Anda di halaman 1dari 25

4

BAB 2
TINJAUAN KASUS

2.1 Konsep Dasar Sindrom Steven Johnson


2.1.1 Definisi
Sindrom Steven Johnson (SSJ) adalah sindrom yang mengenai kulit,
selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan
sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai
purpura (Djuanda, 2009).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput
lendir diorifisium, dan mata dengan keadaaan umum bervariasi dengan ringan
sampai yanng berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat
disertai purpura. (Muttaqin arif, 2012)
Sindrom Stevens Johnson merupakan gangguan sistemik serius dengan
potensi morbiditas parah dan bahkan kematian. Seringkali, Sindrom Stevens
Johnson hanya muncul dengan gejala seperti flu, diikuti dengan ruam merah
atau keunguan yang menyebar dan lecet, akhirnya menyebabkan
lapisan atas kulit mati dan mengelupas
Stevens-Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit di mana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari
dermis. Sindrom ini di perkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. (NANDA, NIC-NOC)

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi tubuh
dari lingkungan luar, kulit tidak bisa terpisah dari kehidupan manusia yang
merupakan organ assensial dan vital, kulit juga merupakan cermin kesehatan dari
kehidupan seseorang. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15%
berat badan. Kulit juga sangat komplek, elastis dan sensitif, bervariasi pada
keadaaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.

4
5

Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang bewarna terang (fair skin), pirang
dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi,sserta warna
hitam kecoklatan pada genetalia orang dewasa.
Kulit secara garis besar tersususn atas lapisan utama yaitu :
2.1.2.1 Lapisan epidermis terdiri dari :
1. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling
luar dan terdiri atas sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, yang
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini
tampak/nyata pada telapak tangan dan kaki.
3. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapisan
sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar serta terdapat inti
diantaranya dan terdapat jelas pada telapak tangan dan kaki.
4. Stratum spinosum (stratum malphigi) disebut juga picle cell layer
(lapisan akanta). Sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.
Stratum balase terdiri dari sel yang berbentuk kubus (kolumnar) yang
tersusun vertical pada pebatasan dermo epidermal seperti pagar
(palisade) dan merupakan lapisan epidermis yang paling bawah, sel
basal ini mengadakan mitosis yang berfungsi refroduktif.
2.1.2.2 Lapisan dermis
Lapisan ini tepatnya dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada
epidermis dan terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat. Secara garis besar
elemen seluler dan folikel rambut dibagi dua yaitu
1. Pars papilare adalah bagian yang menonjol ke epidermis yang berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
2. Pars retikulare adalah bagian yang dibawahnya menonjol kearah
subkutan terdiri dari serabut-serabut penunjang, misalnya serabut
(kolagen, elastin, dan retikulin). Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas
cairan kental, asam hialuronat dan kondroitin sulfat yang terdapat pula
fibroblast. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast, membentuk
6

ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.


Kolagen muda bersifat lentur (dengan bertambah umur menjadi
kurang larut sehingga stabil). Serabut elastin biasanya bergelombang,
berbentuk amorf, mudah mengembang dan lebih elastis.
2.1.2.3 Lapisan subkutis
Lapisan ini adalah kelanjutan dari dermis dan terdiri dari jariangan ikat
longgar berisi sel-sel lemak didalam nya lapisan sel sel lemak disebut panikulus
adipose yang berfungsi sebagai cadangan makanan.
1. Bagian lain yang terdapat pada lapisan subkutis adalah :
2. Ujung-ujung saraf tepi
3. Pembuluh darah
4. Getah bening
2.1.2.4 Fungsi kulit utama yaitu :
1. Fungsi proteksi adalah menjaga bagian dalam tubuh terhadap
gangguan fisis atau meknis.
2. Gangguan kimiawi misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat
iritan.
Contohnya : lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya.
3. fungsi absobsi
fungsi absobsi adalah kulit yang sehat dan tidak budah menyerab air,
larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap mudah
diserap, begitu pula yang larut dalam lemak. Stratum korneum mampu
untuk menyerap air dan mencegah kehilangan air dan mencegah
kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan dari bagian internal
tubuh.
4. Fungsi eksresi
Fungsi eksresi adalah mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCL, Urea, asam urat dan
ammonia.
5. Fungsi persepsi
Fungsi persepsi adalah fungsi terhadap ransangan panas yang
diperankan oleh badan-ruffini di dermis dan subkutis.
7

6. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)


Pengaturan suhu tubuh adalah peran kulit untuk mengeluarkan
keringat dan mengerutkan otot (kontraksi oto) pembuluh darah kulit.
7. Fungsi pembentukan pigmen
Fungsi pembentukan pigmen yang terletak dilapisan basal ini bersal
dari rigi saraf (melanosif) dan peran untuk menentukan warna kulit,
ras maupun individu.
8. Fungsi penbentukan vitamin D
Fungsi penbentukan vitamin D yang dapat mengubah 7 dihidrogsi
kolestrol dengan bantuan sinar matahari, kebutuhan vitamin tidak
cukup dengan sinar matahari sehingga vitamin D dapat diperlukan
dengan pemberian system vitamin D sistemik.

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama adalah alergi obat, lebih dari 50%.sebagian kecil karena
infeksi, vaksinas, penyakit graft-versus-host, neoplasma, dan radiasi.
Pada penyakit Sindrom Steven Johnson yang diduga alergi obat tersering
ialah analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%), dan jamu (13,3%).
Sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa yang lain amoksisilin, kotrimokssasol,
dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif.

2.1.4 Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena alergi tipe II dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresitipasi sehingga terjadi aktivitas sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan pada jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi
akibat limposit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
8

PATHWAY

Alergi obat-obatan, infeksi mikroorganisme, neoplasma dan faktor


endokrin, faktor fisik dan makanan

Masuk ke dalam tubuh

Sel B dan sel plasma sel

Antigen berikatan dengan antibodi (Ig M dan Ig G) komplek umum

Deposit pembuluh darah

Mengaktifkan komplemen dan degranulasisel mast

Neutrofil tertarik ke daerah infeksi

Kerusakan Inflamasi akumulasi merangsang kelemahan


Jaringan neutrofil nociseptor peningkatan fisik/
Kapiler/organ, reaksi radang kelainan permeablitas lemas
Kerusakan kulitdan eritema vaskuler impuls
Gangguan
Submukosa: respon inflamasi
Aktifitas
Lidah intae adekuat Gangguan
integritas kulit
Gangguan rasa
Gangguan nutrisi nyaman nyeri

Sumber :
Price (2010)
www.portalperawat.com
9

2.1.5 Manifestasi Klinis


Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan
umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya dari penyakit akut
dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa : Kelainan kulit,
Kelainan selaput lendir di orifisium dan Kelainan mata.
2.1.5.1 Kelainan Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan
bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu
dapat juga disertai purpura.
2.1.5.2 Kelainan Selaput lender di orifisium
Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut (100%),
kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang ditemukan (masing-masing 8% dan
4%).
Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi
erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat
terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta
berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di
faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini
dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya
pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.
2.1.5.3 Kelainan Mata
Kelainan mata, merupakan 80 % diantara semua kasus; yang tersering
ialah konjungtivitis kataralis, selain itu juga dapat berupa konjungtivitis
purulen, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain,
misalnya : nefritis dan onikolosis.
10

2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Bronkopneumonia (16%)
2.1.6.2 Sepsis
2.1.6.3 kehilangan cairan/darah
2.1.6.4 gangguan keseimbangan elektrolit
2.1.6.5 syok
2.1.6.6 kebutaan gangguan lakrimasi

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


2.1.7.1 Pemeriksaan Laboratorium :
1. Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu
dokter dalam menegakkan diagnosa.
2. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah
putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam
kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi
bakterial berat.
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai
terjadi.
5. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD),
dan kolonoskopi dapat dilakukan
2.1.7.2 Imaging Studies
1. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
2. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung
ditegakkannya diagnosa.

2.1.8 Penatalaksanaan
2.1.8.1 Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan
lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid
merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena
11

dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi


dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat
dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis
teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama
mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan
5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena
diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan
keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan
lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan
kira-kira 10 hari. Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan
pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi,
misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan
diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek
katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti
nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg
untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
2.1.8.2 Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang
dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang
menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal
misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
2.1.8.3 Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena
pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan
tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan
infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak
memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah
sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang
disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat
pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan
hemostatik.
12

2.1.8.4 Topikal
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk
lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine
perak.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Sindrom Steven Johnson


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Biodata
1. Identitas klien meliputi nama, umur : sering terjadi pada anak-anak di
bawah 3 tahun, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, No register, dan diagnosa medis.
2. Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia,
pendidikan, pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
3. Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin,
hubungan dengan klien, dan status kesehatan.
2.2.1.2 Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan saat ini juga, alasan kenapa masuk rumah sakit
2.2.1.3 Riwayat kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa demam tinggi, malaise,
nyeri, batuk, pilek, Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah
pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan Kemungkinan
memakan makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi obat-
obatan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya
ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
2.2.1.4 Pemberian Sistem
1. Aktivitas
13

Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk


melakukan aktivitas biasanya.
Tanda : kelelahan otot.
Peningkatan kebutuhan tidur, soporous sampai koma.
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : takikardi, mur-mur jantung.
Kulit, membran mukosa pucat, ruam di seluruh tubuh
Defisit saraf kranial dan/atau tanda perdarahan cerebral.
3. Eliminasi
Gejala : nyeri tekan perianal, nyeri.
4. Integritas ego
Gejala : perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Tanda : depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah
terangsang.
Perubahan alam perasaan, kacau.
5. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, anoreksia, mual.
Perubahan rasa/penyimpangan rasa.
6. Penurunan berat badan.
Neurosensori
Gejala : kurang/penurunan koordinasi.
Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi, ukuran konsisten.
Pusing, kesemutan parastesi.
Tanda : otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan
sternal, kram otot.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri.
8. Pernapasan
Gejala : napas pendek dengan kerja minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
14

Gemericik, ronki.
Penurunan bayi napas.
9. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh..
Gangguan penglihatan/kerusakan.
Perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi.
Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau
epistaksis.
Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan invasi
jaringan)
Papil edema dan eksoftalmus.
10. Seksualitas
Gejala : perubahan libido.
Perubahan aliran menstruasi, menoragia.
Lipopren.
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat terpajan pada kimiawi, mis : benzene, fenilbutazon,
dan kloramfenikol (kadar ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan
kemoterapi sebelumnya, khususnya agen pengkilat).
12. Gangguan kromosom, contoh sindrom down atau anemia franconi
aplastik

2.2.2 Diagnosa
2.2.2.1 Kerusakan pada integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi lokal
2.2.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak
adekuat respons sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut.
2.2.2.3 Risiko tinggi Infeksi b.d. penurunan imunitas, adanya port de entree pada
lesi.
2.2.2.4 Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.
2.2.2.5 Defisit perawatan diri b.d. kelemahan fisik secara umum.
15

2.2.2.6 Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d. perubahan struktur kulit,
perubahan peran keluarga.
2.2.2.7 Kecemasan b.d. kondisi penyakit, penurunan kesembuhan.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Tujuan intervensi keperwatan adalah peningkatan integritas jaringan kulit,
terpenuhinya intake nutrisi harian, penurunan risiko infeksi, menurunkan stimulus
nyeri, mekanisme koping yang efektif, dan penurunan kecemasan. Untuk risiko
infeksi dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien NET. Pada
gangguan gambaran diri (citra diri), intervensi dapat disesuaikan pada masalah
yang sama pada pasien psoariasis. Sementara itu, intervensi defisit perawatan diri
dan kecemasan dapat disesuaikan pada masalah yang sama pada pasien pemfigus
vulgaris.

1. Gangguan Integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi


Tujuan : Dalam 1 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal
Kriteria evaluasi :
- Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi proarisis berkurang.
Kaji kerusakan jaringan kulit Menjadi data dasar untuk memberikan
yang terjadi pada klien informasi intervensi perawatan yang akan
digunakan.
Lakukan tindakan peningkatan Perawatan lokal kulit merupakan
integritas jaringan penatalaksanaan keperawatan yang penting.
Jika diperlukan berikan kompres hangat,
tetapi harus dilaksanakan dengan hati-hati
sekali pada daerah yang erosif atau terkelupas.
Lesi oral yang nyeri akan membuat higiene
oral dipelihara.
Lakukan oral higiene Tindakan oral higiene perlu dilakukan untuk
menjaga agar mulut selalu bersih. Obat kumur
larutan anestesi atau agen gentian violet dapat
digunakan dengan sering untuk membersihkan
mulut dari debris
16

2. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak


adekuat efek sekunder dari kerusakan krusta pada mulut
Tujuan dalam waktu 1 x 24 jam setelah dibersihkan asupan nutrisi pasien
terpenuhi.
Kriteria evaluasi :
 Pasien dapat mempertahankan status asupan anutrisi yang adekurat.
 Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
 Penurunan berat badan selama 1 x 24 jam tidak melebihi dari 0,5 kg

Intervensi Rasional
Evaluasi adanya alergi Beberapa pasien mungkin mengalami alergi
makanan dan kontraindikasi terhadap beberapa penyakit lain, seperti
makanan. diabetes melitus, hipertensi, gout, dan
lainnya yang memberikan manifestasi
terhadap persiapan komposisi makanan
yang akan diberikan.
Fasilitas pasien memperoleh Memperhitungkan keinginan individu dapat
diet biasa yang disukai pasien memperbaiki asupan nutrisi.
(sesuai indikasi).
Lakukan dan ajarkan Menurunkan rasa tak enak karena sisa
perawatan mulut sebelum dan makanan atau bau obat yang dapat
sesudah makan, serta sebelum merangsang pusat muntah.
dan sesudah intervensi /
pemeriksaan peroral.
Fasilitas pasien memperoleh Asupan minuman mengandung kafein
diet sesuai indikasi dan dihindari karena kafein adalah stimulan
anjurkan menghindari asupan sistem saraf pusat yang mengikatkan
dari agen iritan. aktivitas lambang dan sekresi pepsin.
Berikan makan dengan Pasien dapat berkonsentrasi pada
perlahan pada lingkungan mekanisme makan tanpa adanya distraksi /
17

yang tenang. gangguan dari luar.


Anjurkan pasien dan keluarga Meningkatkan kemandirian dalam
untuk berpartisipasi dalam pemenuhan asupan nutrisi sesuai dengan
pemenuhan nutrisi. tingkat toleransi individu
Kolaborasi dengan ahli gizi Merencanakan diet dengan kandungan
untuk menetapkan komposisi nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
dan jenis diet yang tepat. peningkatan kebutuhan energi dan kalori
sehubungan dengan status hipermetabolik
pasien.

3. Nyeri b.d. kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak


Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri/hilang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi Skala
nyeri 0-1 (0-4). Dapat mengindentifikasi aktivitas yang bmeningkatkan atau
menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah.

Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
dengan tindakan pereda nyeri dan nonfarmakologi lainnya telah
nonformakologi dan noninvasif menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan :
 Atur posisi fisiologi Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan
O2 ke jaringan yang mengalami
peradangan. Pengaturan posisi idealnya
adalah pada arah yang berlawanan dengan
letak dari lesi. Bagian tubuh yang
mengalami inflamasi lokal dilakukan
imobilisasi untuk menurunkan respons
18

 Istirahatkan klien peradangan dan meningkatkan


kesembuhan.
Istirahat diperlukan selama pase akut.
 Bila perlu premedikasi Kondisi ini akan meningkatkan suplai darah
sebelum mmelakukan pada jaringan yang mengalami peradangan.
perawatan luka. Kompres yang basah dan sejuk atau terapi
rendaman merupakan tindakan protektif
yang dapat mengurangi rasa nyeri. Pasien
dengan lesi yang luas dan nyeri harus
mendapatkan premedikasi dahulu dengan
 Manajemen lingkungan :
preparat analgesik sebelum perawatan
lingkungan tenang dan batasi
kulitnya mulai dilakukan.
pengunjung.
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri ekternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
 Ajarkan teknik relaksasi
apabila banyak pengunjungyang berbeda di
pernapasan dalam
ruangan.
Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
 Ajarkan teknik distraksi pada
menurunkan nyeri sekunder dari
saat nyeri.
peradangan.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorfin
dan enkefalin yang dapat memblok reseptor
 Lakukan manajemen sentuhan. nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi
nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
19

Manajemen sentuhan pada saat nyeri


berupa sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri. Masase
ringan dapat meningkatkan aliran darah dan
dengan otomatis membantu suplai darah
dan oksigen ke area nyeri dan menurunkan
sensai nyeri.
Kolaborasi dengan dokter, Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
pemberian analgetik. nyeri akan berkurang.

2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan mencapai tujuan
spesifik. Implementasi dilakukan pada klien dengan sindrom steven jhonson,
Tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilakukan
sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat sebagai
pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan kluarga agar asuhan
keperawatan yang diberikan bisa berkesinambungan sehingga klien dan keluarga
dapat menjadi mandiri.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
penilaian dari perubahan keadaan yang dirasakan klien sehubungan dengan
pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Tahap ini merupakan kunci dari
keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan, dari hasil evalusi ini
merupakan kemungkinan yang akan terjadi untuk menentukan asuhan
keperawatan selanjutnya. Meskipun evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses
keperawatan tetapi tidak berhenti sampai disini, jika maslah belum teratasi atau
timbul masalah baru maka tindakan perlu dilanjutkan atau dimodifikasi kembali.
20

2.2.6 Pendokumentasian
2.2.6.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data yang dilakukan secara cermat,
bersumber dari klien dan keluarga, didapatkan dengan wawancara
observasi dan pemeriksaan fisik.
2.2.6.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menyangkut masalah aktual maupoun
resiko yang sudah disusun berdasarkan berdasarkan hasil pengkajian data
dan dokumentasi pada daftar diagnosa keperawatan dengan memasukan
tanggal, jam serta dokumentasinya pada tabel diagnosa keperawatan.
2.2.6.3 Perencanaan
Perencanaan di buat menunjukan prioritas diagnosa mengkonsumsi pada
staf keperawatan apa yang harus diajarkan diobservasikan dan apa yang
harus diimplementasikan, rencana bersifat spesifik untuk klien dan
keluarga.
2.2.6.4 Pelaksanaan (implementasi)
Pelaksanaan adalah melakukan tindakan sesuai rencana dan aktivitas
keperawatan dengan memsukan tanggal, jam, tanda tangan dan nama
penulis serta di dokumentasikan pada tabel implementasi.
2.2.6.5 Evaluasi
Evaluasi dibuat dengan melihat hasil pencapaian asuhan keperawatan
dengan mengkaji status pasien, membandingkan respon pada kriteria
hasil dan menyimpulkan bila pasien mengalami kemajuan pada
pencapaian hasil.
20

2.3 Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Nutrisi


2.3.1 Definisi
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan
dan penyakit, termasuk keseluruhan proses proses dalam tubuh manusia untuk
menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta
mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-
zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi reaksi dan keseimbangan yang
berhubungan dengan kesehatan dan penyakit. ( Wartonah, 2010 )
Nutrisi adalah zat zat gizi dan zat yang lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan merupakan keseluruhan berbagai makhluk hidup proses dalam
tubuh makhluk hidup untuk hidup untuk menerima bahan-bahan dari lingkungan
hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut agar menghasilkan berbagai
aktivitas penting dalam tubuhnya sendiri.
Nutrisi bisa didefinisikan sebagai proses pengambilan zat-zat makanan
penting dengan kata lain nutrient adalah apa yang manusia makan dan bagaimana
tubuh menggunakanya.

2.3.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
2.3.2.1 Fisiologis
1. Intake Nutrisi
 Kemampuan mendapat dan mengolah makanan
 Pengetahuan
 Gangguan menelan
 Perasaan tidak nyaman setelah makan
 Anoreksia
 Nausea dan vomitus
 Intake kalori dan lemak yang berlebih
2.3.2.2 Kemampuan mencerna nutrient
1. Obstruksi saluran cerna
2. Malabsorbsi nutrient
21

3. DM
2.3.2.3 Kebutuhan metabolisme
1. Pertumbuhan
2. Stres
3. Kondisi yang mningkatkan BMR
4. Kanker
2.3.2.4 Gaya hidup dan kebiasaan
1. Kebiasaan makan yang baik perlu diterapkan pada usia toddler
2. Kebiasaan makan pada lansia menghindari makanan yang pantang di
makan
2.3.2.5 Kebudayaan dan kepercayaan
Kebudayaan orang asia lebih memilih padi sebagai makanan pokok
2.3.2.6 Sumber ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.
2.3.2.7 Tinggal sendiri
Seseorang yang hidup sendirian sering tidak memperdulikan tugas
memasak untuk menyediakan makanannya.
2.3.2.8 Kelemahan fisik
Contohnya atritis atau cidera cerebrovascular (CVA) yang menyebabkan
kesulitan untuk berbelanja dan masak. Mereka tidak mampu
merencanakan dan menyediakan makanan sendiri.
2.3.2.9 Kehilangan
Terutama pada pria lansia yang tidak pernah memasak untuk mereka
sendiri. Mereka biasanya tidak memahami nilai suatu makanan yang
gizinya seimbang.
2.3.2.10 Depresi
Menyebabkan kehilangan nafsu makan. Mereka tidak mau bersusah payah,
berbelanja, memasak atau memakan makanannya
2.3.2.11 Pendapatan yang rendah
Ketidakmampuan untuk membeli makanan yang cermat untuk
meningkatkan pengonsumsian makanan yang bergizi.
22

2.3.2.12 Penyakit saluran pernafasan


Termasuk sakit gigi dan ulkus.
2.3.2.13 Obat
Pada lansia yang mendapatkan lebih banyak obat dibandingkan kelompok
usia lain yang lebih muda, ini berakibat buruk baginutrisi lansia.
Pengobatan akan mengakibatkan kemunduran nutrisi yang semakin jauh.
2.3.2.14 Jenis kelamin
Metabolisme basal pada laki-laki lebih besar dibandingkan wanita. Pada
laki-laki dibutuhkan BMR 1,0 kkal/kg/BB/jam, dan pada wanita 0,9
kkal/kg/BB/jam.

2.3.3 Patofisiologi
Produksi saliva menurunmempengaruhi perubahan kompleks karbohidrat
menjadi disakarida. Fungsi ludah menurunsukar menelan, fungsi kelenjar
pencernaan perut terasa tidak enak atau kembung
Dengan proses menua terjadi gangguan mobilitas otot polos, esofagus dari
proses perubahan-perubahan pada prose penuaan pada lansia menyebabkan intake
makanan pada lansia berkurang yang nantinya akan mempengaruhi status gizi
pada lansia.
Kondisi Fisiologis yang mempengaruhi status nutisi termasuk tingakat
aktivitas, keadaan penyakit, daya beli, dan menyiapkan makanan serta prosedur
dan pengobatan yang dilakukan bergantung pada tingkat aktivitas maka nutrisi
kilokalori diperlukan untuk meningkatkan, sehingga tingkat aktivitas akan
meningkat atau menurun. Sementara status penyakit dan prosedur atau
pengobatan yang dilakukan mempunyai dampak pada asupan makanan,
pencernaan, absorbsi, metabolisme, dan ekskresi.
Beberapa kondisi fisiologis dapat menyebabkan menurunya zat makanan
tertentu dan suatu saat akan meningkat. Penyakit ginjal akan menurunkan
kebutuhan protein oleh karena protein diekskresi oleh ginjal.
Penyakit penyakit fisik biasanya meningkatkan kebutuhann zat makananan
biasanya terjadi pada penyakit penyakit saluran cerna. Gangguan fisik dapat
23

terjadi disepanjang saluran pencernaan yang menyebabkan menurunya asupan


nutrisi.
Gangguan absorbsi,gangguan transportasi atau penggunaan yang tidak
sepantasnya. Luka pada mulut dapat menyebabkan menurunya asupan nutrisi
akibat nyeri saat makan, diare dapat menurunkan absobsi nutrisi. Karena di
dorong lebih cepat terhadap kandungan penyakit pada kandungan empedu tidak
berfungsi secara wajar, empedu yang berfungsi untuk mencerna lemak menjadi
tidak efektif.

PATHWAY

Pola makan tidak teratur, obat, stres, alkohol

Berkurangnya pemasukan makanan

Kekosongan lambung

Erosi pada lambung

Produksi asam lambung meningkat

Refleksi muntah

Intake makanan tidak adekuat

Kurang nutrisi
24

2.3.4 Pemeriksaan Penunjang


2.3.4.1 Pemeriksaan darah lengkap dengan pemeriksaan feses
2.3.4.2 USG
2.3.4.3 SGOT dan SGPT
2.3.4.4 Sitologi  menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma
tersebut.
2.3.4.5 Rongen  mengetahui kelainan yang muncul ada yang dapat
menghambat tindakan operasi

2.3.5 Penatalaksanaan
2.3.5.1 Memberikan makanan yang bergizi
2.3.5.2 Mengatur diet pasien
2.3.5.3 Menambah suplemen atau vitamin
2.3.5.4 Mengajarkan pola makanan yang sehat
2.3.5.5 Menawarkan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering
2.3.5.6 Berkolaborasi dengan ahli gizi

2.4 Manajemen Asuhan Keperawatan dengan Kebutuhan Dasar Manusia


Nutrisi
2.4.1 Pengkajian
2.4.1.1 Riwayat keperawatan dan diet
1. Apakah diet yang dilakukan secara khusus?
2. Anjuran makan makanan kesukaan, waktu makan
3. Adakah penurunan dan peningkatan BB dan berapa lama periode
dietnya?
4. Adakah status fisik pasien yang dapat meningkatkan diet seperti luka
bakar dan demam.
5. Adakah toleransi makan atau minum tertentu?
2.4.1.2 Faktor yang mempengaruhi diet
1. Kesehatan atau status kesehatan
2. Kultur atau kepercayaan
3. Status sosial ekonomi
25

4. Faktor psikologis

2.4.2 Diagnosa Keperawatan


2.4.2.1 Ketidakseimbangan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient atau intake nutrisi yang
tidak adekuat.
2.4.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengankelebihan intake atau gaya hidup atau konsumsi terlalu tinggi
kalori
2.4.2.3 Resiko ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh

2.4.3 Intervensi Keperawatan


2.4.3.1 Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Kriteria hasil : nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji pola nutrisi
2. Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan
waktu makan.
3. Kaji makan yang disukai dan tidak disukai pasien
4. Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan
menghindari pemberian makanan yang tidak disukai.
5. Anjurkan tilah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
7. Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan.
8. Timbang berat badan tiap hari
9. Rasional : mengetahui adanya kenaikan atau penurunan berat badan.
2.4.3.2 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrient, anoreksia, ditandai dengan lidah kotor, mual,
muntah.
26

2.4.3.3 Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu


menghabiskan porsi makanan yang telah disediakan, adanya
keseimbangan intake dan output.
2.4.3.4 Intervensi :
1. Lakukan pendekatan pasien dengan keluarga pasien
Rasional : pasien dan keluarga koperatif dalam tindakan keperawatan.
2. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang manfaat cairan
dan nutrisi bagi tubuh.
Rasional : penelasan tersebut bisa membuat pasien mengerti dan
memahami sehingga kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
3. Pemberian nutrisi yang sesuai dengan keadaan pasien
Rasional : pemberian bubur halus sangat penting untuk pemenuhan
kebutuhan.
4. Observasi intake dan output cairan dan nutrisi pasien
Rasional : untuk mengetahui perkembangan keseimbangan cairan dan
nutrisi dalam tubuh.
5. Memberikan makanan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional : untuk menghindari mual dan muntah pada pasien.
2.4.3.5 Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi.
Kriteria hasil : pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :
1. Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
2. Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
3. Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien.
4. Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan
pencegahan penyakit.
5. Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya bila ada yang
belum dimengerti.
6. Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga
setelah di beri penjelasan tentang penyakitnya.
7. Beri reinforcement positif jika pasien menjawab dengan tepat.
27

Rasional : memeberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan


penyakitnya.

2.4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan mencapai tujuan
spesifik. Implementasi dilakukan pada klien dengan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia nutrisi. Tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat
sebagai pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan kluarga agar
asuhan keperawatan yang diberikan bisa berkesinambungan sehingga klien dan
keluarga dapat menjadi mandiri.

2.4.5 Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nutrisi dilakukan dengan menilai masalah
keperawatan yang muncul. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat
dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan
keperawatan dapat di capai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai