Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN TRAUMA THORAX

Disusun Oleh : Kelompok 4


ERNI HAPID NUR ALFIANI
NUR AMALIA S AYU ASHARI
NIRFAWATI MUTAHHARAH M
NURLELA THAMRIN MUH MULTHAZAM
FIRDAYANTI ILYAS ROSMIA HASAN
NUR INDAHYANI DESIANA SAMPULAWA
NUR INSANI RAHMAN SUSILAWATI
SYAMSUDDIN NATSIR DEDI KURNIAWAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum
thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan
dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Brunner & Suddarth, 2002).
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian
yang berhubungan dengan trauma di amerika serikat dan berkaitan dengan 50%
kematian yang berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem
multiple. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus (penetrasi).
Meski trauma tumpul dada lebih umum, pada trauma ini seringtimbul kesulitan
dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum
dan rancu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma thorax?
2. Apa etiologi dari trauma thorax?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari trauma thorax?
4. Bagaimana patofisiologitrauma thorax?
5. Bagaimana penatalaksanaan kegawardaruratan trauma thorax?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gawat darurat trauma thorax?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Trauma thorax
2. Mengetahui etiologi Trauma thorax
3. Mengetahui tanda dan gejala Trauma thorax
4. Mengetahui prognosis Trauma thorax
5. Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma thorax
6. Mengetahui teori asuhan keperawatan pada pasien trauma thorax
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
- Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002).
- Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
- Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi
faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
- Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995).
- Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax,
baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Jadi, trauma thorax secara umum adalah luka atau cedera yang mengenai
rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau
bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

2. Etiologi
Etiologi penyakit terdiri dari :
a. Trauma tembus
 Luka Tembak
 Luka Tikam / tusuk
b. Trauma tumpul
 Kecelakaan kendaraan bermotor
 Jatuh
 Pukulan pada dada
3. Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan.
Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung
untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan
oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa
perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma
thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah
), pulmonary ventilation/perfusion mismatch ( contoh kontusio, hematoma,
kolaps alveolus )dan perubahan dalam tekanan intratthorax ( contoh : tension
pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan
oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling
sering mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan
menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk
mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia
meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial
antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan
penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan
normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai
dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua
permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah
menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada
oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang
terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu
menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-
aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja,
maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan
dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks
dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi
umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada
penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang
mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga
sebelumnya, sampai dipasang chest tube
Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru
atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang
disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari
vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks

4. Klasifikasi
a) Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung.
b) Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam,
traumatik atau spontan
c) Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan
luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”,
biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif) (FKUI, 1995).
5. Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
a) Ada jejas pada thorak
b) Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
c) Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
d) Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
e) Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
f) Penurunan tekanan darah
g) Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena
leher
h) Bunyi muffle pada jantung
i) Perfusi jaringan tidak adekuat
j) Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi
dengan pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan
luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Gerakkan dan posisi pada akhir dari ekspirasi.
b. Palpasi
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
c. Perkusi
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis
lurus atau garis miring.
d. Auskultasi
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang
normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada:
 Pemeriksaan tekanan darah.
 Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar
 Pemeriksan kesadaran.
 Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
 Kalau keadaan gawat pungsi.
 Kalau perlu intubasi napas bantuan.
 Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
 Kalau perlu torakotomi massage jantung internal
 Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik
(Foto thorax AP, kalau keadaan memungkinkan).

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Gas darah arteri (GDA), untuk melihat adanya hipoksia akibat
kegagalan pernafasan
 Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
 Hemoglobin : mungkin menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya)
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan di daerah thoraks

b. Radio Diagnostik
 Radiologi : foto thorax (AP) untuk mengkonfirmasi pengembangan
kembali paru-paru dan untuk melihat daerah terjadinya trauma
 EKG memperlihatkan perubahan gelombang T – ST yang non
spesifik atau disritmia
 Pemerikksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif
yang dapat membantu penilaian pericardium dan dapat mendeteksi
cairan di kantung perikard
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma
thorax, yaitu:

a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa,


pertolongan ini dimulai dengan menggunakan teknik ABC ( Airway,
breathing, dan circulation )
b. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian
oksigen
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
c. Pemasangan infuse
d. Pemeriksaan kesadaran
e. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung
f. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti
Foto thorak
9. Komplikasi
a. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
b. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema
pembedahan.
c. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur
klep jantung.
d. Pembuluh darah besar : hematothoraks.
e. Esofagus : mediastinitis.
f. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal
(Mowschenson)
10. Pencegahan
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara
menghindari faktor penyebab nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang
biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi
berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yag biasanya disebabkan oleh benda tajam
ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Kegawat daruratan


a) Pengkajian Primer
1. Data Subjektif
 Riwayat Penyakit Pasien
- Pasien mengeluh sesak
- Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur
rusuk dan sternum)
- Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
- Pasien mengeluh lemas, lemah
- Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan
tertusuk di bagian dada
 Riwayat Kesehatan Pasien
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat pengobatan sebelumnya
- Adanya alergi

2. Data Objektif
 Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai
dengan muntah darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
 Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada
pasien tension pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea,
suara napas kusmaul, napas pendek, napas dangkal.
 Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan,
sianosis, takikardi
 Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang
terlambat)
3. Pengkajian Sekunder
 Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya
penetrasi penyebab trauma pada dinding dada
 Five Intervention / Full set of vital sign (F)
 Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi
hipotensi
 Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
 Aritmia jantung
 Pemeriksaan Lab :
o Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
 Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
 Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis,
hilangnya batas paru (sulit mendiagnosa pada foto
dengan posisi supinasi).
 Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di
servikal.
 Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada,
kenaikan hemidiafragma.
 Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula,
scapula dan dislokasi sternoklavikular.
o CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks,
pneumotoraks, kontusi paru atau laserasi,
pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
o Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai
injury esophagus.
o Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
o Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran
tamponade jantung (pada umumnya echokariogram
digunakan utuk melihat cedera pada katup jantung)
o EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia
berhubungan dengan miokardia kontusion atau iskemia yang
berhubungan dengan cedera pada arteri koronaria.
o Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat
berhubungan dengan adanya iskemik atau infak yang
disebabkan dari hipotensi miokardia kontusion.
 Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau
tertekan, terjadi pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga
abdomen
 Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :
- Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat,
DVJ (Distensi Vena Jugularis)
- Daerah dada :
Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan
Kussmaul, terdapat jejas, kontusio, penetrasi penyebab
trauma pada daerah dada.
Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya
nyeri tekan
Perkusi : adanya hipersonor
Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal.
Terkadang terjadi penurunan bising napas.
- Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
- Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi
femoralis
 Inspect the posterior surface (I)
Adanya jejas pada daerah dada
2. Diagnosa keperawatan
BAB III
KASUS
SKENARIO

Tn. G berusia 45 tahun dibawa ke UGD RS. Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar


kondisi tidak sadarkan diri karena kecelakaan bermotor. Hasil pemeriksaan fisik
terdapat trauma pada dada disertai fraktur tulang iga, dan pemeriksaan
hemodinamik tekanan darah, 80/60mmHg, HR: 60x/mnt, sianosis.

A. Kata Kunci
1. Usia 45 tahun
2. Tidak sadarkan diri (akibat: kecelakaan)
3. Trauma dada
4. Fraktur tulang iga
5. TTV: TD: 80/60mmHg,
6. HR: 60x/mnt
7. Sianosis.

B. Klarifiasi Kata Kunci


1. Usia 45 tahun
merupakan kategori masa dewasa ahkir menurut Depkes RI tahun 2009, usia
ini juga merupakan usia pelaku kecelakaan lalu lintas yang makin meningkat
sehingga 25% menurut data korlantas mabes polri tahun 2016.
2. Tidak sadarkan diri
adalah suatu keadaan dimana terganggunya metabolisme diotak karena
kekurangan oksigen, zat gula dan perdarahan otak akibat dari kecelakaan
ataupun karena sebab lain misalnya kekurangan darah. Tidak sadarkan diri di
sebabkan oleh volume darah berkurang akibat pendarahan, sehingga
menyebabkan komsumsi oksigen ke otak berkurang .maka terjadilah
penurunan kesadaran
3. Trauma Dada
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-
paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun
tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.
Trauma dada adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma dada adalah trauma
tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung,
perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,hematopneumothoraks. Trauma
thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul.
 Trauma tumpul : kecelakaan bermotor (40-75%), jatuh 15-25%)
 Trauma tajam : tikaman / bacokan (70-80%), luka tembak (20-30%)
 Trauma tumpul : injuri paru (35-40%), injuri jantung (15-
25%),hemotorax (12-20%)
Disebabkan oleh adanya benturan akibat kecelakan yang lukanya tembus pada
bagian thoraxk menyebabkan pendarahan yang berlebihan ,sehingga terjadi
syok , di mana syok merupakan ketidakefektifanx aliran darah kejaringan dan
sel-sel tubuh ,maka terjadilah trauma pada dada.
4. Fraktur Tulang Iga
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang
diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang
mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit,
sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga.
Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi
pada tulang costa. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh
karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat
melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena).
Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra
abdomen.
Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi
pada tulang costa. Fraktur tulang iga di sebabakan oleh kecelakaan yang
menyebabkan trauma dada sehingga energi yang diterimanya melebihi batas
tolerasi dari kelenturan costa tersebut sehingga dada terhimpit dari depan dan
belakang maka akan terjadi fraktur iga.
5. Sianosis
Adalah suatu kondisi yang menyebabkan kulit dan selaput lendir (dalam
mulut,tepi mata, dll) berubah warna menjadi kebiruan karena terlalu sedikit
oksigen dalam aliran darah.
Soanosis adalah suat keadaan di mana kulit dan membran mukosa berwarna
kebiruan akibat penumpukan deoksihemoglibin darah kecil pada area
tersebut. Sianosis biasanya paling terlihat pada bibir,kuku, dan telinga.
Derajat sianosis di tentukan dari warna dan ketebalan kulit yang terlibat.
Sianosis di sebabkan oleh infisiensi pernafasan ,insufisiensi jantung dan
sumbatan pada aliran darah,menyebabkan aliran darah bnayak berkurang
sehingga menurunkan saturasi (kejenuhan darah vena) dan menyebabkan
suatu daerah menjadi biru
C. Core Problem
Dari kasus diatas maka dapat kami simpulkan bahwa gangguan kegawat
daruratan yang dialami pada kasus tesebut adalah TRAUMA THORAKS.
D. Pertanyaan Penting
a. Trauma
1. Jelaskan defenisi kegawatan pernafasan pada trauma!
2. Jelaskan pengkajian awal kegawatan pernapasan pada trauma!
b. Trauma Thoraks
1. Jelaskan yang dimaksud dengan trauma thoraks!
2. Jelaskan etiologi dari trauma thoraks!
3. Jelasan patofisiologi dari trauma thoraks!
4. Jelaskan manifestasi klinis dari trauma thoraks!
5. Jelaskan komplikasi dari trauma thoraks!
6. Jelaskan pemeriksaan diagnostik/penunjang dari trauma thoraks!
7. Jelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada trauma thoraks!
E. Pertanyaan Penting
a. Trauma
1. Jelaskan defenisi kegawatan pernafasan pada trauma!
2. Jelaskan pengkajian awal kegawatan pernapasan pada trauma !
b. Trauma Thoraks
1. Jelaskan yang dimaksud dengan trauma thoraks!
2. Jelaskan etiologi dari trauma thoraks!
3. Jelasan patofisiologi dari trauma thoraks!
4. Jelaskan manifestasi klinis dari trauma thoraks!
5. Jelaskan komplikasi dari trauma thoraks!
6. Jelaskan pemeriksaan diagnostik/penunjang dari trauma thoraks!
7. Jelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada trauma thoraks!
b. Jawaban Pertanyaan Penting.
a. Trauma
1. Defenisi kegawatan pernafasan pada trauma
Trauma adalah penyebab kematian ketiga di amerika Serikat setelah
aterosklerossis dan kanker. Trauma adalah penyebab kematian utama
pada anak dan dewasa.Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian
psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001)
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks,hematopneumothoraks.
2. Pengkajian awal kegawatan pernapasan pada trauma:
a. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat
trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary
survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera
masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada
primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
 Airway maintenance dengan cervical spine protection
 Breathing dan oxygenation
 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
 Disability-pemeriksaan neurologis singkat
 Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar
dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya
telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat
melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota
yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll,
sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu
dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons, 1997).
Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh
tahapan awal manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik
adalah penilaian yang terarah, kemudian diikuti oleh pemberian
intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang melalui
pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).

Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain


(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :

a) General Impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara
untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi
jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada
kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada
pasien antara lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
 Lakukan intubasi
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-
langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :
 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury,
flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
 Penilaian kembali status mental pasien.
 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ
dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok
paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada
temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda
hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian
segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade,
cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan
eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada
pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain :
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
 Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi.
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yangdiberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisadimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitasawal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyerimaupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan
log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada
pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan
eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma
yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus
segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.

b. Trauma Thoraks
1. Defenisi trauma thoraks.
Trauma adalah cedera /rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2002)
Trauma thoraks adalah trauma yang mengenai dinding thoraks dan atau
organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun karena trauma
tajam. Memahami mekanisme dari trauma akan meningkatkan
kemampuan deteksi dan identifikasi awal atas trauma sehingga
penanganannya dapat dilakukan dengan segera(kukuh,2002;David,2005).
2. Etiologi dari trauma thoraks.
Trauma pada thoraks dapat dibagi 2 yaitu: oleh karena trauma tumpul
dan trauma tajam. Penyebab trauma thoraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima
jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang,
berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk
mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola
trauma yang berbeda.
Penyebab trauma thoraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi
tiga berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma
busuk, berenergi sedang seperti pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
senjata militer.
Penyebab trauma thoraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan pneumothoraks seperti
pada scuba (David, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).
Trauma thoraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang costa dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intra thoraks dan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat terjadi tunggal atau kombinasi tergantung
mekanisme cedera (Gallagher, 2014).
3. Patofisiologi trauma Thoraks
Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang
sangat mudah terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat
jantung, paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada sering
menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thoraks
dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah
atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya
utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa pendarahan dalam
dan tusukan terhadap organ luka dada dapat meluas dari benjolan yang
relatif kecil dan goresan yang dapat menghancurkan atau terjadi trauma
penetrasi. Luka dada dapat berupa penetrasi atau non-penetrasi (tumpul).
Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka,
memberi keempatan bagi udara atmosfer masuk edalam permukaan
pleura dan mengganggu mekanisme fentilasi normal. Luka dada penetrasi
dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur thoraks
lain.
4. Manifestasi klinis dari trauma thoraks
a. Tomponade jantung:
- Trauma tajam di daerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung.
- Gelisah.
- Pucat, keringat dingin.
- Peninggian TVJ (Tekanan Vena Jugularis)
- Pekak jantung melebar.
- Bunyi jantung melemah.
- Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
- ECG terdapat low voltage seluruh lead.
- Perikardiosentesis krluar darah (FKUI, 1995).
b. Hematothoraks:
- Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
- Gangguan pernafasan (FKUI, 1995).
c. Pneumothoraks:
- Nyeri dada mendadak dan sesak nafas.
- Gagal pernapasan dengan sianosis.
- Kolaps sirkulasi.
- Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
- Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
5. Komplikasi dari trauma thoraks
a. Iga: fraktur multiple dapat menyebebkan kelumpuhan rongga dada.
b. Pleura, paru-paru, bronkhi: hemo/hemopneumothoraks-emfisema
pembedahan.
c. Jantung: tempnadea jantung; ruptur jantung; ruptur otot papilar;
ruptur klep jantung.
d. Pembuluh darah besar: hematothoraks
e. Esofagus: mediastinitis
f. Diafragma: herniasi visera dan perlukaan hati, limpa, dan ginjal
(Mowschenson, 1990).
6. Pemeriksaan diagnostik/penunjang dari trauma thoraks
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien trauma thoraks
adalah sebagai berikut:
a. Pulse Oximetry
Pulse oimetri adalah metode noninasif untuk mengukur oksigenasi
yang terdapat pada hemoglobin pasien. Nilai normal adalah 95%
sampai 100%: nilai 85% atau kurang dapat menindikasikan
oksigenasi jaringan tidak adekuat.
b. Capnography
Capnoggraphy merupakan pemantauan noninvasive dari
carbondiocsida yang dihembuskan (exhaled carbon dioxide/ECO),
berguna untuk mengealuasi ventilasi.
c. Pengukuran Peak Flow
Peak flow meter mengukur kecepatan ekspirasi maksimum pasien
atau puncak laju aliran ekspirasi (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR
atau PEF). PEF adalah pengukuran aliran udara yang melalui bronki
dan menunjukkan derajat obstruksi pada saluran napas.
d. Gas Darah arteri (GDA.
Nilai gas darah arteri atau arterial Blood (ABG) berguna untuk
mengkaji status pernapasan dan keseimbangan asam basa; ABG
adalah pengukuran perukaran gas secara sistemik.
e. Radiologi: foto thoraks
f. Torasentsis: menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
g. Hemoglobin
h. Pa Co2.
i. Pa O2.
j. Saturan O2.
k. Oraksentesis: menyatakan darah/cairan.
7. Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada trauma thoraks
1. Darurat
a. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk
pengantar yang mungkin melihat kejadian yang ditanyakan:
 Waktu kejadian
 Tempat kejadian
 Jenis senjata
 Arah masu keluar perlukaan
 Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi
b. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus
dibuka, kalau perlu seluruhnya.
 Inspeksi
 Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin
tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
 Gerakan dan posisi pada akhir inspirasi.
 Akhir dan ekspirasi.
 Palpasi
 Diraba ada/tidak krepitasi
 Nyeri tekan anteroposterior dan lateroteral.
 Fremitus kanan dan kiri akan dibandingkan.
 Perkusi
 Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
 Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor
seperti garis lurus atau garis miring.
 Auskultasi
 Bising napas kanan dan iri dan dibandingkan
 Bising napas melemah atau tidak
 Bising napas yang hilang atau tidak
 Batas antara bising napas melemah atau menghilang
dengan yang normal.
 Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
2. Therapy
a. Chest tube/drainase udara (pneumothorax)
b. WSD (hematothoraks)
c. Pungsi
d. Torakotomi
e. Pemberian oksigen

Anda mungkin juga menyukai