Disusun oleh:
Kelompok 3
Kelas : Farmasi D
Fakultas Farmasi
Cimahi 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pemisahan berdasarkan adsorbs senyawa pada fase diam dan migrasinya oleh fase
gerak.
TINJAUAN PUSTAKA
Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan cara lama yang digunakan
secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Tetapi dalam
kuantisasi belakangan ini kromatografi lapis tipis digantikan oleh “HPLC” (High
Performance Thin-layer Chromatography) atau Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi
(Munson, 1991).
Bahan adsorben sebagai fasa diam digunakan silica gel, alumina, dan serbuk selulosa.
Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang akan membentuk
ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar. Alumina lebih disukai untuk memisahkan
senyawa-senyawa polar lemah, sedangkan silica gel lebih disukai untuk memisahkan
molekul-molekul seperti asam-asam amino dan gula.Magnesium silikat, kalsium silikat, dan
arang aktif mungkin juga dapat digunakan sebagai adsorben (Soebagio, 2002).
Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan
susunan tertentu.Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi.
Terdapatnya sejumlah kecil air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram
yang tidak diharapkan (Soebagio, 2002).
Deteksi noda KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi kertas
karena dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Kerap kai, noda tidak
berwarna atau tidak berpendar jika dikenai sinar ultra violet dapat ditampakkan dengan cara
mendedahkan papan pengembang pada uap iod. Uap iod akan berinteraksi dengan
komponen-komponen sampel baik secara kimia atau berdasarkan kelarutan membentuk
warna-warna tertentu (Soebagio, 2002 ).
Keuntungan KLT adalah lebih serba guna, cepat, kepekaannya lebih tinggi dan
pemisahan komponen senyawa lebih sempurna. Sedangkan kelemahannya adalah pada
prosedur pembuatan lempengnya yang memerlukan tambahan waktu kecuali bila tersedia
lempeng yang diproduksi secara komersial. (Gritter,1991).
Satu kekurangan KLT yang asli ialah kerja penyaputannya, pelat kaca
dengan penjerap.Kerjaini kemudian agak diringankan dengan adanya penyaput
otomatis.Meskipun begitu, dengan menggunakan alat itu pun tetap diperlukan tindakan
pencegahan tertentu (Harborne, 1987).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mecoba-
coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.Sistem yang paling sederhana ialah
dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut
ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal
(Rohman, 2009).
METODOLOGI PERCOBAAN
Eluen A
Hasil
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.1 Tabel Rf
4.1.2 Tabel Rg
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini adalah mengidentifikasi suatu sampel dari golongan sulfa
menggunakan metode kromatografi lapis tipis, tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui
senyawa sulfa jenis apa yang terkandung dalam sampel tersebut.
Kromatografi lapis tipis adalah metode analisis pemisahan campuran suatu senyawa,
sehingga senyawa yang terkandung dalam suatu campuran dapat di identifikasi dan di ketahui
kuantitasnya. Di sebut kromatografi ;apis tipis karena menggunakan sebuah plat tipis yang
rata.
Prinsip metode KLT adalah adsorpsi dan partisi, maksudnya adalah adsorpsi
merupakan penyerapan pada permukaan fase diam, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah ke dalam pelarut yang di
gunakan. Pemisahan dalam metode KLT di pengaruhi fase diam dan fase gerak, fase gerak
memiliki kemampuan memisahkan senyawa karena adanya perbedaan konstanta dielektrik,
sedangkan fase diam merupakan zat penyerap berupa bubuk halus yang rata dan tipis di atas
lempeng kaca atau alumunium.
Dalam percobaan ini menggunakan 2 fase gerak yaitu eluen A dan eluen B, eluen A
memiliki sifat non polar di lihat dari penyusunnya yaitu n-hexan, kloroform dan butanol
dengan perbandingan 2 : 2 : 2. Dan eluen B memiliki sifat yang non polar sedikit polar karena
penyusunnya metanol dan kloroform dengan perbandingan 5 : 95. Sebelum di gunakan kedua
eluen ini di jenuhkan dalam chamber dan di diamkan selama 30 menit agar pelarut pelarutnya
tercampur sempurna. Sedangkan untuk plat adsorben yang di gunakan adalah silika gel
karena silika gel tidak mengikat air sehingga noda yang di hasilkan lebih fokus dan tajam.
Pada plat di berikan tanda terlebih dahulu berupa garis awal di mulainya adsorpsi dan garis
akhir, selain itu di beri tanda tempat penotolan zat yang berjarak 1 cm dengan zat lain agar
saat terserap tidak tercampur dengan zat lain. Penotolan zat dilakukan sebanyak 3 kali
menggunakan pipa kapiler , namun untuk menghindari perluasan adsorpsi zat yang
berlebihan maka saat akan menotolkan yang kedua dan ketiga, penotolan zat sebelumnya di
tunggu kering dulu. Setelah ini plat di masukkan dalam chamber dan menunggu elusi selesai.
Untuk melihat hasil elusi harus di lihat di bawah lampu uv dengan panjang sinar 254
dan 365. Selain itu dapat di lihat menggunakan penampak bercak yaitu dengan cara
menyemprotkan p-DAB HCl pada plat KLT yang telah kering, kemudian beberapa saat
kemudian bercak akan berubah warna menjadi kuning sehingga lebih mudah terlihat dan
mudah di identifikasi.
Pada fase ini eluen (fase gerak) dapat melewati silika gel (fase diam) dengan cara
terelusi ke atas. Prinsip pergerakan ini berdasarkan prinsip partisi , yaitu fase gerak akan
teradasorpsi oleh fase diam lalu fase gerak akan mengisi ruang ruang antar sel penyerap
kemudian terpartisi. Saat proses elusi ini senyawa yang terkandung dalam campuran akan
tergerak mengikuti eluen sebagai fase gerak dengan kecepatan yang berbeda-beda sesuai
dengan sifat kepolarannya sehingga terjadi pemisahan. Gel silika memiliki sifat yang sangat
polar sedangkan eluen yang di gunakan rata-rata bersifat non polar maka senyawa yang terus
bergerak mengikuti eluen memiliki sifat yang sama dengan eluen tersebut yaitu non polar dan
senyawa yang terserap oleh fase diam atau silika gel memiliki sifat yang sama dengan silika
gel yaitu polar. Berdasarkan hasil dari percobaan ini sampel dengan eluen B bercak pertama
yang memiliki jarak Rf paling dekat dengan garis awal yaitu 0,9 kedua adalah sampel dengan
eluen B bercak kedua yaitu 1,5 dan ketiga adalah sampel dengan eluen A yaitu 3,5.
Berdasarkan hukum like dissolve like maka semakin dekat kepolaran suatu senyawa dengan
eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut, yang berarti sampel
dengan eluen B bercak pertama memiliki sifat senyawa yang lebih mendekati silika gel
daripada eluen karena lebih cepat terserap sedangkan saat sampel menggunakan eluen A
sampel memiliki senyawa yang sifatnya lebih mendekati eluen sehingga terus bergerak
mengikuti eluen.
Sifat kepolaran ini juga dapat mengidentifikasi senyawa apa yang terkandung dalam
campuran, untuk mengetahuinya di gunakan pembanding yaitu sulfadiazin, sulfametoksazol
dan sulfadimidin. Selain memperhatikan sifat kepolaran ini juga dapat di lihat dari nilai Rf
nya, yang rumusnya adalah sebagai berikut :
Pada dasarnya nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan metode KLT,
nilai Rf di ketahui dengan cara membandingkan jarak tempuh bercak dengan jarak tempuh
eluen hingga garis akhir. Nilai Rf akan besar jika senyawanya bersifat non polar dan
berinteraksi dengan eluen yang berarti daya pisahnya maksimum, dan nilai Rf akan kecil jika
senyawa bersifat polar maka akan berinteraksi dengan plat silika gel yang berarti daya
pisahnya kecil, apabila nilai Rf ampel sama dengan nilai Rf pembanding maka bisa di
katakan bahwa sampel tersebut mengandung senyawa pembanding tersebut. Untuk melihat
dengan lebih jelas sampel tersebut mengandung senyawa apa dilakukan juga perhitungan Rg,
yang rumusnya sebagai berikut :
Rf sampel
Rg = Rf pembanding
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Diperlukan ketelitian dalam percobaan. Selain itu, dilakukan secara perlahan agar tidak
adanya kontaminan dalam sampel yang dapat menyebabkan fronting atau terlalu banyak
sampel yang dimuatkan pada sistem. (overloading)
DAFTAR PUSTAKA
Disiapkan silica gel dan pipa Proses penjerapan sampel Proses penjerapan sampel
kapiler, diberi tanda. uji pada eluen A. uji pada eluen B.
Proses pengamatan sampel Proses pengamatan sampel Bercak sampel uji pada
dibawah sinar UV. dibawah sinar UV. eluen B.
Bercak sampel uji pada eluen A.
PERHITUNGAN
a. Eluen A
3,5
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = = 0,7
5
2,5
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑎𝑧𝑖𝑛 = = 0,5
5
3,5
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑚𝑒𝑡𝑜𝑘𝑠𝑎𝑧𝑜𝑙 = = 0,7
5
3,6
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑚𝑖𝑑𝑖𝑛 = = 0,72
5
b. Eluen B
0,9
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = = 0,18 (Bercak 1)
5
1,5
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = = 0,3 (Bercak 2)
5
1
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑎𝑧𝑖𝑛 = 5 = 0,2
0,8
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑚𝑒𝑡𝑜𝑘𝑠𝑎𝑧𝑜𝑙 = = 0,16
5
1,4
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑚𝑖𝑑𝑖𝑛 = = 0,28
5
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑅𝑔 =
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎
a. Eluen A
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,7
𝑅𝑔 = = = 1,4
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑎𝑧𝑖𝑛 0,5
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,7
𝑅𝑔 = = =1
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑚𝑒𝑡𝑜𝑘𝑠𝑎𝑧𝑜𝑙 0,7
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,7
𝑅𝑔 = = = 0,97
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑚𝑖𝑑𝑖𝑛 0,72
b. Eluen B
Spot 1
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,18
𝑅𝑔 = = = 0,9
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑎𝑧𝑖𝑛 0,2
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,18
𝑅𝑔 = = = 1,125
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑚𝑒𝑡𝑜𝑘𝑠𝑎𝑧𝑜𝑙 0,16
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,18
𝑅𝑔 = = = 0,642
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑚𝑖𝑑𝑖𝑛 0,28
Spot 2
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,3
𝑅𝑔 = = = 1,5
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑎𝑧𝑖𝑛 0,2
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,3
𝑅𝑔 = = = 1,875
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑚𝑒𝑡𝑜𝑘𝑠𝑎𝑧𝑜𝑙 0,16
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 0,3
𝑅𝑔 = = = 1,071
𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑑𝑖𝑚𝑖𝑑𝑖𝑛 0,28