BAB 2
TINJAUAN KASUS
4
5
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang bewarna terang (fair skin), pirang
dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi,sserta warna
hitam kecoklatan pada genetalia orang dewasa.
Kulit secara garis besar tersususn atas lapisan utama yaitu :
2.1.2.1 Lapisan epidermis terdiri dari :
1. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling
luar dan terdiri atas sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, yang
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini
tampak/nyata pada telapak tangan dan kaki.
3. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapisan
sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar serta terdapat inti
diantaranya dan terdapat jelas pada telapak tangan dan kaki.
4. Stratum spinosum (stratum malphigi) disebut juga picle cell layer
(lapisan akanta). Sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.
Stratum balase terdiri dari sel yang berbentuk kubus (kolumnar) yang
tersusun vertical pada pebatasan dermo epidermal seperti pagar
(palisade) dan merupakan lapisan epidermis yang paling bawah, sel
basal ini mengadakan mitosis yang berfungsi refroduktif.
2.1.2.2 Lapisan dermis
Lapisan ini tepatnya dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada
epidermis dan terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat. Secara garis besar
elemen seluler dan folikel rambut dibagi dua yaitu
1. Pars papilare adalah bagian yang menonjol ke epidermis yang berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
2. Pars retikulare adalah bagian yang dibawahnya menonjol kearah
subkutan terdiri dari serabut-serabut penunjang, misalnya serabut
(kolagen, elastin, dan retikulin). Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas
cairan kental, asam hialuronat dan kondroitin sulfat yang terdapat pula
fibroblast. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast, membentuk
6
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama adalah alergi obat, lebih dari 50%.sebagian kecil karena
infeksi, vaksinas, penyakit graft-versus-host, neoplasma, dan radiasi.
Pada penyakit Sindrom Steven Johnson yang diduga alergi obat tersering
ialah analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%), dan jamu (13,3%).
Sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa yang lain amoksisilin, kotrimokssasol,
dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif.
2.1.4 Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena alergi tipe II dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresitipasi sehingga terjadi aktivitas sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan pada jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi
akibat limposit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
8
PATHWAY
Sumber :
Price (2010)
www.portalperawat.com
9
2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Bronkopneumonia (16%)
2.1.6.2 Sepsis
2.1.6.3 kehilangan cairan/darah
2.1.6.4 gangguan keseimbangan elektrolit
2.1.6.5 syok
2.1.6.6 kebutaan gangguan lakrimasi
2.1.8 Penatalaksanaan
2.1.8.1 Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan
lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid
merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena
11
2.1.8.4 Topikal
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk
lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine
perak.
Gemericik, ronki.
Penurunan bayi napas.
9. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh..
Gangguan penglihatan/kerusakan.
Perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi.
Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau
epistaksis.
Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan invasi
jaringan)
Papil edema dan eksoftalmus.
10. Seksualitas
Gejala : perubahan libido.
Perubahan aliran menstruasi, menoragia.
Lipopren.
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat terpajan pada kimiawi, mis : benzene, fenilbutazon,
dan kloramfenikol (kadar ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan
kemoterapi sebelumnya, khususnya agen pengkilat).
12. Gangguan kromosom, contoh sindrom down atau anemia franconi
aplastik
2.2.2 Diagnosa
2.2.2.1 Kerusakan pada integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi lokal
2.2.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak
adekuat respons sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut.
2.2.2.3 Risiko tinggi Infeksi b.d. penurunan imunitas, adanya port de entree pada
lesi.
2.2.2.4 Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.
2.2.2.5 Defisit perawatan diri b.d. kelemahan fisik secara umum.
15
2.2.2.6 Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d. perubahan struktur kulit,
perubahan peran keluarga.
2.2.2.7 Kecemasan b.d. kondisi penyakit, penurunan kesembuhan.
Intervensi Rasional
Evaluasi adanya alergi Beberapa pasien mungkin mengalami alergi
makanan dan kontraindikasi terhadap beberapa penyakit lain, seperti
makanan. diabetes melitus, hipertensi, gout, dan
lainnya yang memberikan manifestasi
terhadap persiapan komposisi makanan
yang akan diberikan.
Fasilitas pasien memperoleh Memperhitungkan keinginan individu dapat
diet biasa yang disukai pasien memperbaiki asupan nutrisi.
(sesuai indikasi).
Lakukan dan ajarkan Menurunkan rasa tak enak karena sisa
perawatan mulut sebelum dan makanan atau bau obat yang dapat
sesudah makan, serta sebelum merangsang pusat muntah.
dan sesudah intervensi /
pemeriksaan peroral.
Fasilitas pasien memperoleh Asupan minuman mengandung kafein
diet sesuai indikasi dan dihindari karena kafein adalah stimulan
anjurkan menghindari asupan sistem saraf pusat yang mengikatkan
dari agen iritan. aktivitas lambang dan sekresi pepsin.
Berikan makan dengan Pasien dapat berkonsentrasi pada
perlahan pada lingkungan mekanisme makan tanpa adanya distraksi /
17
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
dengan tindakan pereda nyeri dan nonfarmakologi lainnya telah
nonformakologi dan noninvasif menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan :
Atur posisi fisiologi Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan
O2 ke jaringan yang mengalami
peradangan. Pengaturan posisi idealnya
adalah pada arah yang berlawanan dengan
letak dari lesi. Bagian tubuh yang
mengalami inflamasi lokal dilakukan
imobilisasi untuk menurunkan respons
18
2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan mencapai tujuan
spesifik. Implementasi dilakukan pada klien dengan sindrom steven jhonson,
Tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilakukan
sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat sebagai
pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan kluarga agar asuhan
keperawatan yang diberikan bisa berkesinambungan sehingga klien dan keluarga
dapat menjadi mandiri.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
penilaian dari perubahan keadaan yang dirasakan klien sehubungan dengan
pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Tahap ini merupakan kunci dari
keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan, dari hasil evalusi ini
merupakan kemungkinan yang akan terjadi untuk menentukan asuhan
keperawatan selanjutnya. Meskipun evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses
keperawatan tetapi tidak berhenti sampai disini, jika maslah belum teratasi atau
timbul masalah baru maka tindakan perlu dilanjutkan atau dimodifikasi kembali.
20
2.2.6 Pendokumentasian
2.2.6.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data yang dilakukan secara cermat,
bersumber dari klien dan keluarga, didapatkan dengan wawancara
observasi dan pemeriksaan fisik.
2.2.6.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menyangkut masalah aktual maupoun
resiko yang sudah disusun berdasarkan berdasarkan hasil pengkajian data
dan dokumentasi pada daftar diagnosa keperawatan dengan memasukan
tanggal, jam serta dokumentasinya pada tabel diagnosa keperawatan.
2.2.6.3 Perencanaan
Perencanaan di buat menunjukan prioritas diagnosa mengkonsumsi pada
staf keperawatan apa yang harus diajarkan diobservasikan dan apa yang
harus diimplementasikan, rencana bersifat spesifik untuk klien dan
keluarga.
2.2.6.4 Pelaksanaan (implementasi)
Pelaksanaan adalah melakukan tindakan sesuai rencana dan aktivitas
keperawatan dengan memsukan tanggal, jam, tanda tangan dan nama
penulis serta di dokumentasikan pada tabel implementasi.
2.2.6.5 Evaluasi
Evaluasi dibuat dengan melihat hasil pencapaian asuhan keperawatan
dengan mengkaji status pasien, membandingkan respon pada kriteria
hasil dan menyimpulkan bila pasien mengalami kemajuan pada
pencapaian hasil.
20
2.3.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
2.3.2.1 Fisiologis
1. Intake Nutrisi
Kemampuan mendapat dan mengolah makanan
Pengetahuan
Gangguan menelan
Perasaan tidak nyaman setelah makan
Anoreksia
Nausea dan vomitus
Intake kalori dan lemak yang berlebih
2.3.2.2 Kemampuan mencerna nutrient
1. Obstruksi saluran cerna
2. Malabsorbsi nutrient
21
3. DM
2.3.2.3 Kebutuhan metabolisme
1. Pertumbuhan
2. Stres
3. Kondisi yang mningkatkan BMR
4. Kanker
2.3.2.4 Gaya hidup dan kebiasaan
1. Kebiasaan makan yang baik perlu diterapkan pada usia toddler
2. Kebiasaan makan pada lansia menghindari makanan yang pantang di
makan
2.3.2.5 Kebudayaan dan kepercayaan
Kebudayaan orang asia lebih memilih padi sebagai makanan pokok
2.3.2.6 Sumber ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.
2.3.2.7 Tinggal sendiri
Seseorang yang hidup sendirian sering tidak memperdulikan tugas
memasak untuk menyediakan makanannya.
2.3.2.8 Kelemahan fisik
Contohnya atritis atau cidera cerebrovascular (CVA) yang menyebabkan
kesulitan untuk berbelanja dan masak. Mereka tidak mampu
merencanakan dan menyediakan makanan sendiri.
2.3.2.9 Kehilangan
Terutama pada pria lansia yang tidak pernah memasak untuk mereka
sendiri. Mereka biasanya tidak memahami nilai suatu makanan yang
gizinya seimbang.
2.3.2.10 Depresi
Menyebabkan kehilangan nafsu makan. Mereka tidak mau bersusah payah,
berbelanja, memasak atau memakan makanannya
2.3.2.11 Pendapatan yang rendah
Ketidakmampuan untuk membeli makanan yang cermat untuk
meningkatkan pengonsumsian makanan yang bergizi.
22
2.3.3 Patofisiologi
Produksi saliva menurunmempengaruhi perubahan kompleks karbohidrat
menjadi disakarida. Fungsi ludah menurunsukar menelan, fungsi kelenjar
pencernaan perut terasa tidak enak atau kembung
Dengan proses menua terjadi gangguan mobilitas otot polos, esofagus dari
proses perubahan-perubahan pada prose penuaan pada lansia menyebabkan intake
makanan pada lansia berkurang yang nantinya akan mempengaruhi status gizi
pada lansia.
Kondisi Fisiologis yang mempengaruhi status nutisi termasuk tingakat
aktivitas, keadaan penyakit, daya beli, dan menyiapkan makanan serta prosedur
dan pengobatan yang dilakukan bergantung pada tingkat aktivitas maka nutrisi
kilokalori diperlukan untuk meningkatkan, sehingga tingkat aktivitas akan
meningkat atau menurun. Sementara status penyakit dan prosedur atau
pengobatan yang dilakukan mempunyai dampak pada asupan makanan,
pencernaan, absorbsi, metabolisme, dan ekskresi.
Beberapa kondisi fisiologis dapat menyebabkan menurunya zat makanan
tertentu dan suatu saat akan meningkat. Penyakit ginjal akan menurunkan
kebutuhan protein oleh karena protein diekskresi oleh ginjal.
Penyakit penyakit fisik biasanya meningkatkan kebutuhann zat makananan
biasanya terjadi pada penyakit penyakit saluran cerna. Gangguan fisik dapat
23
PATHWAY
Kekosongan lambung
Refleksi muntah
Kurang nutrisi
24
2.3.5 Penatalaksanaan
2.3.5.1 Memberikan makanan yang bergizi
2.3.5.2 Mengatur diet pasien
2.3.5.3 Menambah suplemen atau vitamin
2.3.5.4 Mengajarkan pola makanan yang sehat
2.3.5.5 Menawarkan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering
2.3.5.6 Berkolaborasi dengan ahli gizi
4. Faktor psikologis
2.4.5 Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nutrisi dilakukan dengan menilai masalah
keperawatan yang muncul. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat
dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan
keperawatan dapat di capai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang dilakukan.