswa tidak
memiliki bekal pengetahuan untuk didiskusikan bersama di kelas. Akan lebih baik apabila
mahasiswa mencoba mempelajari materi terlebih dahulu, kemudian mempresentasikan hasil
pekerjaannya di depan kelas, dan saling berdiskusi dengan mahasiswa lainnya, sehingga
106 STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
suasana perkuliahan menjadi aktif dan dinamis dengan bimbingan dan arahan dosen (Putra,
2015).
Kemandirian belajar mahasiswa merupakan bagian penting dalam proses perkuliahan, karena
pengetahuan dapat dimiliki jika dipelajari terlebih dahulu. Belajar adalah berbuat, sehingga
ada aktivitas dalam pembelajaran. Dosen menyediakan bahan ajar, sedangkan mahasiswa
mencari dan mendalami bahan tersebut sesuai dengan kemauan dan kemampuannya.
Pembelajaran yang berhasil di antaranya dapat dilihat dari kegiatan belajar. Semakin tinggi
kegiatan belajar mahasiswa, semakin tinggi pula peluang berhasilnya pembelajaran (Sudjana,
2005).
Berdasarkan hasil penelitian Putra (2015) pada semester ganjil 2014/ 2015 dikemukakan
bahwa “sebagian besar mahasiswa belum memiliki kemandirian belajar yang baik. Apabila
mahasiswa diminta tampil mempresentasikan hasil pekerjaan di depan kelas, sangat sedikit
sekali yang bersedia. Kondisi ini antara lain disebabkan karena mereka belum terbiasa tampil
di depan kelas berbagi informasi dengan teman yang lain atau belum menguasai materi yang
akan disampaikan. Oleh karena itu, dosen perlu memberikan motivasi kepada mahasiswa
akan pentingnya mempersiapkan diri dengan belajar dahulu sebelum diajarkan oleh dosen,
agar mereka dapat berpartisipasi aktif selama perkuliahan dan akan memperoleh nilai yang
baik nantinya.”
Keberhasilan bukanlah hal yang mudah untuk diraih. Mahasiswa yang memiliki kemandirian
belajar akan memiliki kesadaran yang tinggi dalam belajar, mengerjakan tugas dengan
percaya diri, tidak mencontek pekerjaan teman, dan menjadi pribadi yang berkualitas.
Kemandirian belajar akan tumbuh dalam diri mahasiswa apabila materi yang dipelajari tidak
diberikan begitu saja dari dosen, tetapi mereka mesti berusaha terlebih dahulu dalam
memahami materi, apabila menemui kesulitan dapat mendiskusikannya dengan teman dan
dosen.
Mahasiswa yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkan. Mereka
dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam belajar, seperti kondisi belajar yang kurang
kondusif, penyampaian materi dari dosen yang kurang jelas, dan materi pelajaran yang sukar
tetapi dapat diupayakan solusinya, sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik. Kemandirian
belajar berkorelasi positif terhadap prestasi belajar (Tahar & Enceng, 2006). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang memiliki kemandirian tinggi lebih baik dari
siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang dan rendah (Nugroho, Budiono, & Subanti,
2014). Selain itu, siswa yang memiliki kemandirian belajar sedang lebih baik dari siswa yang
memiliki kemandirian rendah.
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia 107
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
Menurut Putra (2015), model pembelajaran project based learning sesuai diterapkan pada
mata kuliah media pembelajaran matematika, karena mahasiswa diminta menciptakan suatu
alat peraga yang efektif dan efisien guna membantu siswa sekolah menengah dalam
memahami materi matematika. Sebelum perkuliahan, mahasiswa secara mandiri mencari dan
mempelajari materi yang akan dibahas, salah satu mahasiswa akan dipilih secara acak untuk
mempersiapkan diri tampil mempresentasikan hasil pekerjaannya. Diharapkan dengan model
pembelajaran project based learning ini dapat menumbuhkan kemandirian belajar
mahasiswa.
1. Kajian Teori
a. Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar merupakan kegiatan belajar aktif yang didorong oleh keinginan untuk
menguasai suatu kompetensi guna mangatasi suatu masalah (Mudjiman, 2007). Kemandirian
belajar memungkinkan mahasiswa belajar secara mandiri dari bahan cetak, siaran, ataupun
bahan rekaman yang terlebih dahulu telah dipersiapkan. Istilah mandiri menegaskan bahwa
kendali belajar, keluwesan waktu, maupun tempat belajar terletak pada mahasiswa yang
belajar.
Dosen berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan mahasiswa dapat secara mandiri:
mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri; merumuskan tujuan belajarnya sendiri;
mengidentifikasi dan memilih sumber-sumber belajarnya sendiri; menentukan dan
melaksanakan strategi belajarnya; serta mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Kemandirian
belajar dapat dilihat dari aspek (Mudjiman, 2007), sebagai berikut:
1. Sumber belajar, menggunakan berbagai sumber dan media belajar berupa teknologi
informasi seperti internet.
2. Tempat belajar, dilakukan di mana saja, seperti sekolah, rumah, perpustakaan, dsb.
3. Waktu belajar, dapat dilakukan setiap waktu yang dikehendaki.
4. Tempat dan irama belajar, ditentukan sendiri oleh mahasiswa sesuai kemampuan,
kebutuhan, dan kesempatan yang mereka miliki.
5. Cara belajar, ditentukan dengan kesesuaian tipe belajar mahasiswa dan kemampuan
belajarnya
6. Evaluasi hasil belajar, dilakukan oleh mahasiswa sendiri dengan membandingkan antara
tujuan belajar dan hasil belajar yang dicapainya.
108 STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
Terdapat tiga karakteristik kemandirian belajar (Sumarmo, 2010), yaitu bahwa individu: 1)
merancang belajar sendiri sesuai dengan tujuannya; 2) memilih strategi kemudian
melaksanakan rancangan belajarnya; serta 3) memantau kemajuan belajarnya, mengevaluasi
hasilnya dan dibandingkan dengan standar tertentu.
Kemudian Schunk & Zimmerman (Sumarmo, 2010) merinci kegiatan yang berlangsung pada
tiga fase kemandirian belajar, sebagai berikut:
a) Fase merancang belajar: menganalisis tugas belajar, menetapkan tujuan belajar, dan
merancang strategi belajar.
b) Fase memantau, berlangsung kegiatan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri: Apakah
strategi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana? Apakah saya kembali kepada
kebiasaan lama? Apakah saya tetap memusatkan diri? Apakah strategi telah berjalan
dengan baik?
c) Fase mengevaluasi, memuat kegiatan memeriksa bagaimana jalannya evaluasi strategi:
apakah strategi telah berjalan dengan baik? (evaluasi proses); hasil belajar apa yang telah
dicapai? (evaluasi produk); dan sesuaikah strategi dengan tugas belajar yang dihadapi.
d) Pada fase merefleksi: pada dasarnya fase ini berlangsung pada keempat fase selama siklus
berjalan.
Pembelajaran berbasis proyek memiliki lima langkah pembelajaran (Marlinda, 2012), sebagai
berikut:
1. Menetapkan tema proyek. Tema proyek hendaknya memenuhi indikator, sebagai berikut:
a) memuat gagasan umum dan orisinil; b) penting dan menarik; c) mendeskripsikan
masalah kompleks; dan d) mencerminkan hubungan berbagai gagasan. Pada langkah
pertama ini, yang lebih berperan adalah dosen sebagai fasilitator untuk menetapkan tema
yang akan dipelajari mahasiswa selama proses pembelajaran.
2. Menetapkan konteks belajar. Konteks belajar hendaknya memenuhi indikator-indikator,
sebagai berikut: a) pertanyaan-pertanyaan proyek mempersoalkan masalah dunia nyata; b)
mengutamakan otonomi mahasiswa; c) melakukan inquiry dalam konteks masyarakat; d)
mahasiswa mampu mengelola waktu secara efektif dan efisien; e) mahasiswa belajar
penuh dengan kontrol diri; dan f) mensimulasikan kerja secara profesional. Pada tahap
kedua ini, mahasiswa didorong untuk mampu mengeksplorasi kemampuannya dalam
mengelola waktu dan bekerja secara kolaboratif.
3. Merencanakan aktivitas-aktivitas. Pengalaman belajar terkait dengan merencanakan
proyek, sebagai berikut: a) membaca; b) meneliti; c) observasi; d) interview; e) merekam;
f) mengunjungi objek yang berkaitan dengan proyek; dan g) akses internet. Pada tahap
ketiga ini, mahasiswa yang telah memperoleh tema berkesempatan mencari sumber untuk
mendesain proyek yang akan mereka kerjakan. Penelitian ini menekankan pada proyek
berupa portfolio dan alat peraga.
4. Memproses aktivitas-aktivitas. Indikator-indikator memproses aktivitas, sebagai berikut:
a) membuat sketsa; b) melukiskan analisa; c) menghitung; dan d) mengembangkan
prototipe. Langkah ini memberikan kontribusi terhadap kinerja ilmiah, sebab dalam
langkah ini indikator pertama kinerja ilmiah, yaitu merencanakan dan merancang.
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia 109
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
Perencanaan yang dilakukan mahasiswa sejalan pada tahap ketiga, hanya saja pada
tahapan ini perencanaan lebih dibuat khusus, seperti pembuatan langkah-langkah
praktikum. Untuk tahap merancang, dilakukan pada saat praktikum, yaitu pada saat
merangkai alat.
5. Penerapan aktivitas-aktivitas untuk menyelesaikan proyek. Langkah-langkah yang
dilakukan, antara lain: a) mencoba mengerjakan proyek berdasarkan sketsa; b) menguji
langkah-langkah yang telah dikerjakan dan hasil yang diperoleh; c) mengevaluasi hasil
yang telah diperoleh; d) merevisi hasil yang telah diperoleh; e) melakukan daur ulang
proyek yang lain; dan f) mengklasifikasi hasil terbaik. Langkah kelima memberikan
kontribusi pada kinerja ilmiah, yaitu menggunakan peralatan, pelaksanaan pengukuran,
observasi dan pencatatan data, interpretasi dan tanggung jawab.
2. Metode Penelitian
1. Hasil Penelitian
Berikut ini disajikan data skala kemandirian belajar mahasiswa terhadap pembelajaran.
110 STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
Rerata
No. Indikator
Eksperimen Kontrol
6. Memanfaatkan
dan mencari
3,07 3,14
sumber yang
relevan.
7. Memilih dan
menerapkan 3,07 2,89
strategi belajar.
8. Mengevaluasi
proses dan hasil 2,67 2,65
belajar.
9. Kemampuan diri. 2,77 2,47
Rerata 2,82 2,70
Berdasarkan Tabel 1 di atas, terlihat bahwa rerata kemandirian belajar mahasiswa di kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih 0,12. Rerata masing-masing
kedua kelas, yaitu 2,82 dan 2,70 lebih tinggi dari rerata skor netralnya, yaitu 2,50. Dapat
dikatakan bahwa kemandirian belajar mahasiswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol sudah
baik, di mana kemandirian mahasiswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
Untuk menguji kebenaran pernyataan ini, selanjutnya dilakukan uji statistik menggunakan uji
t dengan memeriksa terlebih dahulu normalitas dan homogenitas data.
1) Uji Normalitas
Pada Tabel 2 berikut ini, disajikan hasil uji normalitas rerata kemandirian belajar kelas
eksperimen dan kontrol.
Tabel 2. Uji Normalitas Data Kemandirian Belajar
Kolmogorov-Smirnov
Pretes
Statistic df Sig.
Eksperimen 0,100 43 0,200
Nilai
Kontrol 0,113 38 0,200
Berdasarkan Tabel 2 di atas, pada taraf signifikansi 0,05 terlihat bahwa rerata kemandirian
belajar kelas eksperimen dan kontrol masing-masing memiliki signifikansi (Sig.), yaitu
0,200>0,05. Ini menunjukkan bahwa rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol
berdistribusi normal. Selanjutnya, dilakukan uji homogenitas untuk melihat keragaman
variansi.
2) Uji Homogenitas
Pada Tabel 3 berikut ini, disajikan hasil uji normalitas rerata kemandirian belajar mahasiswa
kelas eksperimen dan kontrol.
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia 111
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
Based on Median
76,
and with 0,938 1 0,336
009
adjusted df
Based on trimmed
1,072 1 79 0,304
mean
Berdasarkan Tabel 3 di atas, pada taraf signifikansi 0,05 terlihat bahwa rerata kemandirian
belajar kelas eksperimen dan kontrol memiliki signifikansi (Sig.), yaitu 0,295>0,05. Ini
menunjukkan bahwa rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol memiliki
variansi yang homogen. Selanjutnya, dilakukan uji perbedaan dua rerata kemandirian belajar
mahasiswa antara kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui mana yang lebih baik.
Untuk mengetahui manakah rerata kemandirian belajar yang baik antara kelas eksperimen
dan kontrol digunakan uji t. Pada Tabel 4 berikut ini disajikan hasil uji t terhadap rerata
kemandirian belajar.
Berdasarkan Tabel 4 di atas, pada taraf signifikansi 0,05 dengan pengujian dua pihak, terlihat
bahwa rerata kemandirian belajar kelas eksperimen dan kontrol memiliki signifikansi (Sig.),
yaitu 0,007<0,05. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata kemandirian belajar
kelas eksperimen dan kontrol. Untuk menentukan manakah yang lebih baik rerata
kemandirian belajar antara kelas eksperimen dan kontrol melalui uji satu pihak (kanan),
sehingga signifikansi (Sig.) dibagi dua, yaitu ( ×0,007=0,0035), karena 0,0035<0,005 berarti
rerata kemandirian belajar mahasiswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
Dapat disimpulkan bahwa kemandirian mahasiwa yang memperoleh pembelajaran dengan
project based learning lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran dengan metode
ekspositori.
112 STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
Data skala pandangan mengungkap pendapat mahasiswa terhadap pembelajaran yang telah
diperoleh. Pada Tabel 5 berikut ini, disajikan skala pandangan mahasiswa setelah
memperoleh pembelajaran dengan project based learning, sebagai berikut:
2. Pembahasan
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia 113
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
Aktivitas belajar yang baik dari mahasiswa ini, dapat menumbuhkan kemandirian belajar
mereka. Dalam memahami materi yang diajarkan, mahasiswa tidak dibatasi dari sumber buku
saja, tetapi mereka juga diminta mencari referensi lain dari internet, sehingga wawasan
mereka menjadi luas. Berdasarkan data yang diperoleh, mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran berbasis proyek memiliki inisiatif belajar yang lebih baik sebesar 0,13 dari
yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori, meskipun reratanya termasuk
rendah, yaitu 2,46 dari rerata idealnya (3). Memang tidak mudah membuat mahasiswa untuk
belajar mandiri. Diperlukan peranan dan motivasi dari dosen agar mereka dapat terbiasa
belajar secara mandiri.
Dosen mesti mengarahkan mahasiswa agar bisa memahami materi yang dipelajari dan
membimbing mereka mengatasi kesulitan yang ditemui mengenai materi tersebut. Dalam
memandang kesulitan sebagai tantangan, mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
berbasis proyek memiliki rerata lebih unggul 0,26 daripada yang memperoleh pembelajaran
dengan metode ekspositori. Meskipun rerata yang diperoleh berada pada kriteria rendah,
yaitu 2,67 di bawah skor standar (3). Data ini menunjukkan bahwa mahasiswa belum terbiasa
mengatasi kesulitan belajar mereka sendiri. Mahasiswa belum dilatih untuk mencari sendiri
dari berbagai sumber tentang kesulitan yang mereka temui. Mereka biasanya lebih senang
meminta dan meniru penyelesaian dari temannya tanpa mau berusaha mencari sendiri terlebih
dahulu seperti yang terjadi pada pembelajaran dengan bentuk ceramah, di mana dosen
sebagai pusat informasi, sedangkan mahasiswa hanya mencatat tanpa mencari sendiri.
Kondisi ini berbeda dengan pembelajaran berbasis proyek, karena mereka dibiasakan
mempelajari materi sebelum berdiskusi, sehingga terbentuk kebiasaan untuk mengatasi
masalah secara mandiri.
Namun, dalam memanfaatkan dan mencari sumber belajar yang relevan, mahasiswa yang
memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori lebih baik dengan selisih rerata sebesar
0,13. Kondisi ini disebabkan karena pada pembelajaran dengan metode ekspositori, bahan
ajar sudah diberikan oleh dosen untuk dipelajari dan didiskusikan sehingga sumber
belajarnya sudah diarahkan. Berbeda dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
berbasis proyek, mereka diminta mencari terlebih dahulu dari berbagai sumber tentang materi
yang akan dipelajari sebelum didiskusikan. Pada saat mencari sumber lain, mereka merasa
kesulitan, karena belum terbiasa. Namun, setelah mereka terbiasa mencari bahan belajar dari
sumber lain, akan tumbuh kemandirian belajar dari mahasiswa tersebut.
D. Kesimpulan
Kesimpulan mengenai kemandirian belajar dan pandangan mahasiswa terhadap pembelajaran
berbasis proyek, sebagai berikut:
114 STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia
Prosiding Seminar Pendidikan Nusantara 2016 ISBN 978-602-71741-3-9
Daftar Pustaka
Marlinda, N. L. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kinerja Ilmiah Siswa. Jurnal Penelitian
Pascasarjana Undiksha, 2(2), 1-22.
Mudjiman, H. (2007). Belajar Mandiri (Self-Motivated Learning). Surakarta: UNS Press.
Nugroho, P. B., Budiono, & Subanti, S. (2014). Ekperimentasi Model Pembelajaran Missori
Mathematics Project dan Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions
Disertai Assessment for Learning Melalui Taman Sejawat Ditinjau dari Kemandirian
Belajar. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, 1(1), 44-53.
Putra, H. D. (2015). Meningkatkan Prestasi Belajar dan Keaktifan Mahasiswa Melalui Project
Based Learning. Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, 2(2), 128-136.
Sardiman. (2006). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada.
Sudjana, N. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sumarmo, U. (2010, Maret 23). Kemandiran Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
Dikembangkan pada Peserta Didik. Retrieved from
http://www.math.sps.upi.edu/?p=61
Tahar, I., & Enceng. (2006). Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar Pada
Pendidikan Jarak Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 7(2), 91-101.
Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
STKIP Siliwangi Bandung, Indonesia dan IPG Kampus Tun Hussein Onn, Malaysia 115