Asuhan Keperawatan Asli Gadar
Asuhan Keperawatan Asli Gadar
A. LATAR BELAKANG
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum
thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan
dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Brunner & Suddarth, 2002).
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian
yang berhubungan dengan trauma di amerika serikat dan berkaitan dengan 50%
kematian yang berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem
multiple. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus (penetrasi).
Meski trauma tumpul dada lebih umum, pada trauma ini seringtimbul kesulitan
dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum
dan rancu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma thorax?
2. Apa etiologi dari trauma thorax?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari trauma thorax?
4. Bagaimana patofisiologitrauma thorax?
5. Bagaimana penatalaksanaan kegawardaruratan trauma thorax?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gawat darurat trauma thorax?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Trauma thorax
2. Mengetahui etiologi Trauma thorax
3. Mengetahui tanda dan gejala Trauma thorax
4. Mengetahui prognosis Trauma thorax
5. Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma thorax
6. Mengetahui teori asuhan keperawatan pada pasien trauma thorax
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
- Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002).
- Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
- Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi
faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
- Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995).
- Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax,
baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Jadi, trauma thorax secara umum adalah luka atau cedera yang mengenai
rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau
bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
2. Etiologi
Etiologi penyakit terdiri dari :
a. Trauma tembus
Luka Tembak
Luka Tikam / tusuk
b. Trauma tumpul
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh
Pukulan pada dada
3. Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan.
Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung
untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan
oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa
perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma
thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah
), pulmonary ventilation/perfusion mismatch ( contoh kontusio, hematoma,
kolaps alveolus )dan perubahan dalam tekanan intratthorax ( contoh : tension
pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan
oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling
sering mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan
menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk
mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia
meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial
antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan
penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan
normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai
dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua
permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah
menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada
oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang
terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu
menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-
aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja,
maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan
dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks
dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi
umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada
penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang
mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga
sebelumnya, sampai dipasang chest tube
Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru
atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang
disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari
vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks
4. Klasifikasi
a) Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung.
b) Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam,
traumatik atau spontan
c) Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan
luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”,
biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif) (FKUI, 1995).
5. Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
a) Ada jejas pada thorak
b) Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
c) Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
d) Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
e) Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
f) Penurunan tekanan darah
g) Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena
leher
h) Bunyi muffle pada jantung
i) Perfusi jaringan tidak adekuat
j) Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi
dengan pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan
luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Gerakkan dan posisi pada akhir dari ekspirasi.
b. Palpasi
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
c. Perkusi
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis
lurus atau garis miring.
d. Auskultasi
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang
normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada:
Pemeriksaan tekanan darah.
Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar
Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
Kalau keadaan gawat pungsi.
Kalau perlu intubasi napas bantuan.
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
Kalau perlu torakotomi massage jantung internal
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik
(Foto thorax AP, kalau keadaan memungkinkan).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Gas darah arteri (GDA), untuk melihat adanya hipoksia akibat
kegagalan pernafasan
Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
Hemoglobin : mungkin menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya)
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan di daerah thoraks
b. Radio Diagnostik
Radiologi : foto thorax (AP) untuk mengkonfirmasi pengembangan
kembali paru-paru dan untuk melihat daerah terjadinya trauma
EKG memperlihatkan perubahan gelombang T – ST yang non
spesifik atau disritmia
Pemerikksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif
yang dapat membantu penilaian pericardium dan dapat mendeteksi
cairan di kantung perikard
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma
thorax, yaitu:
2. Data Objektif
Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai
dengan muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada
pasien tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea,
suara napas kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan,
sianosis, takikardi
Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang
terlambat)
3. Pengkajian Sekunder
Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya
penetrasi penyebab trauma pada dinding dada
Five Intervention / Full set of vital sign (F)
Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi
hipotensi
Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
Aritmia jantung
Pemeriksaan Lab :
o Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis,
hilangnya batas paru (sulit mendiagnosa pada foto
dengan posisi supinasi).
Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di
servikal.
Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada,
kenaikan hemidiafragma.
Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula,
scapula dan dislokasi sternoklavikular.
o CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks,
pneumotoraks, kontusi paru atau laserasi,
pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
o Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai
injury esophagus.
o Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
o Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran
tamponade jantung (pada umumnya echokariogram
digunakan utuk melihat cedera pada katup jantung)
o EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia
berhubungan dengan miokardia kontusion atau iskemia yang
berhubungan dengan cedera pada arteri koronaria.
o Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat
berhubungan dengan adanya iskemik atau infak yang
disebabkan dari hipotensi miokardia kontusion.
Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau
tertekan, terjadi pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga
abdomen
Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :
- Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat,
DVJ (Distensi Vena Jugularis)
- Daerah dada :
Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan
Kussmaul, terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab
trauma pada daerah dada.
Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya
nyeri tekan
Perkusi : adanya hipersonor
Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal.
Terkadang terjadi penurunan bising napas.
- Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
- Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi
femoralis
Inspect the posterior surface (I)
Adanya jejas pada daerah dada
2. Diagnosa keperawatan
BAB III
KASUS
SKENARIO
A. Kata Kunci
1. Usia 45 tahun
2. Tidak sadarkan diri (akibat: kecelakaan)
3. Trauma dada
4. Fraktur tulang iga
5. TTV: TD: 80/60mmHg,
6. HR: 60x/mnt
7. Sianosis.
a) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara
untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi
jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada
kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada
pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
Lakukan intubasi
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-
langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury,
flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ
dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok
paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada
temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda
hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian
segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade,
cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan
eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada
pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi.
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yangdiberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisadimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitasawal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyerimaupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan
log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan
eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma
yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus
segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
b. Trauma Thoraks
1. Defenisi trauma thoraks.
Trauma adalah cedera /rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2002)
Trauma thoraks adalah trauma yang mengenai dinding thoraks dan atau
organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun karena trauma
tajam. Memahami mekanisme dari trauma akan meningkatkan
kemampuan deteksi dan identifikasi awal atas trauma sehingga
penanganannya dapat dilakukan dengan segera(kukuh,2002;David,2005).
2. Etiologi dari trauma thoraks.
Trauma pada thoraks dapat dibagi 2 yaitu: oleh karena trauma tumpul
dan trauma tajam. Penyebab trauma thoraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima
jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang,
berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk
mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola
trauma yang berbeda.
Penyebab trauma thoraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi
tiga berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma
busuk, berenergi sedang seperti pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
senjata militer.
Penyebab trauma thoraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan pneumothoraks seperti
pada scuba (David, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).
Trauma thoraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang costa dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intra thoraks dan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat terjadi tunggal atau kombinasi tergantung
mekanisme cedera (Gallagher, 2014).
3. Patofisiologi trauma Thoraks
Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang
sangat mudah terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat
jantung, paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada sering
menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thoraks
dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah
atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya
utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa pendarahan dalam
dan tusukan terhadap organ luka dada dapat meluas dari benjolan yang
relatif kecil dan goresan yang dapat menghancurkan atau terjadi trauma
penetrasi. Luka dada dapat berupa penetrasi atau non-penetrasi (tumpul).
Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka,
memberi keempatan bagi udara atmosfer masuk edalam permukaan
pleura dan mengganggu mekanisme fentilasi normal. Luka dada penetrasi
dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur thoraks
lain.
4. Manifestasi klinis dari trauma thoraks
a. Tomponade jantung:
- Trauma tajam di daerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung.
- Gelisah.
- Pucat, keringat dingin.
- Peninggian TVJ (Tekanan Vena Jugularis)
- Pekak jantung melebar.
- Bunyi jantung melemah.
- Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
- ECG terdapat low voltage seluruh lead.
- Perikardiosentesis krluar darah (FKUI, 1995).
b. Hematothoraks:
- Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
- Gangguan pernafasan (FKUI, 1995).
c. Pneumothoraks:
- Nyeri dada mendadak dan sesak nafas.
- Gagal pernapasan dengan sianosis.
- Kolaps sirkulasi.
- Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
- Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
5. Komplikasi dari trauma thoraks
a. Iga: fraktur multiple dapat menyebebkan kelumpuhan rongga dada.
b. Pleura, paru-paru, bronkhi: hemo/hemopneumothoraks-emfisema
pembedahan.
c. Jantung: tempnadea jantung; ruptur jantung; ruptur otot papilar;
ruptur klep jantung.
d. Pembuluh darah besar: hematothoraks
e. Esofagus: mediastinitis
f. Diafragma: herniasi visera dan perlukaan hati, limpa, dan ginjal
(Mowschenson, 1990).
6. Pemeriksaan diagnostik/penunjang dari trauma thoraks
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien trauma thoraks
adalah sebagai berikut:
a. Pulse Oximetry
Pulse oimetri adalah metode noninasif untuk mengukur oksigenasi
yang terdapat pada hemoglobin pasien. Nilai normal adalah 95%
sampai 100%: nilai 85% atau kurang dapat menindikasikan
oksigenasi jaringan tidak adekuat.
b. Capnography
Capnoggraphy merupakan pemantauan noninvasive dari
carbondiocsida yang dihembuskan (exhaled carbon dioxide/ECO),
berguna untuk mengealuasi ventilasi.
c. Pengukuran Peak Flow
Peak flow meter mengukur kecepatan ekspirasi maksimum pasien
atau puncak laju aliran ekspirasi (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR
atau PEF). PEF adalah pengukuran aliran udara yang melalui bronki
dan menunjukkan derajat obstruksi pada saluran napas.
d. Gas Darah arteri (GDA.
Nilai gas darah arteri atau arterial Blood (ABG) berguna untuk
mengkaji status pernapasan dan keseimbangan asam basa; ABG
adalah pengukuran perukaran gas secara sistemik.
e. Radiologi: foto thoraks
f. Torasentsis: menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
g. Hemoglobin
h. Pa Co2.
i. Pa O2.
j. Saturan O2.
k. Oraksentesis: menyatakan darah/cairan.
7. Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada trauma thoraks
1. Darurat
a. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk
pengantar yang mungkin melihat kejadian yang ditanyakan:
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Jenis senjata
Arah masu keluar perlukaan
Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi
b. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus
dibuka, kalau perlu seluruhnya.
Inspeksi
Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin
tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
Gerakan dan posisi pada akhir inspirasi.
Akhir dan ekspirasi.
Palpasi
Diraba ada/tidak krepitasi
Nyeri tekan anteroposterior dan lateroteral.
Fremitus kanan dan kiri akan dibandingkan.
Perkusi
Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor
seperti garis lurus atau garis miring.
Auskultasi
Bising napas kanan dan iri dan dibandingkan
Bising napas melemah atau tidak
Bising napas yang hilang atau tidak
Batas antara bising napas melemah atau menghilang
dengan yang normal.
Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
2. Therapy
a. Chest tube/drainase udara (pneumothorax)
b. WSD (hematothoraks)
c. Pungsi
d. Torakotomi
e. Pemberian oksigen