Anda di halaman 1dari 36

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN HIPERTENSI

DI PUSKESMAS DEMAK III BULAN MEI – JUNI 2019

MINI PRO

Pembimbing
dr. Retno Widhiastuti, M.H

Disusun Oleh
dr. Rona Anggreni Tata

PUSKESMAS DEMAK III


DEMAK
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah mengalami peningkatan
yang memberikan gejala berlanjut pada suatu organ target di tubuh. Hal ini dapat
menimbulkan kerusakan yang lebih berat, misalnya stroke (terjadi pada otak dan
menyebabkan kematian yang cukup tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi
kerusakan pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada
otot jantung). Hipertensi juga dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal, penyakit
pembuluh lain dan penyakit lainnya.
Umumnya penyakit hipertensi terjadi pada orang yang sudah berusia lebih
dari 40 tahun. Penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan
pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan
penderitanya. Hal ini serupa seperti yang dikemukakan oleh Yogiantoro (2006),
hipertensi tidak mempunyai gejala khusus sehingga sering tidak disadari oleh
penderitanya.
Di dunia diperkirakan 7,5 juta kematian disebabkan oleh tekanan darah
tinggi. Pada tahun 1980 jumlah orang dengan hipertensi ditemukan sebanyak 600
juta dan mengalami peningkatan menjadi hampir 1 milyar pada tahun 2008
(WHO, 2013). Hasil riset WHO pada tahun 2007 menetapkan hipertensi pada
peringkat tiga sebagai faktor resiko penyebab kematian dunia. Hipertensi telah
menyebabkan 62% kasus stroke, 49% serangan jantung setiap tahunnya (Corwin,
2007).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil riset kesehatan tahun 2007 diketahui
bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia sangat tinggi, yaitu rata-rata 3,17% dari
total penduduk dewasa. Hal ini berarti dari 3 orang dewasa, terdapat 1 orang
yang menderita hipertensi (Riskesdas, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh 2 Riskesdas menemukan prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2013

1
sebesar 25,8%. Daerah Bangka Belitung menjadi daerah dengan prevalensi
hipertensi yang tertinggi yaitu sebesar 30,9%, kemudian diikuti oleh Kalimantan
Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%) (Riskesdas,
2013).
Penyakit hipertensi di Jawa Tengah tahun 2017 berdasarkan data departemen
kesehatan, sebanyak 933.764 orang menderita hipertensi, sedangkan di
kabupaten demak 36.101 orang menderita hipertensi.
Berdasarkan data tersebut, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti
karakteristik pasien hipertensi di Puskesmas Demak III.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana karakteristik pasien hipertensi di puskemas Demak III ?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien
hipertensi di puskemas Demak III.

1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pasien
a. Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemantauan informasi
kesehatan dan penyakit hipertensi
b. Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemantauan hipertensi
sehingga dapat dikontrol apabila terjadi masalah dengan penyakit
hipertensi khususnya.

1.4.1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai


penyakit hipertensi.

2
1.4.2. Bagi Puskesmas

Memberikan masukan dalam hal pemantauan hipertensi di wilayah


Puskesmas Demak III dan dapat dijadikan pedoman dalam menentukan
kebijakan program penyakit hipertensi.

1.4.3. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan referensi


atau data dalam melakukan penelitian selanjutnya maupun penelitian yang
sejenis.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam-diam) yang secara
luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan
meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat
meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner,
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan pasien yang
menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar kemungkinannya
terkena stroke.
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke
merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang
sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi
sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa
penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali
lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik
kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg
mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan
dengan tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih
65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi.
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan
risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi
asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan,
dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.

4
2.2. Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau
hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi
sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat
disembuhkan secara potensial.
2.2.1. Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk
disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik
dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di
dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi
kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal,
dan angiotensinogen.
2.2.2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah
(lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal
kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling

5
sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab
sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang
bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang
menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
sekunder.
Penyakit Obat Obat
1. penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH
2. hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
kadar estrogen tinggi)
3. penyakit renovaskular 3. NSAID, cox-2 inhibitor
4. sindroma Cushing 4. Fenilpropanolamine dan analog
5. pheochromocytoma 5. Cyclosporin dan tacrolimus
6. koarktasi aorta 6. Eritropoetin
7. penyakit tiroid atau paratiroid 7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.

2.3. Klasifikasi Hipertensi


Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation,
and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat
1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health Organization (WHO) dan
International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG).

6
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Tabel 2. The Joint National Commite (JNC) VIII


Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan


International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi / 130 – 139 Atau 85 – 89
pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110

7
2.4. Faktor Risiko Hipertensi
2.4.1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai
risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena
hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur
60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan
darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya
meningkat ketika 50an dan 60an.
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila
tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini
disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa
memicu terjadinya hipertensi.
b. Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita.
Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan
daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan
13,7% wanita.
c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga
dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi

8
risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-
5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan
kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial)
apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama
lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam
waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.
2.4.2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain
dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang
dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali
lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi.
b. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat

9
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume
dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau
kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam
sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam
yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol
natrium atau 2400 mg/hari.
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara
asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium
akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan
volume darah.
c. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh
juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam
makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak
tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan
darah.
d. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah
rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa,
sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi
kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka
asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam

10
jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas,
lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan
berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5%
ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang
didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa
mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan
minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.
e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum
diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau
yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu
yang tidak minum atau minum sedikit.
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena
survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah
berperan dalam menaikkan tekanan darah.
f. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding
arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung
dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air.

11
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.
g. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif
juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri.
h. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila
stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.
i. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi
belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan
karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi
hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya
pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan
meningkatkan tekanan darah perempuan.
2.5.Gejala Klinis Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-
tahun berupa:

12
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
2.6. Diagnosis Hipertensi
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi,
perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat
dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih
dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolateral.

13
2.7. Penatalaksanaan Hipertensi
2.7.1. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum
penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh
seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang
terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan
dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup
merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam
keberhasilan penanganan hipertensi.
Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:
a. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek
jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran
darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung.
Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko
aterosklerosis.
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi
asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai
pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan
penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.
b. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas
fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga
kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk
penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali
seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun
berat badan belum tentu turun.
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan

14
perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat
digunakan sebagai pengobatan hipertensi.
Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi
sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:
 Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau
dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah
sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak
melebihi 100 mmHg.
 Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat
informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.
 Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung
dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan
darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai
tingkat kapasitas fisik.
 Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan
sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.
 Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dan tidak menambah peningkatan darah.
 Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.
 Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.
 Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.
 Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan
darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.
 Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya
dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang
bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya
berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.

15
 Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka
dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan
penyesuaian (pengurangan).20
c. Perubahan pola makan
 Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya
penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan
hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan
kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan
tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan asupan garam
sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu
makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah
diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut
diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam
secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis.
 Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak
jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
 Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat
mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan
penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke.
Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam
penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-

16
buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak
mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung
magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak
kalsium.
d. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres. Perubahan-perubahan itu ialah:
 Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan
setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa
harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.
 Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.
 Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
 Siapkan cadangan untuk keuangan
 Berolahraga.
 Makanlah yang benar.
 Tidur yang cukup.
 Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres.
 Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.
 Binalah hubungan sosial yang baik.
 Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan
kritis atau negatif terhadap diri sendiri.
 Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.
 Carilah humor.
 Berserah diri pada Yang Maha Kuasa. 15
2.7.2. Penatalaksanaan Farmakologis

17
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7:
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker
(ARB).

Tabel 5. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi


Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika Gagal jantung gout kehamilan
(Thiazide) kongestif, usia
lanjut, isolated
systolic
hypertension,
ras afrika
Diuretika (loop) Insufisiensi
ginjal, gagal
jantung
kongestif
Diuretika (anti Gagal jantung Gagal ginjal,
aldosteron) kongestif, pasca hiperkalemia
penyekat β infark
miokardium

18
Angina pectoris, Asma, Penyakit
pasca infark penyakit paru pembuluh darah
myocardium obstruktif perifer,
gagal jantung menahun, A-V intoleransi
kongestif, block glukosa, atlit atau
kehamilan, pasien yang aktif
takiaritmia secara fisik
Calcium Usia lanjut, Takiaritmia,
Antagonist isolated systolic gagal jantung
(dihydropiridine) hypertension, kongestif
angina pectoris,
penyakit
pembuluh darah
perifer,
aterosklerosis
karotis,
kehamilan
Calcium Angina pectoris, A-V block,
Antagonist aterosklerosis gagal jantung
(verapamil, karotis, kongestif
diltiazem) takikardia
supraventrikuler
Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,
kongestif, hiperkalimea,
disfungsi stenosis arteri
ventrikel kiri, renalis bilateral
pasca infark
myocardium,

19
non-diabetik
nefropati,
nefropati DM
tipe 1,
proteinuria
Angiotensi II Nefropati DM Kehamilan,
reseptor tipe 2, hiperkalemia,
antagonist (AT1- mikroalbumiuria stenosis arteri
blocker) diabetic, renalis bilateral
proteinuria,
hipertrofi
ventrikel kiri,
batuk karena
ACEI
α-Blocker Hyperplasia Hipotensi Gagal jantung
prostat (BPH), ortostatis kongestif
hiperlipidemia

Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.


Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat
pada tebel 5 dibawah ini :
Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa Dengan
Tekanan (mmHg (mmH Pola indikasi indikasi
Darah ) g) Hidup yang yang
memaksa memaksa
Normal < 120 Dan Dianjurka
<80 n

20
Prehiperten 120- atau ya Tidak Obat-obatan
si 139 80-89 indikasi obat untuk
indikasi
yang
memaksa
Hipertensi 140- Atau ya Diuretic Obat-obatan
derajat 1 159 90-99 jenis untuk
Thiazide indikasi
untuk yang
sebagian memaksa
besar kasus, Obat
dapat antihiperten
dipertimban si lain
gkan ACEI, (diuretika,
ARB, BB, ACEI,
CCB, atau ARB, BB,
kombinasi CCB)
sesuai
kebutuhan
Hipertensi ≥160 Atau ya Kombinasi 2
derajat 2 ≥100 obat untuk
sebagian
besar kasus
umumnya
diuretika
jenis
Thiazide dan
ACEI atau

21
ARB atau
BB atau
CCB

Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7.

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien


adalah :
a. dan ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretika
e. AB dan BB

22
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

Diuretika

β Bloker ARB

α Bloker CCB

ACEI

Gambar 2. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif yang


menggunakan pendekatan kuantitafif.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2019 sampai dengan bulan
Juni 2019.

3.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Demak III.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan


pendekatan cross sectional dipilih karena pengambilan data dilakukan satu kali
pada “satu saat” dan bukan dimaksudkan semua objek diamati tepat pada saat
yang sama melainkan setiap objek hanya diobservasi sekali saja.

3.4. Subyek Penelitian

3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi yang berobat


pada bulan Mei 2019 sampai dengan Juni 2019 di Puskesmas Demak III.

24
3.5. Kriteria Penelitian

a. Kriteria inklusi
1. Pasien hipertensi yang berobat pada bulan Mei 2019 sampai dengan
Juni 2019 di Puskesmas Demak III
2. Bersedia menjadi responden penelitian.
b. Kriteria eksklusi
1. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden.

3.6. Sampel Penelitian

Sampel penelitian menurut Arikunto (2010) adalah sebagian populasi


yang akan diteliti dan dapat mewakili seluruhnya.

Teknik yang digunakan peneliti dalam pengambilan sampel adalah teknik


non-probability sampling (tidak seluruh populasi diambil), kategori purposive,
yang menggunakan rumus Wibisono dalam Riduwan dan Akdon (2013), rumus
dalam menghitung sampel pada populasi yang tidak diketahui :

𝑍𝛼/2𝜎 (1,96).(0,25) 2
n= ( ) 2= ( ) = 96,04
𝑒 0,05

N = jumlah sampel

Zα/2 = nilai dari table distribusi normal atas tingkat kepercayaan 95% = 1,96

σ = standar deviasi 25 %

e = error (batas kesalahan = 5%)

Batas kesalahan atau margin of error dalam ini adalah 5%, sehingga tingkat
akurasinya sebesar 95%. Sampel yang diambil adalah sebesar 97 responden.

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Demak III didapatkan


data yaitu sebagai berikut :

Tabel I. Distribusi frekuensi Tekanan Darah Sistolik Pada Pasien Hipertensi di


Wilayah Kerja Puskesmas Demak III Mei – Juni 2019

Stage Hipertensi Jumlah %


Normal <120 mmHg - -
Pre Hipertensi 120-139 mmHg - -
Hipertensi Stage I 140-159 mmHg 49 50,5
Hipertensi Stage II ≥ 160 mmHg 48 49,5
Total 97 100

Berdasarkan tabel I mayoritas responden memiliki nilai tekanan darah systole


pada hipertensi stage I sebesar 50,5% kemudian diikuti hipertensi stage II sebesar
49,5%.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tekanan darah diastole pada Pasien Hipertensi di


Wilayah Kerja Puskesmas Demak III Mei – Juni 2019

Stage Hipertensi Jumlah %


Normal <80 mmHg - -
Pre Hipertensi 80-89 mmHg 7 7,21
Hipertensi Stage I 90-99 mmHg 58 59,8
Hipertensi Stage II ≥ 100 mmHg 32 32,99

26
Total 97 100

Berdasarkan tabel 2 mayoritas responden memiliki nilai tekanan darah


diastole pada hipertensi stage I sebesar 59,8% kemudian diikuti hipertensi stage II
sebesar 32,99% dan prehipertensi sebesar 7,21%.

Pada penelitian ini nilai tekanan darah pada pasien hipertensi yang akan dilihat
adalah nilai tekanan darah sistolenya.

a. Usia
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Usia Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Demak III Mei – Juni 2019
No Usia Jumlah %

1 36 – 45 tahun 13 13,4

2 46 – 55 tahun 22 22,7

3 56 – 65 tahun 45 46,4

4 > 65 tahun 17 17,5

Total 97 100

Berdasarkan tabel 3 didapatkan mayoritas pasien hipertensi di wilayah kerja


Puskesmas Demak III berada di rentang usia 56 - 65 tahun sebesar 46,4%. Diikuti
oleh usia usia 46 - 55 tahun sebesar 22,7%, usia >65 tahun 17,5% dan usia 36 – 45
tahun sebesar 13,4%. Berdasarkan kategori usia menurut Depkes RI (2009)
membagi masa dewasa awal dimulai dari usia 26 hingga 35 tahun, dewasa akhir
adalah dimulai dari usia 36 hingga 45 tahun, lansia awal dimulai dari usia 46
hingga 55 tahun, lansia akhir dimulai dari usia 56 hingga 65 tahun, dan lansia atas
lebih dari usia 65 tahun.

27
Pada lansia elastisitas arteri mengalami penurunan sehingga arteri menjadi
lebih kaku dan kurang mampu merespon tekanan darah sistolik, selain itu karena
dinding pembuluh darah tidak mampu beretraksi atau kembali ke posisi semula
dengan kelenturan yang sama saat terjadi penurunan tekanan menyebabkan
tekanan diastolic juga ikut meningkat (Kozier et al,2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Kishore et al (2016) didapatkan bahwa


prevalensi hipertensi lebih besar pada orang dengan usia diatas 35 tahun yaitu
sebesar 21,8% dibandingkan dengan usia dibawah 35 tahun yaitu sebesar 4,7%
dan hasil uji regresi logistic didapatkan bahwa usia 35 tahun memiliki odd ratio
yang lebih rendah dibandingkan dengan usia di atas 35 tahun dengan nilai odd
ratio 3,60 (2.11-6.15) dan dengan nilai P Value 0.01, yang artinya usia 35 tahun
keatas lebih besar memiliki peluang terjadinya hipertensi.

Dari beberapa penelitian di atas makan hipertensi yang terjadi pada


responden dapat dikarenakan oleh peningkatan usia yang dapat menyebabkan
berkurangnya keelastisan dari pembuluh darah.

b. Jenis Kelamin

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi di Wilayah


Kerja Puskesmas Demak III Mei – Juni 2019

No Jenis Kelamin Jumlah %

1 Perempuan 56 57,7

2 Laki - laki 41 42,3

Total 97 100

28
Berdasarkan tabel 4 didapatkan mayoritas pasien hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Demak III adalah perempuan sebesar 57,7%, kemudian diikuti dengan
laki – laki sebesar 42,3%.

Pada perempuan pasca menopause mengalami resiko tinggi untuk hipertensi


(Udjianti,2010). Menopause pada perempuan biasa terjadi pada rentang usia 40
dan 55 tahun. Usia rerata menopause pada perempuan adalah 47 tahun (Kozier et
al, 2010). Perempuan yang belum menopause memiliki hormone estrogen yang
lebih tinggi yang mempunyai fungsi meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Apabila HDL lebih rendah dari Low Density Protein (LDL)
maka akan mempengaruhi untuk terbentuknya proses aterosklerosis yang dapat
meningkatkan tekanan darah selain itu kadar estrogen yang rendah juga dapat
meningkatkan kekentalan darah yang dapat menyebabkan resiko penyakit jantung
(Wahyuni&Eksanto, 2013).

Hasil penelitian ini menunjukkan jika perempuan lenih banyak mengalami


hipertensi hal ini dikarenakan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan
dan mayoritas telah memasuki masa menopause.

c. Pendidikan

Table 5. Distribusi Frekuensi Pendidikan Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja


Puskesmas Demak III Mei – Juni 2019

No Pendidikan Jumlah %

1 SD Sederajat 37 38,1
2 SMP Sederajat 25 25,8
3 SMA Sederajat 18 18,6
4 D1 – S1 17 17,5
Total 97 100

29
Berdasarkan tabel 5 didapatkan mayoritas pasien hipertensi di wilayah
Puskesmas Demak III sebesar 38,1% responden pendidikannya adalah lulusan SD
sederajat, 25,8% responden adalah lulusan SMP sederajat, 18,6% responden
adalah lulusan SMA sederajat, dan 17,5% adalah lulusan D1 hingga S1.

Menurut Notoatmodjo (2010) mengatakan jika tingkat pendidikan


seseorang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menerima sebuah
informasi dan mengolahnya sebelum menjadi sebuah perilaku yang baik maupun
buruk sehingga dapat berdampak terhadap status kesehatannya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Wahyuni dan Eksanto (2013) dengan analisa data
dengan uji Chi Square, nilai dari korelasi antara variable dependen antara tingkat
pendidikan dengan kejadian hipertensi tingkat signifikan hitungnya sebesar 0,000
dimana angka tersebut di bawah taraf signifikan tabel sebesar 5% (0.05), hal ini
dapat diambil kesimpulan, ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan
dengan kejadian hipertensi, dan hasil uji Regresi Logistic didapatkan jika tingkat
pendidikan rendah berhubungan dengan kejadian hipertensi dengan nilai P Value
sebesar 0.000 dan nilai Exp(B) sebesar 21.761, selanjutnya untuk kelompok
pendidikan tinggi tidak terdapat hubungan dengan kejadian hipertensi dengan nilai
P Value sebesar 0.131dan dengan Exp(B) sebesar 3.160.

Hasil penelitian ini didapatkan responden terbanyak yang mengalami


hipertensi adalah lulusan SD sedeerajat, hal ini dapat mempengaruhi kemampuan
responden dalam menerima informasi terkait informasi kesehatan yang akan
berpengaruh pada perilaku hidup sehatnya, responden dengan pendidikan D1
hingga S1 juga ditemukan penderita hipertensi hal ini dapat terjadi karena kurang
terpaparnya dengan informasi terkait kesehatan dan walaupun sudah sering
terpapar informasi kesehatan pengarug lingkungan juga dapat mencetuskan
terjadinya hipertensi seperti diet di rumah mengandung makanan yang memiliki
kadar kolesterol tinggi ataupun asupan garam yang melebihi dari 2.4gr/hari,
maupun karena aktivitas fisik atau lifestyle yang kurang baik.

30
d. Pekerjaan

Tabel 6. Distribusi frekuensi Pekerjaan Pasien Hipertensi di Wilayah


Puskesmas Demak III Mei – Juni 2019

No Pekerjaan Jumlah %

1 Swasta 25 25,8

2 Pensiunan 9 9,3

3 Petani 21 21,6

5 Ibu Rumah Tangga 32 33

6 PNS 10 10,3

Total 97 100

Berdasarkan tabel 6 penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Demak III


mayoritas sebesar 33% responden bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan diikuti
25,8% responden yang bekerja sebagai karyawan swasta, dan selanjutnya sebesar
21,6% bekerja sebagai petani, disusul oleh PNS sebesar 10,3% dan pensiunan
sebesar 9,3%.

Jenis pekerjaan berpengaruh dengan pola dan aktivitas fisik, dimana


pekerjaan yang tidak mengandalkan aktivitas fisik berpengaruh pada tekanan
darah, orang yang bekerja dengan melibatkan aktivitas fisik dapat terlindungi dari
penyakit hipertensi. Berdasarkan penelitian ini dan hasil wawancara peneliti
kepada responden yang merupakan ibu rumah tangga, pekerjaan yang biasa
dilakukan di rumah hanya merupakan pekerjaan – pekerjaan ringan dan lebih
banyak waktu beristirahat. Selain responden yang tidak melakukan olahraga rutin,
responden juga hampir tidak bisa melakukan diet sehat.

Dari pemaparan di atas maka peneliti berasumsi hipertensi dapat terjadi


karena kurangnya aktivitas fisik sehingga dapat mencetuskan obesitas, serta diet
yang tidak sehat misal terlalu banyak makan makanan berlemak dapat
menyebabkan terjadinya hiperlipidemia. Hiperlipidemia akan menyebabkan
peningkatan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL dalam darah. Kolesterol

31
berperan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis sehingga menghambat
aliran darah dan menyebabkan hipertensi (Depkes,2006).

e. Riwayat Keluarga dengan Hipertensi

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Keluarga dengan Hipertensi Pasien Hipertensi


di Wilayah Puskesmas Demak III Mei – Juni 2019

No Riwayat Keluarga Jumlah %

1 Ya 59 60,9

2 Tidak 38 39,1

Total 97 100

Berdasarkan tabel 7 mayoritas pasien hipertensi di wilayah Puskesmas


Demak III memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi sebesar 60,9%, dan yang
tidak memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi sebesar 39,1%.

Hipertensi adalah penyakit yang dapat diturunkan dari orang tua ke anaknya.
Berdasarkan ilmu Genetika hal ini dapat terjadi karena adanya faktor Hereditas
yang berperan dalam penyakit turunan. Hereditas ialah genotif yang diwariskan
dari induk (orang tua) pada keturunannya dan akan membuat keturunan memiliki
karakter seperti induknya. Warna kulit, warna rambut, bahkan penyakit turunan
merupakan dampak dari penurunan sifat. Hereditas dibawa oleh gen yang ada
dalam DNA masing-masing mahkluk hidup (Meilinda., 2017). Menurut penelitian
oleh Henuhili et al (2011) tentang pola pewarisan penyakit hipertensi dalam
keluarga mengemukakan bahwa gen hipertensi bersifat dominan. Meskipun begitu
berdasarkan hukum Mendel, jika hanya salah satu orang tua menderita hipertensi,
maka kemungkinan anaknya untuk tidak menderita hipertensi yaitu 50%.

Penelitian yang dilakukan oleh Dajo et al (2016) didapatkan hasil dari 46


responden yang positif menderita hipertensi dan memiliki keluarga dengan riwayat
hipertensi sebanyak 35 (76.1%) dan sisanya sebanyak 11 (23.9%) responden
menderita hipertensi tanpa memiliki riwayat keluarga hipertensi. Hasil uji statitsik
menggunakan uji chi square didapatkan P value sebesar 0.001 dengan tingkat
kesalahan 0.05. kesimpulan penelitan ini terdapat hubungan antara riwayat
keluarga dengan kejadian hipertensi.

32
Berdasarkan beberapa penelitian diatas maka hipertensi yang terjadi pada
responden pada penelitian ini berhubungan dengan adanya riwayat genetik dari
orang tuanya yang juga menderita hipertensi. Perubahan genetik dapat terjadi pada
sistem hormonal, sistem saraf simpatis ataupun pada struktur dari pembuluh darah
yang akan menjadi faktor predisposisi dari terjadinya hipertensi esensial.

33
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Demak III pada


bulan Mei – Juni 2019 didapatkan :

 Mayoritas responden memiliki nilai tekanan darah systole pada hipertensi


stage I sebesar 50,5% kemudian diikuti hipertensi stage II sebesar 49,5%.
 Mayoritas pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Demak III berada di
rentang usia 56 - 65 tahun sebesar 46,4%. Diikuti oleh usia usia 46 - 55 tahun
sebesar 22,7%, usia >65 tahun 17,5% dan usia 36 – 45 tahun sebesar 13,4%.
 Mayoritas pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Demak III adalah
perempuan sebesar 57,7%, kemudian diikuti dengan laki – laki sebesar 42,3%.
 Mayoritas pasien hipertensi di wilayah Puskesmas Demak III sebesar 38,1%
responden pendidikannya adalah lulusan SD sederajat, 25,8% responden
adalah lulusan SMP sederajat, 18,6% responden adalah lulusan SMA
sederajat, dan 17,5% adalah lulusan D1 hingga S1.
 Penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Demak III mayoritas sebesar 33%
responden bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan diikuti 25,8% responden
yang bekerja sebagai karyawan swasta, dan selanjutnya sebesar 21,6% bekerja
sebagai petani, disusul oleh PNS sebesar 10,3% dan pensiunan sebesar 9,3%.
 Pasien hipertensi di wilayah Puskesmas Demak III memiliki riwayat keluarga
dengan hipertensi sebesar 60,9%, dan yang tidak memiliki riwayat keluarga
dengan hipertensi sebesar 39,1%.
5.2. Saran
 Bagi pasien

34
Pasien perlu melakukan pemeriksaan tekanan darah, serta dalam kehidupan
sehari – hari menerapkan pola hidup sehat dan menjaga pola makan,
melakukan aktivitas fisik secara teratur, dan meghentikan kebiasaan merokok
agar dapat mengontrol tekanan darah dan terhindar dari resiko komplikasi
lebih lanjut.
 Bagi puskesmas
Puskesmas hendaknya melakukan promosi kesehatan tentang faktor – faktor
yang mempengaruhi kejadian hipertensi melalui leflet, poster – poster, dan
penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
 Bagi ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini hendaknya dijadikan masukan bagi peneliti lain guna
mengembangkan penelitian ini dengan menganalisa faktor lain yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi.

35

Anda mungkin juga menyukai